Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fikih Lembaga Keuangan


Syariah

Dosen Atang Abd.Hakim,H., Dr., MA.

Disusun oleh,

Akmal Al Baihaqi Sucherman

1183070010

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah swt yang telah member
rahmat tanpa batas dari-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik. Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Dengan adanya bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memudahkan kami
menyelesaikan hambatan selama pengerjaan makalah ini. Oleh karena itu kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekuranga-kekurangan


mendasar dalam makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang
diberikanakan kami jadikan pembelajaran untuk manulis makalah dengan lebih
baik lagi. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian. Aamiin

Bandung, Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

1. PENDAHULUAN ...........................................................................................................
1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
2. PEMBAHASAN .............................................................................................................
2.1. Konsep Fikih .......................................................................................................... 2
2.2. Karakteristik Fikih .................................................................................................. 2
2.3. Klasifikasi Fikih ................................................................................................... 3
2.3.1. Hukum-hukum Ibadah .......................................................................... 3
2.3.2. Hukum-hukum Muamalah .................................................................... 3
2.4. Klasifikasi Akad .................................................................................................... 3
2.4.1. Lembaga Keuangan Syariah ................................................................. 4
2.4.2. Akad Ijarah Al Maushufah Al-Adzimah ............................................... 5
2.4.3. Relasi Akad Jual Beli dan Ijarah ........................................................... 5
2.4.4. Relasi Akad Jual Beli dan Ijarah ........................................................... 5
2.5. Produk Bank Syariah ............................................................................................. 5
2.6. Produk-produk berbasis akad mudharabah............................................................. 7
2.7. Produk-produk berbasis akad musyarakah ............................................................. 9
2.8. Produk-produk berbasis akad murabahah .............................................................. 11
2.9. Produk-produk berbasis akad wakalah bil ujrah..................................................... 12
2.10. Produk-produk berbasis akad Hibah dan Hadiah ................................................... 12
3. PENUTUP ....................................................................................................................
3.1. Kesimpulan ............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sistem ekonomi Islam yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan,


pemerataan, dan kemanfaatan yang menjadi dasar dari prinsip syariat Islam
merupakan alasan utama mengapa system ini semakin dikembangkan dan diminati
masyarakat saat ini. Tentu saja, pengembangan ekonomi Islam ini akan
menghadapi tantangan yang tidak ringan di masa kini dan masa yang akan datang,
yang menjadi uji coba apakah ekonomi Islam mampu mengatasi krisis global yang
juga menjerat perekonomian Indonesia.

Ekonomi Islam membuktikan pada saat itu mampu menjadi solusi dalam
menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi ketika perbankan konvensional
berguguran (likuidasi). Muhammad Syakir Sula5 mengungkapkan krisis ekonomi
global kala itu telah menyebabkan hampir semua perbankan konvensional
bangkrut. "Hanya Bank Muamalat sebagai satu-satunya bank yang relatif kuat
menahan krisis. Meski hanya jalan di tempat, setidaknya lembaga keuangan
syariah itu tidak bangkrut," ungkap Syakir.

Lembaga keuangan syariah (LKS) adalah lembaga keuangan yang


menggunakan prinsip bagi hasil secara adil, berbeda dengan lembaga keuangan
konvensional yang bersandarkan pada bunga. Secara lebih spesifik, Antonio dan
Perwata Atmaja memaparkan dua pengertian mengenai bank Islam atau lembaga
keuangan syariah, yaitu menyangkut bank Islam dan lembaga keuangan yang
beroperasi dengan prinsip syariat Islam. Bank Islam adalah lembaga keuangan
yang beroperasi dengan prinsip syariat Islam dan lembaga keuangan yang tata
cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan Al Quran dan Al Hadits.

Perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia mengalami kemajuan


yang pesat dan menghadapi tuntutan zaman yang semakin kompleks. Untuk dapat
menghadapi tantangan tersebut, lembaga keuangan syariah harus bisa memenuhi
kebutuhan masyarakat dengan menyajikan produk-produk inovatif dan lebih
variatif agar dapat bersaing dengan lembaga keuangan konvensional dengan tetap
berpegang kepada prinsip-prinsip syariah

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. KONSEP FIKIH

Fikih adalah di alam bahasa Arab, perkataan fiqh yang ditulis fiqih atau kadang-
kadang fekih setelah diindonesiakan, artinya paham atau pengertian. ilmu fiqih adalah
ilmu yang bertugas mnentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang terdapat
di dalam al-Quran dan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam Sunnah Nabi yang
direkam dalm kitab-kitab hadis.

