Anda di halaman 1dari 12

DAMPAK PERUBAHAN POLA PENYAKIT PADA ASURANSI

KESEHATAN SWASTA DI INDONESIA


disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah yang dibimbing oleh
Safari Hasan, S.IP, MMRS

Disusun oleh,
Neha Tulada 190103008

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PAMENANG PARE


S1 ADMINISTRASI KESEHATAN
Jalan Soekarno-Hatta Nomor 15 Bendo-Pare-Kediri Telp. (0354)393102/399840
Maret 2021
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................................1
Rumusan Masalah ..................................................................................................2
Tujuan .....................................................................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN
Perubahan Pola Penyakit di Indonesia..................................................................4
Faktor Penyebab Transisi Epidemiologi atau Perubahan Pola Penyakit................7
Penyakit yang Bisa Ditanggung Asuransi Kesehatan............................................ 7
Biaya yang Harus Ditanggung Pasien ketika Menderita Penyakit Kritis...............9
Dampak Meningkatnya Kasus Penyakit Katastropik pada Asuransi Swasta 9
Strategi Menghadapi Perubahan Pola Penyakit.......................................................10
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan ..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................13

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunianya saya bisa menyelesaikan makalah ini sesuai dengan harapan. Tak lupa pula
saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang ikut andil dalam tersusunnya
makalah ini dan pihak yang memberikan bantuan baik materiil maupun non materiil.
Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca tentang Dampak Perubahan Pola Penyakit Pada Asuransi
Swasta di Indonesia.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, masih terdapat banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari
pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun,

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Direktur Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan Cut Putri
Ariane menyebutkan sebelum pandemi, Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan
penyakit katastropik dengan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Hal ini
mengakitbatkan hilangnya hari produktif bagi penderita dan pendamping. Sementara
itu, dari penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan menunjukkan bahwa saat ini perkembangan PTM di Indonesia kian
mengkhawatirkan. Pasalnya peningkatan tren PTM diikuti oleh pergeseran pola
penyakit, jika dulu, penyakit jenis ini biasanya dialami oleh kelompok lanjut usia,
maka kini mulai mengancam kelompok usia produktif.
Ancaman ini akan berdampak besar bagi SDM dan perekonomian Indonesia ke
depan. Karena, di tahun 2030-2040 mendatang, Indonesia akan menghadapi bonus
demografi yang mana usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan kelompok usia
non produktif. Cut mengungkapkan masih tingginya prevalensi PTM di Indonesiar
disebabkan gaya hidup yang tidak sehat. Dari data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa 95,5% masyarakat Indonesia kurang
mengonsumsi sayur dan buah. Kemudian 33,5% masyarakat kurang aktivitas fisik,
29,3% masyarakat usia produktif merokok setiap hari, 31% mengalami obesitas
sentral serta 21,8% terjadi obesitas pada dewasa.
PTM yang marak di Indonesia adalah penyakit katastropik yang menghabiskan
banyak biaya. Untuk menanggulangi adanya kemiskinan akibat pengobatan penyakit
katastropik sebainya masyarakat menggunakan asuransi kesehatan sebagai mitra
menghadapi perubahan pola penyakit di Indonesia. Namun karena memerlukan
banyak biaya, bertambahnya kasus katastropik PTM di Indonesia akan berdampak
pada perusahaan asuransi. Oleh karena itu, makalah ini berjudul “Dampak Perubahan
Pola Penyakit Pada Asuransi Swasta di Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah perubahan pola penyakit di indonesia?
1.2.2 Faktor apa saja yang menyebabkan perubahan penyakit di Indonesia?
1.2.3 Penyakit apa saja yang bisa ditanggung asuransi?
1.2.4 Biaya apa saja yang harus ditanggung pasien ketika menderita PTM atau
penyakit katastropik?
1
1.2.5 apakah dampak meningkatnya kasus PTM atau penyakit katastropik terhadap
asuransi kesehatan swasta?
1.2.6 Apa yang sebaiknya dilakukan pihak asuransi untuk menghadapi perubahan
pola penyakit di Indonesia agar tidak merugi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui perubahan pola penyakit di indonesia
1.3.2 Mengetahui faktor yang menyebabkan perubahan penyakit di Indonesia
1.3.3 Mengetahui penyakit-penyakit yang bisa ditanggung asuransi
1.3.4 Mengetahui biaya apa saja yang harus ditanggung pasien ketika menderita
PTM atau penyakit katastropik
1.3.5 Mengetahui dampak meningkatnya kasus PTM atau penyakit katastropik
terhadap asuransi kesehatan swasta?
1.3.6 Mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan pihak asuransi untuk menghadapi
perubahan pola penyakit di Indonesia agar tidak merugi?

