Bab 2
Bab 2
2.1 HIV/AIDS
2.1.1 Definisi
HIV merupakan suatu virus RNA (Ribonucleic Acid) bentuk sferis dengan
diameter 1.000 angstrom yang termasuk retrovirus dari family Lentivirus. Proses
infeksi ini akan berjalan dari waktu ke waktu yang menimbulkan penurunan jumlah
sel limfosit CD4 dan mengakibatkan terjadinya AIDS (Merati dan Djauzi, 2009).
HIV adalah retrovirus yang memiliki hubungan dengan virus leukemia sel-T
AIDS adalah penyakit virus yang menyebabkan kolapsnya sistem imun dan
(Corwin, 2009).
8
9
AIDS adalah sindrom akibat defisiensi imunitas selular tanpa penyebab lain
yang diketahui dan ditandai dengan infeksi oportunistik keganasan yang berakibat
fatal. Munculnya sindrom ini erat hubungannya dengan berkurang zat kekebalan
tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi seketika, melainkan sekitar 5-10 tahun setelah
2.1.2 Epidemiologi
Kasus HIV/AIDS ditemukan oleh Gottlieb pada musim semi tahun 1981.
Jumlah penderita meningkat demikian cepat sehingga pada bulan Mei 1985
diperkirakan jumlahnya sudah mencapai 12.000 kasus (Budimulja dan Daili, 2009).
Statistik yang berasal dari Amerika Serikat merupakan statistik yang paling mutakhir
dan terlengkap, sehingga pusat perhatian HIV akan didasarkan pada data dari
Amerika. Data ini cukup juga mewakili sebagian besar data dari negara maju. Namun
secara bermakna dan kecenderungan ini akan disorot secara khusus jika diperlukan
(Robbins, 2007).
AIDS di seluruh dunia mencapai angka lebih dari 12.000 orang dengan perincian
lebih dari 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di Prancis, dan sisanya di
Negara Eropa lainnya, Amerika Latin, dan Afrika. Satu tahun kemudian dilaporkan
pula, bahwa jumlah kasus AIDS di Amerika Serikat telah meningkat menjadi 15.000
10
kasus dan di Prancis 455 kasus (Rokhmah, 2013). Laporan lain dari Acheson, Inggris
tahun 1985, memperkirakan bahwa di Inggris sebanyak 10.000 orang telah terinfeksi
oleh virus AIDS, sedangkan di Amerika Serikat angka infeksi mencapai satu juta
orang dan 6.000 orang diantaranya meninggal setelah menderita full-blown AIDS.
Dari sejumlah orang tersebut di atas yang terinfeksi virus HIV, diperkirakan sebanyak
(Sardjito, 2010).
Sejak tahun 1985 sampai tahun 1996 kasus HIV/AIDS masih amat jarang
ditemukan di Indonesia. Sebagian besar ODHA pada periode itu berasal dari
dan sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam yang terutama
disebabkan akibat penularan narkotika suntik. Sampai dengan akhir Maret 2005
tercatat 6.789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan. Jumlah itu tentu masih sangat jauh
jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV berkisar 90.000 sampai 130.000
2.1.3 Etiologi
Virus penyebab AIDS diidentifikasi oleh Luc Montagnier pada tahun 1983
yang pada waktu itu diberi nama LAV (Lymphadenopathy Virus), sedangkan Robert
11
Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada tahun 1984 yang saat itu dinamakan
HTLV-III (Human T-Cell Leukemia Virus III) (Djoerban dan Djauzi, 2009).
Sampai dengan tahun 1994 diketahui ada dua subtipe virus HIV, yaitu HIV 1
dan HIV 2. HIV 1 penyebarannya meluas hampir di seluruh dunia, sedangkan HIV 2
ditemukan pada pasien-pasien Afrika Barat dan Portugal. HIV 2 lebih mirip “monkey
virus” yang disebut SIV (Simian Immunodeficiency). Antara HIV 1 dan HIV 2 intinya
manusia. Pada awalnya virus HIV dimasukkan dalam subfamilia Oncovirinae, tetapi
suatu virus RNA yang mampu membuat DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) dari RNA
DNA sel hospes sebagai mesin genetik. Dengan demikian virus mampu
berbagai zat yang mampu mentransformasikan sel hospes menjadi sel maligna
(Sardjito, 2010).
