Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia kedokteran hewan saat ini telah mengalami kemajuan yang cukup pesat
dengan di temukannya metode – metode baru dalam pengobatannya untuk penyakit
hewan. Salah satu cabang kedokteran hewan yang banyak mendapatkan perhatian adalah
ilmu bedah kedokteran hewan (veterinary surgery). Berbagai macam pembedahan telah di
lakukan sebagai terapi untuk suatu penyakit, untuk mempercepat kesembuhan,
mempercantik penampilan hewan, serta untuk meningkatkan produktivitas hewan. Salah
satu bedah pada kedokteran hewan yaitu Ovariohisterctomy yang mempunyai manfaat
yaitu untuk mengurangi populasi hewan yang tidak bertuan yang semakin meningkat
(Fossum, 2009).
Peningkatan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi masalah tersendiri bagi
kesehatan manusia, terutama hewan kecil seperti anjing dan kucing karena hewan –
hewan tersebut dapat menularkan dan membawa berbagai agen penyakit seperti rabies,
parasit, toxoplasmosis, dan abortus dan lain – lain sebagainya. Salah satu solusi untuk
memecahkan permasalahan di atas adalah melakukan tindakan sterilisasi pada anjing
maupun kucing baik pada jantan maupun betina, sterilisasi pada hewan betina dapat di
lakukan dengan mengangkat ovarium beserta dengan uterusnya yang di sebut sebagai
ilmu bedah ovariohisterectomy (Fossum, 2009).
Ovariohisterectomy dapat juga di lakukan untuk terapi pengobatan pada kasus – kasus
reproduksi seperti pyometra, endometritis, tumor uterus, cysteovari, hyperplasia dan
neoplasia pada kelenjar mamae. Tindakan bedah ini akan memberikan efek pada hewan
seperti perubahan tingkah laku seperti hewan tidak dapat birahi, tidak mengalami
kebuntingan dan tidak dapat menyusui. Perubahan tingkah laku ini dapat terjadi akibat
ketidak seimbangan hormonal di dalam tubuh terutama pada organ reproduksi (Fossum,
2009).
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah ovariohisterectomy di pilih ketika
berbagai jenis terapi lain sudah tidak memungkinkan dalam proses kesembuhan pada
suatu penyakit sehingga di lakukan tindakan terapi teknik bedah ovariohisterectomy
untuk mengangkat dan membuang uterus dan ovariumnya sekaligus dari tubuh hewan
betina (Hartiningsih, 2007).
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ovariohisterectomy ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui organ reproduksi kucing betina
2. Untuk mengetahui teknik bedah ovariohisterectomy
3. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari ovariohisterectomy
4. Untuk mengetahui aplikasi anastesi dan sediannya
5. Untuk mengetahui pengobatan pasca operasi

1.3. Manfaat
Manfaat dari dilakuknannya bedah ovariohisterectomy atau orchidektomi adalah :
1. Untuk meingkatkan kemampuan soft skill bedah praktikan dalam melaksanakan
Ovariohisterectomy dengan benar.
2. Untuk menghindari terjadinya infeksi pada bagian yang di bedah jika kita mengetahui
hal – hal di perhatikan dalam ovariohisterectomy.
3. Pada kucing yang telah di ovariohysterectomy tidak akan mengalami estrus dan tidak
Akan mengalami birahi.
4. Pada kucing yang telah di ovariohisterectomy akan menurunkan resiko kemungkinan
Terjaidnya tumor mamae.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ovario Histerectomy (Definisi, Tujuan, Tipe, Keuntungan dan Kerugian)


2.1.1. Definisi
Ovariohisterectomy merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari
ovariectomi dan histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan mengamputasi,
mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen. Sedangkan
histerectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan uterus
dari rongga abdomen. Pengertian Ovariohisterectomi merupakan gabungan dari
pengertian di atas yaitu tindakan pengambilan ovarium, corpus uteri dan cornua uteri
(Meyer, 2005).

