Tebu yang masuk menggunakan truk akan melewati jembatan timbangan di pintu masuk
untuk mengnghitung berat tebu bersama truk. Pada saat menimbang diperhatikan kepekaan,
ketepatan, posisi ketepatan jarum, dan kesamaan pencatatan angka agar tidak terjadi kesalahan
pada saat perhitungan berat tebu. Tebu yang masuk mengunakan truk, selanjutnya akan
dipindahkan ke lori menggunakan Hoist crane. Hoist crane merupakan suatu alat yang dapat
digerakkan melingkar 360°. Truk yang telah kosong akan keluar dari stasiun ini dan akan
ditimbang kembali berat kosongnya pada jembatan penimbangan di pintu keluar.
Lori di PG. Madukismo yang mengangkut tebu ditarik oleh lokomotif menuju Emplasment tebu.
Dari Emplasment lalu dibawa ke stasiun Penggilingan. Tebu diangkut dari lori menggunakan
crane tebu lalu dipindahkan ke meja tebu. Lori yang
kosongditarikkembalikeEmplasmentdepanuntukdiisitebulagi.
Selain memiliki kelebihan, unigrator juga memiliki kelemahan, yaitu ampas yang dihasilkan
lebih halus sehingga mudah lolos dan terikut ke stasiun pemurnian. Pada stasiun pemurnian
akan terbebani dengan adanya ampas halus. Serpihan-serpihan tebu dari unigrator kemudian
diangkut conveyor miring ke unit gilingan I.
Alat gilingan terdiri dari 3 bagian yaitu rol atas, rol muka, dan rol belakang. Rol atas
dipasang pada bantalan yang dapat bergerak naik turun, posisi rol ini terhadap rol muka dan
belakang dipasang saling dengan posisi rapat sehingga ampas yang masuk ke unit gilingan dapat
terperah serta menghasilkan nira sebanyak mungkin. Gilingan yang di PG Madukismo terdapat 5
unit gilingan yang dirangkai secara seri dan dilengkapi dengan saringan pasir dan saringan
ampas kasar maupun halus. Rol muka berfungsi sebagai menerima cacahan tebu yang masuk dan
menahan tekanan dari rol atas. Plat ampas dipasang diantara rol muka dan rol belakang yang
berfungsi meneruskan ampas dari bukaan muka ke bukaan belakang.
Unit gilingan di PG Madukismo diberi tekanan hidrolik dengan tekanan sebesar 200-300
kg/cm3. Penggunaan pompa hidrolik berfungsi untuk:
a. lebih mudah mengatur tekanan.
b. tekanan setiap saat dapat diperiksa.
c. tekakanan tetap konstan meskipun ampas masuk dalam gilingan berkurang.
d. Aman terhadap keretakan bila ampas terlalu tebal.
Adanya tekanan pada rol atas serta adanya alur pada rol bawah, membuat nira yang diperoleh
akan keluar melalui alur-alur tersebut dan ampas akan keluar dan digunakan sebagai bahan bakar
ketel uap. Menururt Chen & Chou (1993), proses pemerahan nira perlu mendapat perhatian
khusus karena kemungkinan terjadi kontaminan sangat besar. Walaupun pada proses selanjutnya
akan diproses pada suhu tinggi untuk membunuh mikroorganisme yang ada, namun akan sangat
baik bila nira tidak terkontaminasi sejak awal agar jumlah mikroorganisme tidak meningkat pada
proses selanjutnya. Salah satu penyebab kontaminasi adalah alat dan mesin yang digunakan.
Dari nira gilingan pertama (NPP) dilakukan pengamatan, didapatkan brix sebesar 15.6
dengan Suhu 30.5 & koreksi suhu 0.20 Brix terkoreksi 15.80 dan drying 56.6. Pada Nira Perahan
Lanjut (NPL) atau gilingan kedua dilakukan pengamatan, didapatkan brix sebesar 12.2, suhu
30.5 & koreksi suhu 0.20 brix terkoreksi 12.4 dan drying 34.7.
Pada proses pemerahan digunakan saringan getar untuk menyaring nira perahan pertama (NPP),
dan nira pemerahan lanjutan (NPL). Saringan ini digunakan bergantian dengan DSM Screen. PG.