12
Virus HIV ini terdiri dari inti (core) dengan lapisan luar bernama amplop
(envelope). Envelope HIV berfungsi sebagai alat penting untuk menempelkan virus
tersebut pada sel induk (sel hidup yang diserang, biasanya sel T-Helper), kemudian
melubangi dinding sel induk tersebut. Envelope terdiri dari banyak komponen
glikoprotein dan diantaranya yang penting adalah gp160, gp140, dan gp120.
keberadaan envelope virus dalam tubuh manusia. Bagian inti (core) HIV berfungsi
penting untuk replikasi virus di dalam sel induk yang terdiri dari beberapa komponen
protein dan yang paling penting adalah p24, p16, p15, dan enzim reverse
2.1.4 Patogenesis
Menurut Price (2005), perjalanan virus HIV hingga terjadinya proses infeksi
HIV dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinalis, semen, air mata,
sekresi vagina atau serviks, urine, ASI (Air Susu Ibu), dan air liur. Tiga cara
utama penularan adalah kontak dengan darah, kontak seksual, dan kontak
ibu ke bayi. Setelah virus ditularkan akan terjadi serangkaian proses yang
2. Perlekatan virus
Virion HIV matang memiliki bentuk hampir bulat. Selubung luarnya atau
kapsul viral terdiri dari lemak lapis ganda yang mengandung banyak tonjolan
protein. Duri-duri ini terdiri dari dua glikoprotein : gp120 dan gp41. Gp
mengacu pada glikoprotein, dan angka mengacu kepada masa protein dalam
ribuan Dalton. Gp120 adalah selubung permukaan eksternal duri dan gp41
Terdapat suatu protein matriks yang disebut p17, yang mengelilingi segmen
bagian dalam virus. Sedangkan inti dikelilingi oleh suatu protein kapsid yang
disebut p24. Di dalam kapsid, p24 terdapat dua untai RNA identik dan
terbentuk. HIV adalah suatu retrovirus, sehingga materi genetik berada dalam
protease.
Limfosit CD4 merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai
HIV menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki
molekul reseptor membran CD4. Sejauh ini sasaran yang disukai oleh HIV
CD4). Gp120 HIV berikatan kuat dengan limfosit CD4 sehingga gp41 dapat
bahwa dua korereseptor permukaan sel, CCR5 atau CXCR4 diperlukan, agar
Sel-sel lain yang mungkin rentan terhadap infeksi HIV mencakup monosit dan
reservoir untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV bersifat
politrofik dan dapat menginfeksi beragam sel manusia, seperti sel Natural
Killer (NK), limfosit B, sel endotel, sel epitel, sel Langerhans, sel dendritik
jaringan tubuh.
CD4 yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan provirus atau
anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium (fusi
sel).
3. Replikasi virus
Setelah terjadi fusi sel virus, virus masuk ke bagian tengah sitoplasma limfosit
(reverse transcription) dari satu untai tunggal RNA menjadi DNA salinan
inti sel pejamu. Apabila sudah terintegrasi ke dalam kromosom sel pejamu,
RNA messenger (mRNA), yang meninggalkan inti sel dan masuk ke dalam
suatu enzim virus yang disebut HIV protease, yang memotong dan menata
membentuk partikel virus menular yang menonjol dari sel yang terinfeksi.
oleh sebagian membran sel yang terinfeksi. HIV yang baru terbentuk sekarang
Replikasi HIV berlanjut sepanjang periode latensi klinis, bahkan saat hanya
terjadi aktivitas virus yang minimal di dalam darah. HIV ditemukan dalam
jumlah besar di dalam limfosit CD4 dan makrofag di seluruh limfoid pada
Walaupun selama latensi klinis tingkat viremia dan replikasi virus di sel-sel
mononukleus darah perifer rendah, namun pada infeksi ini tidak ada latensi
yang sejati. HIV secara terus menerus terakumulasi dan bereplikasi di organ-
jumlah sangat besar dan pertukaran sel yang sangat cepat, dengan waktu
paruh virus dan sel penghasil virus di dalam plasma sekitar 2 hari. Aktivitas
ini menunjukkan bahwa terjadi pertempuran terus menerus antara virus dan
2.1.5 Patofisiologi
Cara lain yang merupakan cara virus mengurangi jumlah dan fungsi sel
CD4 meliputi :
17
menginduksi apoptosis.
