DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd
I Putu Wina Yasa Pramadi, S.Pd., M.Pd.
OLEH KELOMPOK 5:
KELAS: IVA/IX C
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nyalah makalah yang berjudul “Teori Belajar Gagne dan Teori
Belajar Piaget” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang menghadang.
Berkat bimbingan, dorongan, dan saran dari berbagai pihak, hambatan itu dapat
diatasi. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi terciptanya hasil
yang optimal. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses yang dapat mengubah pola pikir
manusia. Dengan belajar manusia mampu memahami peristiwa. Belajar dari
segi kognitif merupakan suatu proses menambah pengetahuan seseorang.
Belajar dari segi kognitif merupakan suatu proses menambah pengetahuan
seseorang. Belajar secara kognitif dapat diperoleh melalui pemahaman
terhadap peristiwa di sekitar sehingga menjadi suatu pengetahuan dalam
memori (Dahar, 1989).
Teori-toeri belajar dikelompokkan menjadi teori-teori belajar
sebelum abad ke-20 dan teori-teori belajar pada abad ke-20. Teori belajar
sebelum abad ke-20 dikembangkan berdasarkan pemikiran filosifis atau
spekulatif, tanpa didasari eksperimen. Sedangkan, teori belajar pada abad
ke-20 sudah dikembangkan secara ilmiah dan dapat diandalkan. Teori-teori
belajar selama abad ke-20 dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni
teori-teori perilaku dan teori-teori kognitif (Dahar, 1989). Pada pembahasan
ini difokuskan pada teori-teori kognitif.
Menurut Gagne, belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan
proses yang luas yang dibentuk pleh pertumbuhan dan perkembangan
tingkah laku. Yang artinya banyak keterampilan yang telah dipelajari
memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit.
Kemudian Gagne mendefinisikan pengertian belajar secara formal, bahwa
belajar adalah perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia yang
berlangsung selama satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan
oleh proses pertumbuhan yang menyangkut perubahan tingkah laku.
Proses belajar berlangsung sangat panjang seumur hidup, maka dari
itu pendidikan tidak hanya dibutuhkan oleh orang dewasa, namun sejak usia
dini manusia harus mempunyai pendidikan. Manusia juga harus berusaha
mendidik anak-anaknya walaupun dengan cara yang sangat sederhana.
Kewajiban bagi setiap pendidik untuk bertanggung jawab dalam
melaksanakan tugasnya, yakni harus berbuat dengan cara yang sesuai
1
dengan keadaan anak didik. Maka dari itu mengetahui tentang teori belajar
sangatlah penting. Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif
memberikan batasan kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan
hubungan anak didik dengan lingkungannya. Kecerdasan merupakan proses
yang berkesinambungan yang membentuk struktur yang diperlukan dalam
interaksi terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang dibentuk oleh
kecerdasan, pengetahuan sangat subjektif waktu masih bayi dan masa
kanak- kanak awal dan menjadi ojektif dalam masa dewasa awal.
Guna lebih memahami teori belajar, maka dalam makalah ini akan
dibahas mengenai teori belajar Gagne dan teori belajar Piaget lebih
mendalam.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana teori belajar menurut Gagne?
2. Apa saja kejadian-kejadian belajar menurut Gagne?
3. Apa saja kejadian-kejadian instruksi menurut Gagne?
4. Bagaimana hasil-hasil belajar menurut Gagne?
5. Bagaimana implikasi teori belajar Gagne dalam Pendidikan?
6. Bagaimana Teori Belajar menurut Jean Piaget?
7. Bagaimana perkembangan intelektual menurut Teori Belajar Piaget?
8. Bagaimana tingkat perkembangan intelektual menurut Teori Belajar
Piaget?
9. Apa faktor-faktor yang menunjang perkembangan intelektual menurut
Jean Piaget?
10. Bagaimana implikasi Teori Belajar Piaget dalam Pendidikan?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat diperoleh tujuan sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui teori belajar menurut Gagne.
2. Untuk mengetahui kejadian-kejadian belajar menurut Gagne.
2
3. Untuk mengetahui kejadian-kejadian instruksi menurut Gagne.
4. Untuk mengetahui hasil-hasil belajar menurut Gagne.
5. Untuk mengetahui implikasi teori belajar Gagne dalam Pendidikan
6. Untuk mengetahui Teori Belajar menurut Jean Piaget.
7. Untuk mengetahui perkembangan intelektual menurut Teori Belajar
Piaget.
8. Untuk mengetahui tingkat perkembangan intelektual menurut Teori
Belajar Piaget.
9. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menunjang perkembangan
intelektual menurut Jean Piaget.
10. Untuk mengetahui implikasi Teori Belajar Piaget dalam Pendidikan.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah pengetahuan tentang teori belajar, terutama
teori belajar Gagne dan teori belajar Piaget.
2. Bagi Penulis
Penulis dapat mengembangkan wawasan dan pengalaman menulis dalam
menyusun makalah yang baik dan benar.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
berlangsung pada Astri, sebagai akibat interaksi antara Astri dengan
pengajarnya.
Dari uraian di atas, dapat diketahui beberapa ciri penting tentang
belajar, belajar itu merupakan suatu proses yang dapat dilakukan manusia
dan juga hewan. Belajar menyangkut interaksi antara pebelajar (orang yang
belajar) dan lingkungannya. Dapat disimpulkan bahwa belajar telah
berlangsung, bila terjadi perubahan tingkah laku yang bertahan cukup lama
selama kehidupan orang itu.
Teori belajar yang menganggap belajar sebagai suatu proses, seperti
yang ditemukan Gagne, bertitik tolak dari suatu analogi antara manusia dan
komputer. Menurut model ini yang disebut model pemrosesan informasi
(information-processing model), proses belajar dianggap sebagai
transformasi “input” menjadi “output” seperti yang lazim terlihat pada
sebuah komputer.
Gagne mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi
dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus
menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Belajar
terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan
mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-
nya) berubah daru waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah
ia mengalami situasi tadi. Gagne berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi
oleh faktor dalam diri dan faktor luar diri dimana keduanya saling
berinteraksi, seperti pada gambar berikut.
5
E EXECUTIVE EXPECTANCIS
F
E
E
N
C
V T RESPONSE
I O
GENERATOR
R R
O S
N
M R
E E SHORT- LONG-
N S SENSORY TERM TERM
T E REGISTER MEMORY MEMORY
P
T
O
R
S
6
Gambar 2. Fase – Fase Belajar Menurut Gagne (Dahar, 1989)
1. Fase Motivasi (motivation)
Siswa harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa
belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat
mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahuan mereka
tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka, atau dapat
menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik.
2. Fase Pengenalan (apprehending phase)
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang
esensial dalam suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi.
Misalnya, siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa
yang dikatakan guru atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku
teks. Guru dapat memfokuskan perhatian terhadap informasi penting,
misalnya dengan berkata: “Dengarkan kedua kata yang Ibu katakan,
apakah ada perbedaannya?” bahan-bahan tertulis dapat juga melakukan
demikian dengan menggaris-bawahi kata atau kalimat tertentu, atau
dengan memberikan garis besarnya untuk setiap bab.