Hasil pemahaman tentang hukum Islam itu disusun secara sistematis dalam kitabkitab
fiqih dan disbut hukum fiqih. Contoh hukum fiqih Islam yang ditulis dalam bahasa
Indonesia oleh orang Indonesia adalah, misalnya, fiqih Islam karya H.Sulaiman Rasjid
yang sejak diterbitkan pertama kali tahun 1954 sampai kini (1998) telah puluhan kali
dicetak ulang.

2.2. KARAKTERISTIK FIKIH

- Bersumber dari Wahyu Ilahi

Fiqh Islam berbeda dari hukum-hukum positif, karena sumbernya adalah wahyu Allah
Swt yang dituangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, karena itu dalam mengambil
kesimpulan hukumnya, setiap mujtahid terikat secara kuat dengan teks-teks dari kedua
rujukan tersebut, yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, berikut apa yang lahir dari kedua
sumber utama tersebut dan yang diisyaratkan oleh spirit Syari'at, tujuan-tujuannya, kaidah-
kaidahnya, dan prinsip-prinsip universalnya. Dengan demikian fiqh lahir tumbuh dan
berkembang dengan sempurna.

- Komprehensif dan Memenuhi Tuntutan Hidup Manusia

Fiqh Islam berbeda jauh dari hukum-hukum dan undang-undang buatan manusia,
karena meliputi tiga dimensi hubungan dalam hidup manusia:

Hubungan manusia dengan Tuhannya


Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Hubungan manusia dengan masyarakat.

Lebih jauh lagi, fiqh Islam diperuntukkan bagi kemaslahatan hidup di dunia dan di akhirat.
Dan cakupan fiqh Islam meliputi wilayah agama dan negara. Fiqh Islam berlaku umum
untuk seluruh umat manusia dan bersifat abadi sampai hari kiamat. Hukum-hukumnya
saling menguatkan dan mengukuhkan satu sama lain, baik dalam bidang akidah, ibadah,
etika maupun muamalah, demi mewujudkan puncak keridlaan dari Allah Swt, ketenangan
hidup, keimanan, kebahagian, kenyamanan dan keteraturan hidup bahkan memberikan
kebahagian kepada dunia secara keseluruhan.

2
2.3. KLASIFIKASI AJARAN ISLAM

2.3.1. Karakteristik fikih ibadah dan muamalah

Secara lebih spesifik kemudian fiqih diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, fiqih ibadah
yaitu semua perbuatan yang berkaitan dengan Thaharoh, Shalat, Puasa, Zakat, Haji,
Qurban, Nadzar, Sumpah dan semua perbuatan manusia yang berhubungan dengan
Tuhannya.

- Hukum-Hukum Ibadah

Hukum-hukum ini meliputi hukum-hukum bersuci, shalat, puasa, haji, zakat, nadzar,
sumpah dan berbagai ibadah lainnya yang bertujuan mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya. Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat 140 ayat yang menerangkan masalah ibadah.

Kedua, fiqih muamalat yaitu semua bentuk kegiatan transaksional seperti; deposito, jual
beli, pidana, perdata antar sesama manusia baik secara individu maupun lembaga bahkan
negara. Menjadi keniscayaan bahwa kita dalam beribadah harus menggunakan ilmu atau
menjadi syarat sebelum kita beribadah mencari ilmu terlebih dahulu karena kedudukan
ilmu itu laksana pohon, dan ibadah itu adalah buah dari berbagai jenis buah pepohonan
(ilmu)

- Hukum-Hukum Muamalah

Hukum-hukum muamalah meliputi berbagai macam transaksi, pengelolaan barang


dagangan, hukuman, perdata dan pidana, jaminan dan sebagainya yang bertujuan mengatur
hubungan sesama manusia, baik secara individual atau kolektif.

2.4. KLASFIKASI AKAD

1. Pengertian Akad
Menurut bahasa akad mempunyai beberapa arti diantaranya adalah aqdu yang
berarti mengikat dan ahdu yang berarti janji.
2. Tujuan Akad
Tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum. Lebih tegas lagi
tujuan akad adalah maksud bersama yang dituju dan yang hendak diwujudkan oleh
para pihak melalui pembuatan akad.