CD4 tak terinfeksi dan menyebabkan destruksi imun sel CD4 yang
sehat.
darah dan dengan kecepatan yang lebih rendah dalam limfanodi dan
darah (beban virus atau titer virus) yang mampu dicapai sistem imun
CD4 jatuh sampai di bawah yang diperlukan untuk mengganti lagi sel
CD4 yang terbunuh dan terjadilah imunosupresi. Fase laten secara klinis
18
virus yang lebih aktif ke dalam sirkulasi. Titer virus meningkat dan kadar
Dengan bereplikasinya virus HIV, akan dapat menyebabkan kematian sel atau
membuat infeksi virus tersebut menjadi laten. Infeksi HIV menimbulkan perubahan
patologi yang bisa terjadi langsung melalui destruksi sel-sel CD4, sel-sel imun lain,
dan sel-sel neuroglia, atau secara tidak langsung melalui efek sekunder disfungsi sel-
Dalam sel tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien,
sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, maka seumur hidup ia akan tetap
terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap
AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10
tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan
gambaran penyakit yang kronis sesuai dengan sistem kekebalan tubuh yang juga
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu.
Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi akut, 3-6 minggu setelah
terinfeksi. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala).
Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada
sekelompok kecil orang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2
infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah,
pembesaran kalenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dll.
sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan memburuk dan akhirnya
pasien menunjukkan gejala klinik yang makin berat sehingga pasien masuk ke dalam
tahap AIDS. Manifestasi awal dari kerusakan sistem kekebalan tubuh adalah
kerusakan mikro arsitektur folikel kalenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di
jaringan limfoid, yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hibridisasi in situ. Sebagian
besar replikasi HIV terjadi di kalenjar getah bening, bukan di peredaran darah tepi
a. Gejala Non-Spesifik
Demam
Gangguan pertumbuhan
Hepatomegali
Limfadenopati
Splenomegali
Parotitis
Diare
b. Gejala Spesifik
Tumor
1. Sarkoma Kaposi
2. Limfoma ganas
Infeksi Oportunistik
paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas,
dan demam.
Pada manusia, virus ini 50% hidup sebagai kemensal pada paru
- Mycobacterium tuberculosis
Tidak ada nafsu makan, diare kronis, berat badan turun lebih 10%
per bulan. Diare dan berkurangnya lemak tubuh sering terjadi pada
pasien AIDS. Diare terjadi akibat infeksi virus dan protozoa. Infeksi
3. Manifestasi Neurologis
dari gejala tersebut timbul karena infeksi bakteri dan virus pada SSP
- Kardiomiopati
- Aritmia
- Glomerulopati
- Kelainan kulit
Hipo/hipergamaglobulinemia
Limfopenia absolute
Pada tingkat ini penderita belum mengalami kelainan dan dapat melakukan
aktivitas normal.
angularis.
normal.
3. Demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang
4. Kandidosis mulut.
1. Badan menjadi kurus HIV wasting syndrome, yaitu karena berat badan
turun lebih dari 10% dan diare kronis tanpa diketahui sebabnya selama
2. Pneumocystis carinii.
3. Toxoplasmosis otak.
6. Infeksi sitomegalo virus pada organ tubuh kecuali di limfa, hati atau
13. Limfoma.
15. Ensefalopati HIV, sesuai kriteria CDC, yaitu gangguan kognitif atau
2.1.7 Diagnosis
1. Pada anamnesis; lahir dari ibu dengan resiko tinggi, lahir dari ibu dengan
atau sarkoma kaposi pada usia muda. Kemudian dilakukan uji serologis untuk
HIV/AIDS yang mendefenisikan AIDS sebagai suatu keadaan sakit yang ditandai
oleh satu atau lebih penyakit yang menjadi indikator bersama hasil pemeriksaan
imunosupresi lain. Penegakan diagnosis AIDS meliputi satu atau lebih pemeriksaan
berikut ini :
1. Pemeriksaan ELISA
Pada dasarnya diambil virus HIV yang ditumbuhkan pada biakan sel,
walaupun hasil tes negatif ini tidak dapat menjamin bahwa seseorang
antibodi terhadap p24 (protein dari core) bila positif berarti penderita
kerja tes Western Blot adalah dengan meletakkan HIV murni pada
suatu substrat.
2.1.8 Penatalaksanaan
HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total.
Namun data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan
bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat antiretroviral,
disingkat obat ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat
infeksi HIV. Manfaat ARV dicapai melalui pulihnya sistem kekebalan akibat HIV
dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga
dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik
baik. Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse
seksama, karena obat ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Obat ARV
termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat
berat tanpa melihat jumlah limfosit CD4. Obat ini juga direkomendasikan pada
pasien asimptomatik dengan limfosit CD4 kurang dari 200 sel/mm³. Pasien
memulai terapi. Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah
kombinasi dari 3 obat ARV. Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan
/lamivudim dengan nevirapin. Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
dengan pemberian obat ARV penting untuk mendapat perhatian lebih besar
mengingat sudah ada beberapa bayi di Indonesia yang tertular HIV dari ibunya.
Efektivitas penularan HIV dari ibu ke bayi adalah sebesar 10-30%. Artinya dari 100
ibu hamil yang terinfeksi HIV, ada 10 sampai 30 bayi yang akan tertular. Sebagian
31
besar penularan terjadi sewaktu proses melahirkan, dan sebagian kecil melalui
plasenta selama kehamilan dan sebagian lagi dari air susu ibu. Obat ARV yang di
zidovudim atau nevirapin. Pemberian nevirapin dosis tunggal untuk ibu dan anak
dinilai sangat mudah untuk diterapkan dan ekonomis. Sebetulnya pilihan yang
terbaik adalah pemberian ARV yang dikombinasi dengan operasi Caesar, karena
2.1.9 Komplikasi
sebagai berikut :
1. Paru-paru
Pneumonia
Limfoma
Pneumonitis non-spesifik
2. Saluran Cerna
Kandidiasis
Herpes Simplex
Stomatitis Aftosa
32
3. Sistem saraf
Meningoensefalitis
Mielopati
Neuropati perifer
Demensia
Meningitis
Ensefalitis
Mielopati Vacuolar
4. Mata
kebutaan).
2.1.10 Pencegahan
Cara hubungan seksual yang dapat merusak selaput lendir rektal, dapat
Kasus AIDS pada orang yang menggunakan obat bius intravena dapat
Para dokter harus ketat mengenai indikasi medis transfusi darah autolog
2.1.11 Prognosis
Sepuluh tahun setelah infeksi HIV, 50% penderita akan mengalami AIDS.
Prognosis AIDS buruk karena HIV menginfeksi sistem imun terutama CD4 dan
akan menimbulkan destruksi sel tersebut, akibatnya banyak sekali penyakit yang
2.2 TB Paru
2.2.1 Definisi
34
TB Paru adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh
melalui inhalasi percikan ludah (droplet) dari satu individu ke individu lainnnya,
2.2.2 Epidemiologi
thoraks yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg-Jerman dari kuburan
zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran
dinding piramid Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM (Amin dan Bahar, 2009).
antar negara masih sulit, masih ada beberapa rumpun suku bangsa yang bebas TB
dengan makin mudahnya perhubungan antar negara sejak abad XVI, sekarang TB
juta orang. Menurut WHO, kematian wanita karena TB Paru lebih banyak daripada
kematian karena kehamilan, bersalin, dan nifas. Oleh karena itu, WHO
health emergency. TB Paru dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting
karena lebih kurang 1/3 penduduk terinfeksi oleh mikrobakterium TB Paru. Pada
tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB Paru yang tercatat di seluruh dunia. Sebagian
besar kasus ini terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka,
75% berada di usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan
tingginya prevalensi, maka lebih dari 65% dari kasus TB Paru yang baru dan
setelah China dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB Paru di China, India, dan
kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 pada tahun 1998.
