Anda di halaman 1dari 44

ANALISA SENYAWA METAMFETAMIN PADA SABU-SABU DI

BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG ( BPIB )


MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

ANGGIA SHAFITRI

152401077

PROGRAM STUDI D-III KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISA SENYAWA METAMFETAMIN PADA SABU-SABU DI
BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG ( BPIB )
MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar

Ahli Madya

ANGGIA SHAFITRI

152401077

PROGRAM STUDI D-III KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN ORISINALITAS

ANALISA SENYAWA METAMFETAMIN PADA SABU-SABU DI


BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG ( BPIB )
MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan bahwa laporan tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2018

Anggia Shafitri
152401077

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Judul : ANALISA SENYAWA METAMFETAMIN


PADA SABU-SABU DI BALAI PENGUJIAN
DAN IDENTIFIKASI BARANG ( BPIB )
MEDAN
Kategori : LaporanTugasAkhir
Nama : AnggiaShafitri
NomorIndukMahasiswa : 152401077
Program Studi : D-III Kimia
Fakultas : MIPA – Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, Juli 2018

Ketua Program Studi D-III Kimia Dosen Pembimbing

Dr. Minto Supeno, MS Dr. Juliati Br. Tarigan, S.Si, M.Si


NIP. 196105091987031002 NIP. 917205031999032001

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISA SENYAWA METAMFETAMIN PADA SABU-SABU DI
BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG ( BPIB )
MEDAN

ABSTRAK

Metamfetamin merupakan psikotropika golongan 2 yang merupakan obat


stimulan yang dapat mempengaruhi dengan kuat system saraf pusat yang
menimbulkan efek adiksi bila dikonsumsi. Jumlah kasus penyalahgunaan obat
terlarang di Indonesia dalam tahun terakhirini paling didominasi oleh metamfetamin
sehingga dibutuhkan analisis yang akurat untuk mendeteksi senyawa tersebut. Telah
dilakukan penelitian analisis senyawa metamfetamin pada sabu-sabu. Analisis
kualitatif sampel sabu-sabu dengan metode marquis test menunjukkan adanya
metamfetamin dengan perubahan warna dari putih menjadi orange-merah. Senyawa
metamfetamin diekstraksi dari sabu-sabu 0,01 gram dengan 5 ml klorofom. Hasil
ekstraksi dianalisis dengan metode GC-MS menunjukkan adanya senyawa
metamfetamin pada m/z= 134 dengan puncak dasar m/z= 58. Analisis dengan FT-IR
menunjukkan gugus fungsi pada senyawa metamfetamin yakni : C=C (1652 cm-1), C-
N (1209 – 1019 cm-1) dan N-H (3445 cm-1).

Kata kunci : FT-IR, GC-MS, Metamfetamin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALYSIS OF METHAMPHETAMINE COMPOUND AT SABU-
SABU AT TESTING OFFICE AND IDENTIFICATION OF GOODS
(BPIB) MEDAN

ABSTRACT

Methamphetamine is a class 2 psychotropic which is a stimulant drug that can


affect the central nervous system strongly causing the effects of addiction when
consumed. The number of cases of drug abuse in Indonesia in recent years is most
dominated by methamphetamine so that accurate analysis is needed to detect the
compound. Analysis of methamphetamine compound at sabu-sabu has been done. The
qualitative analysis of sabu-sabu samples by the marquis test method showed the
presence of methamphetamine with discoloration from white toorange-red. The
methamphetamine compound was extracted from 0.01 g sabu-sabu with 5 ml of
chlorofomes. The extraction results were analyzed by the GC-MS method showing the
presence of methamphetamine at m/z = 134 with the base peak m/z = 58. Analysis
with FT-IR indicates a functional group on a methamphetamine compound ie : C=C
(1652 cm-1), C-N (1209 – 1019 cm-1) and N-H (3445 cm-1).