2.1.2. Tujuan
Tujuan dari Ovariohisterectomy yaitu agar praktikan mampu memahami
prosedur operasi ovariohisterectomy untuk menambah pengetahuan dan softskill
dalam pembedahan untuk mencegah meningkatnya populasi hewan, sebagai terapi
karena adanya tumor, jista ovari dan terjadinya pyometra serta perubahan tingkah laku
sehingga mudah di kendalikan dan lebih baik.

2.1.3. Tipe
Ada beberapa tipe histerektomi yaitu TAH, SVH, dan radical hysterectomy.
TAH jika prosedur pembedahan mengangkat seluruh uterus termasuk serviks, korpus,
dan fundus uteri. SVH jika prosedur pembedahan mengangkat uterus tetapi
meninggalkan serviks sedangkan radical hysterectomy jika prosedur pembedahan
dengan mengangkat uterus, serviks, bagian atas vagina, dan jaringan sekitarnya. Pada
prosedur pembedahan tersebut, dapat dikerjakan juga pengangkatan kedua ovarium
dan tuba fallopi, yang disebut sebagai Total Abdominal Hysterectomy Bilateral
Salphingo-Ooforectomy (TAH-BSO) (Rasjidi, 2008).Histerektomi dapat dilakukan
melalui insisi abdominal (histerektomi abdominal), vagina (histerektomi vaginal), atau
sebagai prosedur laparoskopi (histerektomi laparoskopi) (Rasjidi, 2008).
Gambar 2.1 Tipe histerektomi
(Sumber : Heisler, 2010)

2.1.3. Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan dan kerugian Ovariohisterectomy menurut (Sudarminto, 2010).

a. Keuntungan
1. Menghilangkan keributan hewan pada saat periode estrus.
2. Mencegah lahirnya anak kucing yang tidak di inginkan.
3. Menghilangkan stress akibat kebuntingan.
4. Mengurangi resiko terkena kanker mammae, oavrium dan uterus.
5. Menghilangkan resiko pyometra dan infeksi uterus lain.
6. Terapi terhadap penyakit – penyakit uterus dan ovarium.

b. Kerugian
1. Terjadinya obesitas pada hewan.
2. Hilangnya potensi breed dan nilai genetik.
2.2. Anatomi Organ Genitalia Kucing Betina

Ovarium merupakan alat kelamin betina yang bertanggung jawab atas


diferensiasi dan pelepasan oosit matang untuk fertilisasi dan perkembangbiakan
spesies. Ovarium juga sebagai organ endokrin yang memproduksi hormon steroid
yang memungkinkan berkembangnya ciri – ciri seksusal betina sekunder dan
mendukung kebuntingan. Pada umumnya, ovarium terdapat dua buah, yaitu kanan
dan kiri yang terletak di dalam ronga pelvis. Strukturnya oval, ovarium tidak terikat
dengan tuba falopii dengan saluran telur yang terbuka ke arah fimbrae (Noviana,
2006).
Pangkal dari tuba falopii terdapat fimbrae, fimbrae adalah struktur berbentuk
corong yang berfungsi menangkap ovum yang telah di ovulasi oleh ovarium dan akan
di teruskan ke arah tuba falopii. Tuba falopii merupakan saluran reproduksi betina
yang terkecil, berliku – liku dan kenyal serta terdapat sepasang dan merupakan saluran
penghubung anatara ovarium dan uterus (Noviana, 2006).
Uterus biasanya memiliki dua buah tanduk (kornua uteri), satu buah tubuh
(korpus uteri), dan satu buah leher rahim (servik uteri). Tipe bentuk uterus pada
kucing adalah bipartitus. Uterus ini di miliki juga oleh sapi, domba, anjing, dan kuda.
Uterus tipe ini mempunyai satu serviks, korpus uteri jelas terutama pada kuda,
mempunyai kornua uteri, dan terdapat sebuah septum pemisah kedua kornua uteri.
Vagina merupakan saluran kelamin betina yang berfungsi sebagai tempat penumpahan
semen. Vagina juga merupakan jalur pengeluaran fetus dan plasenta pada saat partus
(Noviana, 2006).
2.3. Fisiologi Normal Kucing