2.2.3 Etiologi
3. Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam. Sifat ini
Karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).
teoritis BTA belum tentu identik dengan basil TB. Namun karena dalam
bahwa BTA belum tentu identik dengan basil TB. Mungkin saja, BTA
menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini juga terjadi terhadap
basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 100ºC. Basil TB juga akan
terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70% atau lisol 5%.
2.2.4 Patogenesis
berikut :
1) Tuberkulosis primer
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap
dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang buruk, dan kelembapan. Dalam suasana lembap dan gelap, kuman
dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh
orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat
masuk ke alveolaus bila ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman akan dihadapi oleh
neutrofil. Kemudian dihadapi oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati
atau dibersihkan oleh makrofag dan keluar dari percabangan trachea bronchial
makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya yang bersarang di
jaringan paru dan akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil yang disebut
sarang primer atau efek primer atau sarang (focus) ghon. Sarang primer ini dapat
terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka
terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat masuk melalui saluran gastrointestinal,
jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri
masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal,
tulang. Bila masuk masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh
bagian paru dan menjadi TB Milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran
kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis local
Sembuh sama sekali tanpa menimbulkan cacar, ini yang banyak terjadi.
yang luasnya >5mm dan ±10% diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi
penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini mulai
dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apical-posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-
10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri atas sel-
sel Histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas
hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh
Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat :
kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB
pleura.
kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas
Mycetoma.
a. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan
lagi.
b. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap
dan sempurna.
c. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat
1) Faktor umur
umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari-
wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9% pada wanita. Antara
0,7%.
43
3) Tingkat pendidikan
4) Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor resiko apa yang harus dihadapi setiap
5) Kebiasaan Merokok
Paru.
oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi
7) Pencahayaan
patogen di dalam rumah, misalnya basil TB Paru. Oleh karena itu, rumah
yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Semua
jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya
8) Ventilasi
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
tersebut tetap terjaga. Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk
Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya
adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap didalam
9) Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit
tuberculosis.
kamar 22ºC-30ºC. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar
46
Menurut Amin dan Bahar (2009), keluhan yang dirasakan pasien TB Paru
dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien yang ditemukan TB Paru tanpa
Demam
panas badan dapat mencapai 40-41 0C. Serangan demam pertama dapat
sangat diengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan
Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada
Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
Malaise
ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat
48
malam. Gejala malaise ini makin lama, makin berat dan terjadi hilang
Menurut Saputra (2009), gejala pada TB Paru mungkin juga pada tempat
pembengkakan tulang, dan deformitas tulang. Selain itu, pada anak-anak juga
didapati Meningitis tuberkulosa yang timbul dengan gejala sakit kepala yang mula-
mula ringan, demam, anoreksia, pusing, dan koma. Pada anak-anak juga cenderung
menderita bentuk yang lebih berat seperti tuberkulosis miliaris dan meningitis.
2.2.7 Diagnosis
atas anamnesis, pemeriksaan fisik, tes tuberkulin, foto rontgen paru, pemeriksaan
1. Anamnesis
lengkap.