Adapun klasifikasi akad tersebut yaitu:

1) Akad pengalihan kepemilikan (uqud at-tamlik), yaitu akad yang bertujuan


mengalihkan kepemilikan barang atau manfaat dengan atau tanpa ganti, seperti akad jual
beli, sewa dan muzara‟ah.

3
2) Pengguguran (isqathat), yaitu akad yang dimaksudkan untuk menggugurkan hak
manusia. Jika pengguguran tanpa disertai ganti disebut isqath mahdhah (pengguguran
murni), dan jika disertai ganti disebut isqath (pengguguran) yang dimaknai tukar menukar,
seperti akad memerdekakan budak dan perceraian yang dilakukan oleh istri dengan
membayar kompensasi dari cerainya.

3) Akad penyerahan („uqud at-tafwidh wa ithlaq), yaitu akad yang memuat


penyerahan kepada orang lain dan memberikan kuasanya untuk melakukan suatu
pekerjaan yang tadinya terlarang sebelum penyerahan ini, seperti wakalah dan izin kepada
anak kecil melakukan sebagian aktifitas jual beli.

4) Akad pembatasan (taqdiyat), yaitu akad yang tasharufnya dimaksudkan untuk


mencegah seseorang dari tasharruf yang sebelumnya dibolehkan baginya, seperti
memberhentikan pengelola wakaf dan penerima wasiat.

5) Akad pemberian kepercayaan („uqud at-tautsiqat), yaitu akad yang tujuannya


adalah memberikan jaminan pada orang yang berhutang atas hutangnya dari orang yang
berhutang, seperti akad kafalah dan hiwalah.

6) Akad syirkah („uqud asy-syirkah), yaitu akad yang bertujuan melakukan kerjasama
dalam pekerjaan dan laba, seperti mudharabah dan muzara‟ah. 7) Akad penjagaan („uqud
al-hifzhi), yaitu akad yang bertujuan menjaga harta, seperti akad wadi‟ah.

Identifikasi Akad Terlarang

Penyebab terlarangnya sebuah transaksi adalah disebabkan faktor-faktor sebagai berikut :

- Haram zatnya (haram li-dzatihi)


- Haram selain zatnya (haram li ghairihi)
- Tidak sah akadnya

2.4.1. Lembaga Keuangan Syariah

Pengertian bank syariah adalah bank yang aktivitas atau kegiatan keuangannya mengikuti
ketentuan-ketentuan syariah islam, khususnya yang menyangkut tat acara bermuamalah
secara islam. Bank syariah berdiri atas prakarsa oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
sekitar tahun 18-20 Agustus 1990.

Bank syariah adalah lembaga keuangan (bank) yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah islam dan menurut jenisnya, bank syariah terdiri dari Bank
Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Syariah. (UU 21/2008)

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara Bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi
hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musyarakah), prinsip

4
jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang
modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah)atau dengan adanya pilihan
pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihal bank oleh pihal lain (ijarah
wa iqtina).

2.4.2. Akad ijarah maushufah fi adzimah

Akad al-ijarah al-maushufah fi al-dzimmah merupakan akad sewa-menyewa, namun objek


yang disewakan belum ada pada saat dilakukan akad. Dalam akad IMFD hanya disebutkan
sifat, kuantitas, serta spesifikasi atas objek yang akan disewakan. Akad IMFD dapat
diterapkan dengan syarat penetapan sifat, kuantitas, dan spesifikasi objek yang akan
disewakan tersebut harus jelas agar terhindar dari gharar. Ditetapkannya fatwa mengenai
IMFD membuka peluang bagi perbankan syariah untuk memperluas pasarnya, karena
dalam praktik bisnis banyak kebutuhan transaksi terhadap objek yang sedang/akan
dibangun. Melalui tulisan singkat ini akan diuraikan bagaimana potensi al-ijarah al-
maushufah fi al-dzimmah dapat diterapkan oleh perbankan syariah sebagai produk
penyaluran pembiayaan.