7
3. Fase Perolehan (acquisition phase)
Bila siswa menerima informasi yang relevan, maka ia telah siap
untuk menerima pelajaran. Informasi tersebut diubah menjadi bentuk
yang bermakna yang dihubungkan dengan informasi yang telah ada
dalam memori siswa. Siswa dapat membentuk gambaran-gambaran
mentah dari informasi itu, atau membentuk asosiasi-asosiasi antara
informasi baru dan informasi lama. Guru dapat memperlancar proses ini
dengan membiarkan siswa melihat atau memanipulasi benda-benda, atau
dengan menunjukkan hubungan antara informasi baru dan pengetahuan
sebelumnya.
4. Fase Retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori
jangka pendek ke memori jangka panjang. Hal ini dapat terjadi melalui
pengulangan kembali, praktik (practice), elaborasi atau lain-lain.
5. Fase Pemanggilan (recall)
Memori jangka panjang mungkin saja dapat menghilang. Jadi,
bagian penting dalam belajar ialah belajar memperoleh hubungan dengan
apa yang telah di pelajari, untuk memanggil (recall) informasi yang telah
dipelajari sebelumnya. Hubungan dengan informasi ditolong oleh
organisasi materi yang diatur denga baik dengan pengelompokkan
menjadi kategori-kategori atau konsep-konsep, lebih mudah dipanggil
daripada materi yang disajikan tidak teratur. Pemanggilan juga dapat
ditolong dengan memperhatikan kaitan-kaitan antara konsep-konsep,
khususnya antara informasi baru dan pengetahuan sebelumnya.
6. Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat
diterapkan di luar konteks di mana informasi itu dipelajari. Jadi,
generalisasi atau transfer informasi baru merupakan fase kritis dalam
belajar. Transfer dapat di tolng dengan meminta para siswa
menggunakan keterampilan-keterampilan berhitung baru untuk
memecahkan masalah-masalah nyata; setelah memperlajari pemuaian
8
zat, mereka dapat menjelaskan mengapa botol yang berisi penuh dengan
air dan tertutup, menjadi retak dalam lemari es.
7. Fase Penampilan
Siswa harus memperlihatkan, bahwa mereka telah belajar sesuatu
melalui peampilan yang tampak. Misalnya, setelah mempelajari
bagaimana melakukan mikroskop dalam pelajaran biologi, para siswa
dapat mengamati bagaimana bentuk sel dan menggambarkan sel itu;
setelah mempelajari struktur kalimat dalam bahasa, mereka dapat
menyusun kalimat yang benar.
8. Fase Umpan Balik
Siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan
mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti
tentang apa yang diajarkan. Umpan balik ini dapat memberikan
reinforsemen pada mereka untuk penampilan yang berhasil.
2.3 Kejadian-Kejadian Intruksi
Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne
menyarankan kejadian-kejadian intruksi. Menurut Gagne (Dahar, 1989:
143), bukan hanya guru yang dapat memberikan intruksi; kejadian-kejadian
belajarnya juga dapat diterapkan dengan baik pada belajar penemuan, atau
belajar di luar kelas, maupun belajar dalam kelas. Tetapi kejadian-kejadian
intruksi yang dikemukakan Gagne ditujukan pada guru yang menyajikan
suatu pelajaran pada sekelompok siswa-siswa. Adapun kejadian-kejadian
instruksi itu adalah:
1. Mengaktifkan motivasi (activating motivation)
Langkah pertama dalam suatu pelajaran ialah memotivasi para
siswa untuk belajar. Kerap kali hal ini dilakukan dengan membangkitkan
perhatian mereka dalam isi pelajaran dan mengemukakan kegunaannya.
Misalnya, guru membangkitkan perhatian para siswa dalam belajar
tentang suhu, serta fraksi-fraksinya dengan memberi tahu mereka bahwa
informasi itu nanti akan mereka perlukan di masa yang akan datang dan
mengemukakan masalah tentang pada saat demam maka untuk
mengetahui suhu tubuhnya digunakan sebuah termometer.
9
2. Memberi tahu tujuan-tujuan belajar
Kejadian instruksi kedua ini sangat erat hubungannya dengan
kejadian instruksi pertama. Sebagaian dari menghafalkan motivasi para
siswa ialah dengan memberi tahu mereka tentang mengapa mereka
belajar, apa yang mereka pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari.
Maksudnya adalah memberitahu para siswa terhadap aspek-aspek yang
relevan tentang pelajaran.
Bagaimana merumuskan tujuan-tujuan belajar yang dikenal
dengan Tujuan Instruksional Khusus itu tidak asing bagi kita semua.
Dengan mengenal model belajar Gagne, kita mempunyai dasar yang
lebih kuat tentang kegunaan tujuan-tujuan belajar ini. Selama ini kita
merumuskan Tujuan Instruksional Khusus berdasarkan Taksonomo
Bloom dengan tiga domainnya, yaitu domain kognitif, domain afektif,
dan domain psikomotor. Sekarang kita sudah mengenal hasil-hasil
belajar menurut Gagne dan telah diperkenalkan pada Taksonomo Gagne
sehingga dapat dirumuskan tujuan-tujuan belajar sesuai dengan gagasan
Gagne. Namun, perumusan tersebut tidak akan banyak berbeda sebab
dasar penggolongan tujuan-tujuan itu sebenarnya sama.
3. Mengarahkan perhatian (directing attention)
Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian, di mana yang satu
berfungsi untuk membuat siswa siap menerima stimulus-stimulus.
Mengajar perubahan stimulus secara tiba-tiba dapat mencapai maksud
ini. Dalam pelajaran kimia hal ini dapat dilakukan dengan guru berkata:
“Perhatikan perubahan warna yang terjadi”, saat guru mengajarkan
kecepatan reaksi dengan metode demonstrasi.
Bentuk kedua perhatian disebut persepsi selektif. Dengan cara ini
siswa memilih informasi yang akan diteruskan ke memori jangka
pendek. Dalam mengajar, seleksi stimulus-stimulus relevan yang akan
dipelajari dapat ditolong guru dengan cara mengeraskan ucapan suatu
kata selama mengajar atau menggarisbawahi suatu kata atau beberapa
kata suatu kalimat, misalnya dalam mengajarkan penulisan rumus-rumus
kimia, diminta perhatian siswa pada penulisan angka-angka sedikit di
10
bawah huruf-huruf (dalam menulis rumus H2SO4, angka 2 dan 4 ditulis
agak di bawah huruf H dan O).
4. Merangsang ingatan (stimulating recall)
Menurut Gagne, memberikan kode pada informasi yang berasa
dari memori jangka pendek yang disimpan dalam memori jangka
panjang merupakan bagian yang paling kritis dalam proses belajar. Guru
dapat berusaha menolong siswa dalam mengingat atau mengeluarkan
pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang itu. Cara
menolong ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan pada para siswa. Cara tersebut merupakan suatu cara
pengulangan.
5. Menyediakan bimbingan belajar
Untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka
panjang, diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada
informasi. Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat
diberikan dengan cara mengaitkan informasi baru ini pada pengalaman
siswa.
Dalam belajar konsep, dapat diberikan contoh dan noncontoh.
Bila suatu aturan yang akan diajarkan, siswa seharusnya sudah
memahami dahulu konsep-konsep yang merupakan komponen-
komponen pembentuk aturan itu. Jadi jika para siswa akan mempelajari
bahwa “Volume 1 mol sembarang gas pada 00C dan 76 cmHg adalah
22,4 liter”, guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang setiap
konsep yang terdapat dalam aturan itu untuk mengetahui apakah para
siswa telah memahami apa yang dimaksud oleh konsep tersebut, yaitu
konsep-konsep volume, satu mol, sembarang gas, 00C, 76 cmHg, dan
liter. Dalam belajar penemuan, bimbingan dapat diberikan dalam bentuk
penyediaan bahan-bahan dan isyarat-isyarat untuk membimbing para
siswa ke arah keberhasilan.
