Anda di halaman 1dari 22

BUDAYA RAKYAT DARI PRESPEKTIF HISTORY

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Budaya Populer

1. Regina Sania 170710180012


2. Angie Putri M 170710180013
3. Fariz Muntashir Billah 170710180014
4. Reva Salsadilla 170710180022
5. Aina Mardliyyah 170710180028
6. Hana Nabilah 170710180046

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

Jl. Raya Bandung Sumedang, Hegarmanah, Jatinangor, Kabupaten Sumedang,


Jawa Barat

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proklamasi hari kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 telah berhasil


melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Indonesia merupakan
negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam suku, adat, agama dan
kebudayaan yang berbeda-beda. Keberagaman budaya yang dimiliki oleh negara
Indonesia sangat banyak dan dengan berjalan bersamanya waktu kebudayaan yang
ada terus berkembang dan menumbuhkan suatu kebudayaan yang baru yang
merupakan percampuran atas satu budaya dengan budaya lainnya.

Hal ini didasari oleh perasaan dan kehendak atas kreatifitas dan terlihat
memiliki karakter atau ciri khas yang berbeda dari satu dan lainnya yang membuat
kebudayaan di Indonesia semakin banyak. Namun hal ini harus diimbangi dengan
melestarikan kesenian/kebudayaan yang lama yang semakin hari semakin
dilupakan. Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan budaya yang bernilai
tinggi serta beraneka ragam sifat dan coraknya.

Keanekaragaman kebudayaan Indonesia merupan kebanggaan yang pantas


mendapatkan perhatian. Kebudayaan tersebut mencakup wujud-wujud kesenian
yang didukung oleh masyarakat, istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan
kesenian. yang merupakan hasil produk budaya yang dalam kehidupan nya selalu
tidak lepas dari masyarakat, karena kesenian itu lahir dari aktivitas masyarakat itu
sendiri Kebudayaan yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia membuat
kebudayaan itu sendiri memiliki karakter yang sangat beragam.

Meski tidak bisa dipungkiri pengaruh dari luar sedikit banyaknya turut
mempengaruhi kebudayaan yang muncul dan berkembang di Indonesia. Meskipun
kebudayaan yang ada memiliki karekter dan perbedaan yang banyak terpengaruhi
dari luar namun karakter bangsa Indonesia sangat kuat hal ini karena setiap
kebudayaan yang muncul telah melewati proses yang panjang.
1.2 Rumusan Masalah
Dari permasalahan kemiskinan yang terjadi, penulis mencoba untuk
mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari budaya rakyat?
2. Apa saja ciri-ciri dari budaya rakyat?
3. Apa perbedaan budaya rakyat dan budaya tinggi?
4. Bagaimanakah stratifikasi sosial yang terjadi di antara budaya tinggi dan
budaya rendah?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini adalah agar dapat
menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan budaya dan kebudayaan
khususnya pada budaya rakyat serta penulisan makalah ini juga disusun sebagai
salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata pelajaran Sosiologi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Budaya Rakyat


2.1.1 Definisi Budaya Rakyat (Etimologi Dan Terminologi)

Menurut Francophone (sebuah organisasi yang terdiri dari negara-negara


berbahasa Perancis) budaya rakyat merupakan budaya pekerja, budaya massa,
budaya nomaden, atau budaya yang hanya didasarkan pada tradisi rakyat.
Sedangkan Anglophonic mendefinisikan budaya rakyat sebagai fenomena
modern - budaya perkotaan atau pinggiran kota karena berasal dari gerakan
sosial dan dikaitkan dengan pergeseran Amerika ke manufaktur massal serta
perkembangan dan perubahan yang terjadi setelah Perang Dunia II.  

Budaya Rakyat merupakan penggabungan kata dari budaya dan rakyat.


Budaya merupakan karakteristik masyarakat, bukan individu. Budaya mencakup
semua yang dipelajari dalam kehidupan sosial masyarakat yang dipelajari secara
turun temurun dari satu generasi ke generasi yang menentukan hierarki sosial.
Budaya rakyat ada di dalam masyarakat, dan budaya tersebut merupakan apa yang
harus anggota masyarakat ketahui dan percayai. 

Budaya rakyat (Folk Culture) mengacu pada konsep budaya yang secara
tradisional dipraktikkan oleh sekelompok orang di pedesaan yang memiliki sifat
homogen dan cenderung mengisolasi diri dari kelompok atau budaya lain. Secara
historis, budaya rakyat diturunkan melalui tradisi lisan dan seringkali dijiwai oleh
rasa lokalisasi. Jika unsur-unsur dalam budaya rakyat disalin oleh atau
dipindahkan ke budaya asing maka unsur-unsur tersebut masih memiliki pengaruh
yang kuat dari tempat asal budaya rakyat tercipta. 