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perubahan Pola Penyakit di Indonesia
Transisi Epidemiologi atau Perubahan Pola Penyakit adalah keadaan yang
ditandai dengan adanya perubahan dari mortalitas dan morbiditas yang dulunya lebih
disebabkan oleh penyakit infeksi (infectious disease) atau penyakit menular
(communicable disease) sekarang lebih sering disebabkan oleh penyakit-penyakit
yang sifatnya kronis atau tidak menular (non-communicable disease) dan penyakit-
penyakit degeneratif.
Dunia medis mengenal penyakit degeneratif sebagai satu istilah yang digunakan
untuk menjelaskan penyakit yang muncul akibat kemunduran fungsi sel tubuh, yaitu
dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Adapun beberapa jenis penyakit yang
masuk dalam kelompok penyakit degeneratif diantaranya adalah Diabetes melitus,
Jantung koroner, Kardiovaskuler, Dislipidemia/kelainan kolesterol, dan sebagainya.
Penurunan fungsi sel seperti yang terjadi pada penyakit degeneratif memang
sudah pasti akan dialami oleh setiap orang. Karena setiap orang pasti mengalami satu
fase yang tidak akan dapat dihindari yaitu penuaan. Namun yang dimaksud dengan
penyakit degeneratif disini adalah penurunan fungsi sel sebelum waktunya. Saat ini
tren PTM semakin meningkat, dan menyerap biaya terbesar dalam JKN (Direktur
Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan Cut Putri Ariane).
Beberapa PTM kemudian menjadi penyakit katastropik karena pengobatannya
yang lama dan memerlukan banyak biaya. Penyakit katastropik adalah penyakit

yang karena terapinya memerlukan keahlian khusus, menggunakan alat


kesehatan canggih dan atau memerlukan pelayanan kesehatan seumur

hidup. Akibatnya, penyakit katastropik menyerap klaim kesehatan yang


tinggi.

Penyakit katastropik pada tingkat rumah tangga yang teridentifikasi


antara lain penyakit gagal ginjal, penyakit jantung (yang memerlukan baik

tindakan invasif atau noninvasif), kanker, serta penyakit kelainan darah


yaitu thalassemia dan hemophilia (Suciati, 2013). Penyakit katastropik

merupakan penyakit kronik dan degeneratif. Disebut kronik karena


penyakit tersebut bersifat laten yang memerlukan waktu lama untuk
3
bermanifes, sering tidak disadari, dan memerlukan waktu lama untuk

penyembuhan atau memerlukan waktu seumur hidup untuk


mengendalikannya. Disebut degeneratif karena penyakit tersebut semakin

sering terjadi seiring bertambahnya usia. Penyerapan klaim yang besar


inilah yang menyebabkan munculnya terminologi penyakit katastropik.

Menurut data Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), penyakit


kardiovaskular adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia. Pada

tahun 2012 diperkirakan 17,5 juta orang meninggal karena penyakit


kardiovaskular (7,4 juta diantaranya disebabkan penyakit jantung koroner

dan 6,7 juta kematian disebabkan oleh stroke). Lebih sepertiga kematian
akibat penyakit kardiovaskular terjadi di negara berpendapatan rendah

dan menengah. Sementara itu, penyakit kanker juga menjadi tantangan


besar kesakitan dan kematian di seluruh dunia, dengan perkiraan 14 juta

kasus baru dan 8,2 juta kematian akibat kanker pada tahun yang sama.
Infeksi virus viral menjadi penyebab 20 persen kematian akibat kanker di

negara berpendapatan rendah dan menengah (WHO, 2015). Di Indonesia,


laporan Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa prevalensi penyakit gagal

ginjal kronis, kasus stroke, penyakit jantung koroner, serta penyakit kanker
meningkat seiring bertambahnya umur dan peningkatan tertinggi terjadi

pada kelompok umur ≥ 75 tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin,


penderita penyakit kanker, diabetes mellitus, gagal jantung serta penyakit

jantung koroner lebih banyak ditemukan pada wanita (Kemenkes, 2014).