Keluhan karena infeksi kronis : panas badan yang tak tinggi (subfebril)
dan keringat malam (lebih tepat disebut berkeringat pada waktu subuh,
Keluhan karena ada proses patologik di paru dan pleura : batuk dengan
atau tanpa dahak, batuk darah, sesak, dan nyeri dada. Keluhan-keluhan
2. Pemeriksaan fisik
Pada orang dewasa, biasanya penyakit ini mulai di daerah paru atas kanan
atau kiri, yang disebut ’fruh infiltrat’. Pada auskultasi, hanya akan-
jasmani. Bila proses infiltratif ini semakin meluas dan menebal, juga akan
suara timpani pada perkusi yang disertai suara napas amporis. Sebaliknya
selalu pula terbentuk sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret
dan makin banyak besar bronkus tempat sekret itu berada, makin kasarlah
3. Tes tuberkulin
tipe lambat (tipe IV), yang dianggap dapat mencerminkan potensi sistem
yang belum terinfeksi basil TB, sistem imunitas seluler tentunya belum
terangsang untuk melawan basil TB, dengan demikian tes tuberkulin akan
keadaan normal, sistem ini sudah akan teransang secara efektif 3-8
minggu setelah infeksi primer dan tes tuberkulin positif (yaitu didapatkan
diameter indurasi 10-14 mm pada hari ketiga atau keempat dengan dosis
PPD 5 TU intrakutan).
4. Pemeriksaaan serologik
IgG terhadap sebuah antigen dalam basil TB. Tentunya bila seseorang
demikian, tes ini akan negatif. Sebaliknya, bila orang sudah pernah
terinfeksi, SIH-nya sudah membentuk IgG tertentu sehingga hasil tes ajan
menjadi positif.
51
jasmani, tetapi dengan pemeriksaan foto paru semua ‘fruh infiltrat’ pasti
yang dapat dijumpai pada foto paru seorang penderita TB Paru akan
contoh khas dalam hal ini. Pada keadaan ini, ditemukan sekaligus
ke sisi yang sakit. Yang dimaksud dengan ‘vanishing lung’ ialah adanya
suatu kavitas yang teramat besar dalam suatu paru sehingga boleh
tes resistensi. Selain sputum, spesimen lain yang harus diperiksa adalah
Mikroskopik akan menghasilkan BTA (Basil Tahan Asam) (+) atau (-).
ini sangat kecil dan dalam praktek dapat diabaikan, sehingga BTA (+)
minggu.
Oleh sebab itu diambil praktisnya, sekali sputum BTA (+) sudah
2.2.8 Penatalaksanaan
Yang kedua adalah kepatuhan penderita meminum obat, termasuk keamanan obat-
53
obat yang dipakai. Agar tercapainya keberhasilan dalam pengobatan TB Paru, harus
Kepatuhan
Komponen obat
Saat ini hanya ada 5 obat yang dibenarkan untuk dipakai secara massal,
terhadap basil yang sedang berkembang biak secara aktif, tetapi hanya
(R), (H), dan (Z) yang mempunyai sterilisasi lesi-lesi TB Paru, yaitu
biak). (S) hanya bekerja ekstraseluler. (H), (R), dan (E) bekerja baik di
primer terhadap salah satu obat, penderita tetap masih bisa disembuhkan.
Ritme
Setelah itu, barulah obat diberikan secara intermitten, yaitu 2-3 kali setiap
minggu. Dan ternyata cara ini tak kalah efektif dengan pemberian dosis
harian.
Dosis
Pemberian yang terbaik adalah pagi hari, 1 jam sebelum makan demi
Untuk paduan tanpa (R), mau tidak mau, demi menjamin tingginya angka
tahun penuh. Selanjutnya diteruskan dengan (H) saja setiap hari selama
PEMBERIAN PEMBERIAN
Sumber
2. : Danusantoso
Rifampicin (R) Halim, 2012
450-600 mg 10-20 mg
Efek samping
Dari kelima obat ini, (H) adalah yang paling aman dengan efek samping
paling jarang dan paling ringan, apalagi bila disertai dengan vitamin B 6
10 mg.
56
Ethambutol (E) juga cukup aman bila diperhatikan dosisnya, yaitu untuk
bulan tetap 25 mg/kg BB/hari, akan dapat dijumpai efek samping berupa
gejala toksik (E) terutama mengenai mata, (E) tidak boleh diberikan pada
samping yang timbul biasanya ringan dan jarang sekali berat. Sering kali
hanya berupa seperti gejala flu (sakit kepala, mual, dsb) yang akan hilang
keluhan ini sama sekali tak berbahaya dan akan hilang sendiri. Kadang-
muka beberapa saat setelah obat disuntikkan. Juga dapat timbul urtikaria
2.2.9 Komplikasi
Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal napas,
dan kematian.
