DISUSUN OLEH :
NIM : P1337420116086
KELAS : 3.A2
2019
A. Konsep Dasar Chronic Kidney Disease (CKD)
1. Definisi
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer,
2009). Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
2. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2 dengan rumus
Kockroft-Gault sebagai berikut :
Penyebab GGK menurut Price, 2006; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara
lain:
4. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefronnefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
(Barbara C Long, 2006, 368).
5. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal
dan penderita asimptomatik.
2. Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
1. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
2. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
3. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
5. Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
72 x creatini serum
6. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2005) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :
1. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
2. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
4. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
5. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku. Diseguilibrium syndrome : Mual, muntah ,
kelelahan dan sakit kepala
6. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
7. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
7. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra
(2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan
diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1.Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3.Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4.EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
b.Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d.USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e.Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta
sisa fungsi ginjal
f.Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g.Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h.Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i.Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j.EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k.Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
l.,Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1)Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu:
1. Konservatif
1. Definisi
2. Tujuan
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan sistem buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan pasien.
3. Proses Hemodialisa
a. Difusi
Toksik dan limbah di dalam darah dialihkan melalui proses difusi. Melalui
cara bergeraknya darah yang berkosentrasi tinggi ke cairan dialisat yang
berkonsentrasi lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari elektrolit yang penting
dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat
dikendalikan dengan mengatur rendaman dialisat secara tepat.
b. Osmosis
Air yang berlebih dikeluarkan melalui proses osmosis. Keluarnya air dapat
diatur dengan menciptakan gradien tekanan. Air bergerak dari tekanan yang lebih
tinggi (tubuh) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).
c. Ultrafiltrasi
Peningkatan gradien tekanan dengan penambahan tekanan negatif yang
biasa disebut ultrafiltrasi pada mesin dialysis. Tekanan negatif diterapkan pada
alat ini. Untuk meningkatkan kekuatan penghisap pada membrane dan
memfasilitasi pengeluaran air. Kekuatan ini diperlukan hingga mencapai
isovolemia (keseimbangan cairan).
4) Indikasi Klinis
6. Komplikasi
b. Komplikasi kronik
Komplikasi kronik juga dapat terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis
kronik. Komplikasi kronik yang dapat terjadi adalah hipertensi, penyakit jantung,
malnutrisi, restless leg syndrome, anemia, gangguan perdarahan, renal
osteodystrophy, neurophaty, disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, infeksi,
amiloidosis, acquired cystic kidney disease dan gangguan tidur (Bieber &
Himmelfarb, 2013; Einollahi et al, 2014).
8. Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan
GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
B. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: - Klien mengeluh nyeri agen cidera fisik oleh Nyeri akut
pada daerah punksi karena punksi selama HD berhubungan dengan
DO: - ekspresi wajah agen cidera fisik
meringis dan gelisah. oleh karena punksi
selama HD
vascular klien
C. Diagnosa Keperawatan
a. Pre HD
1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang HD
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan dan natrium
b. Intra HD
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik oleh karena punksi selama HD
2. Resiko cidera berhubungan dengan gelisah akibat prosedur HD
c. Post HD
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan pemasangan alat dyalisis
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
D. Intervensi Keperawatan
a. Pre HD
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
b. Intra HD
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervesi
5. Tingkatkan
istrahat
6. Monitor
penerimaan pasien
terhadap nyeri
2. Resiko cidera Setelah dilakukan asuhan 1.Observasi kepatenan
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam AV shunt sebelum
HD
gelisah akibat prosedur diharapkan pasien tidak mengalami
2.Monitor kepatenan
HD cedera dengan Kriteria hasil: kateter sedikitnya
a. Kulit pada sekitar AV shunt setiap 2 jam
3.Observasi warna
utuh/tidak rusak
kulit, keutuhan kulit,
b. Pasien tidak mengalami sensasi sekitar shunt
komplikasi HD 4.Monitor TD setelah
HD
5.Lakukan heparinisasi
pada shunt/kateter
pasca HD
6. Cegah terjadinya
infeksi pada area
shunt/penusukan
kateter
7.menyediakan tempat
tidur yang aman dan
bersih
8.memindahkan
barang-barang yang
dapat membahayakan
c. Post HD
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Pathway
Fungsi
Rangsangan saraf resiko infeksi
ginjal
Diameter kecil
Aktifitas fisik terbatas
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-
pada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 16 Agustus 2018
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010