6. Meningkatkan retensi (enhancing retention)
Retensi atau bertahannya materi yang dipelajari (jadi tidak
dilupakan) dapat diusahakan oleh guru dan para siswa itu sendiri dengan
11
cara sesering mungkin mengulang pelajaran itu. Cara lain ialah dengan
memberi banyak contoh. Dapat pula diusahakan penggunaan berbagai
“jembatan keledai”. Dengan cara ini pelajaran disusun sedemikian rupa
hingga mudah diingat. Sebaiknya siswa sendiri yang menyusun jembatan
keledai itu sebab dengan cara itu, ia akan lebih lama diingat. Sebagai
contoh dalam pelajaran kimia misalnya, untuk mengingat apakah
perubahan warna yang dialami indikator lakmus bila dimasukkan ke
dalam larutan asam atau basa, kalimat pendek yang diingat siswa ialah:
asam memerahkan kertas lakmus biru (m – m), basa membirukan kertas
lakmus merah (b – b).
7. Melancarkan transfer belajar
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan hal-hal yang telah
dipelajari pada situasi baru. Ini berarti bahwa hal yang telah dipelajari itu
sifatnya dibuat umum. Melalui tugas pemecahan masalah dan diskusi
kelompok, guru dapat membantu transfer belajar. Untuk dapat
melaksanakan ini para siswa tentu diharapkan telah menguasai fakta,
konsep, dan keterampilan yang dibutuhkan. Dalam pembelajaran sains
misalnya, transfer belajar akan terjadi saat guru memberikan tugas pada
siswa untuk merencakan bagaimana menanggulangi masalah
pencemaran lingkungan. Dalam hal ini para siswa dalam setiap
kelompok diharapkan telah mengetahui apa saja yang terdapat dalam
lingkungan yang tercemar.
8. Megeluarkan penampilan; memberikan umpan balik
Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara agar guru dan
siswa itu sendiri mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk
itu, sebaiknya guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai.
Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin pada siswa
untuk memperlihatkan hasil belajar mereka agar dapat diberi umpan
balik sehingga pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancer.
Cara-cara yang dapat digunakan guru ialah pemberian tes atau
mengamati perilaku siswa. Umpan balik, bila bersifat positif, menjadi
pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai tujuan belajar sehingga
12
harapan yang muncul pada permulaan tindakan belajar telah dipenuhi.
Dalam hal ini, menurut Gagne umpan balik menghasilkan reinforcement.
Perlu diingat bahwa umpan balik tidak selalu diberikan secara
eksplisit dengan cara menyetujui atau kata-kata yang membenarkan. Ada
kalanya situasi belajar itu sendiri sudah merupakan umpan balik.
Kejadian instruksional dalam kelas seperti mengaktifkan motivasi,
memberi tahu tujuan-tujuan instruksional serta mengarahkan perhatian,
dapat dilakukan guru melalui metode klasik, tetapi kejadian-kejadian
instruksional yang lain meminta guru agar memperhatikan perbedaan
individu para siswa.
2.4 Hasil-Hasil Teori Belajar Menurut Gagne
Dalam mengajar, harus sudah diketahui tentang tujuan-tujuan yang
ingin dicapai dalam setiap pembelajaran. Sehingga dirumuskan tujuan
instruksional khusus yang didasari oleh Taksonomi Bloom tentang tujuan-
tujuan perilaku, yang meliputi tiga domain, yaitu domain kognitif, domain
afektif, dan domain psikomotorik. Sedangkan Gagne mengemukakan 5
macam hasil belajar, yang tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat
afektif, dan satu bersifat psikomotorik.
Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar
disebut kemampuan (capabilities). Menurut Gagne ada 5 kemampuan-
kemampuan atau hasil belajar, yaitu:
1. Keterampilan Intelektual
Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang untuk
berinteraksi dengan lingkungannya menggunakan simbol-simbol atau
gagasan-gagasan. Keterampilan intelektual ini sudah dipelajari sejak
sekolah tingkat-tingkat pertama. Belajar sangat mempengaruhi
perkembangan intelektual seseorang. Untuk memecahkan masalah, siswa
harus memiliki aturan-aturan yang kompleks, yang sebelumnya siswa
harus mempelajari konsep konkret dan menguasai diskriminasi-
diskriminasi.
13
a. Diskriminasi-diskriminasi
Diskriminasi merupakan suatu kemampuan untuk
mengadakan respons yang berbeda terhadap stimulus yang berbeda
dalam satu atau lebih dimensi fisik. Diskriminasi juga merupakan
keterampilan intelektual yang paling dasar. Pengajaran diskriminasi
paling banyak diberikan pada anak-anak atau orang yang memiliki
cacat mental.
b. Konsep-konsep konkret
Konsep konkret ialah suatu keterampilan intelektual dan
suatu konsep konkret menunjukkan suatu sifat objek atau atribut
objek. Contoh sifat-sifat objek ialah bulat, persegi, biru, merah,
halus, dll. Seseorang yang dapat dikatakan telah mempelajari suatu
konsep konkret, dapat ditunjukkan dengan cara meminta orang
tersebut untuk menunjukkan dua atau lebih anggota yang termasuk
ke dalam kelas objek dengan sifat yang sama.
Kemampuan untuk menentukan konsep-konsep konkret
merupakan dasar yang penting untuk mempelajari yang lebih
kompleks. Banyak peneliti menekankan pentingnya “belajar
konkret” sebagai syarat untuk “mempelajari gagasan abstrak”.
c. Konsep terdefinisi
Seseorang dikatakan telah mengerti suatu konsep terdefinisi
bila ia dapat mendemonstrasikan arti dari kelas tertentu tentang
objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan. Banyak
konsep yang hanya dapat diperoleh sebagai konsep terdefinisi, dan
tidak dapat ditentukan dengan “menunjuk”, seperti konsep-konsep
konkret, misalnya kota, keluarga, dan konsep abstrak seperti
keadilan, kemakmuran. Tetapi ada beberapa konsep terdefinisi yang
juga berupa konsep-konsep konkret, yaitu mempunyai nama sama,
dan memiliki sifat-sifat tertentu yang sama. Misalnya, banyak anak-
anak kecil belajar bentuk dasar segitiga sebagai suatu konsep
konkret. Setelah belajar geometri mereka berhadapan dengan
konsep terdefinisi segitiga, yaitu “suatu bentuk datar tertutup yang
14
terbentuk dari tiga segmen-segmen garis yang bersilangan pada tiga
titik.” Arti konkret dan terdefinisi dari segitiga tidak sama secara
eksak, namun masih memiliki kesamaan.
d. Aturan-aturan
Seseorang telah belajar suatu aturan bila penampilannya
mempunyai semacam “keteraturan” dalam berbagai situasi khusus.
Banyak contoh mengenai perilaku yang dikuasai oleh aturan. Pada
kenyataannya, sebagian besar dari perilaku manusia termasuk
kategori perilaku ini.
Prinsip-prinsip yang dipelajari dalam sains ditampilkan
oleh siswa sebagai perilaku penggunaan aturan. Misalnya, dalam
mempelajari hukum Ohm: , untuk menerapkan aturan
yang tercakup dalam pernyataan ini.