Salah satu tujuan pendanaan publik layanan kesehatan adalah

mengurangi beban keuangan rumah tangga pelayanan kesehatan (Gani


dkk, 2008). Belanja kesehatan katastropi dapat memicu pemiskinan. Oleh

sebab itu sistem pendanaan kesehatan dirancang tidak hanya menjamin


pemerataan akses pelayanan kesehatan tetapi juga memberi perlindungan

bagi rumah tangga dari pengeluaran katastropi. Pengeluaran terus


menerus untuk pengobatan penyakit kronis merupakan masalah besar

4
bagi masyarakat, baik miskin maupun tidak miskin. Dampak ekonomi tidak

langsung dari penyakit kronis adalah berkurangnya pendapatan karena


produktifitas yang hilang akibat sakit atau kematian, berkurangnya

kesempatan menabung, dan hilangnya kesempatan bekerja atau


memperoleh pendidikan bagi anggota keluarga (Suciati, 2013). Sampai

dengan tahun 2013, pendanaan kesehatan rumah tangga di Indonesia


yang bersumber dari OOP masih tinggi yaitu sebesar 67,9 persen untuk

klaim rawat jalan dan 53,5 persen untuk klaim rawat inap.

2.2 Faktor Penyebab Transisi Epidemiologi atau Perubahan Pola Penyakit


transisi epiemiologi ini disebabkan oleh terjadinya perubahan sosial ekonomi,
lingkungan dan perubahan struktur penduduk seperti kebiasaan merokok, kurang
aktifitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori serta konsumsi alkohol yang diduga
berkontribusi menjadi penyebab dalam penyakit PTM (Depkes, 2008).
Kemkes mencatat, sebagian besar penyebab penyakit kritis ialah karena tidak
melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga, jam kerja yang tinggi, kerap
mengalami stres, serta menjalani pola hidup tidak sehat. Di samping itu, terdapat
pula penyebab eksternal seperti polusi udara yang kian hari kian meningkat.

2.3 Penyakit yang Bisa Ditanggung Asuransi Kesehatan


2.3.1 Stroke
Stroke terjadi ketika adanya gangguan dalam pasokan darah ke otak.
Melansir salah satu artikel di situs Hellosehat, disebutkan bahwa
biaya pengobatan stroke bisa mencapai sekitar Rp 150 juta hingga
Rp450 juta. 
2.3.2 Kanker
Penyakit kritis kedua yang menyebabkan kematian tertinggi adalah
kanker. Kanker sejatinya adalah istilah lain dari tumor ganas di
beberapa bagian tubuh, yang bisa menimpa semua orang dan semua
golongan umur.
Biaya berobat kanker juga tidak murah. Menurut Dirut RS Kanker
Dharmais Jakarta, biaya pengobatan pasien pengidap kanker harus

5
menjalani berbagai rangkaian pengobatan seperti kemoterapi,
imunoterapi, hingga operasi. Dan juga pasien harus mendapat
dukungan fasilitas penunjang seperti CTScan dan transfusi darah,
yang jika ditotal bisa menelan biaya hingga Rp 300 juta.
2.3.3 Diabetes 
Diabetes merupakan suatu jenis penyakit metabolisme kronis yang
disebabkan karena berkurangnya efektivitas insulin. Jika terluka,
pasien diabetes juga sulit disembuhkan, sehingga tak jarang, mereka
harus menjalani proses amputasi yang menelan biaya hingga sekitar
Rp 150 juta.
2.3.4 Jantung
Gangguan dari penyakit jantung memang cukup beragam, mulai dari
gangguan pembuluh darah, irama, katup dan lainnya. Biaya
pengobatan jantung juga bervariasi, namun yang jelas bisa
menyentuh sekitar Rp250 juta. 
2.3.5 Penyakit Kritis Lainnya
Tentu saja, masih ada beberapa penyakit kritis selain empat penyakit
di atas yang harus kita waspadai. Beberapa penyakit kritis lainnya
adalah gagal ginjal, gangguan saraf akut, hepatitis, meningitis, hingga
HIV/Aids. 
International Health Metrics Monitoring and Evaluation (IMHE) pada 2017
mengungkapkan, penyakit kritis yang menjadi penyebab utama kematian di
Indonesia adalah stroke, diikuti penyakit jantung iskemik dan diabetes.
Di samping risiko yang tinggi, biaya pengobatan penyakit kritis juga sangat
mahal. Di Indonesia, biaya pengobatan penyakit tersebut diprediksi mengalami
peningkatan 12%-15% per tahun. Angkanya sangat bervariasi, tergantung stadium
penyakit yang diderita, jangka waktu pengobatan, dan jenis-jenis pengobatan. Tapi
untuk sekadar gambaran, berikut kisaran biaya pengobatan penyakit kritis di
Indonesia dikutip dari berbagai sumber:
Jantung: Rp80 juta-Rp500 juta untuk operasi bypass
Kanker: Rp100 juta per bulan, mencakup kemoterapi, obat-obatan, dan operasi
Stroke: Rp150 juta-Rp450 juta
Ginjal: Rp50 juta-Rp60 juta per tahun untuk cuci darah
Diabetes: Rp130juta-Rp150 juta untuk amputasi
6
2.4 Biaya yang Harus Ditanggung Pasien ketika Menderita Penyakit Kritis
Ada 3 biaya yang akan dibutuhkan pasien penyakit kritis tahap akhir, yaitu :