2.3.1. Sistem Sirkulasi (Kardio Vaskuler)


Sistem kardiovaskuler dari kucing terdiri dari jantung, pembuluh darah dan
darah yang berfungsi sebagai sistem sirkuasi dan alat transport baik bahan makanan
maupun sisa-sia metabolisme tubuh. Jatung pada kucig tersusun atas 4 ruang yaitu
dexter ventricle, sinister ventricle, dexter atrium dan sinister atrium yang memopa
darah melalui arteri dan kapiler menuju keseluruh tubuh dengan membawa zat nutrisi
serta O2. Darah dari seluruh tubuh yang mengandung CO 2 kemudian akan kembali ke
organ paru-paru untuk kembali diisi nutrisi dan O2. Sedangkan darah yang mengandung
metabolit sekunder akan dibawa ke organ ekresi yaitu ginjal untuk dilakukan filtrasi
darah (Pirade, 2015)
Pengamatan denyut jantung dilakukan dengan cara auskultasi dengan
menggunakan alat bantu stetoskop untuk mengetahui kualitas kerja jantung dalam
fungsinya sebagai organ utama kardiovaskuler yang bertugas membawa O2 dan nutrisi
maupun sisa hasil metabolisme ke setiap sel dan organ tubuh. Pengamatan denyut
jantung dapat dilakukan pada bagian apex jantung yang berada pada rongga dada
sebelah kiri. Keuntungan teknik auskultasi adalah dapat mengetahui adanya
abnormalitas dengan menggunakan adanya perubahan suara denyut jantung, suara
denyut jantung normal akan menghasilkan bunyi “lup-dup” tanpa disertai suara lain.
Penghitungan denyut jantung juga dapat dilakukan pada arteri perifer, yaitu pada arteri
femoralis dan arteri brachialis. Kekuatan dari denyut jantung dalam memopa darah
sangat dipengaruhi oleh saraf otonom yang berpusat di medulla oblongata (Pirade,
2015).
Frekuensi Denyut Jantung
110-130
110-130
110-130

2.3.2. Suhu Tubuh


Suhu tubuh merupakan suhu yang berada di bawah jaringan kulit yang dapat
diketahui dengan cara pengukuran di beberapa bagian tubuh tertentu seperti pada
rekctum, telinga dan mulut. Pada hewan suhu tubuh sering diukur melalui rectum
karena merupakan teknik yang paling mudah untuk dilakukan. Pengukuran suhu tubuh
dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu termometer baik manual maupun
digital. Pengukuran suhu tubuh hewan mealalui rectum harus memenuhi beberapa
kondisi yaitu dilakukan saat kucing dalam kondisi tenang dan tidak terdapat feces di
dalam rectum yang dapat mempengaruhi suhu tubuh yang diukur. Suhu tubuh pada
hewan kucing relatif stabil kecuali adanya beberapa kondisi seperti demam dan keadaan
suhu lingkungan. Suhu normal pada kucing berkisar antara 38ºC-39.3ºC (Pirade, 2015).
Pada hewan suhu akan selalu mengalami perubahan sepanjang hari karena
adanya aktivitas fisik maupun keadaan lingkungan sekitar, pada pagi hari suhu tbuh
akan relatif rendah, tengah hari suhu akan naik dan akan mencapai puncah di sore hari
dengan rentang suhu sehari sekitar 0.8ºC. terjadinya kenaikan suhu pada tubuh
dipengaruhi oleh adanya vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan
suhu ke kulit menjadi semakin cepat. Sedangkan penurunan suhu akibat adanya
perubahan lingkungan sekitar, tubuh kucing akan melakukan kompensasi berupa
vasokontriksi pembulu darah untuk mempertahankan suhu tubuh dan mempertahankan
panas tubuh tidak keluar dari tubuh (Pirade, 2015)