Menurut Amin dan Bahar (2009), penyakit TB Paru bila tidak ditangani
arthropathy.
(ARDS).
2.2.10 Pencegahan
berikut :
58
prevalensi.
mengendalikan penyakit.
2.2.11 Prognosis
sekali masih ada tersisa yang ‘dormant’. Yang perlu diperhatikan adalah
Kelainan paru yang sudah ada pada saat pengobatan spesifik dimulai
2.3.1 Definisi
tubuh. Infeksi ini dapat timbul karena mikroba (bakteri, jamur, virus) yang berasal
dari luar tubuh, maupun yang sudah ada di dalam tubuh manusia, namun dalam
keadaan normal dapat terkendali oleh kekebalan tubuh manusia (Yunihastuti et al,
2005).
60
2.3.2 Epidemiologi
Di dunia, TB Paru dikenal sebagai pembunuh utama oleh satu jenis kuman.
TB Paru masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama (Amin dan
TB Paru meningkat. Oleh karena itu, WHO mencanangkan kedaruratan global pada
tahun 1993, karena menurut Ditjen PPML & PLP (2001) diperkirakan ¼ penduduk
Resiko terkena TB Paru pada orang yang terinfeksi HIV setiap tahunnya 5-10%,
namun resiko seumur hidup (lifetime risk) tinggi sekali, yaitu sekitar 50% (Pokdisus
AIDS FKUI, 1998) di daerah dengan prevalensi tinggi TB Paru dan HIV bersama-
sama, terbukti kenaikan jumlah penderita TB Paru meningkat cepat. Tim WHO
bersama antara TB Paru dan HIV. Setelah tahun 2000 persentase tersebut
Paru setiap tahunnya diperkirakan sebesar 20.000 orang. Dengan jumlah sebesar itu,
kandidiasis mulut.
2.3.3 Etiologi
tuberculosis (humanis) dan HIV. Bisa saja seseorang menderita terlebih TB Paru
terlebih dahulu, lalu mendapatkan HIV/AIDS atau sebaliknya. Tetapi secara klinis,
maupun pengobatannya, jalur mana yang terjadi tidak relevan sama sekali.
(Danusantoso, 2012).
2.3.4 Patofisiologi
besar akan timbul penyakit TB Paru, baik melalui jalur re-infeksi endogen, maupun
re-infeksi eksogen. Dengan demikian, HIV adalah faktor utama peningkatan resiko
TB Paru. Adanya ko-infeksi basil TB pada seorang ODHA akan memperparah dan
manifestasi pertama AIDS adalah TB paru (maupun luar paru) dan TB sekaligus
menjadi sebab kematian dalam waktu yang singkat sekali (Danusantoso, 2012).
A. Komponen TB Paru
1. Keadaan umum
Keadaan umum sangat jelek dan akan menjadi semakin nyata dan
dalam waktu yang lebih cepat. Keluhan subfebril dan diare juga sering
dikemukakan.
nyeri dada (unilateral) hanya akan timbul bila ada pleuritis eksudatif
(karena tidak ada saraf sensoris dalam paru) dan proses fibrotik yang
sampai pada pleura. Proses fibrotik lalu diikuti retraksi sehingga timbul
rasa nyeri. Pada pasien TB Paru-HIV, nyeri dada lebih sering dijumpai,
63
B. Komponen HIV/AIDS
1. Keadaan umum
Pada umumya keadaan pasien jelek sekali dan berat badannya turun
beberapa bulan terakhir saja. Kemunduran nafsu makan akan akan lebih
bertenaga. Seringkali disertai juga dengan panas badan yang tidak terlalu
2. Limfadenopati
3. Piodermi
64
banyak tempat sekaligus. Lesi ini perlu sekali dibedakan dengan acne
Keluhan pasien juga terdapat pada mulut dan lidah yang timbul bercak-
dan merata, sehingga kulit yang terkena tampak putih, seolah-olah baru
saja dibedaki.
