Anda di halaman 1dari 77

SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PENERAPAN


SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
RUMAH SAKIT (SMK3RS) DI RSUD TAMAN HUSADA BONTANG
KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017

SADRYANI M. SAID
K 111 15 702

Pembimbing I : dr. M. Furqaan Naiem, M.Sc, Ph.D


Pembimbing II : dr. Muhammad Rum Rahim, M.Kes

DEPARTEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
RINGKASAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
MAKASSAR, OKTOBER 2017
SADRYANI M. SAID
‘‘HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PENERAPAN
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
RUMAH SAKIT (SMK3RS) DI RSUD TAMAN HUSADA BONTANG
KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017’’
(xi + 102 Halaman +8 Tabel + 5 Lampiran)
Penyelenggaraan program K3 merupakan salah satu bentuk perlindungan
kepada tenaga kerja yang bertujuan untuk mewujudkan produktivitas kerja dan
melindungi tenaga kerja dari risiko yang membahayakan kesehatan dan
keselamatannya. Rumah sakit sebagai industri jasa dengan persoalan tenaga kerja
yang rumit serta berisiko penyakit akibat kerja bahkan kecelakan akibat kerja,
sehingga berkewajiban menerapkan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit (K3RS). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
pengetahuan dan sikap terhadap penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit di RSUD Taman Husada Bontang Kalimantan Timur
Tahun 2017.
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan
desain penelitian cross sectional . Variabel yang diteliti adalah pengetahuan, sikap
dan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit.
Populasi dalam penelitian ini yakni seluruh karyawan (tetap dan honor) RSUD
Taman Husada Bontang baik petugas medis maupun non medis yang berjumlah
529 orang. dengan jumlah sampel sebanyak 82 orang diperoleh dengan
menggunakan metode proportional random sampling. Data yang diperoleh diolah
menggunakan program SPSS kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan disertai
dengan narasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan
dengan nilai p=0,000 (p<0,05) dan ada hubungan antara sikap dengan nilai
p=0,032 (p<0,05) terhadap penerapan SMK3RS di RSUD Taman Husada
Bontang Kalimantan Timur Tahun 2017 dengan penelitian sikap yang lebih
berpengaruh terhadap penerapan SMK3RS. Diharapkan kepada pihak RS agar
memberikan penyegaran kepada karyawan dalam bentuk sosialisasi maupun
pelatihan akan pentingnya K3 dengan penerapan SKM3, dan diharapkanpula agar
pihak RS membentuk tim/unit kerja K3, P2K3RS, serta memenuhi regulasi
SMK3RS yang berlaku.
Daftar pustaka : 44 (1996-2016)
Kata Kunci : SMK3RS, Sikap, Pengetahuan

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayahNya kepada penulis sehingga penyusunan skripsi dengan
judul “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (Smk3rs) Di
RSUD Taman Husada Bontang
Kalimantan Timur Tahun 2017” dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat
menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.
Penyusunan skripsi ini bukanlah hasil kerja penulis semata. Segala usaha
dan potesi telah dilakukan dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan,
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak dr. M. Furqaan Naiem, M.Sc.,Ph.D selaku pembimbing I dan
Bapak dr. Muhammad Rum Rahim, M.Sc selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dengan penuh ikhlas dan kesabaran, telah meluangkan
waktu dan pemikirannya untuk memberikan arahan kepada penulis.
Penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Suami
tercinta Andi Wahyudin dan Ananda Andi Muhammad Fadlillah yang telah
mendukung dalam segala hal dengan penuh pengorbanan, kesabaran, cinta kasih,
memberikan doa, semangat serta motivasi dengan segala keikhlasan. Tak lupa
juga kepada kedua orang tua tercinta , Andi Muhammad Said A. Gani dan Ibunda
Andi Maryani Buyung yang senantiasa memberikan doa dan kasih sayang selama
ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. Atjo Wahyu, SKM., M.Kes, Ibu Dr. Hj. A. Ummu Salmah, SKM.,
M.Sc, dan Ibu Nur Arifah, SKM.,MA selaku dosen penguji yang telah banyak

iii
memberikan masukan, saran, serta arahan guna menyempurnakan penulisan
skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. drg. H. Andi Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku dekan, Ibu Dr.
Ida Leida Maria, SKM, M.KM, M.Sc, Ph.D selaku wakil dekan I, Ibu Dr. dr.
Andi Indahwaty Sidin, MHSM selaku wakil dekan II dan Bapak Sukri
Palutturi, SKM, M.Kes, M.Sc, Ph.D selaku wakil dekan III beserta seluruh
tata usaha, kemahasiswaan, akademik, asisten laboratorium FKM Unhas atas
bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Unhas.
3. Para dosen pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
ilmu selama menempuh studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat.
4. Bapak Nur Alam (Alm.), Bapak Rahmat dan Ibu Fatmah selaku staf
Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang membantu penulis
selama pengurusan administatif.
5. Pemerintah Kota Bontang yang telah memberikan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan Strata Satu. Terimakasih banyak.
6. Terimakasih kepada RSUD Taman Husada Bontang, Direktur, Manajemen
dan seluruh karyawan, yang bersedia menjadi responden dan juga
kerjasamanya dalam penelitian ini.
7. Terimakasih sebesar-besarnya kepada dr. H. Bahauddin M.Mars, yang tellah
memberikan kepercayaan dan dukungan kepada penulis.
8. Terimakasih kepada seniorku kak Tommy, Kak Jhon, Kak Eni, Kak Ophi,
Kak Djus, Kak Hendra, Kak Ibrahim Saleh, Prof. Muin, Kak Asrar, Kak Aziz,
kak lias, kak dedi, kak Ari, Kak Usman, Kak Yusma dan teman-teman Star 4
yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat lettingku Nova, mboe Riski, Riska, Arul, Yun, Eda, Jufri,
Kiki, Amma, Rudi, dan Mega. Terimakasih persaudaraan selama ini.
10. Adik-adikku OHSS 2012, 2013,2014, Serta adik-adik S2,KU Rekar, Yasmin,
Januar, Grace, Nirwana, Ade, dan Jumhur yang telah memberikan
memotivasi kepada penulis.

iv
11. Untuk adik-adikku, Afifah, Sukma, dan Lisa yang telah memeberikan
dukungan, dan doa kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
Terimakasih kebersamaan dua tahun ini, terimakasih kegila-gilaan, dan yang
paling penting jangan lupa mie pengubah semangat dan emosi menjadi lebih
baik, one and only Mie Anto
12. Sahabat sekaligus saudara angkatku Endah, mba Kokom, dan Mas Wawan,
yang selalu mendoakan dan memberi motivasi serta semangat kepada penulis.
13. Semua pihak Saudara, sahabat yang mungkin penulis tidak sebut namanya
satu persatu yang telah membantu penyusunan skripsi ini. juga terimakasih
telah diberi kesempatan bertemu kembali dengan teman-teman lama dan baru
di komunitas IKA SMAPAT, IKA SMEPLIM 95, IKA AKPER DEPKES
Banta-Bantaeng 98, BBC RUN BONTANG, K3 SULSEL, PAKI SULSEL,
AK3U13MAP Jogja, DAN Riset UH. Terimakasih banyak dan see u next
time.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan demi kesempurnaan penulisan
skripsi yang kelak dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan sebagai
informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Makassar, Juli 2017

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. i
RINGKASAN .....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................... iii
DAFTAR ISI...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................11
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................12
D. Manfaat Penelitian .................................................................................12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit...........................................................................................14
B. Tinjauan Umum Penerapan/Pelaksanaan K3RS....................................27
C. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit .................................................44
D. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan..................................................56
E. Tinjauan Umum Tentang Sikap.............................................................59
F. Kerangka Teori ......................................................................................65
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti.................................................66
B. Kerangka Konsep...................................................................................71
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif............................................71
D. Hipotesis Penelitian ...............................................................................75
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ......................................................................................77
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................77

vi
C. Populasi dan Sampel..............................................................................77
D. Metode Pengumpulan Data....................................................................81
E. Pengolahan dan Penyajian Data.............................................................81
F. Analisis Data..........................................................................................82
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi......................................................................84
B. Hasil Penelitian .....................................................................................85
C. Pembahasan...........................................................................................96
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................104
B. Saran ....................................................................................................104
DAFTAR PUSTAKA

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di


Rumah Sakit Umum Daerah Taman Husada Bontang Tahun
2017................................................................................. 86
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah
Sakit Umum Daerah Taman Husada Bontang Tahun
2017................................................................................. 87
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Rumah
Sakit Umum Daerah Taman Husada Bontang Tahun
2017................................................................................. 88
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Rumah
Sakit Umum Daerah Taman Husada Bontang Tahun
2017................................................................................. 89
Tabel 5.5 Distribusi Pertanyaan Berdasarkan Pengetahuan di Rumah
Sakit Umum Daerah Taman Husada Bontang Tahun
2017................................................................................. 89
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Makassar Tahun
2017................................................................................. 89
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan SMK3RS di
Rumah Sakit Umum Daerah Taman Husada Bontang Tahun
2017................................................................................. 90
Tabel 5.8 Hubungan Antara Pengetahuan dengan Penerapan SMK3RS
di Rumah Sakit Umum Daerah Taman Husada Bontang
Tahun 2017.............................................................................. 91
Tabel 5.9 Hubungan Antara Sikap dengan dengan Penerapan SMK3RS
di Rumah Sakit Umum Daerah Taman Husada Bontang
Tahun 2017................................................................................ 92

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Langkah-langkah Peberapan K3RS 28


Gambar 2.2. Bagan Kerangka Teori 65
Gambar 3.1. Kerangka Konsep 71

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Kuesioner Penelitian

Out Put SPSS hasil penelitian

Surat Permohonan Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

Dokumentasi Penelitian

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan pembangunan di semua sektor kegiatan industri dan

jasa semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi.

Peningkatan tersebut ternyata tidak hanya memberikan dampak positif,

tetapi juga memberikan dampak negartif yaitu memberikan pengaruh dan

risiko terhadap kesehatan dan keselamatan para tenaga kerjanya (Siswanto,

2006).

Kompetisi dan tuntutan akan standar internasional menyebabkan

masalah kesehatan dan keselamatan kerja menjadi isu global dan sangat

penting. Banyak negara semakin meningkatkan kepeduliannya terhadap

masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dikaitkan dengan isu

perlindungan tenaga kerja dan hak asasi manusia serta kepedulian terhadap

lingkungan hidup. Penerapan manajemen K3 sebagai bagian dari kegiatan

operasi di perusahaan/instansi, merupakan syarat yang tidak dapat

diabaikan untuk dapat mencapai efisiensi dan produktifitas yang

dibutuhkan, guna meningkatkan daya saing. Saat ini, seluruh dunia sudah

mulai menerapkan dan melaksanakan K3 sebagai suatu kebutuhan dan

bukan lagi sebagai kewajiban yang harus diterapkan dan diberlakukan.