Keywords : FT-IR, GC-MS, Methamphetamine

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
mencurahkan segala nikmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini
dengan judul Analisa Senyawa Metamfetamin Pada Sabu-Sabu di Balai Pengujian
dan Identifikasi Barang (BPIB) Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, untuk Ayahanda Mariono dan Ibunda Tri Umiyati S.Pd
yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi dan dengan sabar terus
mendoakan penulis. Kepada abang-abang saya tersayang Eko Prastiono dan
Pandu Prabudy yang memberikan semangat kepada saya.
2. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra S.Si, M.Si, selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA
USU Medan
3. Bapak Dr. Minto Supeno MS, selaku Ketua Program Studi D-III Kimia FMIPA
USU
4. Ibu Dr. Juliati Br. Tarigan S.Si, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah
dengan sabar meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta memberikan masukan,
saran, petunjuk, bimbingan kepada penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.
5. Kepada teman sejak maba Lisari, Zakaria, Edo, Rima, Adinda Gusti, Adinda
Mustika, Glory yang telah memberikan kenangan di kehidupan perkuliahan
6. Kepada Abang dan Kakak, Muchsinul, Alvian, Darwin, Hardyon, Harry, Rio,
Nula, Sella, Tessa, Ainun yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan.
7. Kepada teman-teman stambuk 2015 yang telah bersama-sama berjuang dari awal
semester hingga akhir semester.

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca sangat diharapkan penulis.
Akhir kata semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2018

Anggia Shafitri

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
PERNYATAAN ORISINALITAS ii
PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
PENGHARGAAN vi
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR SINGKATAN xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Hipotesa 2
1.4 Tujuan Penelitian 2
1.5 Manfaat Penelitian 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian NAPZA 3
2.1.1 Jenis-JenisNarkoba 3
2.1.1.1 Narkotika 3
2.1.1.2 Alkohol 4
2.1.1.3 Psikotropika 4
2.1.1.4 Zat Aditif lainnya 5
2.2 Sabu-Sabu 5
2.2.1 Sejarah Metamfetamin 5
2.2.2 Tinjauan Kimia Metamfetamin 6

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3 Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) 7
2.4 Kromatografi 10
2.4.1 Kromatografi Gas 10
2.4.2 Spektrometer Massa 12

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Alat 13
3.2 Bahan 13
3.3 Prosedur Penelitian 13
3.3.1 Marquis Test 13
3.3.2 Analisa dengan Menggunakan Instrumen Fourier 14
Transform Infrared (FT-IR)
3.3.3 Analisa dengan Menggunakan Instrumen Gas 14
Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS)
3.3.3.1 Preparasi Sampel 14
3.3.3.2 Analisa dengan GC-MS 15

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian 16
4.1.1 Hasil Analisis Metamfetamin dengan Marquis Test 16
4.1.2 Hasil Analisis Metamfetamin dengan Gas 16
Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS)
4.1.3 Hasil Analisis Metamfetamin dengan Fourier 17
Transform Infrared (FT-IR)
4.2 Pembahasan 17
4.2.1 Analisis Berdasarkan Marquis Test 17
4.2.2 Anaalisis Berdasarkan Gas Chromatography – 17
Mass Spectrometry (GC-MS)
4.2.3 Analisis Berdasarkan FT-IR 19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 20
5.2 Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 23

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Tabel
3.1 Hasil analisis metamfetamin dengan FT-IR 14
4.1 Hasil analisis metamfetamin dengan intrumen 16
GC-MS
4.2 Hasil analisis metamfetamin dengan FT-IR 17

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar

2.1 Diagram Skematis Spektrofotometer FT-IR 7

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Hasil analisa metamfetamin dengan 23


menggunakan instrumen FT-IR

2 Senyawa Benzeneethanamine, 24
N-alpha-dimethyl (s) dengan waktu retensi 4.155

3 Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 4.287 25


4 Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 4.55 26

5 Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 8.807 27

6 Senyawa metamfetamin denganwaktu retensi 8.954 28

7 Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 10.314 29

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR SINGKATAN

FT – IR= Fourier Transform – Infra Red


GC – MS = Gas Chromatography – Mass Spectra

xv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk
mengobati gangguan jiwa. Metamfetamin merupakan psikotropika golongan 2 yang
merupakan obat stimulan yang dapat mempengaruhi dengan kuat sistem saraf pusat
yang menimbulkan efek adiksi bila dikonsumsi.
Efek metamfetamin dalam jangka pendek antara lain meningkatkan konsentrasi,
meningkatkan aktifitas, menurunkan kelelahan, menahan rasa lapar, rasa gembira
berlebihan (euphoria), peningkatan respirasi dan peningkatan suhu badan
(hipertemia). Sedangkan efek dalam jangka panjang adalah terjadinya
ketergantungan, paranoid, halusinasi dan psikosis, gangguan mood, gangguan
aktifitas motorik, stroke dan penurunan berat badan (Mehling, 2007)
Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yang melanda
dunia juga berimbas ke tanah air. Data pada United Nation International Drug
Control Program (UNDP), saat ini lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia telah
menyalahgunkan narkoba. Secara nasional rata-rata penyalahgunaan narkoba di tiap-
tiap ibukota provinsi mencapai 3,9%. Tetapi terdapat 10 ibukota provinsi yang berada
diatas rata-rata nasional,yakni: Medan (6,4%), Surabaya (6,3%), Maluku Utara
(5,9%), Padang (5,5%), Bandung (5,1%), Kendari (5%), Banjarmasin (4,3%), Palu
(8,4%), Pontianak (4,1%), dan Yogyakarta (4,1%) (Afiatin, 2008). Berdasarkan latar
belakang diatas, timbul keinginan penulis untuk melakukan penelitian dengan judul
“Analisa Senyawa Metamfetamin pada Sabu-Sabu di Balai Pengujian dan Identifikasi
Barang (BPIB) Medan”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.2 Permasalahan
1. Bagaimanakah kandungan metamfetamin yang terkandung pada sabu-sabu yang
ditentukan secara kualitatif, GC-MS dan FT-IR ?