2.3.3. Sistem Respirasi


Sistem respirasi pada hewan kucing terdiri atas paru-paru, bronchial dan
diafragma yang berperan dalam pertukaran gas dari dalam tubuh dengan lingkungan
yaitu pertukaran antara gas O2 yang diperlukan tubuh untuk menjalankan proses
metabolisme dengan gas CO2 yang merupakan sisa hasil metabolisme. Sistem respirasi
juga berperan dalam menjaga suhu tubuh . kemampuan bernafas kucing dalam kedaan
normal adalah 15-25 kali respirasi (inhalasi-ekspirasi) dalam 1 menit. Terjadinya sistem
ventilasi dalam paru-paru adalah karena adanya gerakan naik turun dari diafragma dan
elevasi dari tulang rusuk yang menyebabkan terjadinya rongga dada menjadi membesar
dan mengeceil sehingga terjadi perbedaan tekanan udara antara di dalam dan di luar
tubuh (Pirade, 2015).

2.4. Premedikasi (Pengertian, Dan Pemilihan Obat)


Pengertian dari premedikasi adalah; merupakan tindakan awal yang dilakukan
sebelum dilakukan tindakan anasthesi dengan memberikan obat-obatan pendahuluan
yang tediri dari obat-obatan antikolinergik, sedasi/transquilizer dan analgetik.
Premedikasi dapat dilakukan dengan hanya memberikan satu jenis obat maupun
beberapa jenis obat yang memiliki efek kerja yang sinergis (Sardjana, 2011).
Tujuan umum dari diberikannya premedikasi adalah untuk mempermudah
induksi anasthesi dan untuk mengurangi jumlah obat-obatan yang digunakan dan yang
terpenting adalah untuk mengurangi tingkat morbiditas perioperatif sehingga akan
memepercepat proses pemulihan setalah dilakukan anasthesi serta tindakan operatif.
Untuk pemilihan obat premidikasi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
spesies, satus fisik pasien, derajat pengendalian, jenis operasi dan timgkat kesulitan
dalam memberikan obata anastetik yang digunanakan. Beberapa jenis premedikasi
yang sering digunakan untuk hewan diantaranya adalah atropin sulfat, acepromazine,
xylazine, diazepam, midazolam, opioid dan narkotik.

2.4.1. Atropin Sulfat


Atropin sulfat merupakan obat golongan kholinergik yang kontraindikasi
dengan pasien yang mengalami gangguan kardiovaskuler. Obat ini memiliki beberapa
indikasi diantaranya adalah untuk mengurasi produksi sekesi saliva, pengobatan untuk
bradikardi yang berlebihan, efek kerja sinergis dengan neostigmin untuk
mengembalikan penghambtan neuromuskuler kompetitif. Atropin sulfat sering
digunakan sebagai obat premedikasi yang diberikan sebelum induksi anastesi yang
diinjeksikan secara intramuskular dan untuk mengendalikan efek muskarinik
neostigmin untuk melawan blok neuromuskular kometitif dengan rute pemberian
secara intravena. Efek samping yang ditimbulkan oleh atropin sulfat diantaranya
adalah peningkatan intraokular, siklopegia, midriasis, mulut kering, pandangan kabur,
hesistensi dan retensi urin, takikardi, konstipasi/susah buang besar dan fotophobia.
Penggunaan atrophin sulfat sebagai obat premedikasi adalah untuk mengurangsi
salivasi, gerakan peristaltik serta bradikardi yang diakibatkan dari penggunaan obat
anastetik (Papich, 2011).