Madukismo memiliki satu unit saringan getar.
DSM Screen merupakan alat yang digunakan untuk menyaring ampas halus. DSM screen ini
bekerja secara memutar, nira yang masih terdapat ampas halus ini dialirkan ke penyaring guna
memisahkan nira dari ampas halus. Ampas ini kemudian dijatuhkan ke krepyak ampas
sedangkan nira dialirkan ke saluran nira yang berada di bawahnya.
Ampas tebu dari unit gilingan V ke ketel diangkut menggunakan Flight conveyor. Alat ini
memiliki panjang 7,7 m dan lebar 1,18 m. Alat ini terdiri dari papan-papan kayu yang disusun
dan digerakkan menuju ke atas.
Sebelum menuju proses pemurnian, nira ditimbang terlebih dahulu menggunakan timbangan nira
mentah untuk mengetahui berat nira mentah. Kapasitas alat ini adalah 5 ton dalam satu kali
timbang. Terdapat 1 buah timbangan nira mentah di PG. Madukismo.
Sifat dari sukrosa yaitu akan rusak pada suasana asam tetapi lebih stabil pada suasana
netral atau basa, sedangkan gula reduksi stabil dalam suasana asam dan akan rusak pada suasana
alkalis. Kerusakan akan semakin besar dengan naiknya suhu dan bertambahnya waktu. Karena
itu dalam proses pemurnian, ketiga hal yaitu pH, suhu dan waktu tidak boleh bersamaan dalam
kondisi yang ekstrim. Menurut Solomon (1987), sukrosa merupakan salah satu contoh paling
umum dari disakarida yang bersifat menyebabkan rasa manis dalam buah-buahan dan tebu, lebih
manis dari laktosa. Selain itu, sukrosa sangat mudah larut, dan bila dipanaskan pada suhu tinggi
akan terurai sebagian dalam bentuk karamel (DeMan, 1997).
Penghilangan kotoran menurut Supriyono (2006) dilakukan dengan 3 cara yaitu:
1. Cara Kimia
Penghilangan kotoran secara kimia dengan menggunakan suatu zat yang dapat bereaksi dengan
niranya. Nira yang bersifat asam harus dinetralkan dengan suatu basa yang dapat menimbulkan
efek pemurnian yang baik. Reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:
A + B AB
Produk AB yang terbentuk dari reaksi penetralan atau penggaraman tersebut diharapkan
menghasilkan suatu bahan yang tidak larut di dalam nira (mengendap), sehingga komponen A
yang terdapat dalam nira dapat mengendap yang berarti terjadi pemurnian terhadap komponen A
dari nira.
1. Cara Kimia Fisika
Proses penghilangan kotoran cara kimia fisika peristiwanya bersumber dari cara kimia. Suatu
peristiwa yang disebut absorbsi yaitu kemampuan bahan untuk menarik benda-benda lain di
sekitarnya ke permukaan benda tersebut. Dengan cara kimia tadi dimana terbentuk endapan AB,
endapan ini dapat menyerap partikel-partikel kecil di sekitarnya dan membawa partikel ke
permukaan endapan sehingga ikut mengendap. Dengan demikian terjadi penghilangan kotoran
lembut dari nira sehingga nira menjadi jernih.
2. Cara Fisis
Penghilangan kotoran secara fisika digolongkan menjadi beberapa cara, seperti pengendapan,
penyaringan, dan pengapungan. Keberhasilan proses penghilangan kotoran secara fisis
tergantung dari hasil pekerjaan secara kimia fisika.