1.3 Hipotesa
Sampel sabu-sabu di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB) Medan
mengandung metamfetamin.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan kandungan metamfetamin pada sabu-sabu dengan metode


kualitatif, GC-MS dan FT-IR
1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai


metode dalam menganalisis senyawa metamfetamin berdasarkan Marquis Test, FT-
IR, dan GC-MS.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian NAPZA

Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya biasa dikenal dengan
singkatan NAPZA. Dewasa ini bahan kimia tersebut beredar secara luas dan
dikonsumsi oleh banyak orang, terutama dalam dunia orang yang melawan hukum.
Bahan kimia tersebut banyak disalahgunakan (drug abuse), sehingga seseorang yang
mengonsuksi obat tersebut banyak melanggar aturan masyarakat yang ada.
Zat-zat yang tergolong NAPZA sebenarnya mengacu pada sekelompok zat yang
umumnya mempunyai resiko pada pemakainya yaitu kecanduan (adiksi). NAPZA
merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh
terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bila disalahgunakan akan menyebabkan
gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Pengaruh tersebut berupa pembiusan,
hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat, halusinasi atau timbulnya khayalan-
khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya (Sofiyah,2007).

2.1.1. Jenis-Jenis Narkoba


2.1.1.1. Narkotika
Merujuk pada Undang – Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika,
pengertian Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan. Dari aturan tersebut maka narkotika dibagi
atas 3 golongan, yaitu: (Undang - Undang RI No. 35 Tahun 2009)
a. Narkotika golongan I: dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan,
dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam
jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan teknologi. Contoh: ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni berupa
bubuk.
b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi
bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya,
benzetidin, betametadol.
c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi
dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan
turunannya.

2.1.1.2. Alkohol

Nama kimia dari alkohol adalah etanol atau etil alkohol. Banyak jenis dan merek
dari alkohol yaitu bir, wiski, gin,vodka, martini, brem, arak, ciu, tuak dll. Minum
minuman beralkohol tidak dilarang oleh undang-undang. Namun penggunaan alkohol
secara berlebih dan dalam jangka waktu yang lama dpat menyebabkan kanker hati,
pendarahan lambung, radang pancreas, penyakit otot jantung, pikun, cacat pada janin.
Menurut KUHP pasal 492, mabuk di muka umum menggangu lalu lintas atau
menggangu ketertiban atau mengancam orang lain akan terjerat ancaman pidana
paling lama 6 hari (Joewana,2001).

2.1.1.3. Psikotropika

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang – Undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang


Psikotropika, pengertian psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa.
Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika digolongkan lagi
menjadi 4 kelompok, yaitu:
a. Golongan I adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui
manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasiatnya. Contoh: MDMA,
LSD, STP, dan ekstasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


b. Golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh: amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.
c. Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh: lumibal, buprenorsina, dan fleenitrazepam.
d. Golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitrazepam ( BK, mogadon, dumolid )
dan diazepam.

2.1.1.4. Zat Adiktif Lainnya

Selain narkotika dan psikotropika, kita juga mengenal zat adiktif lainnya. Zat
adiktif adalah obat serta bahan – bahan aktif yang jika dikonsumsi oleh organisme
hidup dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau
adiksi yang sulit untuk dihentikan. Dan sesuai dengan Undang-Undang RI No.5
Tahun 1997 tentang Psikotropika menyebutkan beberapa obat yang mengandung zat
adiktif di antaranya adalah amfetamin, metamfetamin, amobarbital, flunitrazepam,
diahepam, bromazepam, fenobarbital, minuman beralkohol atau miras, tembakau atau
rokok, halusinogen, bahan pelarut seperti bensin, tiner, lem, cat, solvent (Undang-
Undang RI No. 35 Tahun 2009) dan (Undang - Undang RI No.5 Tahun 1997).
Contoh-contoh yang senada juga diungkapkan oleh Alifa, bahwa rokok, kelompok
alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan serta
thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang
bila dihirup akan dapat memabukkan.