Bukan hanya pada satu sektor dunia kerja, tetapi berlaku untuk semua

1
sektor kerja baik dalam skala besar atapun skala kecil pekerjaan itu.

(Alowie,2006).

Penyelenggaraan program K3 merupakan salah satu bentuk

perlindungan kepada tenaga kerja yang bertujuan untuk mewujudkan

produktivitas kerja yang optimal serta melindungi tenaga kerja dari risiko

yang membahayakan kesehatan dan keselamatannya. Sebagaimana

Undang-Undang No.23/1992 tentang Kesehatan bahwa tempat kerja wajib

menyelenggarakan upaya kesehatan kerja apabila tempat kerja tersebut

memiliki risiko bahaya kesehatan dan atau mempunyai pekerja paling

sedikit 10 orang.

Fasilitas kesehatan termasuk di dalamnya rumah sakit, puskesmas,

balai kesehatan dan masyarakat, klinik, laboratorium klinik, dan

laboratorium kesehatan, merupakan tempat kerja yang sangat sarat dengan

potensi bahaya kesehatan dan keselamatan pekerjanya. Risiko terjadinya

gangguan kesehatan dan kecelakaan menjadi semakin besar mengingat

fasilitas kesehatan merupakan tempat kerja yang padat tenaga kerja. Dan

dari berbagai penelitian menunjukan bahwa prevalensi gangguan

kesehatan yang terjadi di fasilitas kesehatan lebih tinggi dibandingkan

tempat kerja lainnya (Mansyur, 2007).

Rumah sakit sebagai industri jasa merupakan sebuah industri yang

mempunyai beragam persoalan tenaga kerja yang rumit dengan berbagai

risiko terkena penyakit akibat kerja bahkan kecelakan akibat kerja sesuai

jenis pekerjaannya, sehingga berkewajiban menerapkan upaya

2
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS). Upaya

pembinaan K3RS dirasakan semakin mendesak mengingat adanya

beberapa perkembangan. Perkembangan tersebut antara lain dengan makin

meningkatnya pendayagunaan obat atau alat dengan risiko bahaya

kesehatan tertentu untuk tindakan diagnosis, terapi maupun rehabilitasi di

sarana kesehatan.

Sistem Manajemen K3 di Indonesia sangat dibutuhkan dan mulai

diterapkan walaupun tidak selaju perkembangan di negara-negara lain.

Keikutsertaan Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan

memicu dan memacu peningkatan dan perbaikan, bukan hanya pada

bentuk usaha atau jasa tetapi secara langsung kepada tenaga kerja untuk

meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) terutama dalam penerapan

Keselamatan, Kesehatan Kerja (K3).

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) selain melakukan peningkatan

kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), juga diminta kepada seluruh

perusahaan untuk menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) di lingkungan kerja. K3 merupakan salah satu

aspek penting dalam perlindungan ketenagakerjaan disamping

perlindungan pengupahan, jaminan social, kebebasan berserikat, hubungan

kerja, dan lainnya. K3 juga merupakan hak dasar dari setiap tenaga kerja,

yang ruang lingkupnya telah berkembang sampai pada Keselamatan dan

Kesehatan masyarakat secara nasional. (Menaker, 2016)

3
Penerapan SMK3 yang terintegrasi, bukan hanya menjadi tuntutan

utama dalam pemenuhan standar internasional terhadap produksi dan

penjualan produk barang saja, tetapi juga terhadap jasa. Salah satu bentuk

jasa yang harus memenuhi standar internasional yaitu jasa dibidang

kesehatan. Program K3 di sektor industri telah lama diterapkan secara

Internasional yaitu sejak akhir abad 18, kecuali di sektor kesehatan. Hal

inipun terjadi di Indonesia, dimana program K3 di sector kesehatan mulai

berkembang pada tahun 2003 dengan keluarnya keputusan Menteri

Kesehatan dan beberapa undang-undang serta peraturan Menteri yang

mendukung untuk pelaksanaan dan penerapan K3 di sektor kesehatan.

Perkembangan K3RS tertinggal dikarenakan fokus pada kegiatan

kuratif, bukan pada preventif. Focus pada kualitas pelayanan bagi pasien,

tenaga profesi dibidang K3 masih terbatas, organisasi kesehatan yang

dianggap pasti telah melindungi diri dalam bekerja. K3 di Rumah Sakit

perlu mendapat perhatian serius dalam upaya melindungi kemungkinan

dampak negative yang ditimbulkan oleh proses pelayanan kesehatan,

maupun keberadaan sarana, prasarana, obat-obatan dan logistic lainnya

yang ada di lingkungan Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan

kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan kedaruratan termasuk

kebakaran serta bencana yang berdampak pada pekerja rumah sakit,

pasien, pengunjung, dan masyarakat sekitar yang berada dalam lingkungan

rumah sakit tersebut (Kemenkes, 2010)

4
Dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan,

khususnya pasal 165 : “Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala

bentuk upaya keselamatan melalui upaya pencegahan, peningkatan,

pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja”. Berdasarkan pasal diatas,

maka pengelola tempat kerja di rumah sakit baik rumah sakit swasta

maupun rumah sakit pemerintah mempunyai kewajiban untuk

menyehatkan para tenaga kerjanya melalui upaya Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan

menyeluruh sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan

Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat dihindari.

Tidak terlepas dari Peraturan Pemerintah mengenai Penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PP No. 50 Tahun

2012) yang merupakan pelaksanaan pasal 80 UU No. 13 tahun 2003

tentang ketenagakerjaan, yang menerangkan bahwa perusahaan yang

memperkerjakan minimal 100 tenaga kerja atau perusahaan memiliki

tingkat potensi kecelakaan kerja yang tinggi akibat karakteristik proses,

wajib melaksanakan SMK3, hal ini juga berlaku di Rumah Sakit dengan

penerapan SMK3RS. Dengan diterapkannya SMK3, diharapkan dapat

meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja

yang terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi, yang diharapkan dapat

mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja

dengan melibatkan unsure manajemen dan pekerja, dan juga perusahaan

5
dapat menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisiensi guna

mendorong produktifitas. (PP No. 50, 2012).

Salah satu upaya untuk peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit,

khususnya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi SDM Rumah Sakit,

pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat sekitar Rumah Sakit

yaitu dengan penerapan K3RS. Hal ini ditegaskan didalam Undang-

undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 40 ayat 1 yakni :

“Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan

akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali”. K3 termasuk

sebagai salah satu standar pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi

Rumah Sakit yaitu dalam Manajemen Fasilitasi Keselamatan (MFK),

disamping standar pelayanan lainnya. Selain itu, dalam pasal 7 ayat 1

Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa “Rumah

Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, Sumber

Daya Manusia, kefarmasian, dan peralatan”, yang mana unsur K3 menjadi

persyaratan didalamnya. Bagi Rumah Sakit yang tidak memenuhi

persyaratan-persyaratan tersebut tidak diberikan izin mendirikan, dicabut

atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit (Pasal 17). Adapun

untuk akreditasi Rumah Sakit pada tahun 2015 dari target 94

Kabupaten/Kota yang memiliki minimal satu RSUD terakreditasi,

realisasinya baru sebanyak 50 Kabupaten/Kota. Sementara pada tahun

2016, dari target sebanyak 190 Kabupaten/Kota telah tercapai sebanyak 59

kabupaten atau kota.

6
Gun (1983) dalam Kemenkes (2010) memberikan catatan bahwa

terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita petugas RS, yaitu

hipertensi, varises, anemia, penyakit ginjal dan saluran kemih (69%

wanita), dermatitis dan ultikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang

dan pergeseran discus invertebrae. Ditambahkan juga bahwa pekerja RS

berisiko 1,5 kali lebih besar dari golongan pekerja lain. Probabilitas

penularan HIV setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV

4:1000. Risiko penularan HBV setelah luka tusuk jarum suntik yang

terkontaminasi HBV 27-37:100. Risiko penularan HCV setelah luka tusuk

jarum suntik yang mengandung HCV 3-10:100 (Standar Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS), Menkes, 2010).

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988

menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41 % lebih besar dari

pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum,

terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, penyakit infeksi

dan lainnya. Sejumlah kasus dilaporkan mendapat kompensasi pada

pekerja RS, yaitu sprains, strains: 52%; contussion, crushing, bruising:

11%; cuts, laceration, punctures: 10,8%; fractures: 5,6%; multiple injuries

: 2,1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1,9%; infections: 1,3%;

dermatitis: 1,2%; dan lain-lain: 12,4% (Kemenkes, 2006).

Angka kejadian penyakit pada petugas kesehatan di luar negeri

dilaporkan : USA per tahun untuk kejadian terinfeksinya petugas

kesehatan Hepatitis B sebanyak 5000 petugas, human immunity virus

7
positif 47 petugas, 600.000-1.000.000 kasus luka tusuk jarum yang

terlaporkan dan diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan; SC-Amerika

(1998) mencatat frekuensi angka kecelakaan akibat kerja (KAK) di Rumah

Sakit lebih tinggi 41% dibanding pekerja lain dengan angka KAK terbesar

adalah sedera jarum suntik; studi restrospektif di Rumah Sakit Ontario

tahun 1981-1985 terhadap 8.032 orang staf wanita Rumah Sakit yang

terpajan gas anestesi secara signifikan meningkatkan abortus spontan, anak

yang dilahirkan mengalami kelainan kongenital; Harber P et al (1985)

mengemukakan 41% perawat Rumah Sakit mengalami cedera tulang

belakang akibat kerja (Kemenkes, 2010).

Data dari Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga,

Kementerian Kesehatan bahwa jumlah kecelakaan kerja tahun 2011-2014

mengalami fluktuasi, yaitu pada tahun 2011 berjumlah 9.891 kasus, tahun

2012 berjumlah 21.735, mengalami kenaikan pada tahun 2013 yaitu

sebanyak 35.917 dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2014

yaitu 24.910. Jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun 2011-2014 juga

mengalami fluktuasi, yaitu pada tahun 2011 dengan jumlah kasus

sebanyak 57.929, kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2012 yaitu

sebanyak 60.322, pada tahun 2013 mengalami kenaikan yang cukup

signifikan yaitu 97.144, dan mengalami penurunan pada tahun 2014 yaitu

40.696 (Kemenkes, 2014). Angka kejadian Kecelakaan Akibat Kerja

(KAK) yang terlaporkan di RSUD Taman Husada Bontang tahun 2014

sebanyak 6 (enam) kasus. Data insiden akut secara signifikan pada

8
karyawan di rumah sakit Kalimantan Timur sendiri belum terlaporkan

secara pasti jumlahnya, tetapi diyakini bahwa kecelakaan ataupun penyakit

akibat kerja di rumah sakit pernah terjadi.

Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya

pengendalian, meminimalisasi dan bila perlu menidiadakannya, oleh

karena itu perlu diadakannya pengelolaan K3RS dengan baik. Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan (SMK3) merupakan sesuatu yang

baru dan menjadi sasaran dalam penilaian akreditasi rumah sakit.

Penerapan SMK3RS merupakan faktor pendukung secara tidak langsung

berhubungan dengan pasien tetapi memegang peranan penting dalam

pelayanan rumah sakit. Pelayanan rumah sakit tidak dapat dikatakan

bermutu apabila tidak memperhatikan keamanan dan keselamatan pasien

maupun karyawannya. Namun pada kenyataannya, keselamatan dan

kesehatan kerja di rumah sakit sampai saat ini belum menjadi prioritas

penting bagi rumah sakit. Rumah sakit lebih mementingkan kelangsungan

usaha, keuntungan, pemenuhan kebutuhan logistik, sumber daya manusia

dan pengembangan jenis pelayanan baru.

RSUD Taman Husada Bontang yang dideklarasikan perubahan

statusnya pada 12 November 2002 dari puskesmas rawat inap Bontang

Baru menjadi Rumah Sakit Umum Tipe C hingga pada tanggal 25

November 2009 berubah menjadi Rumah Sakit Tipe B merupakan bagian

dari sistem pelayanan kesehatan di Kota Bontang, yang selain

melaksanakan pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif juga berperan

9
melaksanakan kegiatan promotif dan preventif dibidang kesehatan.

Sebagai fasilitas pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif, tentunya

RSUD Taman Husada Bontang merupakan salah satu tempat yang

mempunyai risiko bahaya kesehatan, tidak hanya bagi pengunjung rumah

sakit, tetapi juga bagi tenaga kesehatan di rumah sakit. Oleh karena itu

diperlukan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang baik

untuk meminimalisasi potensi bahaya yang ada di rumah sakit demi

meningkatkan derajat kesehatan pengunjung dan tenaga kesehatan di

rumah sakit.

Namun, berdasarkan data awal yang diperoleh oleh peneliti, sampai

saat ini RSUD Taman Husada Bontang belum mempunyai panitia atau

instalasi ataupun unit kerja K3RS. Terdapat tim kerja persiapan akreditasi

rumah sakit yaitu tim Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) yang

berkaitan dengan K3RS, tetapi dalam tim tersebut bukan merupakan

karyawan tetap yang berfokus pada Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Meskipun ada program-program atau kegiatan terkait K3 yang

dilaksanakan, namun tidak atau kurang terkoordinir ataupun tertata sebagai

suatu manajemen K3RS. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor

penghambat seperti kualitas sumber daya manusia yang relatif rendah,

masih ada pimpinan yang belum memiliki komitmen terhadap masalah

K3, lemahnya data dan informasi yang berkaitan dengan K3, distribusi

petugas yang belum sesuai dengan potensi objek pengawasan di masing-

masing wilayah mempengaruhi pengawasan di lapangan, kurang

10
optimalnya law enforcement terhadap pelanggaran K3 yang ada serta

lemahnya kontrol sosial masyarakat terhadap pelaksanaan K3 di lapangan.

Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai

hubungan pengetahuan dan sikap terhadap penerapan sistem manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit di RSUD Taman Husada

Bontang. Diharapkan hasil dari peneltian ini dapat dijadikan sebagai

wacana atau pandangan awal agar faktor penghambat penerapan SMK3 di

RSUD Taman Husada Bontang dapat diminimalisir sehingga SMK3 dapat

diterapkan dan dikelola dengan baik. Dengan adanya

pelaksanaan/penyelenggaraan SMK3 yang dikelola dengan baik,

diharapkan upaya-upaya keselamatan dan kesehatan kerja yang

diselenggarakan dapat mengendalikan, meminimalisasi, dan mungkin

meniadakan potensi-potensi bahaya yang mungkin timbul dan mengancam

jiwa dan kehidupan para karyawan RS, para pasien dan pengunjung juga

aset yang ada di lingkungan rumah sakit.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka dapat di

rumuskan masalah yang akan diteliti yaitu bagaimana hubungan

pengetahuan dan sikap terhadap penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (SMK3RS) di RSUD

Taman Husada Bontang.

11
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit

(SMK3RS) di RSUD Taman Husada Bontang Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan karyawan dengan

penerapan SMK3 di RSUD Taman Husada Bontang tahun 2017.

b. Untuk mengetahui hubungan sikap karyawan dengan penerapan

SMK3 di RSUD Taman Husada Bontang tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memperluas wawasan dan pengalaman penulis untuk selalu

tanggap terhadap situasi lingkungan terutama di bidang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) sekaligus

sebagai bekal untuk mengadakan penelitian lebih lanjut, dalam

rangka mengembangkan ilmu keselamatan dan kesehatan kerja

sebagai spesialisasi bidang yang penulis tekuni.

b. Untuk terealisasinya hubungan yang baik antara perguruan tinggi

dengan masyarakat dan instansi pemerintah serta terwujudnya Tri

Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dharma penelitian dan

sebagai referensi bagi peneliti lain yang ingin mengkaji masalah

yang sama ditingkat yang lebih lanjut.

12
2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan

kepada RSUD Taman Husada Bontang untuk meminimalisir faktor

penghambat dan sebagai peningkatan lebih lanjut dari pelaksanaan

SMK3 di RSUD Taman Husada Bontang menjadi lebih baik.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

masukan untuk meningkatkan dan mengembangkan derajat

keselamatan dan kesehatan kerja terutama pada pekerja rumah

sakit yang secara tidak langsung juga dapat meningkatkan mutu

pelayanan dan produktivitas kerja rumah sakit.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja Rumah Sakit

Dalam rangka pengelolaan dan pengendalian risiko yang berkaitan

dengan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit agar terciptanya

kondisi rumah sakit yang sehat, aman, selamat dan nyaman bagi sumber

daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,

maupun lingkungan rumah sakit, maka rumah sakit perlu menerapkan

SMK3 Rumah Sakit. SMK3 Rumah Sakit merupakan bagian dari sistem

manajemen rumah sakit secara keseluruhan. Ruang lingkup SMK3 Rumah

Sakit meliputi :

1. Penetapan kebijakan K3RS

Dalam pelaksanaan K3RS, pimpinan tertinggi rumah sakit harus

berkomitmen untuk merencanakan, melaksanakan, meninjau dan dan

meningkatkan pelaksanaan K3RS secara tersistem dari waktu ke

waktu dalam setiap aktifitasnya dengan melaksanakan manajemen

K3RS yang baik. Rumah Sakit harus mematuhi hukum, peraturan, dan

ketentuan yang berlaku. Pimpinan Rumah Sakit termasuk jajaran

manajemen bertanggung jawab untuk mengetahui ketentuan peraturan

perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku untuk fasilitas

Rumah Sakit. Adapun komitmen Rumah Sakit dalam melaksanakan

K3RS diwujudkan dalam bentuk:

14
a. Penetapan Kebijakan dan Tujuan dari Program K3RS Secara

Tertulis

Kebijakan dan tujuan K3RS ditetapkan oleh pimpinan

tertinggi Rumah Sakit dan dituangkan secara resmi dan tertulis.

kebijakan tersebut harus jelas dan mudah dimengerti serta

diketahui oleh seluruh SDM Rumah Sakit baik manajemen,

karyawan, kontraktor, pemasok dan pasien, pengunjung,

pengantar pasien, tamu serta pihak lain yang terkait dengan tata

cara yang tepat. Selain itu semuanya bertanggung jawab

mendukung dan menerapkan kebijakan pelaksanaan K3RS

tersebut, serta prosedur-prosedur yang berlaku di Rumah Sakit

selama berada di lingkungan Rumah Sakit. Kebijakan K3RS

harus disosialisasikan dengan berbagai upaya pada saat rapat

pimpinan, rapat koordinasi, rapat lainnya, spanduk, banner,

poster, audiovisual, dan lain-lain.

b. Penetapan Organisasi K3RS

Dalam pelaksanaan K3RS memerlukan organisasi yang dapat

menyelenggarakan program K3RS secara menyeluruh dan berada

di bawah pimpinan Rumah Sakit yang dapat menentukan

kebijakan Rumah Sakit. Semakin tinggi kelas Rumah Sakit

umumnya memiliki tingkat risiko keselamatan dan Kesehatan

Kerja yang lebih besar karena semakin banyak pelayanan, sarana,

prasarana dan teknologi serta semakin banyak keterlibatan

15
manusia di dalamnya (sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien,

pengunjung, pengantar, kontraktor, dan lain sebagainya).

Untuk terselenggaranya K3RS secara optimal, efektif, efesien

dan berkesinambungan, Rumah Sakit membentuk atau menunjuk

satu unit kerja fungsional yang mempunyai tanggung jawab

menyelenggarakan K3RS. Unit kerja fungsional dapat berbentuk

komite tersendiri atau terintegrasi dengan komite lainnya,

dan/atau instalasi K3RS.

Kebutuhan untuk membentuk unit kerja fungsional tersebut

disesuaikan dengan besarnya tingkat risiko keselamatan dan

Kesehatan Kerja, sehingga pada Rumah Sakit dapat memiliki

komite atau instalasi K3RS, atau memiliki keduanya.

Pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari rasa tanggung

jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban

masing-masing serta kerjasama dalam pelaksanaan K3. Tanggung

jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas.

Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua

petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua

organisasi/satuan pelaksana K3RS secara spesifik harus

mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua

tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisa

penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian

mencari jalan pencegahannya dan mengkomunikasikannya

16
kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksnakan dengan baik.

Selanjutnya memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan

program, untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan

telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka perlu

diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.

Adapun bentuk struktur organisasi K3RS berada 1 (satu)

tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja rangkap.

Jika Rumah Sakit memiliki komite atau instalasi K3RS, maka

mekanisme kerja dan tugas fungsi sebagai berikut :

1) Komite K3RS :

a) Ketua Komite bertanggungjawab kepada pimpinan

tertinggi Rumah Sakit

b) Anggota terdiri dari semua jajaran Direksi dan/atau

kepala/perwakilan setiap unit kerja,

(Instalasi/Bagian/Staf Medik Fungsional).

c) Sekretaris merupakan petugas kesehatan yang ditunjuk

oleh pimpinan untuk bertanggung jawab dan

melaksanakan tugas secara purna waktu dalam

mengelola K3RS, mulai dari persiapan sampai

koordinasi dengan anggota Komite.

2) Instalasi K3RS :

a) Kepala Instalasi K3RS bertanggung jawab kepada

direktur teknis.