2.5. Anastesi (Pengertian, Pemilihan Obat Dan Stadium Anastesi)


Anestesi Umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama
narkose umum (NU). Pengertian dari anestesi umum sendiri adalah meniadakan nyeri
secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel . Anestesi umum
biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan
pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang (Sardjana, 2011). Untuk pemilihan obat
dari anastesi biasanya di gunakan obat seperti; Ketamin dan Xylazine. Pengertian dan
penjelasan dari masing – masing ketamin dan xylazine adalah sebagai berikut :

Ketamin
Ketamin merupakan obat anastetik yang bersifat analgesik kuat, stadium
depresi penggunaan ketamin dicapai 5-10 menit pemeberian dan pasien mencapai
stadium operasi 12-25 menit pasca injeksi. Ketamin merupakan obat yang berbentuk
larutan tanpa warna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman untuk digunakan. Obat
ini dapat diberikan dengan rute secara intravena dan intramuskular. Pada penggunaan
ketamin sebagai obat anastetik refleks faring dan laring tetap normal atau sedikit
meninggi. Pada penggunaan dosis anastesi yang diberikan secara berlebihan memiliki
efek berupa penekanan pada pernafasan.
Ketamin memberikan efek pada sistem sirkulasi yaitu berupa rangsangan dari
sistem saraf pusat yang mengakibatkan terjadinya kenaikan tekanan darah dan
frekuensi jantung sekitar 30%, penggunaan obat anastetik ini juga mamou
meningkatkan kadar noradrenalin dalam darah. Ketamin tidak menimbulkan nyeri
maupun iritasi. Beberapa efek samping yang pernah dilaporkan dari penggunaan
ketamin diantaranya adalah transien erythema, keadaan mimpi buruk, halusinasi,
delirium dan fonasi pada anastesi ketamin ringan. Pemberian ketamin secara intravena
harus dilakukan secara hati-hati dan mempertimbangkan kondisi kesehatan hewan
yang mengalami gangguan pernafasan. Pemberian dengan rute intramuskular
memberikan keuntungan berupa lebih mudah untuk diberikan terutama apabila hewan
susah untuk di handling dan efek kerja bertahan lebih lama. (Papich, 2011).

Xylazine
merupakan obat golongan transquilizer yang menimbulkan efek relaksasi
muskulus dan juga bertindak sebagai obat analgesik. Efek anastetik yang ditimbulkan
oleh obat ini yaitu kondisi tidur ringan hingga narkosis bergantung pada dosis yang
dberikan terhadapa hewan. Dalam penggunaannya xylazine sering dikombinasikan
degan barbiturat maupun ketamin, penggunaan xylazine dengan ketamin sering
digunakan dengan tujuan muskulorelaksan.
Beberapa efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh obat in diantaranya
adalah bradikardi, penurunan cardiac output, vomit, tremor, penurunan motilitas usus,
peningkatan motilitas uterus dan menghambat produksi insulin dan ADH. Waktu
pemeberian xylazine yang diberikaan bersamaan dengan ketamin adalah 10 menit
sebelum hewan diinduksi dengan menggunakan ketamin. Dosis yang digunakan untuk
kucing adalah 1,0-2,0 mg/KgBB secara intramuskular dengan onset kerja obat 3-5
menit dengan durasi kera 20-90 jam. Rute pembarian obat dapat dilakukan secara
intramuskular, intravena maupun sub cutan dengan onset tercepat dicapai dengan cara
pemberian intravena. Recovery sempurna terjadi antara 2-4 jam pasca penyuntikan
obat (Papich, 2011).

2.5.1. Stadium Anastesi Umum

Menurut (Sardjana, 2011) Stadium dari anestesi dibagi dalam 4 tahap yaitu;
 Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian
agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat
meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi
dan defekasi.
 Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran
sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan
gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, muntah,
midriasis, hipertensi, dan takikardia.
 Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu;
a. Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya
anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih
ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea
terdepresi.
b. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata
ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.
c. Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata
kembali ke tengah dan otot perut relaksasi.
 Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan
paralisis, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran
seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal.

