Anda di halaman 1dari 26

I.

Pendahuluan

Gastroschisis merupakan
salah satu anomali kongenital yang dapat
ditemukan pada bayi baru lahir. Gastroschisis (gaster- perut + schisis- fisura)
merupakan defek kongenital dinding anterior abdomen yang berada di sebelah
kanan umbilikus, dimana otot rektus intak dan normal. Ukuran defek bervariasi
dari 2-4 cm, umumnya lebih kecil dapri defek pada omphalocele. Gaster, usus
halus dan kolon dapat ditemukan berada di luar rongga abdomen. Jarang
ditemukan hepar, testis maupun ovarium yang herniasi. Tidak ditemukan
kantong yang menutupi organ yang herniasi.1
Gastroschisis pertama kali dilaporkan oleh Calde pada tahun 1733 dan
tindakan pembedahan pertama dilakukan oleh Fear pada tahun 1878.
Gastroschisis terjadi pada 1: 2.500-10.000 kelahiran. Insiden gastroschisis di
dunia meningkat dalam 30 tahun terakhir. Gastroschisis umumnya terjadi pada
ibu usia muda. Ibu yang merokok, menggunakan obat-obat terlarang, dan
terekspos lingkungan yang toksin dikaitkan dengan resiko terjadi gastroschisis.
1
Lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Etiologi gastroschisis masih belum
1
dimengerti sepenuhnya. Banyak teori yang bermunculan antara lain kegagalan
mesoderm untuk membentuk dinding abdomen bagian anterior, kegagalan usus
herniasi melalui umbilikal stalk dan tejadi ruptur dinding abdomen akibat
meningkatnya volume, kegagalan lipatan bagian lateral untuk menyatu di bagian
midline akan meninggalkan defek di sebelah kanan umbilikus.2

II. Embriologi Sistem Pencernaan

Dinding perut dibentuk oleh empat lipatan embriologis yang terpisah:


cephalic, caudal, right, dan lateral fold. Akibat pelipatan mudigah ke arah
sefalokaudal dan lateral, sebagian dari rongga yolk-sac yang dilapisi oleh
endoderm masuk ke dalam mudigah untuk membentuk usus primitif (primitive
gut). Dua bagian lain rongga yang dilapisi oleh endoderm ini, yolk sac dan
alantois, tetap berada di luar mudigah.3
Di bagian sefalik dan kaudal mudigah, usus primitive membentuk sebuah
saluran buntu, masing-masing adalah usus depan (foregut) dan usus belakang
(hindgut). Bagian tengah, usus tengah (midgut), untuk sementara tetap
berhubungan dengan yolk sac melalui duktus vitelinus atau yolk sac.3
Cephalic, caudal, right, dan lateral fold masing-masing terdiri dari
lapisan somatik dan splanknik dan berkembang menuju bagian tengah anterior
rongga coelomic, bergabung untuk membentuk cincin pusar besar yang
mengelilingi dua arteri umbilikus, vena dan yolk sac saluran omphalomesenteric.
Struktur-struktur ini ditutupi oleh lapisan luar amnion dan seluruh unit
membentuk tali pusat. Antara minggu kelima dan kesepuluh perkembangan janin,
saluran usus mengalami pertumbuhan yang cepat di luar rongga perut dalam
bagian proksimal dari tali pusat. Ketika perkembangan selesai, usus secara
bertahap kembali ke rongga perut.3
Kontraksi cincin umbilikus melengkapi proses pembentukan dinding
perut. Kegagalan lipatan cephalic untuk menutup mengakibatkan cacat sternum
seperti tidak adanya sternum bawaan. Kegagalan lipatan kaudal untuk menutup
menghasilkan ekstrofi kandung kemih dan, dalam kasus yang lebih ekstrim,
ekstrofi kloaka. Gangguan migrasi sentral lipatan lateral menghasilkan
omphalocele. Gastroschisis, awalnya dianggap sebagai varian omphalocele, yang
kemudian timbul hipotesis Gastroschisis merupakan hasil dari fetal accident
dalam bentuk pecahnya intrauterin dari hernia tali pusat, meskipun hipotesis lain
telah banyak diajukan.3
Embriologi klasik hanya menerangkan tentang pembentukan umbilicus
dan dinding abdomen dengan proses lateral folding dan ventral folding yang
dimulai pada minggu ke empat usia kehamilan. Sebenarnya tidak hanya (bending
dan Folding) saja, melainkan terdapat pertumbuhan diferensiasi dari masing-
masing jaringan. Awalnya amnion menempati posisi dorsal sementara yolk sac di
bagian ventral. Janin melekat dengan perantaraan connecting stalk (yang terdiri
dari a/v umbulikasi dan selanjutnya allantois tumbuh menujunya) kepada korion.
Yolk sac yang tetap pada posisi ventral terbagi menjadi intra soelom dan ekstra
soelom. Bagian intra soelom yang berasal dari atap yolk sac, kelak akan menjadi
saluran cerna dan tetap berhubungan dengan bagian ekstra soelom melalui duktus
vitelinus (omfalomesenterikus). Dalam keadaan normal, hubungan ini akan
terputus pada 5-7 minggu. Hubungan yang tersisa dalam bentuk pembuluh darah,
saluran cerna ataupun sisa dari keduanya (remnant) akan menimbulkan kelainan
patologis sendiri. Pada usia 3 minggu, divertikulum yang disebut allantois
terbentuk dari dinding posterior yolk sac memanjang ke dalam connecting stalk.
Allantois bertugas sebagai reservoir dari sistem ginjal yang sedang tumbuh. Pada
pertumbuhan sinus urogenital setelah terpisah dari kloakal, kandung kemih tetap
berhubungan dengan connecting stalk melalui urakhus. Urakhus.berasal dari
pertumbuhan kandung kemih, dan menetapnya urakhus dalam berbagai variasi
bentuk menimbulkan kelainan dikemudian hari.3
Dalam permulaan perkembangannya, saluran cerna hanya berupa tabung
sederhana dengan beberapa benjolan. Bakal lambung berupa suatu pelebaran
berbentuk kerucut, sedangkan bakal sekum ditandai oleh suatu pelebaran yang
asimetri. Duktus vitelinus masih berhubungan dengan saluran kolon usus ini. Pada
usia janin bulan kedua dan ketiga, terjadi suatu proses yang dapat menerangkan
timbulnya cacat bawaan pada bayi dikemudian hari. Usus tumbuh dengan cepat
dan berada dibawah tali pusat. Sewaktu usus menarik kembali ke dalam rongga
perut, duodenum dan sekum berputar dengan arah berlawanan jarum jam.
Duodenum memutar dorsal arteri dan vena mesentrika superior, sedangkan sekum
memutar di ventralnya sehingga kemudian sekum terletak di fosa iliaka kanan.3
Sebagai hasil dari pelipatan mudigah kearah sefalokaudal dan lateral,
sebagian dari rongga kantung kuning telur yang dilapisi endoderm bergabung
kedalam mudigah membentuk usus primitif. Dua bagian lain dari rongga berlapis
tersebut, kantung kuning telur dan allantois, tetap berada di luar mudigah.3
Pada lapisan kepala dan ekor mudigah, usus primitif membentuk sebuah
tabung berujung buntu, masing-masing usus depan dan usus belakang. Pada
bagian tengah yaitu, usus tengah, untuk sementara tetap berhubungan
dengankantung kuning telur melalui duktus vitellinus atau tangkai kuning telur
(gambar 1 D).3
Perkembangan usus primitif dan turunannya biasanya dibagi menjadi 4
bagian yakni; usus faringeal atau faring, yang membentang dari membrana
bukofaringeal hingga ke divertikulum trakeobronkialis (Gambar 1.D); usus depan,
yang terletak di sebelah kaudal tabung faring tersebut serta membentang ke kaudal
hingga ke tunas hati; usus tengah, mulai dari sebelah kaudal tunas hati dan
berjalan sampai ke suatu titik tempat kedudukan, pada orang dewasa, pertemuan
dua pertiga kanan dan sepertiga kiri kolon transversum, dan usus belakang, yang
membentang dari sepertiga kiri kolon transversum hingga ke membrana kloakalis
(Gambar 1). Endoderm membentuk lapisan epitel saluran pencernaan dan
membentuk parenkim berbagai kelenjar seperti hati dan pancreas. Unsur otot dan
unsur peritoneum pada dinding usus tersebut berasal dari mesoderm splangnik.3