17
b) Instalasi minimal melaksanakan 3 fungsi yang terdiri

dari:

 Kesehatan Kerja meliputi upaya promotif, preventif,

dan kuratif serta rehabilitatif.

 Keselamatan Kerja meliputi upaya pencegahan,

pemeliharaan, penanggulangan dan pengendalian.

 Lingkungan Kerja meliputi pengenalan bahaya,

penilaian risiko, dan pengendalian risiko di tempat

kerja.

3) Tugas Instalasi atau Komite K3RS :

a) Mengembangkan kebijakan, prosedur, regulasi internal

K3RS, pedoman, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan

dan Standar Prosedur Operasional (SPO) K3RS untuk

mengendalikan risiko.

b) Menyusun program K3RS.

c) Menyusun rekomendasi untuk bahan pertimbangan

pimpinan Rumah Sakit yang berkaitan dengan K3RS.

d) Memantau pelaksanaan K3RS.

e) Mengolah data dan informasi yang berhubungan dengan

K3RS.

f) Memelihara dan mendistribusikan informasi terbaru

mengenai kebijakan, prosedur, regulasi internal K3RS,

18
pedoman, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan

(SPO) K3RS yang telah ditetapkan.

g) Mengadakan pertemuan secara teratur dan hasilnya di

sebarluaskan di seluruh unit kerja Rumah Sakit.

h) Membantu Kepala atau Direktur Rumah Sakit dalam

penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit, promosi K3RS,

pelatihan dan penelitian K3RS di Rumah Sakit.

i) Pengawasan pelaksanaan program K3RS.

j) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan

baru, pembangunan gedung dan proses.

k) Koordinasi dengan wakil unit-unit kerja Rumah Sakit

yang menjadi anggota organisasi/unit yang bertanggung

jawab di bidang K3RS.

l) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan

tindakan korektif.

m) Melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan K3RS

secara teratur kepada pimpinan Rumah Sakit sesuai

dengan ketentuan yang ada di Rumah Sakit.

n) Menjadi investigator dalam kejadian PAK dan KAK,

yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Jika Rumah Sakit memiliki komite dan instalasi K3RS, maka

mekanisme kerja dan tugas fungsi sebagai berikut :

19
1) Komite :

a) Ketua Komite bertanggungjawab kepada pimpinan

tertinggi RS.

b) Komite memiliki beberapa sub komite sesuai dengan

kebutuhan program K3RS.

c) Tugas Komite adalah memberikan rekomendasi

mengenai kebijakan K3RS atau masalah K3RS kepada

pimpinan Rumah Sakit dan menilai pelaksanaan K3RS.

2) Instalasi:

a) Kepala Instalasi bertanggungjawab kepada Direktur

Teknis.

b) Instalasi minimal melaksanakan 3 fungsi yang terdiri

dari:

 Kesehatan Kerja meliputi upaya promotif, preventif

dan kuratif serta rehabilitatif.

 Keselamatan Kerja meliputi upaya pencegahan,

pemeliharaan, penanggulangan dan pengendalian.

 Lingkungan Kerja meliputi pengenalan bahaya,

penilaian risiko, dan pengendalian risiko di tempat

kerja.

20
3) Tugas Instalasi :

a) Mengembangkan kebijakan, prosedur, regulasi internal

K3RS, pedoman, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan

dan SOP K3RS untuk mengendalikan risiko.

b) Menyusun program K3RS.

c) Menyusun rekomendasi untuk bahan pertimbangan

pimpinan Rumah Sakit yang berkaitan dengan K3RS.

d) Memelihara dan mendistribusikan informasi terbaru

mengenai kebijakan, prosedur, regulasi internal K3RS,

pedoman, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan

SPO K3RS yang telah ditetapkan.

e) Mengolah data dan informasi yang berhubungan dengan

K3RS.

f) Mengadakan pertemuan secara teratur dan hasilnya di

sebarluaskan di seluruh unit kerja Rumah Sakit.

g) Membantu pimpinan Rumah Sakit dalam

penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit, promosi K3RS,

pelatihan dan penelitian K3RS di Rumah Sakit.

h) Monitoring pelaksanaan program K3RS.

i) Koordinasi dengan wakil unit-unit kerja RS yang

menjadi anggota organisasi/unit yang bertanggung jawab

di bidang K3RS.

21
j) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan

baru, pembangunan gedung dan proses.

k) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan

tindakan korektif.

l) Melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan K3RS

secara teratur kepada pimpinan Rumah Sakit sesuai

dengan ketentuan yang ada di Rumah Sakit.

m) Peran sebagai investigator dalam kejadian PAK dan

KAK, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

c. Dukungan Pendanaan, Sarana dan Prasarana

Dalam pelaksanaan K3RS diperlukan alokasi anggaran yang

memadai dan sarana prasarana lainnya. Hal ini merupakan bagian

dari komitmen pimpinan Rumah Sakit. Pengalokasian anggaran

pada program K3RS jangan dianggap sebagai biaya pengeluaran

saja, namun anggaran K3RS perlu dipandang sebagai aset atau

investasi dimana upaya K3RS melakukan penekanan pada aspek

pencegahan terjadinya berbagai masalah besar keselamatan dan

kesehatan yang apabila terjadi akan menimbulkan kerugian yang

sangat besar.

2. Perencanaan K3RS

Rumah Sakit harus membuat perencanaan K3RS yang efektif agar

tercapai keberhasilan penyelenggaraan K3RS dengan sasaran yang

22
jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3RS dilakukan untuk

menghasilkan perencanaan strategi K3RS, yang diselaraskan dengan

lingkup manajemen Rumah Sakit. Perencanaan K3RS tersebut disusun

dan ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit dengan mengacu pada

kebijakan pelaksanaan K3RS yang telah ditetapkan dan selanjutnya

diterapkan dalam rangka mengendalikan potensi bahaya dan risiko

K3RS yang telah teridentifikasi dan berhubungan dengan operasional

Rumah Sakit. Dalam rangka perencanaan K3RS perlu

mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, kondisi yang ada

serta hasil identifikasi potensi bahaya keselamatan dan Kesehatan

Kerja.

3. Pelaksanaan K3RS

Program K3RS dilaksanakan berdasarkan rencana yang telah

ditetapkan dan merupakan bagian pengendalian risiko keselamatan

dan Kesehatan Kerja. Adapun pelaksanaan K3RS meliputi :

a. Manajemen risiko K3RS;

b. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit;

c. Pelayanan Kesehatan Kerja;

d. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari Aspek

keselamatan dan Kesehatan Kerja;

e. Pencegahan dan pengendalian kebakaran;

f. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari Aspek keselamatan dan

Kesehatan Kerja;

23
g. Pengelolaan peralatan medis dari Aspek keselamatan dan

Kesehatan Kerja;

h. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana; dan

i. Penyediaan Sumber Daya Manusia di bidang K3RS.

Pelaksanaan K3RS tersebut harus sesuai dengan standar K3RS.

4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3RS

Rumah Sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS,

selanjutnya untuk mencapai sasaran harus dilakukan pencatatan,

pemantauan, evaluasi serta pelaporan. Penyusunan program K3RS

difokuskan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan gangguan

kesehatan serta pencegahan kecelakaan yang dapat mengakibatkan

kecelakaan personil dan cidera, kehilangan kesempatan berproduksi,

kerusakan peralatan dan kerusakan/gangguan lingkungan dan juga

diarahkan untuk dapat memastikan bahwa seluruh personil mampu

menghadapi keadaan darurat. Kemajuan program K3RS ini dipantau

secara periodik guna dapat ditingkatkan secara berkesinambungan

sesuai dengan risiko yang telah teridentifikasi dan mengacu kepada

rekaman sebelumnya serta pencapaian sasaran K3RS yang lalu.

Penerapan inspeksi tempat kerja dengan persyaratan, antara lain :

a. Inspeksi tempat kerja dan cara kerja dilaksanakan secara teratur.

b. Inspeksi dilaksanakan bersama oleh dan wakil organisasi/unit

yang bertanggung jawab di bidang K3RS dan wakil SDM Rumah

24
Sakit yang telah memperoleh orientasi dan/atau workshop

dan/atau pelatihan mengenai identifikasi potensi bahaya.

c. Inspeksi mencari masukan dari petugas yang melakukan tugas

ditempat yang diperiksa.

d. Daftar periksa (check list) tempat kerja telah disusun untuk

digunakan pada saat inspeksi.

e. Laporan inspeksi diajukan kepada organisasi/unit yang

bertanggung jawab di bidang K3RS sesuai dengan kebutuhan.

f. Tindakan korektif dipantau untuk menentukan efektifitasnya.

g. Pimpinan Rumah Sakit atau organisasi/unit yang bertanggung

jawab di bidang K3RS menetapkan penanggung jawab untuk

pelaksanaan tindakan perbaikan dari hasil laporan

pemeriksaan/inspeksi.

5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja K3RS

Pimpinan Rumah Sakit harus melakukan evaluasi dan kaji ulang

terhadap kinerja K3RS. Hasil peninjauan dan kaji ulang

ditindaklanjuti dengan perbaikan berkelanjutan sehingga tercapai

tujuan yang diharapkan. Kinerja K3RS dituangkan dalam indikator

kinerja yang akan dicapai dalam setiap tahun. Indikator kinerja K3RS

yang dapat dipakai antara lain :

a. Menurunkan absensi karyawan karena sakit.

b. Menurunkan angka kecelakaan kerja.

c. Menurunkan prevalensi penyakit akibat kerja.

25
d. Meningkatkan produktivitas kerja Rumah Sakit.

2. Faktor Penghambat dan Pendukung Penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit

Alowie (1997) mengemukanan bahwa ada beberapa faktor

penghambat dalam penerapan SMK3RS, antara lain :

a. Kualitas sumber daya manusia yang relatif rendah.

b. Tingkat upah dan jaminan sosial yang relatif masih rendah.

c. Angka pertambahan tenaga kerja baru masih tetap tinggi daripada

angka pertambahan lapangan kerja produktif yang dapat

diciptakan setiap tahun.

d. Masih ada pimpinan yang belum memiliki komitmen terhadap

masalah K3.

e. Lemahnya data dan informasi yang berkaitan dengan K3

f. Distribusi petugas yang belum sesuai dengan potensi objek

pengawasan di masing-masing wilayah mempengaruhi

pengawasan di lapangan.

g. Kurang optimalnya law enforcement terhadap pelanggaran K3

yang ada.

h. Lemahnya kontrol sosial masyarakat terhadap pelaksanaan K3 di

lapangan.