2.2 Sabu-sabu
2.2.1 Sejarah Metamfetamin
Metamfetamin disintesis pertama kali pada tahun 1919 oleh seorang kimiawan
dari Jepang. Metamfetamin merupakan suatu stimulan dengan efek stimulan yang
lebih kuat dibandingkan kokain atau stimulan alam lainnya. Penggunaan dalam
jumlah besar dapat menyebabkan “violence” , halusinasi dan psikosis. Umumnya
metamfetamin diproduksi sebagai kristal menyerupai serbuk, gumpalan besar Kristal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


atau dalam bentuk tablet. Penggunaannya dapat dihisap dengan hidung, diminum,
dihisap seperti rokok atau diinjeksikan.
Pada 1950-an dan 1960-an, metamfetamin diproduksi secara legal dan dijual
sebagai obat OTC (over the counter) dengan nama Methedrine dan dipasarkan secara
rumahan sebagai antidot depresi dan untuk penurun berat badan di Amerika. Saat ini,
metamfetamin masih diproduksi secara legal, meskipun jarang diresepkan, untuk
terapi gangguan konsentrasi dengan hiperaktifitas (ADHD-attention deficit
hyperactivity disorder), kegemukan dan narkolepsi.
Adanya penyalahgunaan yang meluas dan menyebabkan paranoid serta psikotik
pada para penyalahguna metamfetamin tersebut, menyebabkan keberadaan
metamfetamin sangan dibatasi oleh suatu badan “Federal Controlled Substances Act”
di Amerika pada tahun 1970. Pembatasan tersebut ternyata menimbulkan
permasalahan berupa tidak terpenuhinya kebutuhan para penyalahguna sehingga
timbul produksi metamfetamin secara ilegal dan disebut sebagai clandestine industry
atau clandestine laboratory.
Efek metamfetamin dalam jangka pendek antara lain meningkatkan konsentrasi,
meningkatkan aktifitas, menurunkan kelelahan, menahan rasa lapar, rasa gembira
berlebihan (euphoria), peningkatan respirasi dan peningkatan suhu badan
(hipertemia). Sedangkan efek dalam jangka panjang adalah terjadinya
ketergantungan, paranoid, halusinasi dan psikosis, gangguan mood, gangguan
aktifitas motorik, stroke dan penurunan berat badan (Mehling, 2007)

2.2.2 Tinjauan Kimia Metamfetamin

Metamfetamin dikenali dengan beberapa nama kimia sebagai (αS)-N, α-


Dimethylbenzene ethanamine, (S)-(+)-N, α-dimethylphenethyl amine, d-
Nmethylamphetamine, d-deoxyephedrine, l-phenyl-2-methylaminopropane,
dphenylisopropylmethylamine, methyl-β-phenylisopropylamine, Norodin
(Maryadele, 2006).
Metamfetamin, C10 H15 N, memiliki berat molekul 149,23, merupakan suatu
stimulan saraf pusat. Metamfetmin umumnya tersedia dalam bentuk garam HCl dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


disebut speed, meth, ice. Dikenal pula dengan nama “crank dan crystal”
(Mehling, 2007).

2.3 Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR)


Ada dua jenis instrumen yang biasa digunakan untuk memperoleh spektrum
inframerah yaitu: instrumen dispersive (menggunakan monokromator) dan
transformasi fourier (menggunakan interferometer). Instrumen transformasi Fourier
menghasilkan sumber radiasi tanpa memerlukan dispersi. Dalam hal infra merah
instrumen ini memiliki prinsip yang sama dengan instrumen lain, tetapi instrumen
ini menggunakan interferometer dengan cermin yang bergerak untuk memindahkan
bagian radiasi yang dihasilkan oleh suatu sumber, sehingga menghasilkan
interferogram dan diubah kedalam persamaan „transformasi fourier‟ untuk
mengekstraksi spektrum dari suatu seri frekuensi yang bertumpang tindih (Watson,
2005).