Seseorang siswa yang mempunyai kemampuan suatu
aturan, tidak berarti bahwa dapat menyatakan aturan itu secara
verbal. Sebaliknya ada pula siswa yang dapat menyebutkan,
“Tegangan sama dengan arus kali tahanan”, tetapi belum tentu dapat
menerapkan aturan itu pada suatu masalah konkret khusus.
Dengan memahami pengertian konsep aturan, diketahui
bahwa suatu konsep terdefinisi merupakan suatu bentuk khusus dari
aturan yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek dan
kejadian-kejadian, dimana konsep terdefinisi adalah suatu aturan
pengklasifikasian.
e. Aturan-aturan tingkat tinggi
Aturan-aturan yang kompleks atau aturan tingkat tinggi ini
sering ditemukan untuk memecahkan suatu masalah praktis atau
sekelompok masalah. Yang pada dasarnya merupakan tujuan utama
dari proses pendidikan. Dengan mencapai pemecahan suatu masalah
secara nyata, para siswa juga mencapai suatu kemampuan yang
baru.
Suatu kondisi yang esensial yang membuat belajar aturan-
aturan tingkat tinggi suatu kejadian pemecahan masalah ialah,
15
karena tidak adanya bimbingan belajar. Bimbingan belajar diberikan
oleh si pemecah masalah, tidak oleh guru atau orang lain. Sekalinya
berhasil memecahkan masalah, maka siswa telah belajar aturan
baru, lebih kompleks daripada aturan-aturan yang digunakan dalam
gabungan.
Dimana aturan-aturan memegang peranan penting dalam
pemecahan masalah. Aturan-aturan dan konsep-konsep disintesis
menjadi bentuk-bentuk kompleks yang baru untuk menghadapi
situasi masalah yang baru. Pemecahan masalah merupakan suatu
kegiatan manusia yang menggabungkan aturan-aturan dan konsep-
konsep yang telah diperoleh sebelumnya dan tidak sebagai suatu
keterampilan generik.
2. Strategi-strategi Kognitif
Keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan
tertentu bagi belajar dan berpikir disebut dengan strategi kognitif. Dalam
teori belajar modern, suatu strategi kognitif merupakan suatu proses
control, yang merupakan suatu proses internal yang digunakan siswa
untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar,
mengingat, dan berpikir.
Walaupun siswa menggunakan strategi-strategi khusus dalam
melaksanakan tugas-tugas belajar, untuk memudahkan strategi-strategi
kognitif tersebut dikelompokkan sesuai dengan fungsinya.
a. Strategi-strategi menghafal (rehearsal strategies)
Para siswa melakukan latihan sendiri tentang materi yang dipelajari.
Dalam hal yang paling sederhana, dapat dilakukan dengan cara
mengulangi penyebutan materi-materi yang telah dipelajari.
Misalnya dalam mempelajari besaran dan satuan dalam fisika.
Dalam mempelajari hal yang lebih kompleks siswa dapat menghafal
yang dilakukan dengan cara menggaris bawahi gagasan yang
penting, atau dengan cara menyalin bagian-bagian teksnya.
16
b. Strategi-strategi elaborasi
Dalam menggunakan strategi elaborasi ini, siswa dapat
mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan
yang tersedia.
c. Strategi-strategi pengaturan (organizing strategies)
Strategi pengaturan dapat dilakukan dengan cara menyusun materi
yang akan dipelajari ke dalam suatu kerangka yang teratur.
d. Strategi-strategi metakognitif
Strategi metakognitif biasanya meliuti kemampuan-kemampuan
siswa untuk menentukan tujuan-tujuan belajar , memperkirakan
keberhasilan pencapaian tujuan, dan memilih alternative untuk
mencapai tujuan.
e. Strategi-strategi afektif
Strategi afektif biasanya digunakan siswa untuk memusatkan dan
mempertahankan perhatian, untuk mengendalikan kemarahan dan
menggunakan waktu secara afektif.
3. Informasi Verbal
Informasi verbal juga disebut pengetahuan verbal yang biasa
disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi. Atau dapat juga disebut
dengan pengetahuan deklaratif. Informasi verbal diperoleh sebagai hasil
belajar di sekolah, dan juga dari kata-kata yang diucapkan orang baik
dari membaca, radio, televisi, dan media lainnya.
4. Sikap-sikap
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari, dan dapat
memepengaruhi perilaku seseorang terhadap lingkungannya. Sikap-sikap
yang sangat umum sifatnya, biasanya disebut nilai-nilai. Suatu sikap
mempengaruhi sekumpulan besar perilaku-perilaku khusus seseorang.
5. Keterampilan-keterampilan Motorik
Keterampilan-keterampilan motorik tidak hanya mencakup
kegiatan-kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan motorik yang digabung
dengan keterampilan intelektual. Seperti bagaimana menggunakan alat-
alat listrik atau alat lainnya dalam praktikum.
17
2.5 Implikasi Teori Belajar Menurut Gagne dalam Pendidikan
Di dalam proses pembelajaran teori belajar gagne ini memiliki
beberapa implikasi dalam dunia pendidikan yaitu, mengontrol perhatian
siswa dimana guru melakukan suatu tindakan untuk dapat menarik perhatian
siswa/agar siswa dapat fokus ke materi yang yang diajarkan. Guru
memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yag diharapkan
guru atau memberikan informasi kepada siswa mengenai tujuan pengajaran,
topik-topik yang akan dibahas atau kompetensi yang harus dikuasai siswa.
Merangsang dan mengingatkan kembali kemampun-kemampun siswa.
Penyajian stimulasi yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
Memberikan bimbingan belajar. Memberikan umpan balik. Memberikan
kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yag telah dicapainya.
Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learnig.
Memberikan kesempatan untuk melakukan praktek dan penggunaan
kemampuan yang baru diberikan. Guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengingat dan menggunakan hasil pembelajaran.
B. Teori Belajar Piaget
2.6 Teori Belajar Piaget
Dalam teorinya Piaget membahas pandangannya tentang bagaimana
anak belajar. Menurut Jean Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak
apabila anak berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya.
Lingkungan sosial berada diantara anak dan lingkungan fisiknya. Interaksi
anak dengan orang lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan
pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain,
seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap sesuatu
yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif. Aktivitas
mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut
“skema”. Skema adalah konsep atau kerangka yang terdapat dalam pikiran
individu yang dipkai untuk mengorganisasikan dan menginterpesentasikan
informsi. Skema dapat dijabarkan dalam rentangan skema yang sederhana
(seperti skema sebuah mobil) sampai skema kompleks (seperti skema yang
membentuk alam semesta). Dalam skema Piaget memfokuskan pada
18
bagaimana anak mengorgaisasikan dan memahami pengalaman mereka.
Dalam teorinya Piaget mengemukakan tiga konsep mengenai bagaimana
anak mengorgaisasikan dan memahami pengalaman mereka yaitu sebagai
berikut:
1. Adaptasi /adaptif
Piaget (1952) menyatakan bahwa ada dua proses yang
bertanggungjawab atas cara anak menggunakan dan mengadaptasi
skema mereka. Adapun dua proses tersebut yaitu:
a. Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke
dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi
dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema
yang telah ada.
b. Akomodasi.