Sedangkan faktor yang menunjang keberhasilan penerapan SMK3

yang dikemukakan PT. Sucofindo (persero) dalam Seminar Nasional

K3 di Medan tahun 2005 (Azmi, 2009) antara lain :

26
a. Telah diterapkannya beberapa sistem manajemen yang

mendukung penerapan SMK3RS.

b. Tingginya komitmen K3 dari manajemen puncak.

c. Melakukan studi banding.

d. Ada tenaga ahli di bidang K3.

e. Adanya departemen atau bagian yang khusus menangani K3.

f. Telah diperolehnya penghargaan di bidang K3 dari suatu institusi.

g. Telah dimilikinya komite atau instalasi yang berperan aktif dalam

pelaksanaan K3.

h. Adanya upaya pembinaan mengenai SMK3.

B. Tinjauan Umum Penerapan/Pelaksanaan K3RS

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,

pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja

yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit dan

mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari

pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit termasuk ke dalam kriteria

tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan

dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang

bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga

sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.

Tujuan dari penerapan K3RS yaitu sebagai terciptanya cara kerja,

lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan dalam rangka

27
meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS. Adapun manfaat yang

dapat diperoleh dari penerapan K3 di rumah sakit, yaitu :

1. Bagi Rumah Sakit

a. Meningkatkan mutu pelayanan

b. Mempertahankan kelangsungan operasional RS

c. Meningkatkan citra RS

2. Bagi Karyawan

a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK)

b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)

3. Bagi Pasien dan Pengunjung

a. Mutu layanan yang baik

b. Kepuasan pasien dan pengunjung

Untuk memudahkan penyelenggaraan K3RS, maka perlu langkah-

langkah penerapannya, yaitu :

Gambar 2.1 : Langkah-langkah Penerapan K3RS

28
1. Tahap Persiapan

a. Menyatakan komitmen.

Komitmen harus dimulai dari direktur uatama/direktur RS

(manajemen puncak). Pernyataan komitmen oleh manajemen

puncak tidak hanya dalam kata-kata, tetapi juga harus dengan

tindakan nyata, agar dapat diketahui, dipelajari, dihayati dan

dilaksanakan oleh seluruh staf dan petugas RS.

b. Menetapkan cara penerapan K3RS

Bisa menggunakan jasa konsultan atau tanpa menggunakan jasa

konsultan jika RS memiliki personil yang cukup mampu untuk

mengorganisasikan dan mengarahkan.

c. Pembentukan organisasi/unit pelaksana K3RS

d. Membentuk kelompok kerja penerapan K3

Anggota kelompok kerja sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari

setiap unit kerja, biasanya manajer unit kerja. Peran, tanggung

jawab dan tugas anggota kelompok kerja perlu ditetapkan.

Sedangkan mengenai kualifikasi dari jumlah anggota kelompok

kerja disesuaikan dengan kebutuhan RS.

e. Menetapkan sumber daya yang diperlukan

Sumber daya disini mencakup orang (mempunyai tenaga K3),

sarana, waktu dan dana.

29
2. Tahap Pelaksanaan

a. Penyuluhan K3 ke semua petugas RS

b. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan

kelompok di dalam organisasi RS. Fungsinya memproses individu

dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang

telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan.

c. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku

diantaranya :

Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus)

1). Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja

2). Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan

Darurat

3). Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi

Kesehatan

4). Pengobatan pekerja yang menderita sakit

5). Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur,

melalui monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada

6). Melakukan biological monitoring

7). Melaksanakan surveilans kesehatan pekerja

3. Tahap Pemantauan dan Evaluasi

Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3RS adalah salah satu

fungsi manajemen K3RS yang berupa suatu langkah yang diambil

untuk mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan

30
K3RS itu berjalan, dan mempertanyakan efektifitas dan efisiensi

pelaksanaan dari suatu kegiatan K3RS dalam mencapai tujuan yang

ditetapkan. Pemantauan dan evaluasi meliputi :

a. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem

pelaporan RS, meliputi pencatatan dan pelaporan K3; pencatatan

semua kegiatan K3; pencatatan dan pelaporan KAK; dan

pencatatan dan pelaporan PAK.

b. Inspeksi dan pengujian. Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan

untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu

mendalam. Inspeksi K3RS dilakukan secara berkala, terutama

oleh petugas K3RS sehingga kejadian PAK dan KAK dapat

dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik

terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja

berisiko seperti biological monitoring (pemantauan secara

Biologis).

c. Melaksanakan audit K3. Audit K3 yang meliputi falsafah dan

tujuan, administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan,

fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan

karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian.

Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari

audit, identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada

manajemen puncak. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak

31
manajemen secara berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian

dan keefektifan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.

Rumah sakit memiliki kewajiban dalam menjamin kondisi dan

fasilitas yang aman, nyaman dan sehat bagi sumber daya manusia Rumah

Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan

Rumah Sakit melalui pengelolaan fasilitas fisik, peralatan, teknologi medis

secara efektif dan efisien. Dalam rangka melaksanakan kewajiban tersebut

harus sesuai dengan standar K3RS. Adapun standar pelaksanaan K3RS

meliputi :

1. Manajemen Risiko K3RS

Manajemen risiko K3RS adalah proses yang bertahap dan

berkesinambungan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan

penyakit akibat kerja secara komperhensif di lingkungan Rumah Sakit.

Manajemen risiko merupakan aktifitas klinik dan administratif yang

dilakukan oleh Rumah Sakit untuk melakukan identifikasi, evaluasi

dan pengurangan risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hal ini

akan tercapai melalui kerja sama antara pengelola K3RS yang

membantu manajemen dalam mengembangkan dan

mengimplementasikan program keselamatan dan Kesehatan Kerja,

dengan kerjasama seluruh pihak yang berada di Rumah Sakit.

Manajemen risiko K3RS bertujuan meminimalkan risiko

keselamatan dan kesehatan di Rumah Sakit pada tahap yang tidak

bermakna sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap

32
keselamatan dan kesehatan sumber daya manusia Rumah Sakit,

pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah

Sakit.

Adapun langkah-langkah manajemen risiko K3RS, yaitu :

a. Persiapan/Penentuan Konteks

Penetapan konteks proses manajemen risiko K3RS meliputi

penentuan tanggung jawab dan pelaksanaan kegiatan manajemen

risiko; penentuan ruang lingkup manajemen risiko K3; penentuan

semua aktivitas, proses, fungsi, proyek, produk, pelayanan dan

aset di tempat kerja; penentuan metode dan waktu pelaksanaan

evaluasi manajemen risiko K3.

b. Identifikasi bahaya potensial

Identifikasi bahaya potensial merupakan langkah pertama

manajemen risiko kesehatan di tempat kerja. Pada tahap ini

dilakukan identifikasi potensi bahaya kesehatan yang terpajan

pada pekerja, pasien, pengantar dan pengunjung yang dapat

meliputi fisik, kimia, biologi, ergonomi, psikososial, mekanikal,

elektrikal, dan limbah.

c. Analisis risiko

Risiko adalah probabilitas/kemungkinan bahaya potensial menjadi

nyata, yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi pajanan,

aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk

pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang

33
perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene

perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat

meningkatkan risiko gangguan kesehatan. Analisis risiko

bertujuan untuk mengevaluasi besaran (magnitude) risiko

kesehatan pada pekerja.

d. Evaluasi risiko

Evaluasi Risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang telah

dihitung pada tahapan analisis risiko dengan kriteria standar yang

digunakan. Pada tahapan ini, tingkat risiko yang telah diukur pada

tahapan sebelumnya dibandingkan dengan standar yang telah

ditetapkan. Selain itu, metode pengendalian yang telah diterapkan

dalam menghilangkan/meminimalkan risiko dinilai kembali,

apakah telah bekerja secara efektif seperti yang diharapkan.

Dalam tahapan ini juga diperlukan untuk membuat keputusan

apakah perlu untuk menerapkan metode pengendalian tambahan

untuk mencapai standard atau tingkat risiko yang dapat diterima.

e. Pengendalian risiko

Memperhatikan 5 hirarki pengendalian risiko yaitu eliminasi,

subsitusi, rekayasa engineering, administrasi kontrol, dan alat

pelindung diri. Pengendalian risiko K3RS bisa berupa pencegahan

pajanan dengan mendesain tempat kerja, peralatan, cara kerja,

penanganan limbah; dukungan dari pimpinan puncak; audit

34
internal; investigasi kecelakaan; program pencegahan kebakaran;

program penanggulangan keadaan darurat.

f. Komunikasi dan konsultasi

Komunikasi dan konsultasi merupakan pertimbangan penting

pada setiap langkah atau tahapan dalam proses manejemen risiko.

Sangat penting untuk mengembangkan rencana komunikasi, baik

kepada kontributor internal maupun eksternal sejak tahapan awal

proses pengelolaan risiko. Komunikasi dan konsultasi termasuk

didalamnya dialog dua arah diantara pihak yang berperan didalam

proses pengelolaan risiko dengan fokus terhadap perkembangan

kegiatan. Komunikasi internal dan eksternal yang efektif penting

untuk meyakinkan pihak pengelolaan sebagai dasar pengambilan

keputusan.

g. Pemantauan dan telaah ulang

Pemantauan selama pengendalian risiko berlangsung perlu

dilakukan untuk mengetahui perubahan-perubahan yang bisa

terjadi. Perubahan-perubahan tersebut kemudian perlu ditelaah

ulang untuk selanjutnya dilakukan perbaikan-perbaikan. Pada

prinsipnya pemantauan dan telaah ulang perlu untuk dilakukan

untuk menjamin terlaksananya seluruh proses manajemen risiko

dengan optimal.

35
2. Keselamatan dan keamanan di rumah sakit.

Keselamatan adalah suatu tingkatan keadaan tertentu dimana

gedung, halaman/ground, peralatan, teknologi medis, informasi serta

sistem di lingkungan Rumah Sakit tidak menimbulkan bahaya atau

risiko fisik bagi pegawai, pasien, pengunjung serta masyarakat sekitar.