Gambar 1 .skematik embrio pada perkembangan minggu ke-6, yangmemperlihatkan pasokan


darah ke segmen-segmen usus dan pembentukan serta rotasi saluran usus primer. Arteri
mesenterika superior membentuk sumbu untuk rotasi ini dan memperdarahi usus tengah. Arteri
seliaka dan mesenterika inferior masing-masing memperdarahi usus depan dan usus belakang.
(Sumber: Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Ed 10. Jakarta: EGC; 2013.)3

- Perkembangan Usus Tengah


Pada mudigah berumur 5 minggu, usus tengah menggantung pada dinding
dorsal perut oleh suatu mesentrium pendek dan berhubungan dengan kantung
kuning telur melalui duktus vitellinus atau tangkai kuning telur (Gambar 6 dan 7).
Pada orang dewasa, usus tengah mulai tepat di sebelah distal muara saluran
empedu ke duodenum dan berakhir di perbatasan antara dua pertiga proksimal dan
sepertiga distal kolon transversum. Seluruh usus tengah diperdarahi oleh arteri
mesenterika superior (Gambar 8).3

Gambar 2.Gambar skematik gelung usus primer sebelum rotasi (pandangan lateral).Arteri
mesenterika superior membentuk sumbu gelung tersebut.Panah menandakan perputaran yang
berlawanan dengan arah jarum jam. B. Pandangan yang sama seperti A, memperlihatkan gelung
usus primer setelah perputaran 180° berlawanan dengan arah jarum jam. Perhatikan bahwa kolon
transversum berjalan di depan duodenum.
(Sumber: Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Ed 10. Jakarta: EGC; 2013.)3
Gambar 3.Gambar skematik embrio pada perkembangan minggu ke-6 yang memperlihatkan
pasokan darah ke segmen-segmen usus halus dan pembentukan serta rotasi saluran usus
primer.Arteri mesentrika superior membentuk sumbu untuk rotasi ini dan memperdarahi usus
tengah. Arteri seliaka dan mesentrika inferior masing-masing memperdarahi usus depan dan usus
belakang.
(Sumber: Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Ed 10. Jakarta: EGC; 2013.)3

Perkembangan usus tengah ditandai dengan pemanjangan usus yang


cepatdan mesenteriumnya, sehingga terbentuk gelung usus primer
(Gambar 3 dan 4). Pada bagian puncaknya, saluran usus itu tetap
berhubungan langsung dengan kantung kuning telur melalui duktus
vitellinus yang sempit (Gambar 3).Bagian kranial saluran usus ini
berkembang menjadi bagian distal duodenum, jejunum dan bagian ileum.
Bagian kaudal menjadi bagian bawah ileum, sekum, apendiks, kolon
asendens dan dua pertiga bagian proksimal kolon transversum.3
Gambar 4. A. Gambar skematik gelung usus primer sebelum rotasi (pandangan lateral. Arteri
mesentrika superior membentuk sumbu gelung tersebut.Panah menandakan perputaran yang
berlawanan dengan arah jarum jam. B. Pandangan yang sama seperti A, memperlihatkan gelung
usus primer setelah perputaran 180 o berlawanan arah jarum jam. Perhartika bahwa kolon
transversum berjalan di depan duodenum.
(Sumber: Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Ed 10. Jakarta: EGC; 2013.)3