Akomodasi yaitu suatu proses mental yang terjadi ketika
anak menyesuaikan diri pada informasi baru, dalam hal ini anak
menyesuaikan skema mereka dengan lingkungannya. Dalam
menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skema yang telah
dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok
dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan
mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema
baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi
skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Misalnya saja seorang gadis yang berumur delapan tahun
yang diberi palu dan paku untuk menggantung sebuah gambar di
dinding. Walaupun anak tersebut belum pernah menggunakan palu,
tetapi dengan mengamati cara orang lain menggunakan palu maka
dia mengetahui bahwa palu adalah benda yang harus di pegang di
bagian gagang bawah, diayunkan untuk memukul paku, dan biasanya
19
dipukulkan berkali-kali ke paku tersebut. Setelah mengetahui hal ini
ia akan memasukkan pengtahuan ini kedalam skema yang sudah
dimilikinya (asimilasi). Namun karena palu itu berat maka ia akan
memegangnya di bagian atas, agar terasa lebih ringan. Kemudian
sang anak memukulkan palu dengan sangat keras sehingga paku
menjadi bengkok dan ia mulai berfikir bahwa ia harus menyesuaikan
tekanan pukulannya. Penyesuaian ini mencerminkan kemampuannya
untuk mengubah sedikit pemahamannya tentang dunia (akomodasi).
2. Organisasi
Organisasi adalah konsep Piaget yang berarti usaha
mengelompokkan perilaku yang terpisah-pisah kedalam urutan yang
lebih teratur, ke dalam sistem fungsi kognitif. Setiap level pemikiran
akan diorganisasikan dan mengalami perbaikan secara terus menerus
yang merupakan bagian intern dari perkembangan anak. Anak-anak yang
hanya punya gagasan samar tentang cara menggunakan palu mungkin
juga memiliki gagasan samar tentang cara menggunakan alat lainnya.
Setelah mempelajari cara menggunakan setiap alat, anak-anak akan
mengaitkan-ngaitkan penggunaan ini, atau mengorganisasikan
pengetahuannya, agar mereka menguasai keahlian mengguakan alat
tersebut. Dengan cara yang sama, anak-anak terus mengintegrasikan dan
mengoordinasikan banyak cabang pengetahuan lainnya yang sering kali
berkembang secara independen.
3. Ekuilibrasi (equilibration)
Ekuilibrasi adalah suatu mekanisme yang dikemukakan Piaget
untuk menjelaskan bagaimana anak bergerak dari suatu tahap pemikiran
ke tahap pemikiran selanjutnya. Pergeseran ini terjadi ketika anak
mengalami konflik kognitif atau disekuilibrum dalam usahannya
memahami dunia. Pada akhirnya, anak akan memecahkan konflik
tersebut dan mendapatkan keseimbangan atau ekuilibrium pemikiran.
Piaget percaya bahwa ada gerakan kuat antara keadaan ekuilibrium
kognitif dan disekuilibrium saat asimilasi dan akomodasi bekerja sama
dalam menghasilkan perubahan kognitif. Bila dalam proses asimilasi
20
seseorang tidak dapatmmengadakan adaptasi terhadap lingkungannya
maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat
ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif
yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru.
Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang
keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-
equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan
berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
Misalnya jika anak percaya bahwa jumlah benda cair berubah
karena ia dituangkan kedalam wadah yang bentuknya berbeda (dari
wadah yang berbentuk pendek dan lebar ke wadah yang berbentuk tinggi
dan sempit), anak itu mungkinakan kebingungan untuk menjawab
dimana cairan kelebihan cairan itu muncul dan apakah memang benar-
benar ada penambahan cairan.anak tersebut akhirnya akan memecahkan
kebingungan ini saat pemikirannya semakin berkembang. Dalam
kehidupan sehari-hari, anak-anak terus-menerus menghadapi kasus yang
berlawanan dan ketidakkonsistenan.
2.7 Tingkat-Tingkat Perkembangan Intelektual
Dalam Perkembangan intelektual terdapat tiga aspek yang diteliti
oleh Piaget, yaitu struktur, isi dan fungsi.
1. Struktur
Menurut Piaget (Dahar, 1989) struktur sangat erat kaitannya
dengan operasi. Piaget berpendapat bahwa adanya hubungan fungsional
antara tindakan fisik dan tindakan mental serta perkembangan berpikir
logis anak-anak. Operasi ini memiliki empat ciri, antara lain:
- Operasi merupakan tindakan-tindakan yang terinternalisasi, dimana
tidak ada pemisah antara tindakan fisik dengan tindakan mental.
- Operasi bersifat reversibel.
- Operasi tidak berdiri sendiri, operasi selalu berhubungan dengan
struktur atau sekumpulan operasi lainnya.
21
Sehingga operasi merupakan tindakan-tindakan yang bersifat
terinternalisasi, reversibel, tetap, dan terintegrasi dengan struktur-
struktur maupun operasi-operasi lainnya.
2. Isi (konten)
Isi yang dimaksud Piaget disini merupakan pola perilaku anak
yang khas yangtercermin pada respon yang diberikan terhadap berbagai
masalah atau situasi yang dihadapinya.
3. Fungsi
Fungsi ialah cara yang digunakan organisme untuk membuat
kemajuan-kemajuan intelektual. Menurut Piaget, perkembangan
intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi.
Organisasi memberikan kemampuan untuk mengorganisasi proses fisik
atau psikologis untuk menjadi sistem yang teratur dan terstruktur. Dan
fungsi lainnya yaitu adaptasi, yang digunakan untuk kecenderungan
menyesuaikan diri pada lingkungan sekitarnya. Adaptasi ini juga
dianggap sebagai suatu keseimbangan antara asimilasi dengan
akomodasi.
Asimilasi merupakan cara merespon lingkungan fisik yang
sesuai dengan struktur kognitif atau kemampuan yang sudah ada untuk
menhadapi masalah yang dihadapi dilingkungannya, dengan asimilasi
ini dapat ditunjukkan suatu jenis penyatuan atau penggabungan antara
struktur kognitif yang ada. Akomodasi merupakan pembentukan skema
baru yang sesuai dengan stimulus baru, kemudia dimodifikasi sehingga
hasilnya tetap sesuai dengan stimulus yang sebelumnya, dengan
asimilasi akan memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam
merespon tantangan lingkungan.
Melalui observasinya Piaget juga meyakini bahwa perkembangan
kognitif terjadi dalam empat tahapan yang disebut dengan tahap-tahap
Piagetian. Tahapan-tahapan ini dibedakan berdasarkan usia dan tersusunnya
jalan pemikiran yang berbeda-beda.Adapun keempat tahapan tersebut adalah
sebagai berikut:
22
1. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)
Tahap sensorimotor berlangsung sejak kelahiran sampai sekitar
usia dua tahun sebagai tahap pertama. Dalam tahap ini bayi menyusun
pemahaman dunia dalam mengoordinasikan pengalaman indra (sensori)
mereka dengan gerakan motor (otot) mereka (menggapai,menyentuh)
oleh karena itu tahap ini disebut dengan tahap sensorimotor. Pada awal
tahap ini, bayi memperlihatkan tak lebih dari pola reflektif untuk
beradaptasi dengan dunia. Pada tahap ini, bayi menunjukkan pola
sensorimotor yang lebih kompleks.
Piaget percaya bahwa pencapaian kognitif penting di usia bayi
adalah object permanence. Ini berarti pemahaman bahwa objek dan
kejadian terus diingat bahkan ketika objek dan kejadian itu tidak dapat
dilihat, didengar, atau disentuh. Pencapaian kedua adalah realisasi
bertahap bahwa ada perbedaan atau batasan antara diri atau lingkungan
sekitar. Jika seseorang tidak dapat membedakan dirinya dengan
lingkungan disektarnya, maka pemikiran orang tersebut akan menjadi
kacau, tak beraturan, dan tidak dapat diprediksi. Begitulah kehidupan
mental dalam bayi yang baru lahir menurut Piaget. Janin atau jabang
bayi tidak dapat membedakan antara dirinya dengan dunianya serta tidak
mempunyai pemahaman tentang kepermanenan objek. Menjelang
periode sensorimotor, anak bisa membedakan antara dirinya dan dunia di
sekitarnya dan menyadari bahwa objek tetap ada dari waktu ke waktu.