2.3.6 Diagnosis
pada :
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
65
thoraks bagian bawah. Suara redup sampai pekak ini juga dapat
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Komponen TB Paru
Pemeriksaan Laboratorium
b. Komponen HIV/AIDS
Pemeriksaan darah
Rapid test biasanya dikerjakan sekali bila sudah HIV (+). Namun bila hasil
pemeriksaan pertama HIV (-), biasanya oleh laboratorium segera diulang dengan
reagens dari sumber yang berbeda. Bila hasil kedua menunjukan HIV (+), maka
akan segera disusul dengan test ketiga dengan reagens dari sumber lainnya. Jika
didapatkan hasil HIV (+) 2x, pasien dinyatakan sebagai HIV (+). Bila hasil
yang lebih besar untuk dimintakan pemeriksaan secara Western blot, dan diulang
Untuk menentukan TB Paru (+) atau (-), maka dilakukan pemeriksaan BTA.
Dalam HIV-TB Paru sering dijumpai HIV (+) dan BTA (-), tetapi gejala-gejala
itu perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih spesifik, yaitu pemeriksaan sputum
dengan kultur MTb. Bila nanti hasil kultur MTb (+), maka HIV-TB Paru menjadi
diagnosa pasti. Bila hasil kultur MTb (-) disertai dengan pengobatan yang spesifik
dan diperoleh kemajuan klinis maupun radiologis yang nyata, maka HIV-TB Paru
menjadi diagnosa yang pasti juga. Bila HIV (-) dan BTA (+), jelas ini suatu TB
Paru yang murni saja. Namun keluhan-keluhan maupun gejala yang mencurigakan
kemungkinan HIV/AIDS, harus ditelaah lebih lanjut untuk bisa sampai menemukan
penyebabnya, agar dapat diberikan terapi yang tepat dengan segera. Bila HIV (-)
dan BTA (-), tetapi kultur sputum menunjukkan hasil MTb (+), maka akan
2.3.7 Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada penelitian yang dapat ditemukan menentukan
obat penyembuh AIDS. Namun, telah ditemukan beberapa obat yang dapat
menghambat infeksi HIV dan beberapa yang secara efektif dapat mengatasi infeksi
3) Pengobatan pendukung.
datang. Lama pengobatan yang dianjurkan 2 bulan, diteruskan dengan Isoniazid dan
Rifampicin selama 4-7 bulan. Pengaturan diet, istirahat, olahraga, dan pengobatan
tidak berbeda dengan pasien HIV negatif. Interaksi antara OAT dan ARV, terutama
mendapat obat ARV sewaktu diagnosa TB Paru ditegakkan, maka obat ARV tetap
diteruskan dengan evaluasi yang lebih diperketat. Pada ODHA yang belum terdapat
terapi ARV, waktu pemberian obat disesuaikan dengan kondisinya, tidak ada
interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida kecuali ddI yang
harus diberikan selang 1 jam dengan OAT karena bersifat sebagai buffer antisida.
Interaksi denngan OAT terutama terjadi pada ARV golongan non-nukleosida dan
inhibitor protease. Obat ARV dianjurkan digunakan pada ODHA dengan TB Paru
adalah evafirenz. Rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82% dan
dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37%. Namun, jika evafirenz tidak
2.3.8 Pencegahan
71
pemberian informasi mengenai aspek teknis dan medis tes HIV serta
konseling.
72
Paru aktif.
akan lebih berhasil apabila program pencegahan AIDS berjalan baik dan disertai
2.3.9 Prognosis
dilakukan secara disiplin (teratur dan terpantau), baik itu terapi ARV maupun OAT,
hepatotoksik, sehingga pada pasien yang heparnya tidak dapat menoleransi obat-
obat ini, maka prognosisnya menjadi kurang baik, bahkan bisa mengakibatkan
seringkali juga tidak menekuni terapi OAT maupun terapi ARV, tentunya hal ini
atas, maka dapat disusun kerangka konsep seperti yang digambarkan di bawah ini:
Karakteristik pasien
berdasarkan:
Pasien HIV/AIDS
- Jenis Kelamin
disertai TB Paru
- Umur
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Status Pernikahan