PENDAHULUAN
Ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal
dengan tiga kerangka dasar Agama Hindu. Antara bagian yang satu dengan bagian
yang lainnya saling mengisi dan merupakan satu kesatuan yang bulat, sehingga
patut dihayati dan diamalkan untuk mencapai tujuan yang disebut Moksa. Tiga
kerangka dasar Agama Hindu, yaitu: tattwa, susila, dan upacara. Tattwa
merupakan inti ajaran Agama, sedangkan susila sebagai pelaksana ajaran dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Ida Sang
Hyang Widhi, maka dilaksanakan pengorbanan suci yaitu berupa upacara atau
ritual.
Ajaran etika di dalam Veda mencakup bidang yang sangat luas meliputi:
kebenaran, kasih, tanpa kekerasan, kebajikan, ketekunan, kemurahan hati,
keluhuran budhi pekerti, membenci sifat buruk, pantang berjudi, menjalankan
kebajikan, percaya diri, membina hubungan yang serasi, mementingkan persatuan,
kewaspadaan, kesucian hati, kemasyhuran, kemajuan, pergaulan dengan orang-
orang mulia, mengembangkan sifat-sifat ramah dan manis, sejahtera, damai,
bahagia, kegembiraan, moralitas, persahabatan, wiweka (kemampuan
membedakan sifat baik dan buruk), mengendalikan diri dan banyak lagi yang
lainnya (Winawan, 2002). Untuk memahami tentang Etika (Moralitas), berikut
akan dijelaskan materi Agama Hindu terkait dengan Etika (Moralitas).
Melalui penulisan makalah ini, adapun manfaat yang ingin dicapai adalah
sebagai berikut:
Bagi Penulis,
Bagi Pembaca,
PEMBAHASAN
Dalam kehidupan, segala bentuk perbuatan tidak lepas dari agama yang
menjadi penuntun dalam berpikir, berucap dan berkata. Puja dan Sudharta
(Adnyana, 2004) yang menyatakan bahwa ajaran agama Hindu berpedoman pada
Tri Kerangka Dasar Agama Hindu yang meliputi: Tattwa (filsafat), Etika (susila),
dan Upacara (ritual). Ini memperlihatkan bahwa etika merupakan hal yang harus
menjadi perhatian dalam beragama. Di dalam ajaran agama hindu ada tiga jenis
etika menurut Hindu, yaitu Samanya Dharma, Naimitika Dharma, dan Kamya
Dharma. 1) Samanya Dharma, yaitu etika dharma yang berlaku umum dan dapat
dilakukan di mana saja, kapan saja, atau setiap hari. Contohnya: Larangan
mencuri. Etika ini berlaku di setiap tempat. 2) Naimitika Dharma bersifat khusus
dan terbatas. Contohnya: Untuk kesucian dalam acara-acara tertentu diwajibkan
melaksanakan piodalan pada hari-hari tertentu. 3) Kamya Dharma atau wajib.
Contohnya: Umat Hindu diwajibkan untuk melaksanakan catur bratha penyepian
pada hari raya nyepi.
Salah satu tugas suci bagi umat Hindu ialah untuk menata dirinya sendiri
serta masyarakat, serta umat manusia untuk mengenal jati dirinya untuk berusaha
menjadi manusia yang berperikemanusiaan yang secara ideal disebut manusia
“Dharmika” (Manava Madhava). Ajaran Etika (Moralitas) atau Tata Susila, yakni
tingkah laku yang baik dan benar untuk kebahagiaan hidup serta keharmonisan
antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, antara sesama manusia dengan
alam semesta dan ciptaan-Nya (Winawan, 2003).
Ajaran etika yang tertulis dalam Weda mencakup bidang yang sangat luas
meliputi: kebenaran, kasih, tanpa kekerasan, kebajikan, ketekunan, kemurahan
hati, keluhuran budhi pekerti, membenci sifat buruk, pantang berjudi,
menjalankan kebajikan, percaya diri, membina hubungan yang serasi,
mementingkan persatuan, kewaspadaan, kesucian hati, kemasyhuran, kemajuan,
pergaulan dengan orang-orang mulia, mengembangkan sifat-sifat ramah dan
manis, sejahtera, damai, bahagia, kegembiraan, moralitas, persahabatan, wiweka
(kemampuan membedakan sifat baik dan buruk), mengendalikan diri dan banyak
lagi yang lainnya (Winawan, 2003).
“Berani, pemaaf, teguh, murni, bebas dari kedengkian dan kesombongan yang
semuanya ini, wahai Bharata (Arjuna) merupakan anugerah pada mereka yang
lahir dengan sifat dewata”. (Bhagawad Gita XVI, Sloka 3)
“Dibelenggu oleh ratusan ikatan harapan, menyerahkan diri kepada nafsu dan
kemarahan, mereka berusaha mengumpulkan kekayaan demi kepuasan nafsu
dengan jalan tidak halal”. (Bhagawad Gita Bab XVI, sloka 12)
“Musuh ini telah aku bunuh dan yang lainnya juga akan aku bunuh, akulah
penguasa, akulah penikmat, akulah yang berhasil, yang perkasa dan yang
berbahagia”. (Bhagavad Gita Bab XVI, sloka 14)
“Dengan memuji diri, benar sendiri, bangga dan mabuk akan harta, mereka
mengadakan bermacam-macam upacara kurban sebagai pulasan belaka, tanpa
mengindahkan aturan.” (Bhagavad Gita Bab XVI, sloka 17)
Sifat Daivi Sampat dan Asuri Sampat itu ada pada diri semua orang
dengan kuantitas yang berbeda-beda. Sehingga dalam diri seseorang terdapat sifat
baik (subha karma) dan sifat buruk (asubha karma). Saramuscaya menyebutkan
bahwa hanya manusialah yang dapat mengenal perbuatan yang salah dan benar,
ataupun baik dan buruk. Hanya manusialah yang dapat menjadikan sesuatu yang
tidak baik menjadi baik, karena manusia diberikan kemampuan yang lebih dari
makhluk hidup lainnya yaitu berupa idep (pikiran).
Demikianlah garis-garis besar tuntunan yang kita dapat dari pustaka suci
Bhagawad Gita. Amanat Sri Krishna untuk menjadi manusia Manava Madhava
(Dharmika).
”Empat perilaku yang patut dilaksanakan. arjawa (jujur dan terus terang);
ancangsya (tidak mementingkan diri sendiri); dama (dapat menasehati diri
sendiri); dan indriyanigraha (mengekang hawa nafsu).
Berikut ini diungkapkan, petikan inti sari ajaran yang penting kita jadikan
perilaku kita sehari-hari dimasyarakat diantara sesama manusia.
2. Kebajikan
Dalam ajaran Hindu kata Dharma mempunyai arti yang luas, antara lain:
kebenaran, bebajikan, pengabdian, tugas suci, budi luhur dan sebagainya.
Dalam agama Hindu konsep tentang Cinta kasih dan Kasih sayang
dijelaskan sebagai berikut:
a. Cinta Kasih adalah perasaan rindu, sayang yang patut dibina dengan penuh
kesadaran tanpa keterikatan.
b. Kasih saying adalah perasaan yang lahir dari cinta kasih dan diberikan
dengan penuh kesadaran tanpa keterikatan.
Cinta kasih terhadap sesama bisa dilakukan dengan berpikir cara Tat
Twam Asi. Tat Twam Asi berarti “aku adalah kamu, dan kamu adalah aku”.
Dalam Ajaran agama Hindu terdapat tiga hubungan harmonis yang harus
dilakukan untuk mencapai suatu kebahagiaan, yang disebut denga Tri Hita
Karana. Ajaran Tri Hita Karana dalam kehidupan sehari-hari yaitu menjaga
hubungan yang harmonis antara kita dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
(Parahyangan), hubungan yang harmonis antar sesama manusia (Pawongan), dan
menjalin hubungan yang harmonis dengan alam atau lingkungan (Palemahan).
Satya Semaya, yaitu kejujuran atau kesetiaan kita untuk menepati janji
yang telah diucapkan. Sekarang ini banyak orang hanya bisa membuat
janji-janji palsu yang tidak ditepati. Contohnya adalah para pejabat yang
sering membuat janji-janji palsu kepada rakyat agar mendapat kedudukan
di pemerintahan. Mereka memberikan harapan-harapan palsu kepada
rakyat agar bisa terpilih menjadi wakil rakyat. Namun, setelah mendapat
kedudukan di pemerintahan, mereka melupakan janji-janji tersebut.
Akibatnya rakyat tidak akan percaya lagi pada orang-orang seperti itu.
Sekali orang tidak menepati janji, maka selamanya orang tidak akan
percaya.
Salah satu ajaran yang penting dalam Etika adalah Tri Kaya Parisudha,
yaitu tiga karma yang baik, yang terdiri dari: Kayika Parisudha atau berbuat yang
baik, Wacika Parisudha atau berbicara yang baik, dan Manacika Parisudha atau
berpikir yang baik. Secara sederhana ajaran ini menuntut manusia dalam
kehidupannya, dimana saja, kapan saja mesti selalu berpikir yang baik, berbicara
yang baik dan berpikir yang baik. Ketika hidup dalam masyarakat, hal yang paling
kentara adalah perbuatan dan pembicaraan kita dalam pergaulan. Dan perbuatan
dan pembicaraan tersebut merupakan buah dari pikiran itu sendiri. Sehingga
ketika kita berbuat dan berbicara yang buruk maka pikiran kita juga buruk atau
jauh dari suci. Hal tersebutlah yang menghindarkan diri kita dari Tuhan. Maka
jagalah pikiran kita terlebih dahulu dengan selalu memikirkan Dia, dan melakukan
Smaranam atau menyebut nama Tuhan berulang-ulang niscaya pikiran, perkataan
dan perbuatan akan menjadi baik.
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
Adapun saran yang diberikan penulis untuk para pembaca yaitu dalam
kehidupan sehari-hari kita harus bisa menaati etika yang ada untuk menciptakan
hubungan yang harmonis, baik hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia, dan manusia dengan alam atau lingkungan. Janganlah berbuat
baik hanya karena merasa dipantau orang lain dan takut mendapatkan hukuman,
karena sesungguhnya setiap perbuatan pasti akan mendapatkan pahala. Perbuatan
baik akan mendapat pahala yang baik dan perbuatan yang buruk akan mendapat
pahala yang buruk pula. Jadi, berbuat baiklah atas kesadaran diri sendiri.