2. Tahap Pra-Oprasional ( 2-7 tahun)
Tahap ini adalah tahap kedua yang berlangsung kurang lebih
mulai dari usia dua tahun sampai tujuh tahun. Tahap pra-Oprasional
adalah tahap yang lebih simbolis daripada tahap sensorimotor, namun
tidak melibatkan pemikiran opeasional. Tahap ini cenderung bersifat
egosentris dan intuitif.
Pemikiran pra-operasional terbagi menjadi dua subtahap, yaitu:
a. Subtahap Fungsi Simbolis
Subtahap fungsi simbolis yaitu subtahap pemikiran petama
yang terjadi diantara usia dua samapai empat tahun. Dalam subtahap
23
ini, anak kecil secara mental mulai bisa mempresentasikan objek
yang bersifat imajinatif atau tak nyata yang menyebabkan meluasnya
dunia mental sang anak hingga mencangkup dimensi-dimensi baru.
Contoh lain dari peningkatan pemikiran simbolis pada tahap ini
adalah penggunaan bahasa yang mulai berkembang dan munculnya
sikap bermain sang anak. Anak kecil yang mulai belajar mencoret-
coret dengan menggambar orang, rumah, mobil, awan, dan lain
sebagainya menghasilkan gambar yang tampak aneh dan tampak
abstrak hal ini terjadi karena anak kecil tersebut tidak begitu peduli
pada realitas.
b. Subtahap Pemikiran Intuitif
Subtahap pemikirn intuitif adalah subtahap kedua dalam
pemikirn pra-operasional yang dimulai sekitr usia empat tahun dan
berlangsung sampai usia tujuh tahun. Pada subtahap ini, anak akan
mulai menggunakan penalaran primitf dan ingin tau jawaban dari
semua pertanyaan. Piaget menyebut tahap ini sebagai “intuitif”
karena anak-anak tampaknya merasa yakin terhadap pengetahuan
dan pemahaman mereka, tetapi tidak menyadari bagaimana mereka
bisa mengetahui apa-apa yang mereka ingin ketahui. Artinya, mereka
mengatakan bahwa mereka tahu sesuatu tetapi mereka
mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional. Contohnya
seorang anak yang kesulitan dalam mengelompokkan benda yang
memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Contoh lain, orang dewasa
tahu bahwa volume air akan tetap sama meski ia memasukkannya ke
dalam wadah yang berlainan bentuk. Tetapi bagi anak kecil tidak
demikian halnya, mereka biasanya heran pada perubahan bentuk
cairan di dalam wadah yang berbeda-beda.
Karakteristik lain dari anak pra-operasional adalah rasa ingin
tahu yang besar dengan mengajukan banyak pertanyaan. Pada usia
tiga tahun anak akan mulai mengajukan pertanyaan. Dan pada usia
lima tahun anak akan membuat orang tua mereka kesal dengan
banyak mengajukan pertayaan “mengapa”. Pertanyaan “mengapa ini
24
menandai kemunculan minat anak untuk mencari tahu mengapa
sesuatu itu terjadi. Contohnya apa yang membuatmu tumbuh besar?,
apa yang memuatmu berhenti tumbuh?, mengapa daun gugur?,
mengapa matahari bersinar dan lain sebagainya.
3. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)
Tahap operasional konkret merupakan tahap ketiga yang dimulai
sekitar usia tujuh tahun sampai sekitar sebelas tahun. Pada tahap ini,
anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika atau
operasi, tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap
ini, anak telah hilang kecenderungan terhadap animism dan articialisme.
Egosentrisnya berkurang dan kemampuannya dalam tugas-tugas
konservasi menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan
mereka, anak-anak pada tahap operasional kongket masih mengalami
kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. Sebagai contoh
anak-anak yang diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan
(edith, susan dan lily), tidak mengalami kesulitan untuk
mengidentifikasikan boneka yang berambut paling gelap. Namun ketika
diberi pertanyaan, “rambut edith lebih terang dari rambut susan. Rambut
edith lebih gelap daripada rambut lily. Rambut siapakah yang paling
gelap?” anak-anak pada tahap operasional konkrit mengalami kesulitan
karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan
lambang-lambang.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap ini merupakan tahap terakhir perkembangan kognitif
menurut teori Piaget. Karaakteristik tahap ini adalah diperoleh
kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar, dan secara logis, dan
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Menurut Flavell
(Dahar, 1989), terdapat empat karakteristik dari berpikir operasional
formal, yaitu :
Berpikir hipotetik-deduktif, dimana anak akan dapat membuat
perumusan teori, hipotesis, dan pengujian hipotesis tersebut ketika ia
dihadapi dengan suatu permasalahan. Contohnya saat praktikum
25
bandul sederhana, sebelum melakukan praktikum kita memprediksi
bahwa gaya gravitasi sebesar 9,8 m/s2. Namun setelah melakukan
praktikum, hasil data yang didapatkan sebesar 9,67 m/s2.
Berpikir proporsional, dimana anak mampu melihat hubungan-
hubungan abstrak dan menggunakan proposisi-proposisi logik
formal, serta konsep berpikir anak tidak hanya dibatasi pada benda-
benda atau peristiwa-peristiwa tertentu. Contohnya anak yang
bercita-cita menjadi seorang astronout
Berpikir kombinatorik, dimana anak berpikir dengan
mengkombinasika benda-benda, gagasan, atau proposisi yang
mungkin. Jika ia menghadapi suatu masalah, ia akan mengisolasi
faktor-faktor yang dapat menyelesaikan masalah tersebut. Contohnya
anak yang menghadapi suatu masalah tidak hanya memakai satu
solusi dari permasalahan tersebut, ia meminta pendapat dari
temannya, dan menentukan sendiri solusi yang harus diambilnya.
Berpikir refleksi, dimana anak melakukan refleksi terhadap proses
berpikir sebelumnya dalam menyelesaikan suatu masalah.
Contohnya seorang anak yang mendapat sebuah masalah yang
sebelumnya ia pernah mendapatkanya namun sebelumnya ia
menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang kurang baik,
kemudia ia menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang lebih
baik agar ia tidak mendapatkan masalah yang sama pada waktu yang
akan datang, seperti kata pepatah “agar tidak terjatuh dalam lubang
yang sama”.
2.8 Faktor-Faktor yang Menunjang Perkembangan Intelektual
Piaget mengemukakan bahwa terdapat 5 faktor yang mempengaruhi
perkembangan intelektual seseorang yaitu sebagai berikut:
1. Kedewasaan (maturation)
Pada kedewasaan meliputi perkembangan sistem saraf sentral, otak,
koordinasi motorik, dan manifestasi fisik lainnya yang mempengaruhi
perkembangan kognitif. Walaupun kedewasaan atau maturasi
merupakan faktor yang penting dalam perkembangan intelektual,
26
namun hal ini tidak cukup dalam menerangkan perkembangan
intelektual tersebut. Karena peranan guru sangatlah kecil dalam
mempengaruhi perkembangan intelektual anak.