Menurut Soejardi (2003), komponen terbesar dalam nira encer adalah air sehingga pada proses
evaporasi ini berfungsi untuk menghilangkan sebagian air yang terdapat pada nira. Pada proses
penguapandilakukanmenggunakanbeberapaalat, yaitu:
1. Evaporator
Evaporator merupakan bejana pemanas yang menguapkan nira yang bekerja secara
berurutan. Peralatan evaporato rterdiri dari centralcondenser, pompa vaccum yang digerakkan
dengan electromotor, badan evaporator, pipa – pipa uapnira, pipa – pipa exhauststeam, pipa –
pipa pencuci/ pipa – pipa air, pompa air condensate, pipa – pipa condensate, pompa soda, tanki
dan perpipaan, perpipaan nira. Untuk menguap kan nira dan dilengkapi ruang vakum untuk
menurunkan titikdidih nira sehingga kerusakan ukrosa dan monosakarida dapat ditekan. PG
Madukismo mempunyai lima buah pan penguapan yang telah diatur jadwal pembersihannya
sehingga dapat digunakan secara bergantian dan kemampuan penguapan tetap terjaga.
2. TangkiKondensat
Untuk menampung air kondensat yang berasaldari proses penguapansecarakeseluruhan
yang menghasikan air kondensatkemudiandigunakansebagai air pengisiketeldengansuhu air yang
relatiftinggi
3. KetelUap
Untukmengubah air menjadiuap yang akandigunakansebagaipembangkittenagauap
4. PompaVakum
Untukmembuatkondisimenjadihampapadabejana evaporator, menarikuaphasilpenguapan,
kemudianuaptersebutdijadikan air embundengancaramenginjeksi air
dinginhinggauaptersebutmenjadidingindanberubahmenjadi air embun yang siapuntukdibuang.
Proses evaporasi pada umumnya menggunakan energi panas untuk menguapkan air pada titik
didihnya (Potter, 1995). Selama proses penguapan ini panas laten pindah dari mesin ke produk,
sehingga suhu pada produk dapat meningkat mencapai titik didihnya (panas sensibel).Tekanan
uap air meningkat sehingga membentuk gelembung dari uap air pada cairan. Uap air akan
menguap dari permukaan cairan (Fellows, 1990).
Menurut Potter (1995), evaporasi dengan menggunakan sistem vakum dapat membantu
menghilangkan kadar air dengan temperatur yang rendah. Dengan menggunakan suhu
pemanasan yang rendah ini bahan makanan yang akan diuapkan tidak akan rusak.Proses
penguapan ini biasanya menggunakan panas untuk menguapkan air pada titik didihnya. Produk
pangan pada umumnya tidak tahan terhadap panas, sehingga pemanasan yang terlalu lama dapat
menyebabkan off flavor atau penurunan kualitas. Sukrosa atau gula pasir mudah rusak pada suhu
yang tinggi.
Proses pembentukan kristal gula pada dasarnya adalah untuk penghilangan air dari larutan
sukrosa, sehingga larutan menjadi jenuh dan akhirnya mengkristal. Apabila kristal yang terdapat
pada nira kental yang satu dengan yang lain saling tarik – menarik, maka kristal sukrosa yang
terdapat di bagian dalam akan mengalami kesetimbangan antara molekul sukrosa yang larut dan
yang mengkristal. Keadaanini yang dinamakandengankeadaanlewatjenuh.
PG Madukismo menggunakan system kristalisasi bertahap yaitu tipe masakan A-C-D. Hal ini
bertujuan untuk mencegah karamelisasi dan terbentuknya kerak akibat dari pemanasan secara
kontinyu.Tipe masakan A-C-D disebut juga dengan tipe masakan Tripple Trap Boiling System.
Dari sistem ACD diperoleh Harga Kemurnian (HK) yang berbeda – bedaya itumasakan A
dengan HK > 80, masakan C dengan HK 70 – 74, dan untuk masakan D dengan HK 56 – 60.
Perbedaan tingkat masakan ditentukan dengan tinggi rendahnya kemurnian (kemurnian
berdasarkan kandungan sukrosa pada gula).
Masakan A menggunakan nira kental sebagai bahan masakan yang akan menghasilkan campuran
Kristal sukrosa dengan nira yang belum mengkristal, yang disebut juga dengan stroop.
Campuran tersebut diturunkan kepalung pendingin A dan diputar sehingga menghasilkan gula A
dan stroop A. Stroop ini dipakai sebagai bahan masakan C, kemudian diturunkan pada palung
pendingin C dan diputar di putaran C menghasilkan stroop yang digunakan sebagai masakan D.
Masakan D diturunkan pada palungp endingin D, diputar padaputaran D1 menghasilkangula D1
dantetes. Tetes tersebut dibawa kepabrik spiritus, dan gula D1 diputar lagi pada putaran D2. Gula
A masuk kedalam mixer dan diputar pada putaran SHS yang dipakai untuk tambahan masakan
A, C, dan D.
Analisa % brix pada semua gilingan dan nira mentah dilakukan dengan cara memasukkan
sampel ke dalam mol brix hingga penuh. Analisa persen pol gilingan pada nira mentah dapat
dilakukan dengan cara mengambil 100 ml sampel, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar
100-110 ml. Sampel ditambahkan dengan 5 ml Pb Asetat dan air suling hingga batas tera, lalu
digojog lalu disaring. Tapisan 10 ml pertama dibuang dan tapisan berikutnya dimasukkan ke
dalam pol buis, kemudian drying dibaca pada polarimeter. Pol buis yang digunakan harus penuh,
tidak boleh ada gelembung udara. Jika terdapat gelembung udara di dalam pol buis maka drying
tidak akan terbaca. Persen pol pada gilingan dan nira mentah dihitung dengan rumus:
Analisa ampas dilakukan pada sampe ampas dari gilingan 5. Penentuan kadar ampas kering
dapat dilakukan dengan cara menimbang ampas sebanyak 1 kg dan dimasukkan ke dalam alat
pengering ampas selama 1 jam dengan suhu konstan 90-110oC. Setelah 1 jam ampas didinginkan
± 15 menit kemudian ditimbang.
Penentuan % pol pada ampas gilingan dapat dilakukan dengan cara menimbang 1 kg ampas,
kemudian dimasukkan ke dalam alat pemasak ampas dan ditambahkan dengan 10 liter air.
Sampel dipanaskan selama 1 jam dengan suhu konstan 90-110oC dan didinginkan selama 15
menit. Air yang dihasilkan diambil 100 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100-110
ml. Sampel ditambahkan dengan 5 ml Pb asetat dan air suling sampai batas tera, lalu larutan
digojog dan disaring. 10 ml pertama dibuang dan tapisan berikutnya dimasukkan ke dalam pol
buis 400 dm, kemudian drying dibaca pada polarimeter. Persentasi pol ampas dapat dihitung
dengan rumus:
Analisa-analisa yang dilakukan pada nira encer dan nira kental adalah analisa penentuan % brix,
% pol dan HK. Persentasi brix dapat dilakukan dengan cara mendinginkan sampel hingga suhu
35C. Sampel dimasukkan ke dalam mol brix hingga penuh. Ke dalam mol brix ditambahkan
penimbang brix, kemudian didiamkan selama 10 sampai 15 menit dan dibaca brix dan suhu pada
mol brix. Penentuan % pol nira encer sama dengan pengukuran % pol nira mentah. Nilai HK dari
nira encer, nira mentah dan nira gilingan dapat dihitung dengan rumus:
Pada proses pemurnian dilakukan analisa terhadap blotong yang meliputi penentuan kadar zat
kering dan % pol blotong. Penentuan kadar zat kering blotong dilakukan dengan cara
menimbang 20 gram blotong di dalam pinggan timbangan yang telah ditentukan berat
konstannya. Sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu konstan 105-110°C selama 4 jam.
Setelah 4 jam, sampel didinginkan dalam desikator selama kurang lebih 15 menit dan kemudian
ditimbang. Untuk menentukan % pol blotong, dilakukan dengan menimbang 50 gram blotong
dan dihaluskan dalam lumpang porselin. Sampel yang telah diihaluskan dimasukkan ke dalam
labu takar mulut lebar berukuran 200 ml dan ditambahkan 5 ml Pb asetat dan air suling sampai
tanda 200 ml, larutan digojog hingga homogen dan disaring. 10 mm tapisan pertama dibuang dan
tapisan berikutnya dimasukkan dalam pol buis 200 dm, kemudian drying dibaca di polarimeter.
Pada proses evaporasi tidak dilakukan analisa blotong karena pada proses evaporasi tidak
menghasilkan limbah blotong.