Gambar 2.1 Diagram Skematis Spektrofotometer FT-IR (Watson, 2005)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada
berbagai panjang gelombang disebut spektrometer inframerah. Pancaran
inframerahumumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di
antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang
kerapatannya kurang dari pada 100 cm-1 (panjang gelombang lebih dari 100 µm)
diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penyerapan itu tercatu dan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis
yang tersendiri (Hartomo, 1986).
Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi
ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik
gelombang elektromagnetik. Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur
dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu
ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat
terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom,
atau karena gerakan sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi
atom-atom di dalam gugusan. Contohnya liukan (twisting), goyangan (rocking) dan
getaran puntir yang menyangkut perubahan sudut- sudut ikatan dengan acuan
seperangkat koordinat yang disusun arbitter dalam molekul. Hanya getaran yang
menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di
dalam inframerah (Hartomo, 1986).
Atom molekul bergerak dengan berbagai cara, tetapi selalu pada tingkat energi
tercatu. Energi getaran rentang untuk molekul organik bersesuaian dengan radiasi
inframerah dengan bilangan gelombang antara 1200 dan 4000 cm-1. Bagian tersebut
dari spektrum inframerah khususnya berguna untuk mendeteksi adanya gugus fungsi
dalam senyawa organik. Memang daerah ini sering dinyatakan sebagai daerah gugus
fungsi karena kebanyakan gugus fungsi yang dianggap penting oleh para kimiawan
organik mempunyai serapan khas dan nisbi tetap pada panjang gelombang tersebut
(Pine, 1988).
Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi
merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah (Creswell, 1972).Hadirnya sebuah
puncak serapan dalam daerah gugus fungsi dalam sebuah spektrum inframerah
hampir selalu merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu
terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian pula, tidak adanya puncak dalam bagian
tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spektrum inframerah biasnya berarti bahwa
gugus tersebut yang menyerap pada daerah itu tidak ada (Pine, 1980).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Asam karboksilat mempunyai dua karakteristik absorbsi IR yang membuat
senyawa -CO2H dapat diidentifikasi sengan mudah. Ikatan O-H dari golongan
karboksil diabsorbsi pada daerah 2500 sampai3300 cm-1, dan ikatan C=O yang
ditunjukkan diabsorbsi di antara 1710 cm-1sampai 1750 cm-1 (McMurry, 2007).
Daerah spektrum FT-IR dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Daerah gugus fungsi (4000 – 1300 cm-1)
2. Daerah sidik jari (1300 – 910 cm-1)
3. Daerah aromatik (910–650cm-1) (Cooper, 1980 )
Untuk identifikasi, pada spektrum bahan yang diuji dibandingkan dengan
spektrum yang diperoleh dari bahan pembanding yang dilakukan secara bersamaan,
atau dengan spektrum pembanding. Spektrometer inframerah konvensional
mendispersi radiasi inframerah melalui kisi atau prisma. Pengembangan peralatan
laboratorium dengan sistem komputerisasi memberikan pilihan tambahan yaitu
dengan menggunakan interferometer yang dipasangkan dengan komputer untuk
pengurangan data dengan membuat transformasi Fourier pada interferogram untuk
memperoleh spektrum inframerah. Instrumen ini dikenal dengan Fourier Transform
Infrared Spectrometers (FTIR). Terlepas dari perbedaan kecil pada frekuensi rendah,
semua jenis instrumen inframerah yang disebutkan di atas menghasilkan data yang
sebanding dan umumnya dapat saling menggantikan untuk analisis kualitatif.
Akan tetapi, setiap instrumen memiliki karakteristik sinyal terhadap detau (signal-to-
noise) dan resolusi spesifik.
Spektrofotometer yang sesuai untuk uji identifikasi biasanya berkerja pada
daerah 4000 – 600 cm-1 (2,5 – 16,7 μm) atau dalam beberapa kasus sampai 250 cm-1
(40 μm). Jika harus digunakan teknik pemantulan total terlemahkan, instrumen harus
dilengkapi dengan tambahan elemen pemantul tunggal atau ganda yang sesuai. Setiap
elemen tambahan harus sesuai dengan spektrofotometer sehingga diperoleh transmisi
maksimum (Syahputri, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4 Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang
akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk
lapisan stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan
cairan yang merembes lewat. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu
cairan dan fasa yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas (Underwood,
1981).
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa
diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat
disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi.
Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem
kromatografi yaitu:
1. Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan):
a. kromatografi lapis tipis
b. kromatografi penukar ion
2. Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat
3. Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas.
4. Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni :
a. kromatografi gas–cair
b. kromatografi kolom kapiler

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa


senyawa – senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam
dalam perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa
yang lain (Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.1 Kromatografi Gas (KG)


Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilisasi atau penguapan sampel
dalam injektor, pemisahan komponen-komponen dalam campuran, dan deteksi tiap
komponen dengan detektor. Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


komponen campuran kimia dalam suatu bahan berdasarkan polaritas campuran
(Eaton, 1989). Komponen-komponen utama pada Kromatografi Gas :
1. Fase gerak
Fase gerak pada KG juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya
adalah untuk membawa solut ke kolom (Rohman, 2009). Fase gerak akan membawa
campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan berintegrasi
dengan fase diam (Eaton, 1989). Faktor yang menyebabkan suatu senyawa bergerak
melalui kolom kromatografi gas adalah sifat mudah menguap dari cuplikan, aliran gas
pembawa melalui kolom dapat terjadi karena perbedaan tekanan pada ujung masuk
dan ujung keluar dari kolom tersebut. Gas pembawa yang sering dipakai adalah
Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N2), dan Karbondioksida (CO2). Gas pembawa
yang dipakai harus disesuaikan dengan jenis detektornya (Mochamad, 1997).
2. Ruang suntik sampel
Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien.
3. Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya
terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada KG
(Rohman, 2009). Keberhasilan suatu proses pemisahan terutama ditentukan oleh
pemisahan kolom (Agusta, 2000). Kolom dapat dibuat dari tembaga, kuningan,
aluminium, zat sintetik atau gelas, berbentuk lurus, melengkung, ataupun gulungan
spiral sehingga lebih menghemat ruang (Herman dan Gottfried, 1988).
4. Detektor
Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detektor. Detektor
merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak gas
pembawa yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi
adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan
komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik (Rohman, 2009). Fungsi
detektor (terletak pada ujung kolom pemisah) untuk mengukur kuantitas dari
komponen yang telah dipisahkan yang ada dalam aliran gas pembawa yang

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


meninggalkan kolom. Kolom dari detektor diumpan ke sebuah perekam yang
menghasilkan suatu kurva yang disebut kromatogram (Griter,J.R, 1991).
5. Komputer
Kromatografi Gas modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan
perangkat lunaknya (software) untuk digitalisasi sinyal detektor (Rohman, 2009).

2.4.2 Spektrometer Massa


Spektrometer massa adalah suatu alat berfungsi untuk mendeteksi masing-
masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas
(Agusta,2000). Dari analisis GC-MS akan diperoleh dua informasi dasar, yaitu hasil
analisis kromatografi gas yang ditampilkan dalam bentuk kromatogram dan hasil
analisis spektrometri massa yang ditampilkan dalam bentuk spektrum massa. Dari
kromatogram dapat diperoleh informasi mengenai jumlah komponen kimia yang
terdapat dalam campuran yang dianalisis yang ditunjukkan oleh jumlah puncak yang
terbentuk pada kromatogram dengan kuantitasnya masing-masing. Spektrum massa
hasil analisis sistem spektroskopi massa merupakan gambaran mengenai jenis dan
jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu komponen kimia. Setiap fragmen
yang terbentuk dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul yang
berbeda m/z (m/e, massa/muatan). Selanjutnya, spektrum massa komponen kimia
yang diperoleh dari hasil analisis diidentifikasi dengan cara dibandingkan dengan
spektrum massa yang terdapat dalam suatu bank data (Agusta, 2000).

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat

 Pipet tetes
 Gelas ukur Pyrex
 Beaker glass Pyrex
 Spot test
 Fourier Transform Infrared ( FTIR )
 Gas Chromatography – Mass Spectrometry ( GC-MS )
 Botol vial

3.2 Bahan

 Sabu-sabu
 H2SO4(p)
 Formaldehid 40%
 Klorofom

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1. Marquis Test

 Diukur 10 ml H2SO4(p) dan dimasukkan kedalam beaker glass


 Ditambahkan 8-10 tetes formaldehid 40% ke dalam asam sufat
 Diteteskan campuran asam sulfat dan formaldehid 40% tersebut ke sabu-sabu
yang telah diletakkan pada spot test
 Diamati perubahan warna yang terbentuk

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


No Jenis Narkotika Perubahan Warna
1 Amphetamine Orange
2 MDMA Ungu tua
3 Cocaine Merah jambu
4 Opium Coklat
5 Heroine Ungu
6 Metamphetamine Orange-merah

Tabel 3.1 Perubahan Warna Jenis Narkotika dengan Metode Marquis Test

3.3.2 Analisa dengan Menggunakan Instrumen Fourier Transform Infrared


(FT-IR)
 Dilakukan pengukuran background terlebih dahulu agar tidak ada senyawa lain
yang ikut terukur
 Diletakkan sabu-sabu pada aksesoris Smart iTR
 Dilakukan pengukuran spektrum sabu-sabu dengan meng-klik “ Collect Sample “
 Dibandingkan spektrum yang telah diukur dengan library
 Dicari titik puncak peak dengan klik “ find peak”
 Dicetak hasil analisa
3.3.3 Analisa dengan Menggunakan Instrumen Gas Chromatography–Mass
Spectrometry (GC-MS)