2. Pengalaman Fisik (physical experience)
Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan anak untuk mengabstrak
berbagai sifat fisik benda-benda. Apabila seorang anak menjatuhkan
sebuah benda dan menemukan bend atersebut pecah atau apabila anak
menempatkan benda dalam air kemudian melihat benda tersebut
terapung, maka anak tersebut sudah terlibat dalam proses abstraksi
sederhana atau abstraksi empiris. Pengalaman tersebutlah yang disebut
sebagai pengalaman fisik. Secara paradoks pengalaman fisik selalu
melibatkan asimilasi. Pengalaman fisik ini meningkatkan kecepatan
perkembangan anak sebab observasi benda-benda serta sifat-sifat
benda-benda tersebut menolong timbulnya pikiran yang lebih
kompleks.
3. Pengalaman Logika – Matematika (logical-mathematical experience)
Apabila seorang anak mengamati benda-benda, selain memperoleh
pengalaman fisik diperoleh juga waktu untuk membangun atau
mengkonstruk hubungan antara objek-objek. Proses konstruksi ini
biasanya disebut abstraksi reflektif. Abstraksi reflektif ini melibatkan
pembentukan hubungan yang terjadi antara benda-benda. Atau dapat
juga disebut abstraksi konstruktif, karena abstraksi tersebut sungguh-
sunggu di konstruksi oleh pikiran.
4. Transmisi Sosial (social transmission)
Pengetahuan yang diperoleh anak dari pengalaman fisik diabstraksi dari
benda-benda fisik. Dalam hal pengalaman logika-matematika,
pengetahuan dikonstruksi dari tindakan-tindakan anak terhadap benda-
benda. Dalam transmisi sosial, pengetahuan diperoleh dari orang lain.
Pengaruh bahasa, instruksi formal, dan membaca, begitu pula interaksi
dengan teman-teman dan orang-orang dewasa termasuk faktor transmisi
sosial dan memegang peranan dalam perkembangan intelektual anak.
5. Pengaturan Sendiri (equilibrasi)
27
Pengaturan sendiri merupakan kemampuan untuk mencapai kembali
kesetimbangan (equilibrium) selama periode ketidakseimbangan
(disequilibrium). Pengaturan sendiri atau equilibrasi ini merupakan
proses untuk mencapai tingkat-tingkat fungsi kognitif yang lebih tinggi
melalui asimilasi dan akomodasi.
2.9 Implikasi Teori Belajar Piaget dalam Pendidikan
Menurut Piaget mengatakan bahwa tugas guru bukan memberikan
pengetahuan yang diberikan kepada anak, melainkan mencarikan,
menunjukkan atau memberikan alat-alat atau cara-cara yang menimbulkan
minat serta merangsang anak untuk memecahkan atau mengatasi persoalan-
persoalan sendiri. Seperti yang diketahui bahwa perkembangan masing-
masing anak berbeda-beda. Cara berpikir anak berbeda dengan orang
dewasa. Oleh karena itu, dalam mengajar guru menggunakan bahasa yang
mudah dipahami oleh mereka. Semisalnya mengajar anak-anak yang berusia
7-11 tahun atau yang memasuki tahap perkembangan III yakni masak
konkrit operasional. Pada usia ini anak baru memulai mengembangkan
kemampuan berpikir logis, tetapi kemampuan berpikirnya masih terikat pada
obyek-obyek atau aktivitas-aktivitas yang nyata. Maka isi pelajarannya
harus berisikan objek-objek yang nyata atau benda-benda yang nyata. Di
dalam kelas, pembelajaran berpusat kepada siswa, sehingga guru hendaknya
memberikan peluang bagi mereka untuk saling berdiskusi dengan teman-
temannya dengan memeberikan suatu permasalahan sehingga mereka dapat
menyelesaikan masalah sendiri. Guru tidak meninggalkan siswa belajar
sendiri, guru tetap membimbing dan menjadi fasilitator. Guru sebaiknya
tidak mementingkan hasil akhir (nilai) siswa namun lebih mementingkan
proses yang terjadi atau alur berpikir siswa dalam memecakan masalah yang
diberikan. Guru membantu agar siswa dapat berinteraksi dengan lingkungan
dengan sebaik-sebaiknya. Sehingga, siswa belajar lebih baik apabila dapat
menghadapi lingkungan dengan baik.
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Menurut Gagne belajar itu merupakan suatu proses yang memungkinkan
seseorang untuk mengubah tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan
itu relatif cukup tetap, sehingga perubahan yang serupa tidak perlu terjadi
berulang kali setiap menghadapi situasi baru.
2. Kejadian-kejadian belajar menurut Gagne, yaitu fase motivasi, fase
pengenalan, fase perolehan, fase retensi, fase pemanggilan, fase
generalisasi, fase penampilan, fase umpan balik.
3. Kejadian-kejadian instruksi menurut Gagne, yaitu mengaktifkan
motivasi, memberitahu tujuan-tujuan belajar, mengarahkan perhatian,
menyediakan bimbingan belajar, melancarkan retensi, membantu transfer
belajar, memperlihatkan penampilan dan memberikan umpan balik.
4. Hasil belajar menurut Gagne, yaitu keterampilan intelektual, strategi-
strategi kogitif, informasi verbal, sikap-sikap, dan keterampilan-
keterampilan motorik.
5. Menurut Piaget, teori belajar jean piaget, perkembangan kognitif
mempunyai empat aspek, yaitu 1) kematangan, sebagai hasil
perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan timbal
balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu
pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan
lingkungan sosial, dan 4) ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau
sistem mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempu
mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.
6. Dalam perkembangan intelektual terdapat tiga aspek, antara lain struktur,
isi (konten), dan fungsi. Fungsi didasarkan oleh organisasi dan adaptasi,
adaptasi ini menunjukkan keseimbangan asimilasi dan akomodasi.
29
7. Tingkat perkembangan kognitif dimulai dari masa bayi hingga dewasa,
yang berlangsung melalui empat tahapan yaitu periode sensori motor (0
tahun – 2 tahun), periode pra-operasional (2 tahun – 8 tahun), periode
operasional konkret (7 tahun – 14 tahun), dan periode operasional formal
(14 tahun ke atas).
8. Dalam teori belajar Piaget ini, faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan intelektual, yaitu kedewasaan (maturation), pengalaman
fisik (physical experience), pengalaman logika – matematika (logical-
mathematical experience), transmisi sosial (social transmission), dan
pengaturan sendiri (equilibrasi).
3.2 Saran
Teori belajar sangat diperlukan untuk mempermudah manusia dalam
memahami metode belajar yang baik dan benar. Makalah ini dibuat dengan
menggunakan beberapa sumber-sumber. Namun guna memperluas wawasan
pembaca, penulis juga menyarankan agar pembaca juga membaca referensi
lainnya yang terkait dengan makalah ini.
30
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah : SMA Negeri 1 Tabanan
Mata pelajaran : Fisika
Kelas/Semester : X MIPA / Ganjil
Materi Pokok : Gerak Peluru
Alokasi Waktu : 3 JP (3x45 menit)
A. KOMPETENSI INTI
KI-1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI-2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong
royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggung jawab, responsif, dan pro-
aktif dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di
lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar,
bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan internasional”.