- Herniasi Fisiologi
Perkembangan lengkung usus primer ditandai oleh pertambahan panjang
yang cepat, terutama di bagian kranial. Sebagai akibat pertumbuhan yang cepat ini
dan membesarnya hati yang terjadi serentak, rongga perut untuk sementara
menjadi terlampau kecil untuk menampung semua usus, dan lengkung-lengkung
ini masuk kerongga selom ekstraembrional di dalam tali pusat selama
perkembangan minggu ke-6 (hernia umbilikalis fisiologis) (Gambar 5).3
Gambar 5.Herniasi umbilikus gelung-gelung usus halus pada mudigah kurang lebih 8 minggu
(panjang kepala-bokong 35 mm).Perputaran gelung usus dan sekum terbentuk selama herniasi
tersebut.
(Sumber: Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Ed 10. Jakarta: EGC; 2013.)3
- Rotasi Usus Tengah
Serentak dengan pertumbuhan panjangnya, lengkung usus primer berputar
mengelilingi sebuah poros yang dibentuk oleh arteri mesenterika superior
(Gambar 3). Apabila dilihat dari depan, perputaran ini berlawanan arah dengan
jarum jam dan perputarannya kurang lebih 270° bila sudah selesai seluruhnya
(Gambar 3 dan 5). Bahkan selama rotasi, pemanjangan lengkung usus halus terus
berlangsung dan jejunum serta ileum membentuk sejumlah gelung atau lengkung
yang memutar (Gambar 5). Demikian pula usus besar juga sangat memanjang,
tetapi tidak ikut berputar. Rotasi terjadi selama herniasi (kira-kira 90°) maupun
pada waktu kembalinya gelung usus ke rongga perut (180° sisanya).3
- Retraksi Lengkung Yang Mengalami Herniasi
Pada minggu ke-10 gelung usus yang mengalami herniasi mulai kembali
kedalam rongga perut. Sekalipun faktor-faktor yang bertanggungjawab atas
pengembalian ini tidak diketahui dengan pasti, diduga bahwa menghilangnya
mesonefros, berkurangnya pertumbuhan hati dan bertambah luasnya rongga perut
memainkan peranan penting.3
Bagian proksimal jejunum merupakan bagian pertama yang masuk kembali
ke rongga perut dan mengambil tempat di sisi kiri (Gambar 6.A). Letak gelung
yang masuk berikutnya makin ke sisi kanan. Tunas sekum, yang tampak kira-kira
pada minggu ke-6 sebagai pelebaran kecil berbentuk kerucut dari bagian kaudal
gelung usus primer adalah bagian usus terakhir yang masuk kembali ke dalam
ronggaperut. Untuk sementara, sekum masih terletak di kuadran kanan atas tepat
dibawah lobus kanan hati (Gambar 6.A). Dari sini usus ini bergerak turun menuju
ke dalam fossa iliaka kanan, sehingga kolon asendens dan fleksura hepatica
menjadi terletak di sebelah kanan rongga abdomen (Gambar 6.B). Selama proses
ini, ujung distal tunas sekum membentuk sebuah divertikulum yang sempit, yakni
appendiks primitif (Gambar 7).3

Gambar 6. A. Pandangan anterior gelung-gelung usus setelah perputaran 270° berlawanan dengan
arah jarum jam. Perhatikan gelung-gelung usus yang sedang berputar dan kedudukan tunas sekum
pada kuadran kanan atas perut. B Pandangan yang sama seperti A, dengan gelung usus dalam
kedudukan akhirnya.
(Sumber: Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Ed 10. Jakarta: EGC; 2013.)3

Pergeseran sekum dan apendiks ke arah kaudal membuat mereka terletak


pada kuadran kanan bawah perut. Karena appendiks berkembang pada saat
penurunan kolon, dapatlah dimengerti bahwa kedudukan akhirnya kerap kali di
belakang sekum atau kolon. Kedudukan appendiks ini masing-masing disebut
retrosekalis atau retrokolika.3

III. Gastroschisis
Definisi
G
astroschisis merupakan salah satu kelainan dinding abdomen yang sering
ditemukan, walaupun secara anatomis, embriogenesis, manifestasi klinis dan
masalah yang ditimbulkan berbeda dengan omphalocele. Gastroschisis
merupakan salah satu anomali kongenital yang dapat ditemukan pada bayi baru
lahir. Gastroschisis (gaster- perut + schisis- fisura) merupakan defek
kongenital dinding anterior abdomen yang berada di sebelah kanan umbilikus,
dimana otot rektus intak dan normal.1
Etiologi
Gastroschisis terjadi pada 1: 2.500-10.000 kelahiran. Insiden gastroschisis
di dunia meningkat dalam 30 tahun terakhir. Gastroschisis umumnya terjadi pada
ibu usia muda. Ibu yang merokok, menggunakan obat-obat terlarang, dan
terekspos lingkungan yang toksin dikaitkan dengan resiko terjadi gastroschisis.

Lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Etiologi gastroschisis masih belum
1
dimengerti sepenuhnya. Banyak teori yang bermunculan antara lain kegagalan
mesoderm untuk membentuk dinding abdomen bagian anterior, kegagalan usus
herniasi melalui umbilikal stalk dan tejadi ruptur dinding abdomen akibat
meningkatnya volume, kegagalan lipatan bagian lateral untuk menyatu di bagian
midline akan meninggalkan defek di sebelah kanan umbilikus.2 Teori lain
mengatakan bahwa defek pada dinding abdomen terjadi akibat adanya trombosis
vena omfalomesenterik kanan yang menyebabkan iskemik dinding abdomen.
De Vries dan Hoyme berpendapat bahwa trombosis vena umbilikalis
menyebabkan nekrosis di sekitar dinding abdomen, sehingga defek terjadi di
sebelah kanan. Teori ini mendukung adanya hubungan antara gastroschisis
dengan atresia intestinal dengan dilakukannya observasi bahwa gastroschisis
kadang-kadang berhubungan dengan atresia intestinal, yang etiologinya terjadi

akibat iskemik. Sebagian penelitian menyebutkan bahwa faktor genetic sebagai


penyebab perkembangan gastroschisis dan beberapa pula menyatakan
kemungkinan faktor teratogen dari lingkungan yang berkontribusi terhadap
1
tejadinya defek.
Patofisiologi
Pembentukan dinding abdomen terjadi pada minggu keempat masa gestasi
dimana embrio berkembang dan membentuk lipatan ke arah kraniokaudal dan
mediolateral. Lipatan abdomen bagian lateral akan bertemu di bagian midline
anterior dan mengelilingi yolk sac, yang pada akhirnya menyebabkan yolk sac
mengerut masuk ke yolk stalk yang kemudian berkembang menjadi umbilikal
cord. Pada masa gestasi minggu keenam, pertumbuhan usus yang cepat
menyebabkan herniasi usus kedalam umbilikal cord. Elongasi dan rotasi usus
terjadi selama lebih dari empat minggu. Pada minggu kesepuluh, usus masuk
kembali ke rongga abdomen dan duodenum pars satu, dua, dan tiga, kolon
asendens dan desendens terfiksasi dalam retroperitoneal.1,2

Kelainan Penyerta
K
elainan penyerta pada gastroschisis jarang ditemukan, paling sering
berhubungan dengan kelainan di midgut. Atresia intestinal/stenosis terjadi sekitar
10-15% kasus. Perforasi usus ditemukan pada 5% pasien. Kelainan lain yang
jarang termasuk undesensus testis, hipoplastik gallbladder, hidronefrosis,
Meckel’s divertikulum dan duplikasi intestinal. Pada tahun pertama kehidupan
bayi dengan gastroschisis sering ditemukan gastroesophageal reflux (16%) dan
1
undesensus testis (15%) yang sembuh spontan.

Gambaran Klinis
G
astroschisis merupakan defek dinding abdomen di sebelah kanan umbilikus,
dengan diameter < 4cm. Tidak ada kantong yang menutupi organ yang herniasi.
Pada saat lahir, usus yang herniasi masih tampak normal, tapi 20 menit setelah
lahir usus yang keluar akan tampak udem dan banyak eksudat fibrin sehingga

loop usus sulit dilihat dengan jelas. Bayi dengan gastroschisis biasanya lahir
prematur dan mempunyai masalah respirasi.1
Gambar 7. Gambaran klinis gastroschisis
(Sumber: Effendi S H. Gastrochisis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran. Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin Bandung)1

Gambar 8. Gastroschisis
(Sumber: Effendi S H. Gastrochisis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Padjajaran. Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin Bandung)1

Penatalaksanaan
Diagnosis Prenatal
D
efek dinding abdomen dapat dideteksi melalui USG sedini mungkin
sejak usia kehamilan 10-12 minggu. USG mempunyai spesifitas 95% dan
sensifitas 60-75% dalam mendiagnosa defek dinding abdomen. USG dapat
mendeteksi hepar yang berada di luar rongga abdomen tetapi tidak dapat melihat
atresia intestinal pada gastroschisis. Serial USG pada trimester ketiga dapat
mendeteksi diameter dan penebalan usus yang dicurigai akibat adanya obstruksi
vaskular. Penebalan dinding usus dan dilatasi usus disertai dengan diameter
defek yang mengecil merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan untuk
4
mencegah nekrosis usus.