3.3.3.1 Preparasi Sampel


 Diukur sabu-sabu sebanyak 0,01 gram
 Dilarutkan dengan 5 ml klorofom
 Dibagi kedalam 2 botol vial dan ditutup
 Dimasukkan klorofom kedalam 1 botol vial

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3.3.2 Analisa dengan GC-MS
Sebanyak 1 µL metamfetamin yang telah diekstraksi dengan klorofom
diinjeksikan dengan mode splitles. Temperatur oven mulai dari 40°C, ditahan selama
10 menit pada temperature 140°C, dan meningkat menjadi 280°C.

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Analisis Metamfetamin dengan Marquis Test

Analisis metamfetamin dengan marquis test menyebabkan terjadinya perubahan


warna pada kristal metamfetamin dari putih menjadi orange-merah.

4.1.2 Hasil Analisis Metamfetamin dengan Gas Chromatography-Mass


Spectrometry (GC-MS)

No Nama Senyawa Waktu Retensi (RT) Konsentrasi (%)


1 Benzeneethanamine, N,alpha- 4.155 22.49
dimethyl (s)
2 Methamphetamine 4.287 14.71
3 Methamphetamine 4.55 5.18
4 Methamphetamine 8.807 0.88
5 Methamphetamine 8.954 1.03
6 Methamphetamine 10.314 50.71
Total 100

Table 4.1 Hasil analisis metamfetamin dengan intrumen GC-MS

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.1.3 Hasil Analisis Metamfetamin dengan Fourier Transform Infrared (FT-IR)

No Gugus Jenis Vibrasi Bilangan Gelombang


1 C-H  Uluran tak simetrik  2966 cm-1
 Uluran simetrik  2862 cm-1
 Tekuk tak simetrik  1453 cm-1
 Tekuk simetrik  1385 cm-1
 Tekuk keluar bidang  885 – 747 cm-1
(aromatik)

2 C=C  Uluran  1652 cm-1


3 N-H  Uluran  3445 cm-1
4 C-N  Uluran  1209 – 1019 cm-1

Table 4.2 Hasil analisis metamfetamin dengan FT-IR

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Berdasarkan Marquis test

Berdasarkan uji dengan marquis test terhadap sabu-sabu menunjukkan


perubahan warna dari putih menjadi orange-merah. Ini menunjukkan positif (+)
adanya metamfetamin pada sabu-sabu tersebut.

4.2.2 Analisis Berdasarkan Gas Chromatography – Mass Spectrometry


(GC-MS)

Untuk menentukan kandungan senyawa yang terdapat pada sabu-sabu dianalisis


dengan GC-MS. Berdasarkan analisis tersebut, terdapat senyawa metamfetamin
dengan waktu retensi (RT) yang berbeda-beda.

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Senyawa Benzeneethanamine, N,alpha-dimethyl (s) memiliki waktu retensi
4.155 dengan pola fragmentasi m/z = 134, 115, 91, 77, 65, 58, dan 42 dengan
puncak dasar m/z = 58

2. Senyawa Methamphetamine memiliki waktu retensi 4.287 dengan pola


fragmentasi m/z = 134, 103, 91, 77, 58, dan 42 dengan puncak dasar m/z = 58

3. Senyawa Methamphetamine memiliki waktu retensi 4.55 dengan pola


fragmentasi m/z = 148, 134, 103, 91, 77, 65, 58, 51 dan 42 dengan puncak dasar
m/z = 58

4. Senyawa Methamphetamine memiliki waktu retensi 8.807 dengan pola


fragmentasi m/z = 148, 134, 115, 103, 91, 77, 65, 58, 51, 42 dan 36 dengan
puncak dasar m/z = 58

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Senyawa Methamphetamine memiliki waktu retensi 8.954 dengan pola
fragmentasi m/z = 148, 134, 115, 103, 91, 77, 65, 58, 51, 42 dan 36 dengan
puncak dasar m/z = 58

6. Senyawa Methamphetamine memiliki waktu retensi 10.314 dengan pola


fragmentasi m/z = 134, 115, 103, 91, 77, 65, 58 dan 42 dengan puncak dasar m/z
= 58