Berikut adalah tabel stadium anastesi umum

Fase/Tahapan I II III III III III IV


Indikator Plane 1 Plane 2 Plane 3 Plane 4
Tingkah laku Tidak Eksitasi : kuat, Teranastesi Teranastesi Teranastesi Teranastesi Hampir
terkontrol bersuara, Mati
menguyah
Mulut
ternganga
Respirasi Normal, Tidak teratus, Teratus Teratur Dangkal Putus-putus Apnea
cepat tertahan, dangkal
hiperventilasi
Fungsi Tetap Denyut Pulsus kuat, Denyut Denyut Denyut <60 Kollaps
kardiovaskular jantung deyut jantung jantung 60- x/menit
meningkat jantung 90x/menit 90 x/menit CRT lama
>80x/menit CRT Membran
meningkat, pucat
pulsus
lemah
Respon bedah Kuat Kuat Respon Denyut Tidak ada Tidak ada Tidak
insisi gerakan jantunng ada
dan
respirasi
meningkat
Kedalaman Tidak Tidak Dangkal Sedang Sedang Overdosis Mati
anastesi teranastesi teranastesi
Posisi bola Tengah Tengah tetap Tengah Tengah Ditengah, Ditengah Ditengah
mata tidak tetap rotasi, tdak rotasi di
tetap ventral
Ukuran pupil Normal Mungkin Normal Normal Dilatasi Dilatasi Dilatasi
berdilatasi ringan sedang lebar
Respon pupil + + + Lambat Sangat - -
lambat (+)
Kekejangan Baik Baik Baik Relaksasi Sangat Lembek Lembek
otot menurun
refleks Ada Kemungkinan Ringan, Ada Semua Tidak ada Tidak
ada berlebih hilang (patela, minimal ada
palpebrae, hilang
kornea)
yang lain
hilang
Suhu Normal

BAB III
METODELOGI
3.1. Alat Dan Bahan
Alat yang di gunakan pada praktikum ovariohisterectomy yaitu silet, triangle
needle, round needle, syringe 1cc, gunting tajam – tajam, gunting tajam tumpul,
needle holder, blade, scalpel blade, pinset anatomis, allice tissue forceps, pinset
chirurghis, arteri klem, towel clamp, spy hook, masker, glove, tali, duk, dan perlak,
termometer, jam (stopwatch), stetoscop dan sumbu tali
Sedangkan bahan yang di gunakan adalah Duk, xylazine, ketamine, atropin
sulfat, amoxycillin pre dan post operasi, hematopen, biodin, Nacl fisiologis,
tolfenamic acid, iodine, alkohol 70%, air sabun, tampon kotak, tampon bulat, benang
cut gut plain, benang cut gut chromic, dan benang silk, Satu set infus.