Gambar 9.Ultrasonografi prenatal janin 30 minggu


dengan gastroschisis. Arah panah menunjukkan usus keluar dan terlihat di dalam
cairan ketuban.
(
Sumber: Brunicardi F C, Andersen D K dkk. Schwart’z Principles of Surgery. Ed. 10th
Peningkatan alpha-fetoprotein dan acetylcholinesterase dalam cairan amnion
berkorelasi dengan gastroschisis. Alpha-fetoprotein dapat meningkat hingga 9
kali pada gastroschisis. Pada penelitian Saller dkk tahun 1994 terdapat
peningkatan alpha-fetoprotein 9,42 kali pada gastroschisis. Tucker dkk tahun
5
1992 melaporkan peningkatan acetylcholinesterase 80% pada gastroschisis.
Jika defek dinding abdomen teridentifikasi, maka kelainan penyerta lainnya
harus dicari. Pada gastroschisis cukup dengan mencari kelainan anatomis
lainnya. Pada beberapa penelitian sekitar dua pertiga kelainan penyerta lainnya
dapat terdeteksi.5
Beberapa peneliti menganjurkan dilakukan amniotic fluid exchange atau
amnioinfusion pada fetus dengan gastroschisis. Pada binatang percobaan,
kerusakan usus dapat diperbaiki menggunakan teknik ini. Bayi gastroschisis
dilahirkan lebih awal untuk meminimalkan kerusakan usus akibat terpapar
2
cairan amnion. Cara persalinan yang optimal untuk bayi-bayi dengan
gastroschisis telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun. Pendukung
persalinan caesar berpendapat bahwa proses persalinan pervaginam akan
menyebabkan cedera pada usus yang terpapar. Kepustakaan mengemukakan
bahwa baik persalinan pervaginam maupun seksio keduanya aman. Penelitian
metaanalisis terbaru dari Segel dkk tidak berhasil menunjukan perbedaan
outcome dari persalinan pervaginam atau persalinan seksio.2
Persalinan lebih awal janin dengan gastroschisis dianjurkan untuk
membatasi paparan usus terhadap cairan amnion dalam upaya untuk
mengurangi peel yaitu radang pada permukaan usus. Motilitas yang buruk dari
usus diperkirakan berhubungan dengan paparan dari cairan amnion dan
perubahan komposisi matriks seluler dan ekstra seluler dinding usus.2
Interleukin-6, interleukin-8 dan ferritin meningkat pada cairan amnion
bayi dengan gastroschisis saat dibandingkan dengan kontrol. Cytokine cairan
amnion dan mediator proinflamasi lainnya telah menunjukan kerusakan dari
plexus nervus myentericus dan sel-sel interstisial dari Cajal pada binatang
percobaan gastroschisis.2 Kerusakan pada sel-sel pacemaker dan plexus–plexus
nerve mungkin turut berkontribusi dalam dismotilitas dan malabsorbsi yang
didapatkan pada pasien-pasien dengan gastroschisis. Edema usus dan
pembentukan peel meningkat yang bermakna jika defek gastroschisis menekan
aliran venous dari usus yang herniasi. Persalinan dini mungkin menurunkan efek
ini. Berat badan lahir rendah tampaknya mempengaruhi outcome, bayi-bayi
kurang dari 2 kilogram akan meningkatkan waktu full enteral feeding,
meningkatkan lama hari pemakaian ventilator dan peningkatan lamanya nutrisi
parenteral dibandingkan dengan bayi-bayi yang lebih dari 2 kg. 2
Beberapa penulis menyarankan persalinan prematur yang selektif
berdasarkan tampilan distensi dan penebalan usus pada temuan ultrasonografi
prenatal. Adanya usus bayi yang dilatasi telah menunjukan luaran yang buruk,
termasuk gawat janin dan kematian pada beberapa penelitian tapi tidak pada
penelitian lainnya. Satu faktor yang digunakan yaitu dilatasi usus, untuk
memprediksi luaran namun memiliki keterbatasan yaitu definisi umum tentang
“dilatasi” dimana nilainya berkisar antara 7-25 mm yang dipertimbangkan
abnormal. Waktu dari ultrasonografi serta pengukuran usus juga terbatas
standarisasinya. Adanya atresia usus juga berhubungan dengan memburuknya
luaran menurut beberapa penulis. Diantara mereka yang menyarankan
persalinan lebih awal ada yang berpendapat bahwa persalinan dilakukan secara
seksio secara rutin. Beberapa berupaya menginduksi persalinan pada usia
gestasi 36-37 minggu. Para ahli menemukan bahwa persalinan dapat
berhasil diinduksi pada kehamilan-kehamilan dengan gastroshisis pada sebagian
besar kasus, kemungkinan karena tendensi yang mengikutinya untuk lahir
prematur. Kebanyakan penulis menganjurkan persalinan pada pertengahan
trimester ketiga dengan mempersiapkan akses secepat mungkin kepada ahli
2
bedah anak dan neonatus.
Penatalaksanaan Awal

Penanganan pertama pada bayi baru lahir dengan gastroschisis meliputi


resusitasi cairan, NGT dekompresi, mencegah hipotermia. Pada gastroschisis
perlu diperhatikan keadaan usus untuk memastikan aliran darah tidak tertekan
oleh puntiran mesenterium atau jepitan defek dinding abdomen. Jika ukuran
defek dinding abdomen menyebabkan gangguan vaskularisasi maka defek harus
segera diperlebar. Pemberian antibiotik spektrum luas, biasanya digunakan
kombinasi Ampisilin 100mg/kg/hari dan Gentamisin 7,5mg/kg/hari. Resusitasi
cairan berdasarkan hemodinamik, urin output, perfusi jaringan dan koreksi
asidosis metabolik (jika ada). Semua bayi dengan kelainan defek dinding
abdomen harus diperiksa dengan teliti kelainan penyerta lainnya.1

Neonatus dengan gastroschisis akan kehilangan air evaporasi secara


nyata dari rongga abdomen yang terbuka dan usus yang terpapar. Akses
intravena yang memadai harus diberikan dan resusitasi cairan harus dimulai
sejak awal kelahiran. Penatalaksanaan semua bayi yang lahir dengan
gastroschisis memerlukan perawatan dengan tindakan pembedahan segera.
Yang sama pentingnya, bayi-bayi ini membutuhkan resusitasi cairan yang kuat
dalam kisaran 150 hingga 180 cc / kg / hari untuk menggantikan kehilangan
cairan evaporatif yang signifikan. Dalam banyak kasus, usus dapat
dikembalikan ke rongga perut, dan penutupan bedah primer dinding perut
dilakukan. Beberapa ahli bedah meyakini dapat memfasilitasi penutupan primer
dengan peregangan mekanis dinding perut, dekompresi foregut dengan
suctioning orogastrik, irigasi rektum, dan mengeluarkan mekonium. Perlu
waspada dan berhati-hati untuk mencegah peningkatan tekanan perut selama
reduksi yang mungkin akan menyebabkan terjadinya kompresi vena cava
inferior, gagal nafas, abdominal compartment syndrome. Untuk menghindari
komplikasi ini, monitoring kandung kemih dan jalan nafas sangat diperlukan
untuk memantau tekanan kandung kemih atau jalan nafas selama proses
reduksi.4
P
emberian cairan pada bayi dengan gastroschisis sekitar 175
ml/kgbb/hari. Sedangkan pada bayi prematur pemberian cairan 90-
125ml/kgbb/hari. Pemasangan NGT penting untuk mencegah distensi lambung
dan intestinal. Usus yang herniasi harus dibungkus dalam kasa yang dibasahi
saline hangat, dan ditempatkan di tengah dari abdomen. Usus harus dibungkus
dalam kantung kedap air untuk mengurangi kehilangan evaporasi dan menjaga
hemostasis suhu. Walaupun gastroschisis seringnya merupakan kelainan yang
tersendiri tapi pemeriksaan bayi yang seksama harus dilakukan untuk
menyingkirkan kelainan bawaan yang mungkin menyertai. Sebagai tambahan
pemeriksaan intestinal yang cermat dilakukan untuk mencari bukti adanya
1,2
atresia intestinal, nekrosis maupun perforasi.
Pada bayi yang ususnya telah menebal dan edematous, mungkin tidak
mungkin untuk mereduksi usus ke dalam rongga peritoneum dalam periode segera
setelah kelahiran. Dalam keadaan seperti itu, silo bermuatan pegas plastik dapat
ditempatkan di usus dan diamankan di bawah fasia atau silo silastik yang dijahit.
Silo menutupi usus dan memungkinkan reduksi bertahap setiap hari karena edema
di dinding usus berkurang (Gambar 10).4
Gambar 10. Penggunaan silo pada anak dengan gastroschisis untuk mengurangi edema dinding
usus dan untuk memfasilitasi tahap penutupan dindingabdomen yang selanjutnyadinding perut.