4.2.3 Analisis Berdasarkan FT-IR

Adanya gugus C-H menunjukkan vibrasi ulur tak simetrik pada bilangan
gelombang 2966 cm-1 dan vibrasi ulur simetrik pada bilangan gelombang 2862 cm-1.
Hal ini didukung oleh vibrasi tekuk tak simetrik muncul pada bilangan gelombang
1453 cm-1 dan vibrasi tekuk simetrik pada bilangan gelombang 1385 cm -1. Adanya
gugus aromatic pada senyawa metamfetamin ditunjukkan dengan vibrasi ulur ikatan
rangkap C=C pada bilangan gelombang 1652 cm-1 yang didukung oleh vibrasi tekuk
keluar bidang untuk senyawa aromatik pada bilangan gelombang 885-747 cm-1.
Adanya N-H pada senyawa metamfetamin ditunjukkan oleh vibrasi ulur pada
bilangan gelombang 3445 cm-1 yang didukung oleh gugus C-N dengan vibrasi ulur
pada bilangan gelombang 1209 – 1019 cm-1

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
 Analisis metamfetamin berdasarkan marquis test menunjukkan hasil positif (+)
karena terjadi perubahan warna dari putih menjadi orange-merah.
 Analisis metamfetamin berdasarkan GC-MS menunjukkan senyawa
metamfetamin pada m/z = 134 yang menyatakan berat molekul 134 dengan
puncak dasar m/z = 58
 Analisis metamfetamin dengan spektrofotometri FT-IR menunjukkan gugus-
gugus pada senyawa metamfetamin yakni vibrasi ulur gugus C=C pada bilangan
gelombang 1652 cm-1, vibrasi ulur gugus N-H pada bilangan gelombang 3445
cm-1, dan vibrasi ulur gugus C-N pada bilangan gelombang 1209 – 1019 cm-1.

5.2 Saran
 Pada saat melakukan analisis marquis test, saat meneteskan campuran H 2SO4
dengan formaldehid dilakukan melalui dinding spot test secara perlahan agar
perubahan warnanya terlihat jelas.
 Saat melakukan analisis dengan menggunakan FT-IR, perlu diperhatikan
bilangan gelombang pada peak yang diperoleh agar tidak bertumpuk satu sama
lain sehingga menyebabkan kesulitan melihat bilangan gelombang antar peak.
 Saat melakukan analisis dengan menggunakan FT-IR perlu diperhatikan dalam
pengukuran background, hal ini bertujuan agar tidak ada zat lain yang ikut
terukur.

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Afiatin T, 2008. Pencegahan Peyalahgunaan Narkoba Dengan Program Aji. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta

Agusta A, 2000.Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Penerbit ITB. Bandung.

Cooper J.W, 1980. Spectroscopic Techniques For Organic Chemists. John Wiley &
Sons. New York.

Darmono, 2009. Toksikologi Narkoba dan Alkohol. UI-Press. Jakarta.

Day R.A, Underwood A.L, 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

Eaton.D.C, 1989. Laboratory Investigations In Organic Chemistry. Mc Graw-Hill.

Gritter R.J. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.

Hartomo J.A, 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi Keempat.


Erlangga. Jakarta.

Herman J.R, Gottried B, 1988. Analisis Farmasi. Penerbit Gadjah Mada. Yogyakarta.

Joewana S, 2001. Petunjuk Praktis Bagi Keluarga Untuk Mencegah Penyalahgunaan


Narkoba. Penerbit Media Pressindo. Yogyakarta

Maryadele J.O.N, 2006. The Merck Index An Encyclopedia Of Chemicals, Drugs, and
Biologicals. 14th Edition. Merck&Co Inc. new York.

McMurry J, 2008. Organic Chemistry. Graphic World Inc. New York.

Mochamad A, 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan.


Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Pine S, 1998. Kimia Organik. Terbitan Keempat. Penerbit ITB. Bandung.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Rohman A, 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Edisi Pertama. Graha Ilmu.
Yogyakarta.

Sastrohamidjojo H, 2004. Kimia Minyak Atsiri. Cetakan Pertama. UGM-Press.


Yogyakarya

Sofiyah , 2007. Mengenal NAPZA dan Bahayanya. Be Champion. Jakarta

Syahputri M.V, 2007. Pemastian Mutu Obat. Volume1. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta.

Watson D.G, 2005. Analisis Farmasi. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN

Hasil analisa metamfetamin dengan menggunakan instrumen FT-IR

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


c

Senyawa Benzeneethanamine, N-alpha-dimethyl (s) dengan waktu retensi 4.155

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 4.287

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 4.55

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 8.807

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 8.954

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 10.314

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai