Dampak Perubahan Pola Penyakit Pada Asuransi Swasta Di Indonesia
Dampak Perubahan Pola Penyakit Pada Asuransi Swasta Di Indonesia
Disusun oleh,
Neha Tulada 190103008
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunianya saya bisa menyelesaikan makalah ini sesuai dengan harapan. Tak lupa pula
saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang ikut andil dalam tersusunnya
makalah ini dan pihak yang memberikan bantuan baik materiil maupun non materiil.
Harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca tentang Dampak Perubahan Pola Penyakit Pada Asuransi
Swasta di Indonesia.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, masih terdapat banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari
pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun,
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Direktur Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan Cut Putri
Ariane menyebutkan sebelum pandemi, Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan
penyakit katastropik dengan penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Hal ini
mengakitbatkan hilangnya hari produktif bagi penderita dan pendamping. Sementara
itu, dari penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan menunjukkan bahwa saat ini perkembangan PTM di Indonesia kian
mengkhawatirkan. Pasalnya peningkatan tren PTM diikuti oleh pergeseran pola
penyakit, jika dulu, penyakit jenis ini biasanya dialami oleh kelompok lanjut usia,
maka kini mulai mengancam kelompok usia produktif.
Ancaman ini akan berdampak besar bagi SDM dan perekonomian Indonesia ke
depan. Karena, di tahun 2030-2040 mendatang, Indonesia akan menghadapi bonus
demografi yang mana usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan kelompok usia
non produktif. Cut mengungkapkan masih tingginya prevalensi PTM di Indonesiar
disebabkan gaya hidup yang tidak sehat. Dari data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa 95,5% masyarakat Indonesia kurang
mengonsumsi sayur dan buah. Kemudian 33,5% masyarakat kurang aktivitas fisik,
29,3% masyarakat usia produktif merokok setiap hari, 31% mengalami obesitas
sentral serta 21,8% terjadi obesitas pada dewasa.
PTM yang marak di Indonesia adalah penyakit katastropik yang menghabiskan
banyak biaya. Untuk menanggulangi adanya kemiskinan akibat pengobatan penyakit
katastropik sebainya masyarakat menggunakan asuransi kesehatan sebagai mitra
menghadapi perubahan pola penyakit di Indonesia. Namun karena memerlukan
banyak biaya, bertambahnya kasus katastropik PTM di Indonesia akan berdampak
pada perusahaan asuransi. Oleh karena itu, makalah ini berjudul “Dampak Perubahan
Pola Penyakit Pada Asuransi Swasta di Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah perubahan pola penyakit di indonesia?
1.2.2 Faktor apa saja yang menyebabkan perubahan penyakit di Indonesia?
1.2.3 Penyakit apa saja yang bisa ditanggung asuransi?
1.2.4 Biaya apa saja yang harus ditanggung pasien ketika menderita PTM atau
penyakit katastropik?
1
1.2.5 apakah dampak meningkatnya kasus PTM atau penyakit katastropik terhadap
asuransi kesehatan swasta?
1.2.6 Apa yang sebaiknya dilakukan pihak asuransi untuk menghadapi perubahan
pola penyakit di Indonesia agar tidak merugi?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui perubahan pola penyakit di indonesia
1.3.2 Mengetahui faktor yang menyebabkan perubahan penyakit di Indonesia
1.3.3 Mengetahui penyakit-penyakit yang bisa ditanggung asuransi
1.3.4 Mengetahui biaya apa saja yang harus ditanggung pasien ketika menderita
PTM atau penyakit katastropik
1.3.5 Mengetahui dampak meningkatnya kasus PTM atau penyakit katastropik
terhadap asuransi kesehatan swasta?
1.3.6 Mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan pihak asuransi untuk menghadapi
perubahan pola penyakit di Indonesia agar tidak merugi?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perubahan Pola Penyakit di Indonesia
Transisi Epidemiologi atau Perubahan Pola Penyakit adalah keadaan yang
ditandai dengan adanya perubahan dari mortalitas dan morbiditas yang dulunya lebih
disebabkan oleh penyakit infeksi (infectious disease) atau penyakit menular
(communicable disease) sekarang lebih sering disebabkan oleh penyakit-penyakit
yang sifatnya kronis atau tidak menular (non-communicable disease) dan penyakit-
penyakit degeneratif.
Dunia medis mengenal penyakit degeneratif sebagai satu istilah yang digunakan
untuk menjelaskan penyakit yang muncul akibat kemunduran fungsi sel tubuh, yaitu
dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Adapun beberapa jenis penyakit yang
masuk dalam kelompok penyakit degeneratif diantaranya adalah Diabetes melitus,
Jantung koroner, Kardiovaskuler, Dislipidemia/kelainan kolesterol, dan sebagainya.
Penurunan fungsi sel seperti yang terjadi pada penyakit degeneratif memang
sudah pasti akan dialami oleh setiap orang. Karena setiap orang pasti mengalami satu
fase yang tidak akan dapat dihindari yaitu penuaan. Namun yang dimaksud dengan
penyakit degeneratif disini adalah penurunan fungsi sel sebelum waktunya. Saat ini
tren PTM semakin meningkat, dan menyerap biaya terbesar dalam JKN (Direktur
Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan Cut Putri Ariane).
Beberapa PTM kemudian menjadi penyakit katastropik karena pengobatannya
yang lama dan memerlukan banyak biaya. Penyakit katastropik adalah penyakit
dan 6,7 juta kematian disebabkan oleh stroke). Lebih sepertiga kematian
akibat penyakit kardiovaskular terjadi di negara berpendapatan rendah
kasus baru dan 8,2 juta kematian akibat kanker pada tahun yang sama.
Infeksi virus viral menjadi penyebab 20 persen kematian akibat kanker di
ginjal kronis, kasus stroke, penyakit jantung koroner, serta penyakit kanker
meningkat seiring bertambahnya umur dan peningkatan tertinggi terjadi
4
bagi masyarakat, baik miskin maupun tidak miskin. Dampak ekonomi tidak
klaim rawat jalan dan 53,5 persen untuk klaim rawat inap.
5
menjalani berbagai rangkaian pengobatan seperti kemoterapi,
imunoterapi, hingga operasi. Dan juga pasien harus mendapat
dukungan fasilitas penunjang seperti CTScan dan transfusi darah,
yang jika ditotal bisa menelan biaya hingga Rp 300 juta.
2.3.3 Diabetes
Diabetes merupakan suatu jenis penyakit metabolisme kronis yang
disebabkan karena berkurangnya efektivitas insulin. Jika terluka,
pasien diabetes juga sulit disembuhkan, sehingga tak jarang, mereka
harus menjalani proses amputasi yang menelan biaya hingga sekitar
Rp 150 juta.
2.3.4 Jantung
Gangguan dari penyakit jantung memang cukup beragam, mulai dari
gangguan pembuluh darah, irama, katup dan lainnya. Biaya
pengobatan jantung juga bervariasi, namun yang jelas bisa
menyentuh sekitar Rp250 juta.
2.3.5 Penyakit Kritis Lainnya
Tentu saja, masih ada beberapa penyakit kritis selain empat penyakit
di atas yang harus kita waspadai. Beberapa penyakit kritis lainnya
adalah gagal ginjal, gangguan saraf akut, hepatitis, meningitis, hingga
HIV/Aids.
International Health Metrics Monitoring and Evaluation (IMHE) pada 2017
mengungkapkan, penyakit kritis yang menjadi penyebab utama kematian di
Indonesia adalah stroke, diikuti penyakit jantung iskemik dan diabetes.
Di samping risiko yang tinggi, biaya pengobatan penyakit kritis juga sangat
mahal. Di Indonesia, biaya pengobatan penyakit tersebut diprediksi mengalami
peningkatan 12%-15% per tahun. Angkanya sangat bervariasi, tergantung stadium
penyakit yang diderita, jangka waktu pengobatan, dan jenis-jenis pengobatan. Tapi
untuk sekadar gambaran, berikut kisaran biaya pengobatan penyakit kritis di
Indonesia dikutip dari berbagai sumber:
Jantung: Rp80 juta-Rp500 juta untuk operasi bypass
Kanker: Rp100 juta per bulan, mencakup kemoterapi, obat-obatan, dan operasi
Stroke: Rp150 juta-Rp450 juta
Ginjal: Rp50 juta-Rp60 juta per tahun untuk cuci darah
Diabetes: Rp130juta-Rp150 juta untuk amputasi
6
2.4 Biaya yang Harus Ditanggung Pasien ketika Menderita Penyakit Kritis
Ada 3 biaya yang akan dibutuhkan pasien penyakit kritis tahap akhir, yaitu :
2.4.1 Biaya perawatan rutin seperti kemoterapi dan radioterapi pada pasien kanker.
2.4.2 Biaya sewa perawat profesional untuk membantu kegiatan / pengobatan
rumah sehari-hari pasien.
2.4.3 Biaya kebutuhan hidup sehari-hari : Selama proses penyembuhan, pasien
penyakit kritis tahap akhir umumnya butuh istirahat total yang membuat ia
tidak bisa bekerja lagi sehingga sumber penghasilan akan terhenti.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adanya perubahan pola penyakit membawa dampak besar bagi perusahaan
asuransi. Apabila tidak ditangani dengan teliti maka akan menimbulkan kerugian.
Sehingga, penting bagi pihak asuransi untuk selalu memperbarui kebijakan
tergantung dengan kondisi kesehatan masyarakat dan melakukan upaya promotif
preventif pada pasien sehingga dapat mengurangi pengeluaran yang terlalu besar
untuk klaim penyakit kritis atau katastropi.
8
DAFTAR PUSTAKA
[CITATION Pra05 \t \l 1057 ] https://media.neliti.com/media/publications/78228-ID-
transisi-kesehatan-di-indonesia-kajian-d.pdf
[ CITATION Kem20 \l 1057 ] https://www.kemkes.go.id/article/view/20070400003/penyakit-
tidak-menular-kini-ancam-usia-muda.html
[ CITATION Hen16 \l 1057 ] file:///C:/Users/Windows/Downloads/1771-4541-1-PB.pdf
[ CITATION Sil \l 1057 ] https://lisnco.com/manulife-2/asuransi-penyakit-kritis-manulife-
ultimate-critical-care/