2.4.3. Relasi akad jual beli dan ijarah

Akad jual beli dimana harga dan keuntungan disepakati antara penjual dan pembeli. Jenis
dan Jumlah barang dijelaskan dengan rinci. Barang diserahkan setelah akad jual beli dan
pembayaran bisa dilakukan secara mengangsur/cicilan atau sekaligus. Ijarah Akad sewa
menyewa barang antara kedua belah pihak, untuk memperoleh manfaat atas barang yang
disewa. Akad sewa yang terjadi antara lembaga keuangan (pemilik barang) dengan
nasabah (penyewa) dengan cicilan sewa yang sudah termasuk cicilan pokok harga barang
sehingga pada akhir masa perjanjian penyewa dapat membeli barang tersebut dengan sisa
harga yang kecil atau diberikan saja oleh bank. Karena itu biasanya Ijarah ini dinamai
dengan al Ijarah waliqtina’ atau al Ijarah alMuntahia Bittamliik.

2.5. PRODUK BANK SYARIAH

Berikut adalah produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dinikmati dan
dimanfaatkan oleh masyarakat umum diantaranya adalah :

Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya melalui beberapa ketentuan
yang sudah dijelaskan oleh pihak bank pada nasabah. Sarana penarikannya bisa
menggunakan buku tabungan, ATM, slip penarikan dan juga melalui metode canggih
lain misalnya internet banking. Ciri khas tabungan syariah adalah menerapkan akad
wadi’ah, yang artinya tabungan yang kita simpan tidak mendapatkan keuntungan

5
karena cuma dititip, tidak ada bunga yang diterima oleh nasabah akan tetapi bank
memberikan hadiah atau bonus kepada nasabah.
Deposito Syariah
Deposito banyak dipilih oleh masyarakat untuk berinvestasi, selain mudah,
keuntungan yang didapatkan juga lebih tinggi dari tabungan biasa.
Depositoadalahproduk simpanan di bank yang penyetorannya maupun penarikannya
hanya bisa dilakukan pada waktu tertentu saja karena bank membutuhkan waktu untuk
melakukan investasi. Bisnis atau investasi yang dijalankan oleh bank tersebut harus
masuk kategori halal menurut hukum islam. Tenor atau jangka waktu yang
ditawarkan sama dengan deposito konvensional, antara 1 hingga 24 bulan.
Deposito syariah menggunakan akad mudharabah artinya tabungan dengan
sistem bagi hasil (nisbah) antara nasabah dan bank. Keuntungan deposito dengan
akad mudharabah ini biasanya memakai perbandingan 60 : 40 untuk nasabah dan
bank. Makin besar untung yang bank dapat, makin besar untung yang diperoleh oleh
nasabah, demikian pula jika keuntungan yang diperoleh bank sedikit maka nasabah
akan mendapat keuntungan yang sedikit pula dengan kata lain, keuntungan muncul
bersama risiko.
Gadai Syariah (Rahn)
Akad gadai syariah yang dipraktikkan pada PT. Pegadaian adalah
meminjamkan uang kepada nasabah dengan jaminan harta yang bernilai dan dapat
dijual. Uang yang dipinjamkan adalah murni tanpa bunga. Namun nasabah (rahin)
wajib menyerahkan barang jaminan (marhum) untuk kepentingan sebagai alat
pembayaran utang manakala pemberi gadai tidak dapat membayar utang saat jatuh
tempo yang telah disepakati.
Dalam praktiknya, barang jaminan akan dijual untuk menutupi utang manakala
pemberi gadai telah dikonfirmasi. Jika barang gadai telah dijual sesuai dengan harga
pasaran maka penerima gadai hanya mengambil sesuai dengan nilai hutangnya dan
lebihnya dikembalikan kepada penggadai.

Giro Syariah
Salah satu produk perbankan syariah yang termasuk ke dalam
konsep wadiah (titipan) adalah giro. Secara umum yang dimaksud dengan giro adalah
simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
bilyet giro, sarana perintah bayar lainnya atau dengan pemindahbukuan. Adapun yang
dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang
menyatakan bahwa giro yang dibenarkan syariah adalah giro berdasarkan
prinsip wadiah dan mudharabah.
Akad mudharabah pada giro syariah adalah akad kerjasama antara nasabah
sebagai penyimpan dana (shahibul maal) sedang bank syariah sebagai pihak yang
mengelola dana (mudharib). Ketentuan Giro Syariah menggunakan akad mudharabah
adalah sebagai berikut:
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan
bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.

6
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di
dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah
keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
yang bersangkutan.
Sedangkan, Giro Syariah dengan akad wadiah adalah akad titipan dana dari
nasabah kepada bank syariah, dimana bank syariah dapat mengelola dana tersebut
tanpa harus memberikan imbalan kepada nasabah jika mendapat keuntungan. Giro
syariah dengan akad wadiah mengikuti ketentuan sebagai berikut :
1. Bersifat titipan.
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call).
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya) yang
bersifat sukarela dari pihak bank.
Dalam prakteknya sebagian besar bank syariah menggunakan akad wadiah
pada produk giro. Sebab kebutuhan nasabah membuka giro adalah untuk kelancaran
dan kemudahan dalam bertransaksi, bukan untuk mencari keuntungan. Sedang akad
mudharabah bisanya digunakan untuk akad investasi untuk mencari keuntungan.

Pembiayaan Syariah (Ijarah)


Leasing sudah sangat familiar dalam kehidupan kita sehari-hari karena sudah
banyak masyarakat yang menggunakan jasa layanan tersebut, contohnya dalam
pembelian mobil, motor atau benda berharga lainnya. Sewa guna usaha (leasing) pada
awalnya di kenal di Amerika Serikat, yaitu berasal dari kata lease yang berarti
menyewa. Sedangkan dalam ekonomi Islam istilah yang berkaitan
dengan leasing adalah Ijarah (al ijarah) yang berasal dari kata al ajru yang berarti al
iwadhu (ganti). Berdasar SK Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21
November 1991, sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan menggunakan hak opsi
(finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk
digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
berkala.

2.6. PRODUK BERBASIS AKAD MUDHARABAH

Di dalam fikih muamalah, terminologi mudharabah diungkapkan oleh ulama


mazhab, yang diantaranya sebagai berikut: menurut mazhab Hanafi, mudharabah
adalah suatu bentuk perjanjian dalam melakukan kongsi untuk mendapatkan
keuntungan dengan modal dari salah satu pihak dan kerja (usaha) dari pihak lain.
Sementara menurut mazhab Maliki, mudharabah adalah penyerahan uang dimuka

7
oleh pemilik modal dalam jumlah uang yang ditentukan kepada seorang yang akan
menjalankan usaha dengan uang tersebut disertai dengan sebagian imbalan dari
keuntungan usahanya.

Rukun

1. Orang yang berakad:


1. Pemilik modal (Shahibul Maal)
2. Pelaksana/usahawan (Mudharib)

2. Modal (Maal)

3. Proyek / Usaha

4. Keuntungan

5. Ijab Qobul

Syarat Umum

1. Orang yang terikat dalam akad cakap hukum

2. Syarat modal yang digunakan harus:


1. Berbentuk uang (bukan barang)
2. Jelas jumlahnya
3. tunai (bukan berbentuk hutang)
4. Langsung diserahkan kepada mudharib

3. Pembagian keuntungan haus jelas, dan sesuai dengan nisbah yang disepakati

Syarat Khusus

1. Permohonan Pembiayaan

2. Data identitas diri/pribadi

3. Data identitas perusahaan

4. Proposal proyek yang dilaksanakan

5. Garansi/jaminan

Modal / Harta

1. Modal hanya diberikan untuk tujuan usaha yang sudah jelas dan disepakati bersama

2. Modal harus berupa unag tunai, jelas jenis mata uangnya, dan jelas jumlahnya

3. Modal diserahkan kepada mudharib seluruhnya (100%) lumpsum

8
4. Jika modal diserahkan secara bertahap maka harus jelas tahapannya dan harus
disepakati bersama

5. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk study kelayakan (feasibility study) atau


sejenisnya tidak termasuk dalam bagian dari modal. Pembayaran biaya-biaya tersebut
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak.

Pekerjaan dan Biaya

1. Bank berhak melakukan pengawasan namun tudak berhak mencampuri urusan


pekerjaan/usaha mudharib

2. Bank sebagai penyedia dana tidak boleh membatasi usaha/tindakan mudharib dalam
menjalankan usahanya, kecuali sebatas perjanjian (usaha yang telah ditetapkan) atau
yang menyimpang dari aturan syariah.

Bagi Hasil

1. Keuntungan yang diperoleh merupakan hasil dari pengelolaaan dana pembiayaan


mudharabah yang diberikan

2. Besaran pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati

3. Mudharib harus membayar bagian keuntungan yang menjadi hak bank secara berkala
sesuai dengan periode yang disepakati

4. Bank tidak akan menerima pembagian keuntungan, bila terjadi kegagalan atau
wanprestasi yang terjadi bukan karena kelalaian mudharib

5. Bila terjadi kegagalan usaha yang mengakibatkan kerugian yang disebabkan oleh
kelalaian mudharib, maka kerugian tersebut harus ditanggung
oleh mudharib (menjadi piutang bank)

2.7. PRODUK BERBASIS AKAD MUSYARAKAH

Musyarakah adalah bentuk kerjasama dua orang atau lebih dengan pembagian
keuntungan secara bagi hasil.Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK Np.
1069 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan ketentuan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian
berdasarkan kontribusi dana. Para mitra bersama – sama menyediakan dana untuk
mendanai suatu usaha tertentu dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan
maupun yang baru. Investasi musyarakah dapat dalam bentuk kas, setara kas atau asset
non kas.Jenis akad musyarakah berdasarkan eksistensi terdiri dari :10

a. Syirkah Al Milk atau perkongsian amlak Mengandung kepemilikan bersama


yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan

9
bersama atas suatu kekayaan.Syirkah ini bersifat memaksa dalam hukum
positif.Misalnya : dua orang atau lebih menerima warisan atau hibah atau wasiat
sebidang tanah.

b. Syirkah Al Uqud Yaitu kemitraan yang tercipta dengankesepakatan dua orang


atau lebih untuk bekerja sama dlam mencapai tujuan tertentu. Setiap mitra
berkontribusi dana dn atau dengan bekerja, serta berbagai keuntungan dan kerugian.
Syirkah jenis ini dapat dianggap kemitraan yang sesungguhnya karena pihak yang
bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat kerjasama investasi dan
berbagi keuntungn dan resiko.Syirkah uqud sifatnya ikhtiariyah (pilihan sendiri).

Rukun dan ketentuan syariah dalam akad musyarakah

a) Unsur – unsur yang harus ada dalam akad musyarakah ada 4 :

(1) Pelaku terdiri dari para mitra

(2) Objek musyarakah berupa modal dan kerja

(3) Ijab qabul

(4) Nisbah keuntungan (bagi hasil)

b) Ketentuan syariah

(1) Pelaku : mitra harus cakap hukum dan baligh

(2) Objek musyarakah:

c) Modal :

(1) Modal yang diberikan harus tunai

(2) Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, asset perdagangan atau
asset tak berwujud seperti hak paten dan lisensi.

(3) Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus ditentukan nilai
tunainyaterlebih dahulu dan harus disepakati bersama.

(4) Modal para mitra harus dicampur, tidak boleh dipisah.

d) Kerja :

(1) Partisipasi mitra merupakan dasar pelaksanaan musyarakah

(2) Tidak dibenarkan jika salah satu mitra tidak ikut berpartisipasi (3) Setiap mitra
bekerja atas dirinya atau mewakili mitra‟

(4) Meskipun porsi mitra yang satu dengan yang lainnya tidak harus sama, mitra yang
bekerja lebih banyak boleh meminta bagian keuntungan lebih besar.

10
e) Ijab qabul Ijab qabul disini adalah pernyataan tertulis dan ekspresi saling ridha
antara para pelaku akad.

f) Nisbah

(1) Pembagian keuntungan harus disepakati oleh para mitra.

(2) Perubahan nisbah harus disepakati para mitra.

g) Keuntungan yang dibagi tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus
menggunakan nilai realisasi keuntungan.

h) Berakhirnya akad musyarakah

(1) Jika salah satu pihak menghentikan akad

(2) Salah seorang mitra meninggal atau hilang akal. Dalam hal ini bisa digantikan
oleh ahli waris jika disetujui oleh para mitra lainnya.

(3) Modal musyarakah habis

2.8. PRODUK BERBASIS AKAD MURABAHAH

Murabahah Konsep Murabahah Dalam Fiqh Murabahah berasal dari kata


dasar beruntung.Jadi, pengertian murabahah secara bahasa adalah mengambil
keuntungan yang disepakati.Bai‟ murabahah adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai‟ murabahah penjual harus
memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahannya.12 Dibawah ini defenisi tentang murabahah menurut pendapat
para ekonom muslim yaitu :
a. Muhammad Syafi‟i Antonio: Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, penjual harus
memberitahu harga pokok yang ia beli dan menentukan tingkat keuntungan yang
disepakati.
b. Menurut Adiwarman A. Karim: Murabahah adalah transaksi jual beli dimana Bank
menyebutkan jumlah keuntungan yang diperoleh. Bank bertindak sebagai penjual,
sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok
ditambah keuntungan (margin).

Sebagai bagian dari jual beli, murabahah memiliki rukun dan syarat yang tidak
berbeda dengan jual beli (al-bai‟) pada umumnya.Namun demikian, ada beberapa
ketentuan khusus yang menjadi syarat keabsahan jual beli murabahah yaitu:
a. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal awal (harga perolehan/
pembelian), semuanya harus diketahui oleh pembeli saat akad; dan ini merupakan
salah satu syarat sah murabahah.

11
b. Adanya keharusan menjelaskan keuntungan yang ambil penjual karena keuntungan
merupakan bagian dari harga. Sementara keharusan mengetahui harga barang
merupakan syarat sah jual beli pada umumnya.
c. Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki/hak
kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya bahwa keuntungan dan resiko
barang tersebut ada pada penjual sebagai konsekuensi dari kepemilikan yang timbul
dari akad yang sah.
d. Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah
maka tidak boleh jual beli secara murabahah (antara pembeli pertama yang menjadi
penjual kedua dengan pembeli murabahah), karena murabahah adalah jual beli dengan
harga pertama disertai tambahan keuntungan.
e. Hendaknya akad yang dilakukan terhindar dari praktik riba, baik akad yang pertama
(antara penjual dalam murabahah sebagai pembeli dengan penjual barang) maupun
pada akad yang kedua antara penjual dan pembeli dalam akad murabahah.

2.9. PRODUK BERBASIS AKAD WAKALAH BI UJRAH

Akad wakalah adalah akad yang dibarengi dengan imbalan atau upah. Ketika
memutuskan untuk memilih apakah produk syariah yang mau digunakan atau bukan,
sebaiknya gali terlebih dulu informasi yang dimiliki. Untuk membandingkan apakah
syariah memang menjalankan sesuai dengan ketentuan dan peraturan syariah
sesungguhnya. Mungkin beberapa program syariah seperti di lembaga usaha atau
bank, terkadang melenceng dan tidak sesuai. Namun Anda sebagai penerima dana
atau pengguna fasilitas bisa menanyakan informasi jelasnya.
Produk perbankan syariah terkenal akan kebijakannya, salah satu produknya
adalah dana pensiun umumnya berjumlah cukup banyak. Karena dari mulai investasi,
tabungan hingga jika anda memiliki saham jangka panjang harus dilindungi dan
diperjelas ssiapa yang berhak menerima dana pensiun selain Anda. Untuk
menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

2.10. PRODUK BERBASIS AKAD HIBAH DAN HADIAH


Akad hibah ialah di mana pemberi dana atau disebut Mauhub bih dari pemberi
kerja (Wahib) kepada pekerja dalam penyelenggaraan pensiun. Akad ini agak jarang
dipilih oleh orang kecuali keadaan si nasabah pensiun sesuai dengan akad Hibah.

Akad Hibah Muqayyadah


Akad ini terjadi apabila hibah pemberi wahib sudah menentukan orang yang
berhak menerima manfaat pensiun termasuk ketidakbolehan mengambil manfaat
pensiun sebelum waktunya. Misalnya, Anda melakukan akad hibah muqayyadah,
kemudian ingin mengambil dana pensiun sebelum waktunya dengan ketentuan usia 60
tahun. Maka anda tidak bisa mengambil dana tersebut sebelum usia 60 tahun.

12
Akad Hibah bi Syarth
Akad yang dilakukan dengan sistem hibah apabila syarat dan perjanjian sudah
dipenuhi dan sesuai dengan peraturan yang ada. Maka akad hibah ini dianggap paling
aman dan juga paling sesuai karena bisa sampai kepada orang yang menerima hibah.

Konsep Hadiah dan Akad Hibah

Terminologi “hadiah” dalam kegiatan penghimpunan dana Lembaga


Keuangan Syariah masih memerlukan penjelasan yang lebih rinci. Dalam beberapa
literatur terdapat term lain yang mirip dengan hadiah, yaitu imbalan, ‘athayâ, dan
bonus. Hadiah dijelaskan oleh ulama sebagai objek pemberian dari salah satu pihak
(di antaranya pihak Lembaga Keuangan Syariah) kepada pihak lain (di antaranya
nasabah) yang merupakan penghargaan, sementara akadnya diidentikkan dengan akad
hibah.
Terminologi lain yang berhubungan dengan terminologi hadiah adalah ‘athayâ
(jamak dari ‘athiyah yang berakar pada kata a’ [berarti menyerakan harta]). ‘Athayâ
sering diartikan ke dalam bahasa Indonesia menjadi pemberian dan/atau bonus.
Dalam praktik bisnis Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, dibedakan antara
hadiah dengan bonus.Dijelaskan bahwa arti hibah, sedekah, hadiah, dan `athiyah
saling berkaitan. Dari segi tujuan, pemberian yang tujuannya untuk mendekatkan diri
kepada Allah disebut shadaqah, yaitu pemberian yang tujuannya untuk melahirkan
rasa hormat dan cinta disebut hadiah; dan pemberian yang tujuannnya tidak untuk
mendekatkan diri kepada Allah dan tidak pula untuk melahirkan rasa hormat dan
cinta, disebut hibah. Sedangkan al-‘athiyah dalam sejarah diartikan sebagai pemberian
seseorang kepada pihak lain pada saat pemberi sedang sakit.
Ulama menjelaskan akad hibah dari segi empat hal. Pertama, kepindahan
kepemilikan objek (mawhûb); yaitu akad hibah termasuk akad yang menyebabkan
kepemilikan mawhûb berpindah dari milik wâhib menjadi milik mawhûb lah (‘aqd
yufîd al-tamlîk). Kedua, penggantian (‘iwadh), yaitu wâhib tidak memperoleh
penggantian dari pihak mawhûb lah. Ketiga, waktu, yaitu akad hibah dilakukan antara
wâhib dan mawhûb lahu ketika mereka hidup (hal al-hayat). Keempat, hukum, yaitu
hukum melakukan hibah adalah sunah (tathawwu‘). Sedangkan ulama Hanabilah
menambah hal yang kelima, yaitu mawhûb harus benda yang berwujud dan dapat
diserahterimakan (mawjûd wa maqdûr ‘alâ taslîmih).

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Lembaga Keuangan Islam atau yang lebih popular disebut Lembaga Keuangan
Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan pada
prinsip-prinsip syari'ah Islamiah. Dalam operasionalnya lembaga keuangan Islam
harus menghindar dari riba, gharar dan maisir. Dalam operasionalnya, Lembaga
Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip-prinsip:

1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan
resiko masing-masing pihak
2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan
secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi
dananya;
4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam
masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk dalam
memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis produk bank syariah
yang ditawarkan adalah sebagai berikut: Al-wadi’ah (Simpanan) dan Pembiayaan
dengan Bagi Hasil.

Berikut akan dikemukakan beberapa kendala dan perkembangan yang dihadapi


perbankan Syari'ah di Indonesia, sehingga perbankan Syari'ah belum dapat berperan
secara optimal bagi dunia keuangan dan masyarakat.

1. Hukum
3. Earning Assets
4. Akuntansi
5. Perpajakan
6. Standard Fatwa
7. Jaringan Bank Syari'ah
8. Sumber Daya Insani
9. Persepsi masyarakat

14
DAFTAR PUSTAKA

Mervvyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik, Prospek.

2001. Yakarta: Serambi.

Muhammad, Bank Syariah Analisa Kekuatan, Peluang, Kelemahan, dan Ancaman,

2006. Yogyakarta: Ekonesia.

Hassan, Hussain Hamid. “The Jurisprudence of Financial Transactions. Fiqh

Mu`âmalât.,” dalam Ausaf Ahmad dan Kazim Raja Awan. ed... Lectures on Islamic

Economics . Jeddah: Islamic Research and Training Institute. Islamic Development

Bank, 1992.

http://jurnalmiqotojs.uinsu.ac.id/index.php/jurnalmiqot/article/view/86/69.

Jaih Mubarak dan Hasanudin, Fikih Muamalah Maliyah : Prinsip-Prinsip

Perjanjian. Bandung Simbiosa, 2017.

Jaih Mubarak dan Hasanudin, Fikih Muamalah Maliyah : Akad Jual Beli. Bandung

Simbiosa, 2017.

Jaih Mubarak dan Hasanudin, Fikih Muamalah Maliyah : Akad Ijarah dan Jualah.

Bandung Simbiosa, 2017.

Jaih Mubarak dan Hasanudin, Fikih Muamalah Maliyah : Syirkah dan Mudharabah.

Bandung Simbiosa, 2017.

15

Anda mungkin juga menyukai