(Sumber: Brunicardi F C, Andersen D K dkk. Schwart’z Principles of Surgery. Ed. 10th)3


Penting untuk memastikan bahwa persimpangan silo-fasia tidak menjadi
titik konstriksi atau "funnel" di mana usus akan mengalami cedera setelah kembali
ke peritoneum. Dalam hal ini, pembukaan fasia harus diperbesar. Surgical closure
biasanya dapat dilakukan dalam waktu sekitar 1 hingga 2 minggu.Potongan bahan
Prostetik mungkin diperlukan untuk menyatukan ujung-ujung fascia.4
Jika terlihat terjadinya atresia pada saat penutupan, maka reduksi usus
harus dilakukan pada operasi pertama, kemudian kembali setelah beberapa
minggu setelah edema teratasi dan selanjutnya diputuskan ntuk memperbaiki
atresia. Fungsi usus biasanya tidak kembali untuk beberapa
minggu pada pasien dengan gastroschisis. Terjadi jika usus menebal dan
edematous. Akibatnya, pasien-pasien ini akan membutuhkan penanganan sebagai
central line dan memerlukan total parenteral nutrition untuk pertumbuhan yang
baik. Diperlukan proses bertahap untuk menerima makanan dan biasanya
membutuhkan berminggu-minggu untuk sampai pada nutrisi enteral penuh.4

Penatalaksanaan Pembedahan
Primary Closure
Tujuan utama pembedahan pada gastroschisis adalah mengembalikan
visera ke rongga abdomen dan meminimalkan resiko kerusakan organ karena
trauma langsung atau karena peningkatan tekanan intra abdomen. Pilihannya
mencakup pemasangan silo, reduksi serial, dan penundaan penutupan dinding
abdomen, reduksi primer dengan penutupan secara operatif dan reduksi primer
2
atau reduksi tertunda dengan penutupan umbilical cord. Sebagai tambahan
waktu dan lokasi dari intervensi bedah masih kontroversial, bervariasi dari repair
segera di ruang persalinan, reduksi dan penutupan di neonatus intensif care unit
sampai penutupan bedah di ruang operasi. Pada semua kasus, inspeksi usus
untuk mencari jeratan obstruksi, perforasi, atau atresia harus dilakukan. Jeratan
yang melintang loop usus harus dilepaskan sebelum pemasangan silo atau
penutupan abdomen primer untuk menghindari terjadinya obstruksi usus.
Hipomotilitas usus hampir didapatkan pada semua pasien gastroschisis, oleh
1,2
karena itu akses vena sentral harus dipasang sejak awal.
Primary closure dianjurkan untuk kasus gastroschisis. Metode ini
dilakukan pada kondisi dimana seluruh visera yang herniasi memungkinkan
untuk di reduksi. Metode ini dilakukan di kamar operasi, namun akhir-akhir ini
beberapa penulis menganjurkan penutupan primer di ruangan tanpa anestesi
umum. Banyak metode yang digunakan pada keadaan dimana penutupan primer
fasia tidak dapat dilakukan. Ada yang menggunakan umbilikus sebagai allograft,
penggunaan prostetik mesh nonabsorben atau material bioprostetik. Pilihan
prostetik termasuk mesh non-absorben atau material bioprostetik seperti
dura atau submukosa usus halus babi (Surgisis, Cook, Inc., Bloomington, IN).
Setelah penutupan fasia selesai, flap kulit dapat dimobilisasi untuk melapisi
penutupan dinding abdomen. Selain itu dapat ditinggalkan defek kulit dan
diharapkan penyembuhan secara sekunder. Kebanyakan ahli bedah akan
membuang umbilikus saat dilakukan repair gastroschisis. Namun, pada beberapa
kasus tetap dipertahankan untuk memberikan hasil kosmetik yang baik. Pilihan
lainnya pada beberapa kasus adalah mengurangi usus dan menempatkan sebuah
lapisan silastik di bawah dinding abdomen untuk mencegah eviserasi. Teknik ini
berguna pada bayi-bayi di saat dokter bedah mempertimbangkan tentang
perburukan dari fungsi paru dengan dilakukannya penutupan fasia dan
kulit. Lembaran silastik ini di lepaskan pada 4- 5 hari, dan dinding abdomen dan
1,2
kulit ditutup.
Peningkatan tekanan intraabdomen diukur melalui tekanan intravesika
menggunakan kateter. Tekanan intravesika lebih dari 10-15 mmHg menunjukkan
adanya peningkatan tekanan intraabdomen dan berkaitan dengan menurunnya
perfusi ginjal dan usus. Tekanan intravesika diatas 20 mmHg mengakibatkan
2
gagal ginjal dan iskemik usus.
Pada gastroschisis yang disertai dengan atresia intestinal,
penatalaksanaan reseksi dan anastomosis dapat dilakukan pada saat penutupan
defek dinding abdomen. Jika tindakan anastomosis tidak memungkinkan,
tindakan repair pada atresia intestinal dapat dilakukan 4-6 minggu kemudian
setelah penutupan defek. Beberapa ahli bedah memilih untuk membuat stoma
pada kasus dengan atresia, khususnya pada kasus atresia distal. Jika perforasi
terjadi, segmen yang perforasi dapat direseksi dengan anastomosis primer
jika inflamasi usus minimal. Alternatifnya, jika stoma dibuat dan penutupan
primer dilakukan dengan penutupan dari stoma dapat dilakukan nantinya. Pada
kasus dimana perforasi telah terjadi dan penutupan primer tidak mungkin
dilakukan, silo dapat dipasang dan area perforasi dieksteriorisasi melalui
sebuah lubang dari silo. Setelah usus telah tereduksi, stoma sebenarnya dapat
dibuat pada saat penutupan dinding abdomen. Tidak terdapat konsensus dari
literature tentang manajemen optimal dari masalah komplikasi. 1,2