KI-3 : Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada
bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah
KI-4 : Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan
metode sesuai kaidah keilmuan
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat:
3.5.1 Mampu mengidentifikasi besaran fisis gerak parabola
3.5.2 Mampu menentukan besaran fisis dari gerak parabola
3.5.3 Mampu memprediksi besaran fisis dari benda yang engalami gerak parabola
3.5.4 Dapat menyelesaikan permasalahan fisika dalam peristiwa kehidupan sehari hari
menggunakan konsep gerak parabola
4.5.1 Dalam kelompok mampu melakukan percobaan gerak para bola dengan baik
4.5.2 Mampu berdiskusi untuk menyususn laporan gerak para bola
4.5.3 Dapat mempresentasikan hasil percobaan gerak parabola
D. MATERI PEMBELAJARAN
Pengetahuan Faktual :
Lintasan bola yang dilempar membentuk sudut
Lintasan benda yang dijatuhkan oleh pesawat terbang
Lintasan air yang keluar dari lubang drum pada ketinggian tertentu
Konseptual :
Prinsip gerak parabola (perpaduan vektor GLB dengan GLBB dalam hal ini gerak
vertikal)
Komponen vertikal dan komponen horizontal dari besaran fisis gerak parabola
Hal khusus dalam gerak parabola
Prosedural :
Penentuan titik tertinggi dan titik terjauh dari benda yang bergerak parabola
Penyelesaian masalah terkait dengan konsep gerak parabola
E. METODE PEMBELAJARAN
Pendekatan :Scientific
Model Pembelajaran : Inquiri Based Learning (IBL)
Metode : Diskusi, eksperimen, presentasi
F. SUMBER BELAJAR
Buku Fisika Siswa Kelas X
Buku referensi yang relevan
Internet
Lingkungan setempat
G. MEDIA PEMBELAJARAN
Media :
Lembar Kerja Siswa
Lembar penilaian
LCD Proyektor
Laptop
Papan Tulis
Alat/Bahan :
Bak air
Selang
Busur derajat
Pensil
Mistar
Kertas grafik
H. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Mengetahui,
Kepala SMA Negeri 1 Tabanan Guru Mata Pelajaran,
( ) ( )
NIP. NIP.
Keterangan:
1. Skor maksimal = 4 x 5 = 20
Jumlah Skor
2. Nilai = 100
20
3. Nilai sikap dikualifikasikan menjadi predikat sebagai berikut:
SB = Sangat Baik = 80 – 100 C = Cukup = 60 - 69
B = Baik = 70 – 79 K = Kurang = < 60
Lampiran 2
GERAK PARABOLA DITINJAU SECARA VEKTOR
Setelah mempelajari materi bab ini, Anda diharapkan dapat memahami bahwa gerak parabola
dapat dianalisis secara vektor melalui perpaduan antara gerak lurus beraturan (GLB) dan gerak
lurus berubah beraturan (GLBB) yang arahnya saling tegak lurus. Dalam hal ini besaran-
besarannya akan ditinjau secara vektor. Dapatkah Anda menerapkan besaran-besaran gerak
parabola secara vektor?
A. VEKTOR POSISI
Apabila benda dianggap sebagai benda titik, atau partikel, posisi benda tersebut pada suatu
bidang dapat dinyatakan dengan vektor posisi r, yaitu sebuah vektor yang ditarik dari titik
asal sampai ke posisi titik tersebut berada. Vektor posisi r suatu partikel pada bidang
cartesian x-y dapat dinyatakan sebagai berikut.
dengan x, y adala koordinat partikel, sementara dan adala vektor satuan yang
menyatakan arah pada sumbu-x dan sumbu-y. Sedang vektor satuan memiliki nilai 1 satuan.
Perhatikan contoh berikut.
Posisi partikel A di bidang xy adalah pada x = 5 cm dan y = 3 cm, atau pada koordinat (5, 3).
Vektor posisi partikel A dinyatakan sebagai berikut.
Lintasan bola basket tersebut berbentuk parabola. Gerak yang lintasannya berbentuk parabola
disebut gerak parabola. Gerak parabola dapat dipandang dalam dua arah, yaitu arah vertikal
(sumbu-y) yang merupakan gerak lurus berubah beraturan (GLBB), dan arah horizontal
(sumbu-x) yang merupakan gerak lurus beraturan (GLB).
Sebuah bola yang dilemparkan dengan kecepatan awal vo dengan sudut elevasi α, maka:
Kecepatannya sebagai berikut:
Kecepatan pada arah sumbu x vox = vo cos α
Kecepatan pada arah sumbu x voy = vo sin α
persamaan kecepatan gerak peluru secara vektor dapat dituliskan sebagai berikut.
Besar kecepatan benda di sembarang titik secara matematis, dirumuskan sebagai berikut.
Posisi ekstrim pada gerak parabola ada dua yaitu titik, yaitu pada titik tertinggi dan pada titik
terjauh.
Dengan demikian jarak tembak terjau ole peluru dicapai jika sudut α = 45o
Lampiran 3. Lembar kerja
Gerak Parabola
Lampiran 4. Instrumen Penilaian Keterampilan
a. Penilaian Ketrampilan
c. Lembar Pengamatan
No KEGIATAN YANG DIAMATI Ya Tidak
1 Terlibat dalam kegiatan praktikum
2 Melaksankan praktikum sesuai prosedur
3 Mengembalikan alat yang digunakan dengan kondisi baik
(10)
A. 7,5 m/s
B. 10 m/s
C. 12,5 m/s
D. 15 m/s
E. 20 m/s
6 Sebuah peluru ditembakkan dari
permukaan tanah dengan kecepatan
awal 100 m/s dengan sudut elevasi 37o v=
(sin 37o = 0,6; cos 37o = 0,8). Jika g =
10
m/s2, maka tentukan persamaan
kecepatan dan posisi secara vektor dari x i
peluru saat t = 1 sekon. (30)
Lampiran 6. Lembar observasi
Lembar Observasi
Kompetensi Afektif
Nilai = x 100
Lembar Observasi
Kompetensi Psikomotor Siswa
Keterangan:
(1) Persiapan
a. Bekerja dalam menyusun hipotesis
b. Bekerjasama menyiapkan alat dan bahan percobaan
c. Ketepatan alat dan bahhan sesuai dengan percobaan
d. Kedisiplinan siswa dalam mengikuti percobaan
e. Keantosiasan siswa dalam mengikuti percobaan
(2) Pelaksanaan
a. Menggunakan alat dan bahan sesuai dengan percobaan
b. Membaca alat ukur sesuai dengan alat ukur
c. Melakukan percobaan dengan kelompok sesuai dengan petunjuk LKS
d. Pemanfaatan guru sebagai fasilitator
(3) Penyajian
a. Mencatat hasil percobaan
b. Bekerjasama menganalisis hasil percobaan
c. Menyajikan hasil pengamatan dan analisis sesuai dengan LKS
d. Mempresentasikan hasil percobaan
Kreteria Skor
4 = Sangat baik
3 = Baik
2 = Cukup
1 = Kurang
Keterangan Kreteria Skor
4 = Sangat Baik (memenuhi semua indikator tiap aspek Yng dinilai
3 = Baik (memenuhi tiga indikator aspek yang dinilai)
2 = Cukup (memenuhi dua indikator tiap aspek yang dinilai)
1 = Kurang (hanya satu indikator tiap aspek penilaian yang dipenuhi
Skenario Pembelajaran
Kompetensi Dasar:
3.5. Menganalisis, gerak parabola dengan menggunakan vector, berikut mana fisisnya dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
4.5. Mempresentasikan data hasil percobaan gerak parabola dan makna fisisnya.
Indikator:
3.5.4. Menyelesaikan permasalahan fisika dalam peristiwa kehidupan sehari hari menggunakan
konsep gerak parabola