3.2. Cara Kerja

Kucing Betina

di puasakan dari makan 6 – 12 jam, dan tidak di beri minum 2 - 6 jam pre
operasi.
di siapkan alat dan bahan yang di butuhkan untuk kegiatan operasi.
di letakkan kucing di atas meja operasi ywnag telah di lapisi oleh alas.
di beri antibiotik Amoxicillin post operasi secara subcutan.
di injeksi obat premedikasi yaitu atropin sulfat secara subcutan.
di tunggu selama 10 – 15 menit untuk menunggu onset kerja atropin sulfat.
di anastesi dengan ketamin dan xylazine setelah 15 menit pemberian atropin
sulfat secara IM.
di tunggu sampai efek anatesi terlihat pada kucing, setelah teranastesi hewan di
rebahkan dorsal pada meja operasi.
di cukur bulu pada daerah yang akan di operasi, dengan cara di basahi terlebih
dahulu dengan air sabun.
di olesi daerah operasi yang telah di cukur bulunya menggunakan antiseptik
povidone iodine.
di pasang kain duk yang berwarna hijau dengan lubang di posisikan di tengah
bagian yang akan di operasi.
di pasang kain duk yang berwarna hijau dengan lubang di posisikan di tengah
bagian yang akan di operasi.
di fiksasi duk dengan menggunakan 4 towel clamp.
di iris dinding abdomen tepat di belakang imbilicus ke arah caudal kira – kira 3
– 4 cm dengan menggunakan scalpel.
di incisi kulit dan jaringan subkutan.
di preparasi tumpul linea alba.
di jepit linea alba menggunakan allice tissue forceps, lalu dengan ujung
gunting tajam tumpul dibuat irisan pada linea alba.
di jepit menggunakan retractor daerah muscullus terluar untuk meluaskan
lapang pandang.
di cari organ uterus setelah rongga abdomen telah berhasil di buka.
di pisahkan ovarium dan uterus dari penggantungnya.
di lakukan ligasi menggunakan cutgut chromic 3 – 0 pada pembuluh darah dan
ligasi bagian proksimal ovarium dengan metode three forceps tie menggunakan
square knot.
di potong ovarium.
di lakukan prosedur yang sama pada ovarium lain.
di lakukan preparasi untuk corpus uteri.
di buat ligasi di bagian corpus 0,5 – 1 cm di bawah bifurkasio uteri dengan
metode three forceps tie.
di potong uterus di antara ligasi proksimal dan ligasi medial.
di kembalikan bagian uteri ke dalam rongga abdomen, pastikan tidak ada
perdarahan pada saat ligasi.
di jahit muscullus muscullus menggunakan ebnang cut gut chromic 3 – 0
dengan pola jahitan simple interupted.
di jahit lapisan subcutan menggunakan benang cat gut plain 3 – 0 dengan pola
jahitan matteres vertical suture.
di jahit kembali lapisan subcutan dengan metode jahitan cushing untuk
memperkuat jahitan.
di jahit kulit menggunakan benang catgut chromik dengan pola intradermal
cushing suture.
di beri antiseptik povidone iodine di daerah sekitar luka, lalu di tutup dengan
kasa steril dan di lapisi denga hypafix agar kain kasa tidak terlepas.
di pasangkan gurita untuk melindungi luka dari gigitan atau cakaran kucing.
di berikan antibiotik Amoxicillin post operasi secara subkutan.
di berikan analgesic tolfenamic acid secara subkutan.
di berikan hematopen dan biodin secara intra muscullar.
di pantau suhu dan pulsus kucing sampai stabil dalam ke adaan normal.

Hasil

3.2.1. Persiapan Alat

Instrumen Bedah

Tajam + tampon Tidak tajam

Diletakkan dalam Sterilisasi dengan


nierbaken menggunakan iodin

Dibungkus dengan koran

Sterilisasi dengan oven


selama 30 menit

3.2.2. Persiapan Hewan


Kucing Betina umur minimal 7 Bulan
Dilakukan pemeriksaan fisik dan kebuntingan
Digrooming dan potong kuku untuk mengurangi resiko kontaminasi
Dipuasakan makan dan minum selama ±6 jam
Dicukur bulu bagian abdomen dan extremitas cranial

Operasi

3.2.3 Persiapan Operator


Operator
Dibuka kran air
Dibasuh kedua tangan hingga mencapai daerah siku
Digunakan sabun antiseptik keseluruh permukaan tangan
Digunakan sikat untuk membersihkan kuku, sela jari dan permukaan kulit
Dibasuh dengan menggunakan air bersih
ditutup kran dengan menggunakan siku tangan
Dikeringkan tangan dengan posisi kedua tangan ditekuk di depan dada
tanpa menyentuh apapun
Dipasang glove