Gambar 11. (A). Gambaran setelah primary closure dilakukan. A. Ahli bedah
mempertimbangkan
tentang memburuknya fungsi paru jika fasia dan kulit ditutup. Oleh karena itu, digunakan
lembaran Silastik (B) diletakkan di perut dan di atas usus yang tereduksi (C). Empat sampai 5 hari
kemudian, setelah neonatus menjadi lebih stabil dan fungsi paru meningkat, lembaran Silastik
diangkat dan fasia dan kulit ditutup (D).
(Sumber:Ashcraft’s K W, Holcomb G W, Murphy J P. Ashcraft’s Pediatric Surgery. Ostlie D J,
editor. Ed 5th)

Pada defek yang besar, banyak metode yang dapat digunakan. Tahun
1950an oleh Kearns dan Clarke membuat “cutis graft” terdiri dari dermis
dan fasia rektus anterior. Bilateral flap dari otot, fasia dan kulit ke arah midline
untuk penutupan fasia. Teknik yang paling terkini adalah menggunakan tissue
exspander yang diletakkan di cavitas abdomen untuk mereduksi disproporsi
abdominal viseral. Tissue expander dibiarkan sampai dengan penutupan fasia
dapat dilakukan. Beberapa ahli bedah memilih untuk menggunakan patch untuk
menutup kulit, tetapi berbagai pengalaman mengemukakan bahwa bahan
non reabsorben seperti marlex, polypropylene mesh dan gor tex
2
menunjukan angka tinggi terjadinya infeksi termasuk saat mesh dilepaskan.

Staged Closure

Konsep reduksi bertahap pertama kali dikemukakan pada tahun 1967 dimana
Teflon menggunakan selembar silastic yang digunakan seperti sekarang yang
dikenal dengan silo. Penggunaan silo pertama kali oleh Shermeta tahun 1970-
an tapi gagal menarik perhatian hingga tahun 1995. Silo telah digunakan

untuk reduksi bertahap sejak awal tahun 1990. Metode ini untuk menghindari
anestesi umum dan pembedahan pada awal-awal kelahiran dan dapat
2
mengontrol reduksi dari visera.

Reduksi bertahap meminimalkan resiko peningkatan tekanan


2
intraabdomen. Kidd dkk tahun 2003 dalam penelitiannya membandingkan
staged closure dengan primary closure pada gastroschisis melaporkan
terjadinya komplikasi (NEC, sepsis dan persiapan operasi) yang rendah
pada pasien yang menggunakan staged closure. Namun, mortalitas dan waktu
dimulainya pemberian makan tidak menunjukkan perbedaan. Masalah yang
timbul dengan staged closure yaitu defek abdomen akan bertambah besar
karena peregangan, hal ini akan menyulitkan pada saat penutupan defek
sehingga memerlukan prostetik tambahan. Penelitian Lansdale dkk
mengamati bahwa penggunaan silo yang lebih dari 4 hari, akan menyulitkan
penutupan defek dan ada resiko untuk menyisakan defek pada fasia.2

Lebih dari 2 dekade terakhir, penggunaan rutin dari pemasangan silo


dengan penutupan bertahap dari dinding abdomen telah meningkat, dengan
teori untuk menghindari tekanan tinggi intraabdomen akan menghindari
kerusakan iskemik dari organ visera dan menyebabkan ekstubasi menjadi
lebih cepat. Mula-mula, penutupan bertahap berupa penempatan usus ke
dalam silo yang terbuat dari lembar silastic yang dijahitkan bersama ke
dinding abdomen. Belakangan dikenalkan silo yang dibuat dengan pegas
sirkular yang dapat ditempatkan pada bagian fasia yang terbuka, tanpa
perlu dijahit dengan anestesi umum, memungkinkan untuk pemasangan
silo di ruang persalinan atau di ruangan pada unit neonatal. Pada kasus
yang sama, usus direduksi sekali atau dua kali sehari ke dalam rongga
abdomen dimana silo akan memendek dengan ligasi yang berkelanjutan.
Saat isi eviserasi telah seluruhnya tereduksi, penutupan definitif dapat
dilakukan. Proses ini biasanya berlangsung antara 1 hingga 14 hari,
tergantung dari kondisi usus dan bayinya.2

Gambar 12. Penggunaan silo prefabrikasi pegas


(Sumber:Ashcraft’s K W, Holcomb G W, Murphy J P. Ashcraft’s Pediatric Surgery. Ostlie D J,
editor. Ed 5th)2
Pada gambar 12.A, Kelainan gastroschisis terlihat. B, Silo pegas ukuran
yang sesuai kemudian ditempatkan di atas usus pengeluaran isi. C, Cincin silo
telah diposisikan di bawah defek fasia dan melekat pada dukungan overhead
untuk menjaga agar usus tidak membengkak yang dapat menyebabkan iskemia
usus. D, Reduksi silo secara bertahap dilakukan. E, Akhirnya, usus telah
sepenuhnya dikembalikan ke rongga perut dan neonatus siap untuk diangkut ke
ruang operasi untuk penutupan fasia dan kulit.2

Gambar 13. Hasil kosmetik yang bagus setelah perbaikan gastroschisis dengan umbilikus yang
dipertahankan
(Sumber:Ashcraft’s K W, Holcomb G W, Murphy J P. Ashcraft’s Pediatric Surgery. Ostlie D J,
editor. Ed 5th)2

Post Operative
Pada pasien yang telah dilakukan penutupan primer masalah utama adalah
apabila pasien butuh ventilator mekanik untuk beberapa hari post operatif. Selama
waktu itu, edema usus dan dinding abdomen akan mereda dan tekanan intra
abdomen akan turun. Sebuah studi melaporkan, penggunaan ventilator mekanis
lebih singkat pada pasien yang menjalani reduksi silo bertahap jika
dibandingkan dengan penutupan primer. NGT dipasang untuk membantu
dekompresi. Pemberian makanan dapat dimulai saat produksi NGT sudah tidak
lagi hijau, produksinya minimal dan usus mulai bergerak. Sebaiknya feeding
diberikan dalam jumlah yang bertahap. Parenteral nutrisi sebaiknya diberikan
mengingat lamanya waktu sampai tercapai full enteral feeding. Sekitar 10%
pasien dengan gastroschisis mengalami hipomotilitas usus sehingga memerlukan
parenteral nutrisi yang lebih lama. Penulis menganjurkan untuk diberi stimulasi
oral lebih dini karena refleks menghisap dan menelan dapat hilang selama
menunggu fungsi usus. Antibiotik diberikan selama 48 jam post operatif kecuali
terdapat tanda-tanda luka infeksi maka antibiotik dilanjutkan. Jika terjadi hernia,
operasi dilakukan setelah usia 1 tahun. Mesh dapat dipasang bila terdapat
2
defek fasia yang besar.
Penanganan dismotilitas gastrointestinal dengan prokinetik sering
digunakan untuk mempercepat waktu untuk pemberian minum. Namun, sedikit
literatur yang mendukung penggunaannya. Prokinetik yang sering digunakan
termasuk eritromisin, metoklopramide, domperidone, dan cisapride. Pada model
percobaan kelinci dari gastroschisis, hanya cisapride yang memperbaiki
kontraktilitas dari usus bayi, dimana eritromisin memperbaiki motilitas hanya
pada jaringan dewasa kontrol. Percobaan terkontrol acak dari eritromisin versus
plasebo menunjukkan bahwa pemberian eritromisin enteral tidak memperbaiki
waktu untuk mencapai pemberian minum enteral yang penuh dibandingkan
plasebo. Bagaimanapun juga, percobaan acak yang serupa untuk memeriksa
kegunaan dari cisapride pada post operatif neonatus, pada kebanyakan
2
gastroschisis, memang menunjukkan efek yang menguntungkan.
Gastroschisis yang disertai dengan atresia intestinal atau perforasi
dapat berakhir dengan short bowel syndrome. Komplikasi post operasi lainnya
antara lain infeksi luka operasi, sepsis, hernia ventralis, perforasi usus, gagal
ginjal, pneumonia aspirasi, NEC, dan komplikasi lainnya akibat peningkatan
tekanan intraabdomen (respiratory distress, gastroesofageal refluks dan hernia
inguinal).2

Outcome Jangka Panjang


Pada gastroschisis, outcome jangka panjang umumnya baik. Adanya atresia
intestinal merupakan faktor prognostik yang buruk. Pasien dengan atresia usus
secara signifikan membutuhkan nutrisi parenteral lebih lama dengan risiko akibat
yang berhubungan dengan nutrisi parenteral total menyebabkan penyakit
hepar cholestasis dan akses sentral berhubungan dengan sepsis.Komplikasi
ini mengarah pada 20 kali peningkatan risiko kematian dibandingkan dengan

pasien tanpa atresia. Kebanyakan pasien dengan gastroschisis akan tumbuh


secara normal. Pada pasien yang umbilikusnya dibuang pada saat repair
gastroschisis, dilaporkan lebih dari 60% pasien mengalami stres psikososial
akibat tidak adanya umbilikus. Kriptorkismus dihubungkan dengan gastroschisis
dengan insidensi dari 15% hingga 30%. Tidak terlalu jelas dari literatur bahwa hal
ini disebabkan karena testis berada diluar abdomen melalui defek dinding
abdomen, mengarah pada maldesensus testikular, atau akibat prematuritas yang
2
berhubungan dengan gastroschisis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Effendi S H. Gastrochisis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran


Universitas Padjajaran. Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin Bandung. Okt 2013.
[cited 2019 Jul 26]. Available from: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2014/07/GASTROSCHISIS.pdf
2. Ashcraft’s K W, Holcomb G W, Murphy J P. Ashcraft’s Pediatric Surgery.
Ostlie D J, editor. Ed 5th)
3. Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Ed 10. Alih Bahasa Pendit BU,
Novrianti A. Jakarta: EGC; 2013.
4. Brunicardi F C, Andersen D K dkk. Schwart’z Principles of Surgery. Ed.
10th.USA: McGraw-Hill Companies, Inc; 2015.
5. Alexandre G. Troullioud Lucas; Sahned Jaafar; Magda D. Mendez. Pediatric
Umbilical Hernia. Lincoln Medical Center, Brandon Regional Hospital, Lincoln
Medical Center/Weil Cornell. Jan 2019 [cited 2019 Jul 26]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459294/#article-38674.s2

Anda mungkin juga menyukai