Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGUE HAEMORAGIC FEVER


(DHF)

1. Pengertian

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian ( Arief Mansjoer&Suprohaita; 2000; 419 ).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus
(arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis dengan 5  –  7 hari disertai gejala
perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat

 pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada
dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).

2. Etiologi

1. Virus dengue

Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada

 berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel –  sel mamalia, maupun sel
–  sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
2. Vektor : nyamuk aedes aegypti

yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polyne siensis, infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
3. Host : pembawa.

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe
lainnya.

3. Klasifikasi

Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4
tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1) Derajat I :

Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif 
2) Derajat II :

Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala  –  gejala pendarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga
dan sebagainya.
3) Derajat III :

Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 /
80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4) Derajat IV

 Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4 derajat :
1) Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2) Derajat II

Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.

3) Derajat III

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
4) Derajat IV

Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Dengue Shock Syndrome ( DSS )

Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah sindroma syok yang terjadi

 pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) atau demam berdarah dengue.
Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan
masyarakat yang menyebar dengan luas atau tiba  –  tiba, tetapi
 juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30  –  50 % penderita demam
berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan demam suatu kematian
terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.

4. Manifestasi Klinis

1) Demam :Awalnya akut, cukup tinggi, dan kontinu, berlangsung lama 2  – 7 hari
2) Setiap manifestasi perdarahan berikut : petekia, purpura, ekimosis, epistaksis,
gusi berdarah, dan hematemesis dan / atau melena.
3) Uji torniquet positif : Uji torniquet dilakukan dengan memompa manset tekanan
darah sampai suatu titik tengah antara tekanan sistolik dan diastolik selama 5
menit. Hasil uji di nyatakan positif jika tampak 10 atau lebih  petekia per 2,5
cm2. Pada kasus DHF, uji tersebut biasanya memberikan hasil yang pasti positif
bila tampak 20 petekia atau lebih. Hasil uji mungkin negatif atau agak positif
selama fase syok yang dalam. Hasil tersebut kemudian akan menjadi positif,
bahkan terkadang sangat positif, jika dilakukan setelah pulih dari syok.
4) Pembesaran hati (hepatomegali) : Tampak pada beberapa tahap penyakit yaitu
sekitar 90  –  98 % pada anak anak di thailand, tetapi di negara lain
frekuensinya mungkin bervariasi.
5) Syok : Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan denyut
yang menurun ( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga dengan kulit
yang lembab, dingin, dan gelisah.
6) Temuan laboratorium
a) Trombositipenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
b) Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau
lebih

Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi


atau peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk menetapkan diagnosa klinik
DHF. Efusi pleura ( tampak melalui rontgen dada) dan atau hipoalbuminemia menjadi
bukti penunjang adanya kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien
yang anemia dan / atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit
yang tinggi dan trombositipenia memperkuat diagnosis terjadinya DHF / DSS. ( WHO,
2005 :19)

5. Siklus Demam DHF

Demam Pelana Kuda

Ciri-ciri Demam DBD atau Demam Pelana Kuda

a) Hari 1 – 3 Fase Demam Tinggi

Demam mendadak tinggi, dan disertai sakit kepala hebat, sakit di belakang mata,
badan ngilu dan nyeri, serta mual/muntah, kadang disertai bercak merah di kulit.
b) Hari 4 – 5 Fase KRITIS

Fase demam turun drastic dan sering mengecoh seolah terjadi kesembuhan.

 Namun inilah fase kritis kemungkinan terjadinya “ Dangue Shock


Syndrome “
c) Hari 6 – 7 Fase Masa Penyembuhan

Fase demam kembali tinggi sebagai bagian dari reaksi tahap penyembuhan.
6. Patofisiologi

Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi
–  virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin,
serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga
terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+
dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya
komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi
gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi
Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga
disebabkan karena kebocoran  plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi
sistemik sehingga perfusi  jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena
kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi
jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.

Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup
dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam
kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh
manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga
terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi
trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi
trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang
dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor
pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas
kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan
kuagulopati (AriefMansjoer&Suprohaita;2000;419)
7. Komplikasi

a) Syok 

Pada Dengue Hemorrhagic Fever derajat IV akan terjadi syok yang disebabkan
kehilangan banyak cairan melalui pendarahan yang diakibatkan oleh ekstravasasi
cairan intravaskuler.
b) Ikterus pada kulit dan mata

Adanya pendarahan akan menyebabkan terjadinya hemolisis dimana hemoglobin akan


dipecah menjadi bilirubin. Ikterus disebabkan oleh adanya deposit bilirubin.
c) Kematian

Kematian merupakan komplikasi lebih lanjut dari Dengue Hemorrhagic Fever apabila
terjadi Dengue Shock Syndrom ( DSS ) yang akan berakibat kepada kematian.( www.
pdpersi.co.id, 2003 )
8. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Darah Lengkap

a) Trombosit menurun.

b) HB meningkat lebih 20 %

c) HT meningkat lebih 20 %

d) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

e) Protein darah rendah

f) Ureum PH bisa meningkat

g) NA dan CL rendah

h) Serology : HI (hemaglutination inhibition test).

2) Rontgen thorax : Efusi pleura.

3) Uji test tourniket (+)


9. Penatalaksanaan

1) Medis

a) Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan
haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1 ½ - 2 liter 
dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik dan kompres
dingin. Jika terjadi kejang diberikan antikonvulsan. Luminal diberikan
dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg im; anak > 1 tahun 75 mg. jika 15
menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/ kg BB.
Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila : pasien terus menerus
muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi
dan hematokrit yang cenderung meningkat.
b) Pasien mengalami syok segera dipasang infus sebagai pengganti cairan hilang
akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya RL. Jika pemberian
cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau
 plasma ekspander banyaknya 20  –  30 mL/kg BB. Pada pasien dengan renjatan
berat pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas
teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, tekanan sistolik 80 mmHg dan
kecapatan tetesan dikurangi menjadi 10 mL/ kg BB/ jam. Pada pasien dengan
syok berat atau syok berulang
 perlu dipasang CVV untuk mengukur tekanan vena sebtral melalui vena
jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU. (Ngastiyah, 1997, hal : 344-345).
c) Cairan (rekomendasi WHO)

 Kristaloid

Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer


laktat (D5/RL).
Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan
Ringer Asetat (D5/RA).
Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam
larutan faali (D5/GF).
 Koloid
Dextran 40
Plasma

(Arif Mansjoer, 2001, hal : 422)


2) Keperawatan

 Derajat I

Pasien istirahat, obsevasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan
trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5  – 2 liter dalam 24
 jam dan kompres dingin.

 Derajat II

Segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang pada 2
tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan infus atau
tetesan cairan tetap tidak lancer maka jika 2 tempat akan membantu
memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah dan
yang lain cairan biasa.
 Derajat III dan IV (DSS)

Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit


(RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 m L/ kg BB/ jam.

Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.

Pengawasan tanda-tanda vital dilakukan setiap 15 menit.

Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.

Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan


secepatnya baik obat-obatan maupun darah yang diperlukan.

Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan


gastrointestinal biasanya dipasang nasogastrik tube (NGT) untuk
membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT perlu dibilas
dengan Nacl karena sering terdapat bekuan darah dari tube. Tube
dicabut bila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah membaik
sudah boleh diberikan makanan cair walaupun feses mengndung darah
hitam kemudian lunak biasa.
(Ngastiyah, 1997, hal : 345-346)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1) Identitas

DBD dapat mengenai pada semua umur yang tinggal di daerah tropis.

2) Keadaan Umum

Terjadinya peningkatan suhu tubuh / demam dan disertai ruam macula

 popular.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Umumnya klien dengan DHF datang ke Rumah Sakit dengan keluhan demam akut 2
–  7 hari, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan, malaise, mual, muntah, sakit
kepala, sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati,
 pendarahan spontan.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Diantara penyakit yang pernah diderita yang dahulu dengan penyakit DHF yang
dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF penyakit itu berulang.
5) Riwayat Penyakit keluarga

Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain, yang tinggal didalam satu
rumah / beda rumah dengan jarak yang berdekatan sangat menentukan karena
ditularkan melalui gigitan nyamuk.
6) Riwayat Penyakit Lingkungan