2.4.1 Biaya perawatan rutin seperti kemoterapi dan radioterapi pada pasien kanker.
2.4.2 Biaya sewa perawat profesional untuk membantu kegiatan / pengobatan
rumah sehari-hari pasien.
2.4.3 Biaya kebutuhan hidup sehari-hari : Selama proses penyembuhan, pasien
penyakit kritis tahap akhir umumnya butuh istirahat total yang membuat ia
tidak bisa bekerja lagi sehingga sumber penghasilan akan terhenti.

2.5 Dampak Meningkatnya Kasus Penyakit Katastropik pada Asuransi Swasta


Apabila penyakit Katastropik terus melonjak, maka akan terjadi kalim yang
sangat esar pada pihak asuransi. Hal ini jika tidak diperhatikan secara seksama oleh
pihak asuransi akan menyebabkan kerugian.
Asuransi Kesehatan di Indonesia mencatat bahwa pengeluaran klain untuk
penyakit katastropik adalah yang paling banyak menghabiskan dana. BPJS
Kesehatan juga diduga merugi karena meningkatnya kasus katastropik tanpa disertai
dengan pembaruan kebijakan.
Pada asuransi swasta, rata-rata hanya mengeluarkan klaim ketika pasien terkena
penyakit kritis tahap akhir dimana tidak memerlukan lagi rawat inap di rumah sakit.
klaim yang diberikan juga dibatasi sehingga keuangan perusahaan dapat
dikendalikan.
2.6 Strategi Menghadapi Perubahan Pola Penyakit
Seiring dengan berjalannya waktu, perubahan pola penyakit akan selalu terjadi
sehingga penting bagi perusahaan asuransi untuk selalu memperbarui kebijakan.
Pihak asuransi swasta memberikan batasan pada klaim karena apabila tidak
dibatasi akan menyebabkan pengeluaran klaim yang terlalu besar. hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya pasien yang masih terus melakukan kontrol padahal
sudah baik baik saja dan hanya perlu menjaga pola hidup sehat, juga orang-orang
yang merasa sudah tertanggung asuransi sehingga tidak menjaga kesehatannya.
Selain itu, pihak asuransi swasta juga sebaiknya mulai melakukan kegiatan
promotif preventif untuk mengingatkan pasien agar selalu menjaga kesehatan.

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adanya perubahan pola penyakit membawa dampak besar bagi perusahaan
asuransi. Apabila tidak ditangani dengan teliti maka akan menimbulkan kerugian.
Sehingga, penting bagi pihak asuransi untuk selalu memperbarui kebijakan
tergantung dengan kondisi kesehatan masyarakat dan melakukan upaya promotif
preventif pada pasien sehingga dapat mengurangi pengeluaran yang terlalu besar
untuk klaim penyakit kritis atau katastropi.

8
DAFTAR PUSTAKA
[CITATION Pra05 \t \l 1057 ] https://media.neliti.com/media/publications/78228-ID-
transisi-kesehatan-di-indonesia-kajian-d.pdf
[ CITATION Kem20 \l 1057 ] https://www.kemkes.go.id/article/view/20070400003/penyakit-
tidak-menular-kini-ancam-usia-muda.html
[ CITATION Hen16 \l 1057 ] file:///C:/Users/Windows/Downloads/1771-4541-1-PB.pdf
[ CITATION Sil \l 1057 ] https://lisnco.com/manulife-2/asuransi-penyakit-kritis-manulife-
ultimate-critical-care/

Anda mungkin juga menyukai