Keselamatan merupakan kondisi atau situasi selamat dalam

melaksanakan aktivitas atau kegiatan tertentu. Sedangkan keamanan

adalah suatu kondisi yang melindungi properti milik Rumah Sakit,

sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,

pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari bahaya

pengrusakan dan kehilangan atau akses serta penggunaan oleh mereka

yang tidak berwenang. keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang

yang mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa

materil maupun non materil. Tujuannya yaitu untuk mencegah

terjadinya kecelakaan dan cidera serta mempertahankan kondisi yang

aman bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping

pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit. Adapun

langkah-langkah untuk melaksanakan standar keselamatan dan

keamanan yaitu sebagai berikut :

a. Identifikasi dan penilaian risiko yang komprehensif menyangkut

keselamatan (lantai licin, terjebak lift, lift anjlok, dan lain-lain)

dan keamanan (pencurian, penculikan bayi, kerusuhan, dan lain-

lain)

36
b. Pemetaan area berisiko terjadinya gangguan keselamatan dan

keamanan di Rumah Sakit.

c. Melakukan upaya pengendalian dan pencegahan lain pada

kejadian tidak aman seperti menghilangkan kondisi yang tidak

standar; menghilangkan tindakan yang tidak standar; mengurangi

unsur kesalahan oleh manusia; mengurangi unsur kesalahan dari

pekerjaan; mengurangi unsur kesalahan dari pengendalian;

sosialisasi enam unsur keamanan, meliputi sarana lingkungan,

tempat, prosedur, tindakan dan anggaran; memastikan prinsip

kewaspadaan; menginspeksi semua bangunan perawatan,

memiliki rencana untuk mengurangi risiko yang sudah jelas dan

menciptakan fasilitas fisik yang aman; melakukan

pendokumentasian pemeriksaan fasilitas fisik yang terbaru, akurat

terhadap fasilitas fisiknya; melakukan pengkajian keselamatan

dan keamanan selama terdapat proyek konstruksi dan renovasi;

melakukan pemantauan dan pengamanan area-area yang

diidentifikasi berisiko keamanan; memberi tanda pengenal selama

di area rumah sakit; mengidentifikasi area terbatas serta menjaga

keamanannya; rencana anggaran sesuai aspek keselamatan dan

keamanan, perbaikan sistem; perlindungan terhadap kerugian dari

kehilangan atau kerusakan; mengelola, memelihara dan

mensertifikasi sarana dan prasarana.

37
3. Pelayanan kesehatan kerja

Upaya pelayanan kesehatan yang diberikan pada SDM Rumah Sakit

secara paripurna meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif. Pelayanan Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan

dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang

setinggi-tingginya bagi pegawai di semua jenis pekerjaan, pencegahan

terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi

pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko

akibat faktor yang merugikan kesehatan, dan penempatan serta

pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan

dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Pengadaan unit layanan

kesehatan kerja di rumah sakit yang ditujukan bagi SDM rumah sakit

yang dikembangkan sesuai dengan kondisi kemampuan yang dimiliki

serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek K3

Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek

keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah upaya meminimalkan risiko

penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun (B3) terhadap sumber daya manusia Rumah

Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan

Rumah Sakit. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat, energi,

dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau

jumlah, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

38
membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk

hidup serta mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup

sekitarnya. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah adalah

sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Untuk di

Rumah Sakit, limbah medis termasuk limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun (B3).

Tujuan pengelolaan B3 untuk melindungi sumber daya manusia

Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun

lingkungan Rumah Sakit dari pajanan Bahan Berbahaya dan Beracun

(B3) dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Adapun

kegiatannya yaitu identifikasi dan inventarisasi B3; menyiapkan dan

Memiliki Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data

Sheet); menyiapkan sarana keselamatan B3; pembuatan pedoman dan

SPO B3 yang aman; dan penanganan keadaan darurat B3.

5. Pencegahan dan pengendalian kebakaran.

Kebakaran merupakan salah satu bencana yang mungkin terjadi di

Rumah Sakit. Dimana akibat yang ditimbulkannya akan berdampak

buruk sangat luas dan menyeluruh bagi pelayanan, operasional, sarana

dan prasarana pendukung lainnya, dimana didalamnya juga terdapat

pasien, keluarga, pekerja dan pengunjung lainnya. Untuk hal tersebut

maka Rumah Sakit harus melakukan upaya pengelolaan keselamatan

kebakaran. Pencegahan kebakaran adalah upaya yang dilakukan untuk

mencegah terjadinya kebakaran di Rumah Sakit. Pengendalian

39
kebakaran adalah upaya yang dilakukan untuk memadamkan api pada

saat terjadi kebakaran dan setelahnya.

Tujuannya yaitu dengan memastikan SDM dan asset rumah sakit

aman dan selamat dari api dan asap. Adapun kegiatan yang dilakukan

meliputi identifikasi area berisiko kebakaran dan ledakan; pemetaan

area berisiko; pengurangan risiko dengan penyedian deteksi dini,

tanda atau rambu, akses keluar, APAR, larangan merokok,

penempatan B3; pengendalian kebakaran; simulasi kebakaran.

6. Pengelolaan prasarana rumah sakit dari aspek K3

Prasarana atau sistem utilitas Rumah Sakit adalah sistem dan

peralatan yang mendukung pelayanan mendasar perawatan kesehatan

yang aman. Sistem ini mencakup distribusi listrik, air, ventilasi dan

aliran udara, gas medis, pipa air, pemanasan, limbah, dan sistem

komunikasi dan data. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek

keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah upaya memastikan sistim

utilitas aman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien,

pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.

Menciptakan lingkungan kerja yang aman dengan memastikan

kehandalan prasarana atau sistem utilitas dan meminimalisasi risiko

yang mungkin terjadi. Aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja pada

sistim utilitas mencakup strategi-strategi untuk pengawasan

pemeliharaan utilitas yang memastikan komponen-komponen sistem

40
kunci, seperti listrik, air, lift, limbah, ventilasi, dan gas medis dan lain

lain diperiksa, dipelihara, dan diperbaiki secara berkala.

7. Pengelolaan peralatan medis dari aspek K3

Peralatan medis merupakan sarana pelayanan di Rumah Sakit

dalam memberikan tindakan kepada pasiennya, perawatan, dan

pengobatan yang digunakan untuk diagnosa, terapi, rehablitasi dan

penelitian medik baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan

Kerja adalah upaya memastikan sistem peralatan medis aman bagi

sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,

pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.

Melindungi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien,

pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit

dari potensi bahaya peralatan medis baik saat digunakan maupun saat

tidak digunakan. Adapun bentuk kegiatannya yaitu memastikan

tersedianya daftar inventaris seluruh peralatan medis; memastikan

penandaan pada peralatan medis yang digunakan dan yang tidak

digunakan; memastikan dilaksanakannya inspeksi berkala;

memastikan dilakukannya uji fungsi dan uji coba peralatan;

memastikan dilakukan pemeliharaan promotif dan pemeliharaan

terencana pada peralatan medis; memastikan petugas yang memelihara

dan menggunakan peralatan medis kompeten dan terlatih.

41
8. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana

Suatu rangkaian kegiatan yang dirancang untuk meminimalkan

dampak kerugian atau kerusakan yang mungkin terjadi akibat keadaan

darurat oleh karena kegagalan teknologi, ulah manusia atau bencana

yang dapat terjadi setiap saat dan dimana saja (internal dan eksternal).

Keadaan darurat adalah suatu keadaan tidak normal atau tidak

diinginkan yang terjadi pada suatu tempat/kegiatan yang cenderung

membahayakan bagi manusia, merusak peralatan/harta benda atau

merusak lingkungan sekitarnya.

Meminimalkan dampak terjadinya kejadian akibat kondisi darurat

dan bencana yang dapat menimbulkan kerugian fisik, material, jiwa,

bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,

dan pengunjung yang dapat mengganggu operasional serta

menyebabkan kerusakan lingkungan ataupun mengancam finansial

dan citra Rumah Sakit. Adapun bentuk kegiatannya yaitu identifikasi

risiko kondisi darurat atau bencana; penilaian analisa risiko

kerentanan bencana; pemetaan risiko kondisi darurat atau bencana;

pengendalian kondisi darurat atau bencana; simulasi kondisi darurat

atau bencana.

9. Pendidikan dan pelatihan

Dalam rangka meningkatkan pemahaman, kemampuan, dan

keterampilan tentang pelaksanaan K3RS, dilakukan pendidikan dan

pelatihan di bidang K3RS bagi sumber daya manusia di bidang K3RS.

42
Pendidikan dan pelatihan merupakan suatu kegiatan dalam rangka

meningkatan pemahaman, kemampuan dan ketrampilan pada

anggota/pelaksana unit fungsional K3RS dan seluruh sumber daya

manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien dan pengunjung

tentang peran mereka dalam melaksanakan keselamatan dan

Kesehatan Kerja. Peningkatan pemahaman dan kemampuan serta

ketrampilan semua SDM Rumah Sakit dapat dilakukan dalam bentuk

sosialisasi, inhouse tranning, workshop. Pendidikan dan pelatihan bagi

anggota/pelaksana unit fungsional K3RS dapat berbentuk inhouse

tranning, workshop, pelatihan terstruktur berkelanjutan yang terkait

keselamatan dan Kesehatan Kerja dan pendidikan formal.

Pelatihan bagi anggota/pelaksana unit fungsional K3RS harus

sesuai dengan standar kurikulum di bidang K3RS yang diterbitkan

oleh Kementerian Kesehatan. Pelatihan dapat diselenggarakan oleh

lembaga/institusi pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat

yang terakreditasi, dan program pelatihannya terakreditasi di bidang

kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapun

bentuk kegiatannya sebagai berikut :

a. Pendidikan diselenggarakan setiap tahun untuk memastikan

bahwa semua SDM Rumah Sakit pada tiap shift dapat

melaksanakan tanggungjawab mereka secara efektif, materi

pendidikan antara lain meliputi pencegahan penyakit akibat kerja

dan kecelakaan kerja yang mungkin timbul bagi pegawai di

43
Rumah Sakit, ergonomi, kedisplinan penggunaan alat pelindung

diri.

b. Selain SDM Rumah Sakit, sosialisasi diberikan pada pengunjung

dan pendamping pasien mengenai kebakaran dan kedaruratan

bencana.

c. Pengetahuan SDM Rumah Sakit diuji mengenai peran mereka

dalam setiap program keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan

simulasi dan kuesioner. SDM Rumah Sakit dapat menjelaskan

dan/atau menunjukkan peran mereka dalam menanggapi keadaan

darurat atau bencana.

d. Pelatihan, pengujian, dan hasil pengujian didokumentasikan untuk

setiap SDM rumah sakit.

C. Tinjauan Umum Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk

mendapatkan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan

berbagai fasilitas dan peralatan kesehatannya. Rumah sakit sebagai

tempat kerja yang unik dan kompleks tidak saja menyediakan

pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan tempat

pendidikan dan penelitian kedokteran. Semakin luas pelayanan

kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka semakin kompleks pula

peralatan dan fasilitasnya (Nasri, 2007).

44
SK Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992

menyebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang

memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan

subspesialistik. Rumah sakit mempunyai misi memberikan pelayanan

kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Aditama, 2008).

2. Fungsi dan Pelayanan Standar Rumah Sakit

Menurut Milton Roener dan Friedman (Aditama, 2003),

menyatakan bahwa rumah sakit setidaknya punya lima fungsi, antara

lain :

a. Harus ada pelayanan dengan fasilitas diagnostik dan

terapeutiknya.

b. Rumah sakit harus memiliki pelayanan rawat jalan.

c. Rumah sakit juga punya tugas untuk melakukan pendidikan dan

latihan.

d. Rumah sakit perlu melakukan penelitian di bidang kedokteran dan

kesehatan.

e. Rumah sakit juga punya tanggung jawab untuk program

pencegahan penyakit dan penyuluhan kesehatan bagi populasi di

sekitarnya.

45
Selain lima fungsi tersebut, menurut Wijono (2007) pelayanan

standar rumah sakit adalah sebagai berikut :

a. Kamar operasi.

b. Pelayanan radiologi.

c. Pelayanan perinatal risiko tinggi.

d. Pelayanan laboratorium.

e. Pengendalian infeksi di rumah sakit.

f. Pelayanan sterilisasi.

g. Keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana.

3. Karakteristik Rumah Sakit

Menurut Djojodibroto (2007), organisasi rumah sakit mempunyai

sejumlah sifat-sifat yang secara serentak tidak dipunyai organisasi lain

pada umumnya. Sifat atau karakteristik itu adalah :

a. Sebagian besar tenaga kerja rumah sakit adalah tenaga

profesional.

b. Wewenang kepala rumah sakit berbeda dengan wewenang

pimpinan perusahaan.

c. Tugas-tugas kelompok profesional lebih banyak dibandingkan

tugas kelompok manajerial.

d. Beban kerjanya tidak bisa diatur.

e. Jumlah pekerjaan dan sifat pekerjaan di unit kerja beragam.

f. Hampir semua kegiatannya bersifat urgent.

46
g. Pelayanan rumah sakit sifatnya sangat individualistik. Setiap

pasien harus dipandang sebagai individu yang utuh, aspek fisik,

aspek mental, aspek sosiokultural dan aspek spiritual harus

mendapat perhatian penuh. Pelayanan tidak bisa diberikan secara

”kodian”.

h. Tugas memberikan pelayanannya bersifat pribadi, pelayanan ini

harus cepat dan tepat, kesalahan tidak bisa ditolelir.

i. Pelayanan berjalan terus menerus 24 jam dalam sehari. Akibat

dari sifat pelayanan yang terus menerus adalah :

1) Keharusan penyediaan tenaga yang selalu siap setiap waktu.

2) Keharusan adanya peralatan yang selalu siap, aliran listrik

yang tidak boleh berhenti.

3) Pengawasan yang terus menerus.

4) Harus selalu tersedia dana operasional setiap saat.

5) Pelayanannya bersifat emergensi, harus segera dilakukan.

Keadaan yang bersifat emergensi harus mendapatkan

pelayanan segera, tidak dapat ditunda oleh karena berkaitan

dengan masalah hidup-matinya pasien.

j. Kelalaian, keteledoran pelaksana pelayanan tidak dapat ditolelir.

k. Rumah sakit modern adalah institusi dengan padat teknologi,

banyak menggunakan alat-alat canggih.

47
l. Latar belakang pendidikan tenaga rumah sakit yang beragam

menuntut kesadaran untuk menciptakan adanya kerjasama yang

baik.

m. Pelayanan rumah sakit menjadi fokus perhatian dan pengontrolan

masyarakat. Memang ada institusi yangbertugas mengawasi

pelayanan rumah sakit, yang pengawasannya wajar dan

berukuran, tetapi yang menjadi beban rumah sakit adalah

pengontrolan oleh masyarakat yang sering tidak mempunyai

ukuran pasti tergantung selera masyarakat dan tidak jarang malah

bertentangan dengan prinsip pengobatan dan peraturan rumah

sakit.

n. Karakteristik lain yang menandai keunikan rumah sakit adalah

bangunan, tempat memberikan pelayanan adalah berupa gedung

yang dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan-

persyaratan atau standar yang telah ditetapkan.

4. Jenis Rumah Sakit

Jenis Rumah Sakit menurut Azwar (2007) dibedakan atas beberapa

jenis, yaitu :

a. Menurut pemilik

Rumah Sakit jika ditinjau dari pemiliknya dapat dibedakan atas

dua macam, yaitu Rumah Sakit pemerintah (Government

Hospital) dan Rumah Sakit swasta (Private Hospital). Rumah

48
Sakit pemerintah di Indonesia dibedakan atas dua macam yaitu

Rumah Sakit Pemerintah Pusat (Departemen Kesehatan dan

Departemen lain) dan Pemerintah Daerah.

b. Menurut filosofi yang dianut

Rumah Sakit jika ditinjau dari filosofi yang dianut dibedakan atas

dua macam yaitu Rumah Sakit yang tidak mencari keuntungan

(non-profit hospital) dan Rumah Sakit yang mencari keuntungan

(profit hospital).

c. Menurut jenis pelayanan yang diselenggarakan

Jika ditinjau dari jenis pelayanan yang diselenggarakan, Rumah

Sakit dibedakan atas dua macam yaitu Rumah Sakit umum

(general hospital) jika semua jenis pelayanan kesehatan

diselenggarakan dan Rumah Sakit khusus (specialty hospital) jika

hanya satu jenis pelayanan kesehatan saja yang diselenggarakan.

d. Menurut lokasi Rumah Sakit

Rumah Sakit menurut lokasinya dibedakan atas beberapa macam

yang kesemuanya tergantung dari sistem pemerintah yang dianut.

Misalnya Rumah Sakit Pusat jika lokasinya di ibulota negara,

Rumah Sakit Propinsi jika lokasinya di ibukota propinsi, dan

Rumah Sakit Kabupaten jika lokasinya di Kabupaten.

Menurut Muninjaya (2009), di Indonesia dikenal tiga jenis rumah

sakit sesuai dengan kepemilikan, jenis pelayanan dan kelasnya.

49
a. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan menjadi tiga macam

yaitu:

1) Rumah sakit Pemerintah, terdiri dari:

a) Rumah sakit Pusat.

b) Rumah sakit Propinsi.

c) Rumah sakit Kabupaten.

2) Rumah sakit BUMN/ABRI.

3) Rumah sakit swasta yang menggunakan dana investasi dari

sumber dalam negeri (PMDN) dan sumber luar negeri

(PMA).

b. Berdasarkan jenis pelayanannya, dibedakan menjadi :

1) Rumah sakit umum.

2) Rumah sakit jiwa.

3) Rumah sakit khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung,

kanker, dsb).

c. Berdasarkan kelasnya, dibedakan menjadi :

1) Rumah sakit kelas A.

2) Rumah sakit kelas B (pendidikan dan non pendidikan).

3) Rumah sakit kelas C.

4) Rumah sakit kelas D.

Jika ditinjau dari kemampuan yang dimiliki, rumah sakit di

Indonesia dibedakan atas 5 macam (Azwar, 2007), yaitu :

50
a. Rumah sakit kelas A

Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas.

Oleh pemerintah, rumah sakit kelas A ini telah ditetapkan sebagai

tempat pelayanan rujukan tertinggi atau disebut pula rumah sakit

pusat.

b. Rumah sakit kelas B

Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran spesialis luas dan subspesialis

terbatas. Direncanakan rumah sakit kelas B didirikan di setiap ibu

kota propinsi yang menampung pelayanan rujukan dari umah

sakit kabupaten. Rumah sakit pendidikan yang tidak termasuk

kelas A juga diklasifikasikan sebagai rumah sakit kelas B.

c. Rumah sakit kelas C

Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini

ada empat macam pelayanan spesialis yang disediakan yaitu

pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan

anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan

rumah sakit kelas C ini akan didirikan di setiap ibu kota

kabupaten yang menampung pelayanan rujukan dari Puskesmas.

51
d. Rumah sakit kelas D

Rumah sakit kelas D adalah rumah sakit yang bersifat transisi

karena pada satu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas

C. pada saat ini kemampuan rumah sakit kelas D hanyalah

memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi.

Sama halnya denngan rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D

juga menampung pelayanan rujukan yang berasal dari Puskesmas.

e. Rumah sakit kelas E

Rumah sakit kelas E adalah rumah sakit khusus yang

menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja,

misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru,

rumah sakit kanker, rumah sakit jantung, serta rumah sakit ibu

dan anak.

5. Organisasi Rumah Sakit

Pengorganisasian Rumah Sakit jika disederhanakan secara umum

dapat dibedakan atas tiga kelompok organisasi yaitu:

a. Para penentu kebijakan

Para penentu kebijakan Rumah Sakit dikenal dengan nama

Dewan Perwalian. Pada awal dikenalnya Rumah Sakit, dalam

Dewan Perwalian termasuk wakil-wakil masyarakat. Saat ini,

terutama untuk Rumah Sakit yang dilelola oleh badan swasta,

anggota Dewan Perwalian umumnya adalah para pemilik Rumah

52
Sakit. Sesuai dengan namanya, maka tugas utama Dewan

Perwalian adalah menentukan kebijakan Rumah Sakit.

b. Para pelaksana pelayanan non-medis

Para pelaksana pelayanan non-medis diwakili oleh kalangan

administrasi (administrator). Kalangan administrasi yaitu mereka

yang ditunjuk oleh Dewan Perwalian untuk mengelola kegiatan

Rumah Sakit. Tugas utamanya adalah mengelola kegiatan aspek

non-medis Rumah Sakit sesuai dengan kebijakan yang telah

ditetapkan oleh Dewan Perwalian.

c. Para pelaksana pelayanan medis

Para pelaksana pelayanan medis diwakili oleh kalangan kesehatan

(medical staff). Pelaksana pelayanan medis disini adalah mereka

yang bekerja di Rumah Sakit untuk menyelenggarakan pelayanan

medis Rumah Sakit. Tugas utama pelaksana pelayanan medis

yaitu menyelenggarakan pelayanan medis Rumah Sakit (Azwar,

1996).

6. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit.

Tugas Rumah Sakit berdasarkan Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 40 tahun 2001 Tentang Pedoman Kelembagaan dan

Pengelolaan Rumah Sakit Daerah adalah:

a. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil

guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan

53
yang dilakukan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan

dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

b. Melaksanakan pelayanan yang bermutu sesuai standar pelayanan

Rumah Sakit.

Fungsi Rumah Sakit berdasarkan Keputusan Presiden Republik

Indonesia Nomor 40 tahun 2001 Tentang Pedoman Kelembagaan dan

Pengelolaan Rumah Sakit Daerah adalah:

a. Pelayanan Medis

b. Pelayanan Penunjang Medis dan Non Medis

c. Pelayanan dan Asuhan Keperawatan

d. Pelayanan Rujukan

e. Pendidikan dan Pelatihan

f. Penelitian dan Pengembangan

g. Pelayanan Administrasi Umum dan Keuangan

7. Kewajiban Rumah Sakit.

Menurut Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (Djojodibroto, 2007),

beberapa kewajiban rumah sakit adalah sebagai berikut :

a. Rumah sakit sebagai suatu institusi, harus :

1) Mentaati Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.

2) Dapat mengawasi serta bertanggung jawab terhadap semua

kejadian di Rumah Sakit (corporate liability).

3) Memberi pelayanan yang baik (duty of due care).

54
4) Memberikan pertolongan emergency tanpa mengharuskan

pembayaran uang muka lebih dahulu.

5) Memelihara Rekam Medik dengan baik.

6) Memelihara peralatan dengan baik dan agar selalu dalam

keadaan siap pakai.

7) Merujuk kepada Rumah Sakit lain jika tidak tersedianya

peralatan atau tenaga spesialis yang dibutuhkan pasien.

b. Kewajiban rumah sakit terhadap masyarakat adalah :

1) Berlaku jujur dan terbuka.

2) Peka terhadap saran dan kritik masyarakat dan berusaha

menjangkau pasien di luar dinding Rumah Sakit (extramural).

c. Kewajiban rumah sakit terhadap pasien adalah :

1) Mengindahkan hak-hak asasi pasien.

2) Memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan

tindakan apa yang hendak dilakukan.

3) Meminta persetujuan pasien (informed consent) sebelum

melakukan suatu tindakan medik.

4) Mengindahkan hak pribadi (privacy) pasien.

5) Menjaga rahasia pasien.

d. Kewajiban rumah sakit terhadap tenaga staf adalah :

1) Mengadakan seleksi tenaga staf dokter.

2) Mengadakan koordinasi serta hubungan yang baik antar

seluruh tenaga di Rumah Sakit.

55
3) Mengawasi agar segala sesuatu dilakukan berdasarkan

standar profesi yang berlaku.

4) Berlaku adil tanpa pilih kasih.

e. Kewajiban rumah sakit yang lain adalah :

1) Selalu berusaha meningkatkan mutu pelayanan.

2) Mengikuti perkembangan dunia perumahsakitan.

3) Memelihara hubungan yang baik antar Rumah Sakit dan

Menghindarkan persaingan yang tidak sehat.

4) Menggalang kerja sama yang baik dengan instansi atau badan

lain yang bergerak di bidang kesehatan.

5) Berusaha membantu untuk mengadakan penelitian demi

perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran.

6) Dalam melakukan pemasaran harus bersifat informatif dan

berdasarkan Kode Etik Rumah Sakit.

D. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindraan suatu kejadian tertentu. Pengindraan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia yang hanya sekadar

menjawab pertanyaan apa. Pengetahuan dapat dimiliki manusia

56
melalui pancaindra yang ia miliki. Hasil penglihatan dan pendengaran

dapat menjadi dasar seseorang berprilaku dalam kehidupan sehari-

hari. Maka semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan

tercermin pada perilaku sehari-harinya (Notoatmodjo, 2017).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan merupakan dasar terbentuknnya suatu perilaku.

Seseorang dikatakan kurang pengetahuan apabila dalam suatu kondisi

ia tidak mampu mengenal, menjelaskan, dan menganalisis suatu

keadaan. Pengetahuan dalam domain kognitif memiliki enam

tingkatan, antara lain (Notoatmodjo, 2007 dalam Dewanti, 2012):

a. Tahu (Know)

Tahu merupakan tingkatan yang paling rendah. Seseorang dapat

dikatakan tahu ketika dapat mengingat suatu meteri yang telah

dipelajari, termasuk mengingat kembali sesuatu yang lebih spesifik

dari bahan materi yang telah diterimanya. Contohnya anak dapat

menyebutkan manfaat menggosok gigi.

b. Memahami (Comprehension)

Seseorang dikatakan telah memahami jika ia mampu

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menarik kesimpulan materi tersebut secara benar. Misalnya anak

dapat menjelaskan pentingnya menggosok gigi setiap hari.

57
c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah ia pelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

Misalnya seorang anak akan melakukan gosok gigi setiap hari

ketika ia telah memahami materi kesehatan gigi.

d. Analisis (Analysis)

Seseorang dikatakan mencapai tingkat analisis ketika ia mampu

menjabarkan materi ke dalam komponen-komponen, tetapi masih

dalam stuktur yang sama dan berkaitan satu sama lain. Ia mampu

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan lain

sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Seseorang mampu menyusun formulasi-formulasi baru.

Misalnnya anak dapat menyusun, merencanakan, menyesuaikan

terhadap suatu teori dan rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi. Misalnya membandingkan

antara anakyang rajin menggosok gigi dengan yang tidak.

58
3. Jenis Pengetahuan

Jenis pengetahuan di antaranya sebagai berikut (Budiman, 2013

dalam Astuti, 2013) :

a. Pengetahuan Implisit

Merupakan pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk

pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat

nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.

b. Pengetahuan Eksplisit

Merupakan pengetahuan yang telah disimpan dalam wujud

nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan.

E. Tinjauan Umum Tentang Sikap

1. Definisi Sikap

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap

seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau

memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak

memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Berkowitz, 1972 dalam

Azwar, 2012).

Sikap merupakan suatu kecenderungan reaksi perasaan, yang

mempnyai preferensi terhadap suatu objek tertentu dengan

berdasarkan pada keyakinan individu. Sikap dapat diartikan sikap

merupakan pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau

situasi yang disertai dengan perasaan tertentu, dan memberikan dasar

59
kepada orang tersebut sehingga timbul respon untuk berperilaku

dengan cara tertentu yang dipilihnya (Rinandanto, 2015).

Sikap merupakan ekspresi efek seseorang pada objek sosial

tertentu yang mempunyai kemungkinan rentangan dari suka sampai

tak suka atau setuju sampai tidak setuju pada sesuatu objek (Azwar,

2012)

2. Komponen Sikap

Sikap mempunyai 3 komponen yaitu (Azwar, 2012) :

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaa seseorang mengenai yang

berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Sekali kepercayaan

itu telah terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan

seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu.

Dengan demikian, interaksi kita dengan pengalaman di masa

datang serta prediksi kita mengenai pengalaman tersebut akan lebih

mempunyai arti dan keteraturan.

b. Komponen afektif

Adalah menyangkut masalah emosional subjektif seseorang

terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan

dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun,

pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda

perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. Pada umumnya, reaksi

emosional yang merupakan komponen afektif ini banyak

60
dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai

benar dan berlaku bagi objek termaksud.

c. Komponen konatif

Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukan bagaimana

perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri

seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapimya. Kaitan

ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak

mempengaruhi perilaku. Karena itu, adalah logis untuk

mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkannya dalam

bentuk tendensi perilaku terhadap objek.

3. Tingkatan Sikap

Berbagai tingkatan menurut Notoatmodjo (2003) tediri dari :

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap

orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian

orang itu terhadap ceramah-ceramah.

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan sesuatu dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikapb karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terpelas dari pekerjaan itu benar

atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

61
c. Menghargai (Valuting)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan/mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap.

d. Bertanggung jawab (Responsile)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan yaitu :

a. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek

yang akan dilakukan.

b. Respon terpimpin yaitu melakukan segala sesuatu sesuai dengan

urutan yang benar.

c. Mekanisme yaitu melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis

d. Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang yang sudah

berkembang dan dilakukan dengan baik (Notoatmodjo, 2007).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2012), sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh

beberapa hal berikut:

a. Lingkungan

1) Rumah

Tingkah laku anak dan sikap anak tidak hanya dipengaruhi

oleh bagaimana sikap-sikap orang yang berada di dalam rumah

itu, melainkan juga bagaimana sikap-sikap mereka dan

bagaimana mereka mengadakan atau melakukan hubungan-

62
hubungan dengan orang-orang di luar rumah. Dalam hal ini,

peranan orang tua penting sekali untuk mengetahui apa-apa yang

dibutuhkan si anak dalam rangka perkembangan nilai-nilai

moral si anak, serta bagaimana orang tua dapat memenuhinya

(Singgih, 2004). Dalam hal ini, orang tua dan orang sekitar

berperan dalam membentuk pengetahuan anak yang akan

membentuk sikap anak tersebut.

2) Sekolah

Peran pranata pendidikan adalah untuk membentuk

kepribadian anggota masyarakat agar menjadi warga yang baik

dan unggul secara intelektual. Peran guru sejak pendidikan dasar

sangat besar mempengaruhi pola pikir, perilaku, sikap anak

dalammembentuk kepribadiannya. Guru senantiasa memberikan

dorongan dan motivasi terhadap keberhasilan anak dalam

membentuk kepribadian anak.

3) Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan sangatlah berpengaruh terhadap

sikap seseorang, kondisi lingkungan pekerjaan yang nyaman,

akan membentuk sikap positif pada pekerjanya, begitu

sebaliknya lingkungan kerja yang tidak nyaman akan

membentuk sikap negatif pada pekerjanya (Heni, 2011). Dari

gambaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa lingkungan

pekerjaan sangat berperan dalam mekanisme pembentukan

63
sikap. Kenyamanan pada lingkungan kerja, akan membawa

sikap positif pada kehidupan orang tersebut.

b. Pengalaman

Apa yang telah dan sedang dialami seseorang, akan ikut

membentuk dan mempengaruhi penghayatan seseorang terhadap

stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar

terbentuknya sikap (Azwar, 2012). Pengalaman dapat didapatkan

dari pendidikan dari suatu instansi, pernah mengalami suatu

kejadian, dan pernah melihat dari orang lain. Pengalaman sangat

mempengaruhi seseorang dalam bersikap.

c. Pendidikan

Pendidikan bisa berupa pendidikan formal, yaitu dari sekolah,

maupun pendidikan nonformal, seperti pendidikan dari orang tua.

(Sugiarto, 2004). Rusmi (2009) mengatakan bahwa pembentukan

sikap dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan

sikap seseorang sangat ditentukan oleh kepribadian, intelegensia,

dan minat.

64
F. Kerangka Teori Penelitian

Faktor Eksternal Faktor Internal

Penerapan SMK3

1. Penetapan kebijakan K3RS

2. Perencanaan K3RS

3. Pelaksanaan rencana K3RS

4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS

5. Pemantauan dan peningkatan kinerja K3RS

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Teori

Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K3

Sumber: Rusdi Suardi, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Penerapan SMK3 dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal dan

faktor internal. Faktor eksternal yang berpengaruh yaitu tingkat pengetahuan

karyawan dalam penerapan K3, apa yang dipahami oleh karyawan serta pelatihan

akan terkait K3 yang pernah didapatkannya. Faktor internal sendiri yaitu sikap

karyawan dalam bekerja apakah sesuai dengan budaya K3, dimana keselamatan

dan kesehatan serta sesuai aturan yang berlaku akan membawa dalam peningkatan

produktifitas serta kinerja karyawan.

65

Anda mungkin juga menyukai