2.2 Ciri Budaya Rakyat

Berbeda dengan budaya – budaya lainnya, budaya rakyat ini memiliki ciri
– ciri pada umumnya yaitu ;
1. Budaya rakyat ialah suatu pemikiran atau sebuah tradisi yang diberikan
secara turun temurun 
2. Budaya rakyat juga merupakan budaya ekspresif tradisional yang dapat
dibagi menjadi kelompok-kelompok kebudayaan, dan biasanya menjadi
kebiasaan. 
3. Budaya rakyat berasal dari kelompok  kecil atau kelompok daerah yang
biasanya memiliki pandangan, peran dan  kepentingan dalam mewakili
kelompok kecil tersebut. 
4. Bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai
dengan logika umum.
5. Menjadi milik bersama masyarakat atau kelompok tertentu (collective).
6. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni
melalui tutur kata dari mulut ke mulut dari generasi ke generasi
selanjutnya secara turun temurun.
7. Budaya rakyat melibatkan dua lapisan budaya standar, budaya yang
dirayakan dan budaya awam dalam masyarakat tertentu dan masalah
identitas. 
8. Aspek utama dari budaya rakyat ialah bahasa yang diucapkan sebagai
sarana komunikasi filosofis kondisi masyarakat di masa lalu dan
sekarang. 
9. Budaya rakyat juga identik dengan cerita - cerita rakyat, misalnya berguna
sebagai alat pendidikan, pengetahuan dan sosial 
10. Budaya rakyat mengalir melalui perilaku seseorang lebih tepatnya pada
aksi sosial. 

2.3 Perbedaan Budaya Rakyat Dan Budaya Tinggi

Perbedaan antara budaya elit/budaya tinggi dengan budaya rakyat itu


didasari dengan adanya sebuah kekuasaan dan kekuatan dari masing-masing
budaya. Pada kenyataanya budaya tinggi atau kelompok elit mayoritas memiliki
kekuasaan yang dominan dibandingkan dengan budaya lainnya. Kelompok
budaya tinggi ini terdiri dari kelompok-kelompok terpelajar dimana mereka
mampu menciptakan kebudayaan bagi diri mereka sendiri dan kelompok eksklusif
yang mereka bentuk atas dasar kebudayaan yang mereka ciptakan lalu mereka
jaga agar kebudayaan yang mereka hasilkan tetap murni tidak ada campur tangan
kebudayaan lainnya. Kebudayaan yang dihasilkan oleh budaya tinggi atau
kelompok elit ialah budaya superior (yang diciptakan berdasarkan kekuasaan)
sedangkan budaya rakyat ialah budaya inferior (yang diciptakan berdasarkan
merendah diri). (Gual, 2011)

Pada umumnya orang-orang budaya tinggi tidak mengerjakan apa yang


seharusnya mereka kerjakan sebagai salah satu tanggung jawab mereka, beban
tugas yang mereka punya diberikan kepada bawahan atau budak dengan
memberikan kaum bawah itu upah. sehingga kelompok elit tersebut memiliki
waktu luang yang senggang untuk dapat berpikir, mempelajari, mencari ide-ide
yang akan mereka ciptakan dan menghasilkan sebuah kebudayaan yang
berkualitas tinggi. Berbeda dengan budaya rakyat, kebudayaan yang mereka
ciptakan bukan dari waktu luang kosong tetapi dengan cara interaksi, sosialisasi,
peristiwa-peristiwa yang konkrit dalam kehidupan sehari-hari, dan sebuah tradisi-
tradisi yang diciptakan oleh masyarakat itu sendiri sehingga menghasilkan budaya
rakyat. (Gual, 2011)

2.4 Teori Konsumerisme

Konsumerisme merupakan gerakan atau kebijaksanaan yang diarahkan


untuk menata metode dan standar kerja produsen, penjual dan pengiklan untuk
kepentingan pembeli (Encyclopedia Britannica). Konsumerisme adalah suatu
ideologi atau paham yang menjadikan seseorang atau kelompok orang dalam
masyarakat menjalankan proses konsumsi secara berlebihan yang menjadikan
orang tersebut menjadi pecandu suatu produk, bahkan seringkali tindakan
konsumsi yang dilakukan tidak dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
(Ladziak, 2002).

Istilah masyarakat konsumsi pertama kali muncul di Barat setelah


berakhirnya Perang Dunia II dan dipopulerkan oleh beberapa tokoh sosiologi
salah satunya Baudrillard. Masyarakat konsumsi saat itu diartikan sebagai salah
satu variasi kapitalisme yang dibentuk oleh kegiatan konsumsi yang semakin luas
dan mencolok serta menilai bahwa masyarakat konsumsi merupakan dampak dari
adanya produksi kapitalis. Hal tersebut ditimbulkan dari adanya dampak revolusi
industri yang dinilai sebagai transformasi radikal dalam struktur ekonomi
produksi (Sassateli, 2007). Konsumerisme telah menjadi faktor mendasar dalam
ekologi spesies manusia dan menjadi motor utama masyarakat kontemporer
(Baudrillard, 1970).

Terdapat dua proses pokok di dalam konsumerisme. Pertama, komoditisasi


yang terkait dengan dunia periklanan. Kedua, dekomoditisasi, yang memiliki arti
bahwa tindakan mengkonsumsi terkandung dalam pemaknaan ulang dan
penggunaan kebudayaan material dengan mengubah nilai-nilai komersial sejati
dalam suatu barang menjadi berbagai bentuk nilai seperti hubungan manusia,
status, simbolisme (Sassateli, 2007). Baudrillard dalam tulisannya yang berjudul
The Consumer Society: myths and structures (1998:50) menyatakan bahwa setiap
hal mengenai konsumsi dan kebutuhan berakar pada pandangan atau ide tentang
kebahagiaan, yang kemudian hal inilah yang menjadi acuan dasar masyarakat
konsumsi. ide-ide mengenai kebahagiaan tersebut tidak muncul secara alamiah
dalam diri manusia, melainkan konsep kebahagiaan dibentuk secara sosial melalui
proses sejarah yang cukup panjang dan menjelma dalam masyarakat modern yang
erat dengan ide-ide kesamaan hak.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Stratifikasi sosial pada Middle Age dikotomis budaya tinggi dan rendah

Memahami topik dari “budaya tinggi” dan “budaya rendah” merupakan


diskurus yang perlu dianalisis melalui sejarah feodalisme. Melalui analisis sejarah
feodalisme pembaca dapat diantarkan bagaimana munculnyan klasifikasi “budaya
tinggi” dan “budaya rendah” yang pada saat itu merupakan sistem sosial untuk
mengindentifikasi antara golongan rendahan dan golongan tinggi pada kontruksi
sosial feodalistik.

Pemahaman awal mengenai titik berangkat adanya dikotomis kebudayaan


antara “tinggi” sebagai kelompok penguasa dan “rendah” sebagai masyarakat
miskin dan budak, merupakan dampak dari “kolonialisasi” oleh para raja yang
ingin mengekspansi lahan kerajaanya. Seperti dalam masa Yunani di kota Athena,
yang pada saat itu menggunakan sistem demokrasi langsung (Direct Democracy)
sebagai sistem tatanan masyarakat sehingga semua orang memiliki kedudukan
yang sama dimata negara yang membuat struktur sosial cenderung lebih agaliter
(kecuali budak dan perempuan). Tatanan yang dibangun pada masa Athena
menciptakan suatu sistem yang tidak mengenal budaya tinggi ataupun rendah
karena pada masa itu seorang Aristokrat dan Saudagar kaya memiliki filosofi
filantropis sehingga seorang Aristokrat selalu membuka sekolah gratis seperti
Acedemia yang didirikan oleh Plato untuk warga Athenia dan sumbangan
makanan kepada para tunawisamaan oleh saudagar kaya (Kurt A. Raaflaub,
2007).

Filosofi kesederhanaan dan filantropis di Athena yang menciptakan


kondisi sosial tidak dikotomis antara budaya tinggi dan rendah, namun saat kota
Athena hancur akibat ekspansi bangsa Persia melalui perang Peloponasia I dan II
hingga 100 tahun lamanya. Athenia hancur akibat ekspansi Persia yang merubah
sistem pemerintah dari demokrasi menjadi tirani hingga berimplikasi pada tatanan
sosial. Perubahan sistem pemerintahan ini membuat kota jajahan Persia termasuk
Athenia menjadi termarginalkan dengan praktik perbudakan kepada tawanan
perang(Admin Khan Academy, 2015).

Tirani dengan wujud monarki yang berlangsung selama ratusan tahun dari
masa Yunani (Ancient Greek) sampai pada Medieval Ages di dataran Eropa
membuat adanya sikap glorifikasi pada golongan lord (pemilik tanah), Aristokrat,
Crusade dan King sebagai golongan yang dimuliakan (high culture) sedangkan
budak, petani dan masyarakat miskin kota-desa termasuk kedalam golongan yang
direndahkan (low culture). Melalui analisis historis Medieval Ages merupakan
masa yang paling mudah di indentifikasi antara budaya tinggi dan rendah karena
sistem feodalisme yang dibangun telah mapan sehingga dapat mengolongkan
masyarakat yang kompleks kedalam struktur sosial secara hirarkis (Perry
Anderson, 1978).

Medieval Ages (1000 -1300) di Eropa terutama pada kerajaan Inggris,


Jerman dan Prancis merupakan wilayah kerajaan paling familiar untuk dikaji pada
sistem feodalisme yang digunakan. Bentuk sistem feodalisme pada Medieval Ages
memiliki perbedaan dengan Ancient Greek. Pada zaman Medieval Ages otoritas
gereja Katoliks memiliki kedudukan lebih kuat dari raja itu sendiri karena setiap
raja yang memeluk agama kristen harus mengikuti kehendakan dari Papal sebagai
pemimpin agung gereja katolik, beberapa raja yang tunduk pada otoritas Katolik
diantaranya ialah Romania, Inggris, Jerman, Prancis dan Denmark atau beberapa
sejarawan Eropa menyebut sebagai lingkat kekuasaan Western Schism (1378-
1417) (Joëlle Rollo-Koster & Thomas M. Izbicki, 2009).

Mengacu pada bukunya Merton Smith (1962) dalam “Ancient and


Medieval History of West”. Buku tersebut menjelaskan tentang penelusuran
P
Holly Dynastine Dominant our Empire
a
Aristoracy p (Rome, England, German, Astro-
a hungaria and France)
l
King

Upper Vassal
Lord Nobel
(High Culture)
Knight

Peasant / Citizen Low Vassal


(Low Culture)

Slave
struktur dan sistem sosial yang dibangun pada masa abad pertengahan (800-1500).
Buku tersebut menjelaskan bahwa struktur sosial feodalisme menciptakan pola
kebudayaan beragam sesuai dengan status sosial yang dimiliki masyarakat. Status
sosial yang terbentuk secara hirarkis membuat adanya dikotomi antara
kebudayaan rakyat yang dianggap rendah oleh budaya tinggi yang hanya dimiliki
oleh kaum bangsawan (M. M. Austin, 1977).

Pada Stratifikasi feudal posisi sosial mempengaruhi dari pola kebudayaan


setiap kelompok. Merton (1962) menjelaskan bahwa peasant atau citizen memiliki
pola kebudayaan rakyat seperti tarian dipinggir jalan, bar, hiburan rakyat, seni
musik non edukasi dan sebagainya. Sedangkan slave merupakan kasta yang paling
rendah, pada zaman tersebut slave tidak dianggap seperti manusia yang dapat
memproduksi budaya karena dalam sistem feodalisme tersebut, Slave hanya
diperlakukan layaknya binatang untuk mengurusi kebun dan ternak milik para
peasant dan bourgeoisie kecil, karena perlakuan kepada mereka layaknya seperti
binatang mereka tidak diberikan hak untuk mengekpresikan dirinya dalam
menciptakan produk kebudayaan kecuali makan dan sex (M. M. Austin, 1977).

Sedangkan pada startifikasi sosial yang atas terdiri dari Knight yang
bertugas memunguti pajak kepada setiap peasant dan penduduk kota atau desa,
mereka memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hak perlindungan secara
militer jika ada penyerangan dari bangsa lain atau pun para pemberontak.
Sedangkan nobel merupakan kaum borjuis (Lord) yang diberikan lahan oleh raja
dengan imbalan harus menyerahkan sebagaian besar hasil pertanian (biasanya
berbentuk emas dari hasil penjualan tani) kepada raja sekaligus mereka membayar
kepada knight untuk jasa keamanan militer, bentuk penyerahan hasil pertanian
berupa pembayaran hasil penjualan. Sedangkan posisi Aristokrat (ilmuan &
petinggi katolik) mereka dibayar oleh Raja untuk mengembangkan pengetahuan
dunia dan agama yang biasanya ikut juga membantu lord dalam meningkatkan
mutu pendidikan bagi kalangan menengah atas melalui jasa layanan pendidikan
(Perry Anderson, 1978).
Sedangkan posisi King, memiliki perbedaan antara Ancient Greek dengan
Medieval Age. Jika Ancient Greek menempatkan posisi pemuka agama di bawa
raja namun dalam Medieval posisi Papal sebagai pendeta agung memiliki social
power dan politic dominan sehingga setiap raja yang memeluk agama katolik
harus menjadi “vassal state” yaitu mengabdikan dirinya untuk memenuhi firman
dari otoritas Katolik. Menjadi pertanyaan mengapa posisi Papal sangat kuat ini
dipengaruhi oleh ekspansi Holly Roman Empire yang mampu mengekoloni
kerajaan Inggris, Jerman dan Perancis yang pada saat itu Holly Roman Empire
menggunakan sistem teokrasi yang menglorifikasi Papal sebagai pemimpin
tertinggi diatas raja (J. B. Harley, 1987).

Mengutip bukunya Edward Bleiberg dalam bukunya “The Arts and


Humanities Through The Eras: Medieval Europe (814- 1450)” menggambarkan
pola kebudayaan high culture pada struktur feodalisme seperti knight yang
melakukan tarian kebangsaan, nobel yang menyaksikan pertunjukan opera dan
acara makan malam bangsawan dan raja yang menikmati segelas anggur merah
serta serimoni penghormatan oleh para nobel dan knight dan papal yang memiliki
hak untuk menciptakan al kitab katolik merupakan dari pola kebudayaan High
Culture yang pada saat itu Vassal Lower tidak memiliki hak untuk mengaksesn
high culture, bahkan sering kali terdapat kejadian seorang warga non upper class
membaca al kitab yang hanya diperbolehkan bagi seorang Aristokrat
menyebabkan dirinya dicap berdosa dan harus menjalinkan hukuman yang bisa
mengancam nyawanya (Edward Bleiberg, 2004).

Sistem feodalisme yang diterapkan pada masa Medieval akhirnya


mengalami kehancuran. Beberapa faktor yang menjadi sebab kahancuran dari
kahancuran otoritas katolik pada saat itu memiliki 3 faktor dominan diantaranya
ialah Black Death, Thirty Years War dan Revolusi dalam negeri. Melalui black
death yang dibawa oleh tikus yang terinfeksi bakteri Yersinia Pertis membunuh
hingga 40 % penduduk Eropa, kematian terbanyak dialami slave, peasant dan
citizen hingga ekonomi menjadi collapse. Sedangkan Thirty Years War
merupakan ambisi dari “vassal state” (German, England, Astro-Hungarian,
France) untuk memperebutkan posisi Papal. Namun faktanya malah terpecah
menjadi tiga papal yang berperang satu sama lain hingga menimbulkan lebih dari
8 juta masyarakat dari kalangan militer dan sipil sehingga munculnya
pemberontakan dalam negeri seperti munculnya aliran agama protestan, revolusi
dalam negeri dan sebagainya. Sehingga dari kekaucaun tersebut memasuki
renasanse.

3.2 Renaisans menuju Demokrasi dan Runtuhnya Tatanan Feodalisme

Renaisance atau dalam arti harfiahnya kelahiran kembali merupakan periode


dalam sejarah Eropa yang ditandai dengan gerakan menghidupkan kembali
peradaban Barat, yaitu kebudayaan Romawi dan Yunani Kuno yang telah terkubur
oleh masa abad pertengahan. Mereka yang giat dan tekun dalam mengolah
kembali kebudayaan tersebut disebut sebagai kaum humanis. Hal ini didasari oleh
temuan nilai – nilai (berupa penghargaan atas dunia, atas martabat manusia, dan
pengakuan atas kemampuan rasio) yang harus dihidupkan kembali dalam
kebudayaan barat demi masa depannya. Dalam filsafat Yunani manusia
merupakan makhluk yang terus menerus berpikir dalam memahami lingkungan
dan untuk mencapai kebahagiaan hidup. Kesadaran manusia pada saat itu mulai
untuk berpikir secara baru mengenai dirinya, tersadar dan menganggap manusia
sebagai pusat kenyataan, manusia sebagai individu yang unik serta bebas untuk
berbuat sesuatu demi mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia. Kaum humanis
ini bersifat modern, sedangkan gerakan renaisans dan humanisme melahirkan
modernitas.

Adanya renaisans ini di latarbelakangi oleh beberapa faktor diantaranaya


a. Kenyataan pahit di abad pertengahan seperti kemiskinan, keadilan dan
penderitaan lain membuat masyarakat sadar akan hakikat dan tujuan hidup
sebagai manusia. Mereka sadar bahwa dalam menghadapi permasalahan
hidupnya harus mampu menemukan jalan keluar dan mengusahakannya
sendiri tanpa harus menggantungkan segala sesuatunya kepada otoritas
lain seperti gereja dan para pemimpinnya. Manusia memiliki harkat dan
martabat yang sama, oleh karena itu jangan sampai ada lagi yang orang
yang memperalat orang lain untuk kepentingan pribadinya. Dengan ide –
ide yang lahir seperti ide keadilan, martabat manusia, otonomi dan
kebebasan, maka masyarakat di Eropa pada saat itu untuk pertama kalinya
membongkar praktik yang dirasa membatasi potensi manusia. Dalam
kehidupannya, untuk mengurus kesejahteraan bersama maka diperlukan
sebuah institusi bernama negara. Hal ini yang akhirnya nanti melemahkan
kekuasaan gereja sebagai pemimpin negara.
b. Banyaknya kota yang mulai maju terutama dalam hal perekonomian dan
perdagangan, Di awali dengan kota Florence di Italia yang pada abad ke –
13 merupakan kota dagang terbesar dan terkaya dikarenakan wilayah
tersebut merupakan pusat pertemuan berbagai kota (strategis), memiliki
tanah yang subur dan terkenal dengan industri wol bermutu tinggi. Maka
kota ini termasuk kota paling dinamis dan menjadi pusat keungan
terkemuka yang ada di Italia. Perang salib yang terjadi pada abad ke - 11
sampai 15 memberikan pengaruh jua pasalnya interaksi yang dilakukan
antara masyarakat barat dan dunia timur dimanfaatkan untuk berdagang,
Negara Italia ini dianggap paling maju karena pesatnya perekonomian di
negara ini dan muncul orang kaya atau kelas menengah baru. Budaya yang
dibangun pada Abad Pertengahan dalam perekonomiannya hanya terpaku
pada wilayah sekitar katedral saja, sedangkan budaya dari kota kota yang
maju berpusat pada alun-alun, pasar dan bank yang hal ini berhasil
mengubah cara pandang masyarakat. Disini aliran Calvinis dari Protestan
pun turut meradikalkan keyakinan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan
manusia di dunia akan menggambarkan bagaimana sesorang tersebut dapat
masuk ke dalam surga atau tidak. Terlihat bagaimana cara pandang lama
yang dianut perlahan mulai memudar dan gereja seperti semakin
kehilangan wibawanya di mata masyarakat.
c. Perkembangan kebudayaan salah satunya juga dipengaruhi dengan
jatuhnya Konstatinopel oleh kaum muslim yakni Dinasti Ottoman yang
membawa kebudayaan dari bangsanya tersebut.
d. Dukungan penguasa dan bangsawan yang progresif juga teruatama
keluarga Medici mempengaruhi kehidupan utamanya dalam bidang
pendidikan dan seni. Munculnya para bangsawan yang progresif juga ikut
dalam menyebarluaskan gagasan politik plato. Pada masa ini juga
hubungan antaranya gereja Inggris dan gereja katholik di Roma terputus.
e. Penemuan mesin cetak. Hal ini memotivasi dalam pembuatan teknologi
yang lainnya melalui ilmu pengetahuan

Gerakan renaisans ini memberikan pengaruh yang besar hingga


melunturkan budaya yang terbentuk pada masa Abad Pertengahan termasuk
sistem feodalisme yang berangsur angsur turut melemah dan runtuh.

3.3 Demokrasi di Negara Eropa dan Amerika menuju Kontemporer

Pemikiran dan kesadaran yang dibangun masyarakat pada zaman renaisans


menandakan dimulainya zaman modern. Modernisasi ini didalamnya mengandung
bagaimana peran penting subjek dalam pengakuan terhadap kebebasan untuk
berpikir, bertindak serta untuk mengembangkan diri. Kebebasan yang ada pada
diri individu atau subjek ini melahirkan perubahan yang besar dalam tatanan
kehidupan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan. Pada saat itu fokus yang
utama adalah bagaimana agar manusia dapat sejahtera hidup di bumi dan tidak
menunggu di alam akhirat nanti. Agar kebebasan memaksimalkan potensi tidak
bertabrakan dengan hak hak serta kepentingan orang lain, maka pada saat itu
dibutuhkan negara untuk menertibkan warga dengan beberapa ketentuan atau
norma.

Dalam sistem perekonomiannya terdapat prsaingan perdaganagan


internasional. Pada prosesnya tumbuh pemahaman bahwa ekonomi suatu negara
akan lebih berkembang jika negara tersebut melakukan ekspor dengan banyak dan
sedikit mungkin untuk melakukan impor, hal ini nantinya disebut sebagai neraca
surplus. Namun terdapat kesadaran lagi bahwa sumberdaya itu dapat mengalami
keterbatasan (seperti emas dan perak), dengan begitu negara negara di Eropa
untuk mencapai surplus mulai mencari sumber daya seperti emas dan perak (yang
nantinya bertambah menjadi rempah) ke negara yang ada di Asia, Amerika dan
Afrika. Kejadian tersebut disebut sebagai era kolonialisme dan imperialisme.
Selain pencarian emas dan perak, daerah koloni yang baru, dimaksudkan untuk
menjadi pasar hasil industry. Hal ini disebut sebagai kebijakan merkantilisme.
Kebijakan ini diberlakukan dalam sistem perdagangan internasional.
Kebijakan merkantilisme Inggris ternyata menjadi penyebab berakhirnya
masa kolonialisme di Amerika. Pasalnya Inggris sebagai penajajah
memberlakukan kebijakan tersebut hanya menguntungkan pihaknya saja seperti
yang terkandung pada undang undang navigasi. Kekecewaan Amerika terhadap
Inggris terjadi ketika pasca perang Tujuh Tahun. Dalam peperangan yang terjadi,
Amerika posisinya mendukung Inggris namun setelah itu dari pihak Inggris
sendiri menerapkan kembali undang undang navigasi. Hal ini menjadi pemicu
perselisihan antara Amerika dan Inggris, puncaknya yaitu ada dalam peristiwa
revolusi Amerika. Hal ini juga menandakan berakhirnya kebijakan mrekantilisme
di Inggris.

Adam Smith melalui bukunya The Wealth of Nation mencetuskan


beberapa hal diantaranya terdapat doktrin laissez-faire atau pasar bebas. Dimana
pada sistem ini menurut Smith apabila setiap individu diberi kebebasan untuk
bertindak di pasar bebas, tanpa disadari mereka juga akan turut berkontribusi bagi
kesejahteraan masyarakat. Hal ini nantinya menjadi cikal bakal penerapan sistem
ekonomi kapitalisme.

Modernisme yang terbentuk dari zaman renaisans merupakan sebuah


proses yang terus berlangsung dari masa ke masa dan mengghasilkan berbagai
produk berupa pola hidup, kebudayaan, dan banyak aspek lainnya. Satu sisi
modernism ini dipercaya dapat membebaskan manusia dari situasi ketertinggalan,
keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, menawarkan kemudahan untuk
memproduksi namun disisi lain juga menyisakan persoalan persoalan yang cukup
rumit dan kompleks juga menciptakan model model belenggu baru yang jauh
lebih dahsyat. Modernisme menurut Peter L. Berger dicirikan oleh adanya
kemajuan iptek yang menurutnya tidak lebih dari sekedar ideology dalam
menutup nutupi kenyataan seperti adanya eksploitasi, imperialisme, dan
ketergantungan. Pernyataan Berger ini didukung dengan adanya hubungan yang
tidak sejalan antara bangsa barat yang menguasai dan mendominasi iptek dengan
seperangkap nilai budaya dari bangsa Timur.[ CITATION Muh15 \l 1033 ]

Heru Nugroho (1966) dalam Husain dan Wahyuni menilik adanya perilaku
konsumtif dikalangan masyarakat termasuk generasi muda sebagai implikasi
pembangunan ekonomi yang kian mengglobal. Contoh kegandrungan pada
generasi muda yaitu menyukai budaya barat seperti gaya hidup yang instan,
kegemaran pada music pop, hedonism yang terbentuk pada fenomena free sex dan
pengonsumsian obat obatan contohnya hingga adanya tindakan kriminal yang
disebabkan karena tidak terpenuhinya hasrat konsumtif.[ CITATION Wah09 \l 1033 ]

Perkembangan kebudayaan dan modernisme ini melahirkan beragam


kebudayan dan teknologi modern. Budaya ini dikenal sebagai kebudayaan modern
tiruan, dimana identitas dalam diri semakin bias bahkan tidak ada dan
kemungkinan yang akan terjadi dari kenyataan ini adalah tingkat konsumerisme
yang tinggi. Hal ini ditandai dengan bagaimana orang dalam membeli sesuatu
bukan karena kebutuhan (need) namun menikmati pembelian tersbut hanya karena
keinginan (want) sendiri atau status sosial yang semu.

3.4 Masyarakat Kontemporer dan Lahirnya Pop Culture

Secara historis budaya popular sering dinisbatkan sebagai bagian dari


budaya kelas bawah dan bertentangan dengan budaya kelas-kelas. Menurut
Johann Heinrich Pestalozzi budaya popular mulai tercipta pada awal abad ke 19
[ CITATION Joh18 \l 1033 ] Sejak munculnya revolusi industry pada abad ke 18 dan
19 terjadi perubahan sosial yang berupa peningkatan literasi masyarakat di
wilayah Britania Raya, peningkatan literasi yang beriringan dengan kebangkitan
kapitalisme serta industrialisasi mendorong orang-orang menjadi lebih konsumtif
terhadap produk hiburan seperti pub atau olah raga. Selain itu, munculnya serial
sastra Penny Dreadful yang disejajarkan dnegan karya-karya berkelas di zaman
Victoria menjadi salah satu karya sastra yang sangat diminati khususya oleh
kalangan muda di Inggris, selain itu antusisasme masyarakat dalam berpergian
juga sekaligus membuka jalur perjalanan ke beberapa wilayah di Inggris yang
dalam waktu bersamaan digunakan sabagai jalan untuk mendistribusikan karya-
karya sastra popular [CITATION Cul16 \l 1033 ].

Perkembangan tersebut terus bergulir sampai pada masa perang dunia


kedua budaya popular mengalami peningkatan yang signifikan setelah terjadi
elaborasi yang kuat bersama dengan media masa dengan berbagai inovasinya.
Dengan hadirnya media masa dan antusiasme masyarakat terhadap budaya
popular menjadikan peleburan arti dari budaya utama atau budaya tinggi dengan
budaya rendah yang berbaur dengan media masa, konsumen budaya hingga
konsumsi media masa sehigga terbentuk sebuah budaya popular yang dikenal
sebagai pop culture.

Dengan demikian munculnya budaya popular serta merta merupakan sebuah


proses sosial yang panjang yang dilatarbelakangi oleh munculnya high demand
atau tingginya permintaan masyarakat terhadap produk hiburan, miat masyarakat
tersebut sedikit banyaknya diatarbelakangi oleh keadaan pada masa revolusi
industry dan industrialisasi di Inggris. Tingginya minat terhadap produk hiburan
dan terbukanya akses untuk mendistribusikan produk budaya yang terkenal pada
saat itu, Penny Dreadful, mendorong luasnya distribusi karya sastra ke pangsa
pasar yang lebih besar. Perkembangan tersebut didorong kembali oleh munculnya
inovasi media masa sebagai jembatan informasi kepada masyarakat sehingga
meleburkan nilai-nilai budaya utama atau budaya tinggi di masyarakat sehingga
tercipta budaya popular.

Partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam pengonsumsian budaya


popular membuat budaya rakyat (Folk Lore) memiliki perubahan yang sangat
signifikan terhadap pola kebudayaan terutaa dari etika dan pengonsusian seni,
music dan film. Pada zaman modern batas antara kebudayaan rakyat yang dahulu
di identikasi sebagai kebudayaan guyub dan bersifat homogen kini melebur dalam
kompleksitas budaya popular. Kami menganalisis melalui Teori Jean Baudrillard
dalam bukunya The Consumer Society menjelaskan bahwa budaya masyarakat
saat ini sudah memasuki pada tahap masyarakat konsumsi karena kebudayaan asli
yang diproduksi melalui dimensi nyata telah terkonvergensi pada hiperealitas
atau dunia simualasi yang dalam definisi Baudrillard disebut sebagai Simulacra,
sehingga menurut Jean Baudrillard budaya masyarakat yang ada saat ini tidak
lebih dari fantasi yang dikontruksi melalui media teknologi yang mampu
membuat karakteristik masyarakat masuk kedalam lingkaran konsumerisme
dengan terus direproduksinya konten populer sehingga menjadi perubahan
kebudayaan bagi masyarakat yang semakin konsumtif (Transformation to
Consumer Society).

Budaya pop yang menjadi dimensi dalam pencampuran antar budaya


termasuk mengadopsi pelbagai hiburan rakyat yang dimodernisasikan, membuat
kebudayaan rakyat yang dahulu memiliki karakteristik tersendiri dapat semakin
terdistorsi karena dalam masyarakat konsumtif suatu produk kebudayaan
dinikmati tidak dari nilai subtansinya namun dari sisi simbolik atau kemasan yang
menarik dari suatu produk budaya. Pada ini animu masyarakat faktanya lebih
tertarik pada budaya pop Amerika, Korea dan Jepang karena memiliki kemasan
estetik yang lebih menarik dari budaya lokal yang kurang bisa membaca pasar
sehingga terdapat dua pilihan yang menjadi titik dilema yaitu mempertahankan
nilai lama dengan konsekuensi akan terancam dari regenerasi subjek
kebudayaannya (karena pengaruh masyarakat yang semakin konsumtif) atau
memodernisasikanya agar bisa beradaptasi dalam dunia pasar dengan konsekuensi
lunturnya orsinilitas kebudayaan lokal masyarakat.
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Proklamasi hari kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 telah berhasil


melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Indonesia merupakan
negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam suku, adat, agama dan
kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini didasari oleh perasaan dan kehendak atas
kreatifitas dan terlihat memiliki karakter atau ciri khas yang berbeda dari satu dan
lainnya yang membuat kebudayaan di Indonesia semakin banyak. Namun hal ini
harus diimbangi dengan melestarikan kesenian/kebudayaan yang lama yang
semakin hari semakin dilupakan. Keanekaragaman kebudayaan Indonesia
merupan kebanggaan yang pantas mendapatkan perhatian. Meski tidak bisa
dipungkiri pengaruh dari luar sedikit banyaknya turut mempengaruhi kebudayaan
yang muncul dan berkembang di Indonesia. Adapun maksud dan tujuan dibuatnya
makalah ini adalah agar dapat menambah referensi pustaka yang berhubungan
dengan budaya dan kebudayaan khususnya pada budaya rakyat serta penulisan
makalah ini juga disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata
pelajaran Sosiologi.

Pada umumnya orang-orang budaya tinggi tidak mengerjakan apa yang


seharusnya mereka kerjakan sebagai salah satu tanggung jawab mereka, beban
tugas yang mereka punya diberikan kepada bawahan atau budak dengan
memberikan kaum bawah itu upah. sehingga kelompok elit tersebut memiliki
waktu luang yang senggang untuk dapat berpikir, mempelajari, mencari ide-ide
yang akan mereka ciptakan dan menghasilkan sebuah kebudayaan yang
berkualitas tinggi. Konsumerisme merupakan gerakan atau kebijaksanaan yang
diarahkan untuk menata metode dan standar kerja produsen, penjual dan
pengiklan untuk kepentingan pembeli (Encyclopedia Britannica). Masyarakat
konsumsi saat itu diartikan sebagai salah satu variasi kapitalisme yang dibentuk
oleh kegiatan konsumsi yang semakin luas dan mencolok serta menilai bahwa
masyarakat konsumsi merupakan dampak dari adanya produksi kapitalis.
DAFTAR PUSTAKA

Ajam, A. (2020). foklor. Retrieved oktober 5, 2020, from wikipedia:


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Folklor

Anonim. (2016). Folk Culture. Retrieved oktober 5, 2020, from anthropology:


http://anthropology.iresearchnet.com/folk-culture/

Gual, Y. A. (2011). DARI BUDAYA TINGGI – BUDAYA RAKYAT MENUJU


BUDAYA MASSA-BUDAYA POPULER. jurnal andoz, 1-8.

JENKS, C. (1993). CULTURE (KONSEP BUDAYA). Stephen Edgell, Reader in


Sosiologi, Universitas Salford.

maroco, a. (2020). folk culture. jurnal khusus triwulan.

Schuck, R. (2016). Introduction to popular culture. tophat.

Syakur, R. A. (2010, juli 31). Budaya Massa : Masa Hilangnya Otentisitas


Budaya Tinggi dan Budaya Rakyat. Retrieved oktober 5, 2020, from
kompasania:
https://www.kompasiana.com/ryan.asyakur/55000c6ca333111d7250f923/
budaya-massa-masa-hilangnya-otentisitas-budaya-tinggi-dan-budaya-
rakyat# 

Basrun, M. C. (2012). "Daur Ulang Konsumerisme: Menuju Konstruksi


Masyarakat Modern".

Indra Setia Bakti, d. (2019). KONSUMERISME DALAM PERSPEKTIF JEAN


BAUDRILLARD . Jurnal Sosiologi USK, 150-151.

Admin Khan Academy. (2015). The baby boom (article) | Khan Academy.
Khanacademy.org. Retrieved from
https://www.khanacademy.org/humanities/us-history/postwarera/postwar-
era/a/the-baby-boom

Edward Bleiberg. (2004). Arts and Humanities Through The Eras: Medieval
Europe (814-1450). United State: Gale Cengage. Retrieved from
http://libgen.rs/book/index.php?
md5=8F152CD805B4F4E5B9B1C2F6DD31DA5D

J. B. Harley. (1987). The History of Cartography, Volume 1: Cartography in


Prehistoric, Ancient and Medieval Europe and the Mediterranean. (David
Woodward, Ed.) (Vol. 1). Chicago: University of Chicago Press. Retrieved
from http://libgen.rs/book/index.php?
md5=EAEEF822A4545A0DEDCAD4327D2AAC31

Joëlle Rollo-Koster, & Thomas M. Izbicki. (2009). A Companion to the Great


Western Schism (1378-1417) . LEIDEN d: BRILL Press . Retrieved from
https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=mgnaIRVSx44C&oi=fnd&pg=PR7&dq=western+schism&ot
s=qolEYlT7DB&sig=VBzDHUmFmt4kGD3vm_tTC5t-
7Ow&redir_esc=y#v=onepage&q=western schism&f=false

Kurt A. Raaflaub, J. O. R. W. (2007). Origins of Democracy in Ancient Greece .


California: University of California Press. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=M6gwDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR7&dq=humanities+soci
al+history+in+ancient+athens&ots=HJRYn5qjVC&sig=wtmNwo7bJAS0YY
wAYWy9ixAFk9M&redir_esc=y#v=onepage&q=humanities social history
in ancient athens&f=false

M. M. Austin, P. V.-N. (1977). Economic and Social History of Ancient Greece -


M. M. Austin, P. Vidal-Naquet - Google Books (2nd ed.). Paris: University of
California Press. Retrieved from https://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=ekqCOGr1_NAC&oi=fnd&pg=PR12&dq=Ancient+Greek+
City+State+social+history&ots=z2Mtp-
Os30&sig=GKVFTarO9Kqw8taTPJ4mGy2gFws&redir_esc=y#v=onepage&
q=Ancient Greek City State social history&f=false

Perry Anderson. (1978). Passages from Antiquity to Feudalism. London: Verso.


Retrieved from http://libgen.rs/book/index.php?
md5=D506850919AFB63C856850E82780EF31

Pestalozzi, J. H. (1818). The Address of Pestalozzi to the British Public, Soliciting


Them to Aid by Subscriptions His Plan of Preparing School Masters and
Mistresses for the People, That Mankind May in Time Receive the First
Principles of Intellectual Instruction from Their. Lausanne: palala press.

Summerscale, K. (2016, April 30). Culture: Penny dreadfuls: the Victorian


equivalent of video games. Retrieved Oktober 6, 2020, from The
Guardian: https://www.theguardian.com/books/2016/apr/30/penny-
dreadfuls-victorian-equivalent-video-games-kate-summerscale-wicked-
boy

Badu, M. N. (2015). Demokrasi dan Amerika Serikat. The POLITICS : Jurnal


Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

Bawembang, F. J., & Makainas, I. (2013). IMPLEMENTASI TEORI


RENAISSANCE PADA BANGUNAN KOMMERSIAL DI KOTA
MANADO. MEDIA MATRASAIN, 44-46.

Hapsari, R., & Adil, M. (2014). SEJARAH Kelompok peminatan dan Ilmu - Ilmu
Sosial. Jakarta: PENERBIT ERLANGGA.

Husain, W. (2009). MODERNISASI DAN GAYA HIDUP. Al-Tajdid, Vol.1 No.2,


87-91.

Anda mungkin juga menyukai