DHF ditularkan oleh 2 nyamuk yaitu: Aedes aeyipry dan Aedes albopiehis, hidup dan
berkembang biak didalam rumah yaitu pada tempat
 penampungan air bersih seperti kaleng bekas, bak mandi yang jarang dibersihkan.
7) Pemeriksaan Fisik 
a. Sistem pernafasan : Tidak ada gangguan dalam pernafasan.
b. Sistem persyarafan : Gangguan dalam sistem persyarafan adalah terdapat
respon nyeri.
c. Sistem cardiofaskuler : Terjadi pendarahan dan kegagalan sirkulasi.
d. Sistem pencernaan : Terjadi anorexia, mual dan muntah.
e. Sistem otot dan integument : Ditemukan peteckie, pegal-pegal pada
seluruh tubuh.
f. Sistem eliminasi : Terjadi gangguan pada sistem eliminasi alvi yaitu
terjadi konstipasi.
8) Pengelompokan Data

a. Data Subyektif 

 Panas

 Lemah

 Nyeri ulu hati

 Mual dan tidak nafsu makan

 Sakit menelan

 Pegal seluruh tubuh

 Nyeri otot, persendian, punggung dan kepala

 Haus

b. Data
Objektif 

 Suhu tinggi selama 2 - 7 hari

 Kulit terasa panas

 Wajah tampak merah , dapat disertai tanda kesakitan

 Nadi
cepat

 Selaput mukosa mulut kering

 Ruam dikulit lengan dan kaki

 Epistaksi
s

 Nyeri tekan pada epigastrik 

 Hematomesis

 Melena

 Gusi berdarah

 Hipotensi

9) Data Penunjang

 Hematokrit meningkat

 Trombositopenia
 Masa perdarahan memanjang

2. Diagnosa Keperawatan

1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).

2) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari


kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.

3) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah  baring.

3. Rencana Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperaatan SLKI SIKI
1. Peningkatan suhu Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji saat timbul demam
tubuh b.d proses keperawatan selama 1x24 jam 2. Observasi TTV
penyakit ( viremia ) diharapkan suhu tubuh pasien 3. Anjurkan pasien untuk banyak
kembali normal dengan kriteria minum
hasil : 4. Berikan kompres hangat
1. Pasien mengatakan kondisi 5. Anjurkan untuk tidak memakai
tubuh nyaman selimut dan pakaian yang tebal
2. TTV normal 6. Berikan terapi cairan intravena
dan obat-obatan sesuai
program dokter
2. Gangguan pemenuhan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi keadaan umum
kebutuhan nutrisi, keperawatan selama 1x24 jam pasien dan keluhan pasien
kurang dari kebutuhan diharapkan gangguan pemenuhan 2. Tentukan program diet dan
b.d mual, muntah dan kebutuhan nutrisi teratasi dengan pola makan pasien dan
anoreksia kriteria hasil : bandingkan makanan yang
1. Mencerna jumlah kalori/ dapat dihabiskan oleh pasien.
nutrien yang tepat 3. Timbang berat badan setiap
2. Menunjukan tingkat energi hari atau sesuai indikasi
biasanya 4. Identifikasi makanan yang
3. Berat badan stabil disukai atau dikehendaki yang
sesuai dengan program diet.
5. Ajarkan pasien dan libatkan
keluarga pasien pada
perencanaan makan sesuai
indikasi
6. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat anti
mual.
3. Keterbatasan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji dan identifikasi tingkat
mobilitas fisik b.d keperawatan selama 1x24 jam kekuatan otot pada kaki pasien
rasa nyeri, terapi tirah diharapkan pasien dapat mencapai 2. Berikan penjelasan tentang
baring kemampuan aktifitas yang optimal pentingnya melakukan
dengan kriteria hasil : aktivitas
1. Pergerakan pasien 3. Anjurkan pasien untuk
bertambah lua] menggerakan/mengangkat
2. Pasien dapat melaksanakan ekstermitas bawah sesuai
aktivitas sesuai dengan kemampuan
kemampuan 4. Bantu pasien dalam memenuhi
3. Rasa nyeri teratasi kebutuhannya.
4. Pasien dapat memenuhi 5. Kolaborasi dengan tim
kebutuhan sendiri kesehatan lain : dokter
pemberian analgestik melatih
otot-otot kaki sehingga
berfungsi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E dkk. 2000.  Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa

 Keperawatan. EGC ; Jakarta.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi Ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius.

Anonym. 2011. Siklus Demam DBD : "Pelana Kuda". http://andrikarim. blogspot.


com/2011/06/siklus-demam-dbd-pelana-kuda.html.

Anonym. 2011.  Laporan pendahuluan DHF . http://bayuardinugroho.blogspot.


com/2011/04/laporan-pendahuluan-d-h-f.html.

Anda mungkin juga menyukai