Operasi

3.2.4. Prosedur Operasi

Kucing Betina

di iris dinding abdomen tepat di belakang imbilicus ke arah caudal kira – kira 3
– 4 cm dengan menggunakan scalpel.
di incisi kulit dan jaringan subkutan.
di preparasi tumpul linea alba.
di jepit linea alba menggunakan allice tissue forceps, lalu dengan ujung
gunting tajam tumpul dibuat irisan pada linea alba.
di jepit menggunakan retractor daerah muscullus terluar untuk meluaskan
lapang pandang.
di cari organ uterus setelah rongga abdomen telah berhasil di buka.
di pisahkan ovarium dan uterus dari penggantungnya.
di lakukan ligasi menggunakan cutgut chromic 3 – 0 pada pembuluh darah dan
ligasi bagian proksimal ovarium dengan metode three forceps tie menggunakan
square knot.
di potong ovarium.
di lakukan prosedur yang sama pada ovarium lain.
di lakukan preparasi untuk corpus uteri.
di buat ligasi di bagian corpus 0,5 – 1 cm di bawah bifurkasio uteri dengan
metode three forceps tie.
di potong uterus di antara ligasi proksimal dan ligasi medial.
di kembalikan bagian uteri ke dalam rongga abdomen, pastikan tidak ada
perdarahan pada saat ligasi.
di jahit muscullus muscullus menggunakan ebnang cut gut chromic 3 – 0
dengan pola jahitan simple interupted.
di jahit lapisan subcutan menggunakan benang cat gut plain 3 – 0 dengan pola
jahitan matteres vertical suture.
di jahit kembali lapisan subcutan dengan metode jahitan cushing untuk
memperkuat jahitan.
di jahit kulit menggunakan benang catgut chromik dengan pola intradermal
cushing suture.
di beri antiseptik povidone iodine di daerah sekitar luka, lalu di tutup dengan
kasa steril dan di lapisi denga hypafix agar kain kasa tidak terlepas.
di pasangkan gurita untuk melindungi luka dari gigitan atau cakaran kucing.
di berikan antibiotik Amoxicillin post operasi secara subkutan.
di berikan analgesic tolfenamic acid secara subkutan.
di berikan hematopen dan biodin secara intra muscullar.
di pantau suhu dan pulsus kucing sampai stabil dalam ke adaan normal.

Hasil

3.2.5. Prosedur Post Operasi


Kucing post operasi
Diperiksa suhu dan pulsus selama 15 menit sekali hingga suhu mencapai 37ºC
Diinjeksikan ketoprofen secara subkutan setelah suhu tubuh mencapai 37ºC
Dapat diberikan makan dan minum 6 jam setelah kucing sadar dan mencapai
suhu 37ºC (wet food)
Pada hari kedua diinjeksikan ketoprofen (1x1) secara subkutan dan amoxilin
secara peroral (2x1) pemberian ketoprofen dilakukan hingga hari ketiga dan
amoxilin hngga hari kelima
Diganti bandage 3 hari post operasi
Dilakukan pemeriksaan pertama 1 minggu post operasi
Dilakukan penghitungan suhu, pulsus dan CRT disetiap hari
Dilakukan pemantuan feses, urin dan napsu makan setiap hari
Dilakukan pemeriksaan kedua 2 minggu post operasi
Hasil
DAFTAR PUSTAKA

Fossum, T.W. and duprey. L.P. 2009. Small animall surgery. Second edition. Mosby : New
York.

Hartatiningsih, 2007. Persiapan dalam melakukan operasi. UGM Press. Yogyakarta.

Heisler, J. 2010. In-Depth Overview of Hysterectomy.

Meyer, 2005. Canine Surgery. American Veterinary Pub. California.

Noviana, Deni. 2006. Pengaruh anastesi terhadap saturasi oksigen selama operasi
Ovariohisterectomy kucing. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bogor.

Papich, MarkG. 2011. Saunders Handbook of Veterinary Drugs : Small and Large Animal
3rd
Edition. St. Louis, Missouri : Elsevier Saunders.

Pirade, P.F. 2015. Perbandingan Pengaruh Anestesi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-Zoletil


Terhadap Fisiologis Kucing Lokal (Felis domestica) [Skripsi]. Fakultas Kedokteran.
Universitas Hasanuddin

Rasjidi, I. 2008. Manual Histerektomi. Jakarta.EGC.

Sardjana, I.K.M. 2011. Bedah Veteriner. Airlangga University Press : Surabaya.

Sudarminto, 2010. Teknik bedah dasar, restrain and casting. UGM Press : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai