e-ISSN 2303-1018
74 Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, Vol. 12, No. 2, Juli 2017
ABSTRAK
Pelanggaran kode etik akuntan profesional marak terjadi di Indonesia. Pelanggaran terindikasi lebih mungkin
dilakukan olehakuntan sektor pemerintahan. Fenomena ini ditengarai mempengaruhi kualitas pelaksanaan tugas
yang diemban oleh akuntan pemerintah, salah satunya penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Tujuan penelitian adalah menginvestigasi pengaruh penerapan kode etik akuntan profesional terhadap kualitas
penyusunan Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah dan melihat perbedaan tingkat penerapan kode etik
akuntan profesional oleh akuntanpemerintah di antarakelompok gender laki-laki dan perempuan. Penelitian
dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei melalui penyebaran kuesioner kepada
responden, yaitu petugas bagian keuangan pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Buleleng. Data dianalisis menggunakan uji beda Independent Samples T-
test dan regresi linier sederhana. Hasil penelitian mengindikasikan penerapan kode etik akuntan profesional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas penyusunan APBD dan kelompok akuntan perempuan
terbukti lebih baik menerapkan kode etik akuntan profesional dibandingkan kelompok akuntan laki-laki.
Kata kunci: Gender, kode etik akuntan profesional, kualitas penyusunan APBD, akuntansi pemerintahan
The violation cases of codes of ethical conduct by professional accountants are rife in Indonesia. This
phenomenon is expected to have negative impacts on the quality of government accountant. The purpose of
this study areto investigate the influence of accountants’ codes of professional conduct implementation
toward the quality of local government’s budget preparation; and todetermine whether or not there is a
significant difference between male and female. This study is a quantitative research that employs survey
method in which questionnaires are distributed to the financial officers of Finance and Asset Management
Boardand Department of Revenue Service of Buleleng Regency in Bali. The data are analyzed usingSimple
Linier Regression and Independent-Samples t-Test. Research findings indicate that accountants’ codes of
professional conduct implementation have positive impact on the quality of local government’s
budgetpreparation; and female government accountants are better than male on the implementation of
accountants’ codes of professional conduct.
PENDAHULUAN
Isu terkait kode etik profesional akuntan menjadi (BPKP) pada 91 kantor akuntan publik (KAP) dan
topik yang menarik untuk diteliti di Indonesia. Hasil kantor jasa akuntan (KJA) di Indonesia selama kurun
penelitian Gaffikin dan Lindawati (2012) menemukan waktu 1994-1997, sebanyak 97% akuntan cenderung
di antara beberapa bentuk perilaku tidak beretika bersikap tidak patuh terhadap Standar Profesional
yang kerap dilakukan akuntan profesional di Akuntan Publik (SPAP) (Atmadja dan Saputra,
Indonesia, yaitu pelanggaran terhadap kode etik 2014). Di sisi lain, laporan akuntabilitas Dewan
Dalam lingkup praksis, berdasarkan hasil evaluasi Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) juga
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengungkap adanya sejumlah 53 kasus hukum
Prayudi. Gender, Penerapan .... 75
terkait pelanggaran kode etik akuntan publik dalam penyusunan anggaran daerah dilaksanakan melalui
periode tahun 1990-1994 (Suryaningrum, et. al. 2013). beberapa tahapan, yaitu (1) pengajuan dokumen
Menariknya, pelanggaran terhadap kode etik usulan anggaran oleh satuan-satuan kerja pemerintah
profesional akuntan justru dirasakan lebih sering daerah berupa Rencana Anggaran Satuan Kerja
terjadi pada sektor pemerintahan dibanding sektor (RASK); (2) pengkajian kelayakan berdasarkan
bisnis (Thomson, 2014). Hasil penelitian Andriana urgensi dan ketersediaan dana oleh tim anggaran
dan Widaningsih (2014) menemukan bahwa akuntan eksekutif untuk diakomodasi dalam Rancangan
pemerintah di Indonesia terindikasi mengalami gejala Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
distorsi integritas dalam bentuk penerimaan terhadap (RAPBD); serta (3) pengkajian RAPBD lebih lanjut
kecurangan prinsip dalam penyusunan laporan oleh panitia anggaran legislatif. Proses “tawar-
keuangan. Selain itu, pelanggaran terhadap kode etik menawar” berbasis kepentingan kemudian dapat
oleh akuntan pemerintah di Indonesia juga dapat terjadi antara pihak legislatif dan eksekutif dalam
berupa pelaksanaan tugas pemeriksaan yang tidak penetapan anggaran yang disepakati sehingga
semestinya akibat pemberian insentif dari pihak berpotensi memunculkan moral hazard di kedua
auditan (Wibowo, 2011).Fenomena ini tentunya dapat belah pihak (Amerieska, 2013).
berdampak negatif terhadap optimalisasi peran Pada situasi seperti inilah, penerapan kode etik
penting dan strategis akuntan pemerintah.Para profesional diyakini dapat menjadi jembatan bagi
akuntan pemerintah secara umum diakui memiliki permasalahan conflict of interest yang biasa terjadi
kapasitas yang memadai untuk menyediakan dalam tahapan penyusunan anggaran pendapatan dan
belanja daerah antara pihak legislator, birokrat dan
informasi dan layanan keuangan yang berkualitas
yudikator (Amerieska, 2013). Kode etik adalah norma
(Chan, 2003), turut serta dalam memastikan
perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan
penggunaan dana-dana publik untuk sebesar-
dengan kliennya, akuntan dengan rekan sejawat dan
besarnya kesejahteraan masyarakat (Campfield et
juga akuntan dengan masyarakat (Poniman, 2009).
al., 1970), serta menjadi aktor utama dalam
Secara umum, kode etik disusun untuk
penyusunan kebijakan fiskal dan anggaran daerah
mengidentifikasikan perilaku-perilaku mana yang
(Jui dan Wong, 2013; Persil, 1990). terkategori dapat diterima dan tidak dapat diterima
Penelitian ini memiliki tujuan utama untuk dalam lingkup pekerjaan para profesional (Jakubowski
menginvestigasi secara empiris pengaruh kepatuhan et. al., 2002). Kode etik profesional juga berperan
penerapan kode etik profesional oleh akuntan sektor sebagai titik awal dalam menelaah isu dan dilema
pemerintahan terhadap kualitas penyusunan etika yang dihadapi oleh anggota kelompok profesi,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baik yang berpraktik sebagai auditor, bekerja di
Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng. Pada lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,
tahun 2017, Kabupaten Buleleng menjadi kabupaten maupun di lingkungan dunia pendidikan (Nugrahaningsih,
di wilayah provinsi Bali yang memiliki besaran APBD 2005).
terbesar ke-2 setelah Kabupaten Badung dengan nilai Dalam konteks penyusunan anggaran, hasil
anggaran pendapatan dan belanja sejumlah dua triliun penelitian Franklin dan Raadschelders (2003)
rupiah lebih (BaliEditor.com, 2016). Selain itu, mengungkap bahwa kode etik dapat sangat berguna
penyusunan APBD 2017 di Kabupaten Buleleng juga sebagai pedoman perilaku ketika menghadapi situasi
tergolong krusial karena anggaran yang disusun harus dilematis pengelokasian sumberdaya. Sementara itu,
disesuaikan dengan alokasi pendanaan untuk program penelitian Bastari dkk., (2014) telah mendokumentasikan
dan beban kerja SKPD dengan struktur kelembagaan adanya hubungan positif antara penerapan etika
baru sebagaimana mengacu pada Peraturan birokrasi dan kinerja pemerintah daerah di Indonesia
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat yang diproksikan dengan kualitas penyerapan APBD.
Daerah (NusaBali.com, 2016). Pada penelitian berbeda, Harryanto (2017)juga
Penyusunan anggaran daerah pada dasarnya menemukan bahwa prinsip-prinsip etika yang dianut
memang merupakan proses administrasi publik yang dapat memitigasi potensi penciptaan kekenduran
sarat akan dilema dan kepentingan politik (Franklin anggaran (budgetary slack) yang bersifat negatif
dan Raadschelders, 2003; Julianto dan Prayudi, 2016). pada organisasi pemerintah daerah di Indonesia.
Pengalokasian sumber daya pada proses penganggaran Berdasarkan hal tersebut, dapat dirumuskan hipotesis
tidaklah sesederhana menentukan mana pilihan yang pertama (H1) pada penelitian ini sebagai berikut:
“benar” dan mana pilihan yang “salah”, namun sebaliknya, H1: Penerapan kode etik profesional secara
keputusan justru harus dibuat di antara pilihan-pilihan signifikan berpengaruh positif terhadap kualitas
yang sama “benar”-nya. Dalam prakteknya di Indonesia, penyusunan APBD.
76 Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, Vol. 12, No. 2, Juli 2017
Penelitian ini juga dimotivasi oleh keinginan untuk dalam pembuatan keputusan-keputusan keuangan.Di
menentukan ada atau tidaknya perbedaan tingkat sisi lain, Fallan (1999) melaporkan bahwa gender
penerapan kode etik oleh akuntan pemerintah di adalah faktor penentu yang signifikan untuk tindakan-
antara kelompok gender laki-laki dan perempuan. tindakan etis atau tidak etisdan perempuan ditemukan
Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi fenomena memiliki persepsi yang lebih beretika dibandingkan
peningkatan jumlah lulusan program studi akuntansi laki-laki. Selain itu, jika dibandingkan dengan
dan praktisi akuntansi profesional bergender kelompok laki-laki, kelompok perempuan tergolong
perempuan di Indonesia, sehingga memunculkan lebih mempertimbangkan etika dalam hal kepatuhan
ketertarikan tinggi terhadap isu gender pada riset- terhadap peraturan (Chung dan Trivedi, 2003) dan
riset Akuntansi (Fitri, 2016). Namun demikian, pengambilan kebijakan atau pelaksanaan praktek-
spesifik pada variabel etika, Indri (2008) mengakui praktek keorganisasian (Dawson, 1995). Hasil
bahwa penelitian-penelitian yang telah dilakukan penelitian Pratiwi dan Ethika (2010) pada para
masih memberikan hasil yang tidak konsisten, yakni penyusun anggaran daerah di dinas dan badan
terdapat beberapa penelitian yang berhasil pemerintahan Kota Padang, Kota Pariaman, dan
menemukan bukti empiris pengaruh signifikan gender Kota Bukittinggi menemukan bahwa kelompok
terhadap evaluasi dan intensi etika para akuntan, responden perempuan terbukti lebih sensitif terhadap
sementara tak sedikit juga yang menemukan bahwa isu etika terkait penciptaan kekenduran anggaran
tidak terdapat perbedaan perilaku antara akuntan laki- dibandingkan responden laki-laki. Berdasarkan hal
laki dan akuntan perempuan dalam pembuatan tersebut,dapat dirumuskan hipotesis kedua (H2) pada
keputusan etis. penelitian ini sebagai berikut:
Secara umum, perempuan tercatat memiliki H2: Terdapat perbedaan signifikan antara kelompok
sifat-sifat pengasih dan penyayang, sementara laki- akuntan laki-laki dan akuntan perempuan dalam
laki senantiasa menjunjung tinggi rasa keadilan menerapkan kode etik profesional.
(Dawson, 1995). Mempertimbangkan karakteristik
yang dimilikinya ini, perempuan diakui mampu METODE PENELITIAN
meningkatkan iklim etis dalam organisasi dengan
beragam cara, misalnya melalui pemberian perlakuan Penelitian ini menggunakan pendekatan
yang lebih sensitif dan penuh perhatian kepada penelitian kuantitatif dengan metode survei. Pada
konsumen, penggunaan pendekatan-pendekatan metode survei, data diperoleh melalui penyebaran
yang lebih kreatif dalam memecahkan permasalahan, instrumen kepada responden representatif yang di-
penciptaan rasa kepercayaan yang lebih tinggi sampling dari populasi (Williams, 2007).Instrumen
terhadap hubungan interpersonal serta penerapan yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner
gaya kepemimpinan yang lebih suportif dan yang didistribusikan secara langsung kepada
akomodatif. Laki-laki, di lain pihak memiliki responden, yaitu petugas bagian keuangan pada
kecenderungan untuk lebih menghormati dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
menghargai hak dibandingkan perasaan, dituntun oleh (BPKAD) dan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda)
logika dalam bertindak, membuat keputusan yang Kabupaten Buleleng-Bali. Sampel yang dipilih
tidak ambigu dan tidak kompromistis serta dianggap relevan dengan tujuan penelitian dengan
mempertahankan nilai-nilai ketegasan (Dawson, mempertimbangkan bahwa para responden: 1)
1995: 68). Di samping itu, meskipun perempuan dan merupakan pihak yang secara langsung terkait
laki-laki ditemukan memiliki respon yang serupa dengan proses penyusunan APBD Kabupaten
terhadap dilema etika terkait pelanggaran peraturan, Buleleng; dan 2) memiliki latar belakang pendidikan
kaum perempuan dilaporkan memberikan respon dan keahlian di bidang Akuntansi (berijazah SMK
yang lebih etis dibandingkan laki-laki terhadap isu- Bidang Akuntansi sejumlah 18,75 persen. Akuntansi
isu kesejahteraan sosial yang lebih luas (Dalton dan Program Diploma III sejumlah 25 persen dan
Ortegren, 2011). Akuntansi Program Strata-1 sejumlah 56,25 persen).
Perspektif riset empiris, temuan-temuan yang Item pertanyaan kuesioner yang digunakan
dihasilkan secara umum mengindikasikan bahwa diadaptasi dari Agoes dan Ardana (2013), yaitu
subjek perempuan berperilaku lebih etis dibanding berupa 9 butir pertanyaan terkait Penerapan Kode
subjek laki-laki. Bobek et.al., (2015), misalnya, Etik Akuntan dan 10 butir pertanyaan terkait Kualitas
menyebutkan bahwa laki-laki memiliki Penyusunan APBD. Responden diminta memberikan
kecenderungan lebih rendah dibandingkan perempuan persetujuan terhadap pernyataan-pernyataan yang
untuk mematuhihukum dan ketentuan yang berlaku diberikan dalam rentang respon 5 tingkat, yaitu
Prayudi. Gender, Penerapan .... 77
‘Sangat Setuju’, ‘Setuju’, ‘Netral’, ‘Tidak Setuju’, dan dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya (rentang
‘Sangat Tidak Setuju’. Dari sejumlah 60 kuesioner skor aktual 4,00 – 5,00; mean = 4,621) serta mampu
yang disebar, sebanyak 32 kuesioner kembali dan menyusun APBD secara berkualitas (rentang skor
layak dianalisis pada tahapan selanjutnya.Secara aktual 2,00 – 5,00; mean = 4,378).Tahapan
demografis,mayoritas responden (46,87persen) selanjutnya adalah pengujian kualitas data melalui uji
berusia 22-25 tahun, berjenis kelamin pria (62,5 Validitas dan Reliabilitas instrumen. Validitas terkait
persen) dan telah bekerja lebih dari 10 tahun (43,75 dengan kehandalan instrumen untuk mengukur
persen) di unit kerjanya. secara tepat apa yang seharusnya diukur, sementara
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya reliabilitas terkait dengan stabilitas dan konsistensi
dianalisis menggunakan teknik statistika diferensial, hasil pengukuran oleh instrumen dalam melakukan
yaitu analisis regresi linier dan uji bedaIndependent- pengukuran tersebut (Sugiyono, 2012). Hasil
Samples T-Test. Analisis regresi linier digunakan pengujian menunjukkan bahwa, untuk masing-masing
untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan antara variabel penelitian, semua item pertanyaan pada
variabel bebas dan variabel terikat (Ghozali, 2012) instrumen dapat dikatakan valid (α> 0,3) dan reliabel
dan akan digunakan untuk pengujian hipotesis H1. (r > 0,7).
Sementara itu, Independent-Samples T-Test Dalam rangka menghindari bias prediksi dari
bertujuan untuk menentukanperbedaan nilai rata-rata model regresi yang diformulasikan, terlebih dahulu
dua kelompok sampel yang tidak saling berhubungan dilakukan serangkaian pengujian untuk memastikan
(Ghozali, 2012) sehingga relevan digunakan dalam terpenuhinya syarat-syarat asumsi klasik, yaitu bebas
pengujian hipotesis H2. multikolinieritas, bebas autokorelasi, bebas
heterodeastisitas dan normalitas data. Uji
HASIL DAN PEMBAHASAN multikolinieritas dilakukan untuk mengantisipasi
adanya korelasi antar variabel bebas pada model
Tabel 1 menyajikan hasil analisis statistika regresi. Model dapat dikatakan bebas multikolinieritas
deskriptif atas variabel-variabel yang menjadi fokus jika nilai Tolerance dan Variation Inflation Factor
dalam penelitian ini.Secara rata-rata, para penyusun (VIF), masing-masing, lebih dari 0,1 dan kurang dari
laporan keuangan yang menjadi subjek penelitian 10. Sementara itu, uji autokorelasi dilakukan untuk
telah menerapkan dengan baik kode etik akuntan menentukan adanya korelasi antara kesalahan
Tabel 1.
Statistik Deskriptif
Skor Teoretis Skor Aktual Deviasi
Variabel Mean
Min Max Min Max Standar
Penerapan Kode Etik Akuntan 1,00 5,00 4,00 5,00 4,621 0,485
Kualitas Penyusunan APBD 1,00 5,00 2,00 5,00 4,378 0,563
Sumber: Data diolah, 2016
pengganggu pada periode t dengan kesalahan menentukan “kenormalan” pola distribusi residual.
pengganggu pada periode t-1.Pengujian autokorelasi Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis
pada penelitian ini menggunakan pendekatan Kolmogorov Smirnov untuk pengujian normalitas
Durbin-Watson (DW) dengan kriteria bebas dengan kriteria nilai signifikansi di atas 0,05. Secara
autokorelasi jika nilai DW hitung berada di antara umum hasil pengujian menunjukkan bahwa model
nilai dU dan 4-dU pada tabel Durbin-Watson. regresi pada penelitian ini telah memenuhi syarat-
Uji heterokedastisitas dengan analisis Glejser syarat asumsi klasik (Tabel 2).
bertujuan untuk mendeteksi adanya ketidak Hipotesis H1 secara umum memprediksi adanya
seragaman variansi dari residual satu pengamatan hubungan positif antara tingkat penerapan kode etik
ke pengamatan lainnya. Pada uji ini, nilai residual akuntan dan kualitas penyusunan APBD. Sebagai
absolut diregresi terhadap variabel bebasnya. Model hasil analisis pendahuluan (Tabel 3), ditemukan
dinyatakan bebas heterokedastisitas jika nilai bahwa variabel Penerapan Kode Etik Akuntan dan
signifikansi regresi yang dihasilkan lebih dari variabel Kualitas Penyusunan APBD berkorelasi
0,05.Terakhir, uji normalitas bertujuan untuk secara positif dan signifikan (r = 0,591; α < 0,01).Hal
78 Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, Vol. 12, No. 2, Juli 2017
Tabel 2.
Hasil Uji Asumsi Klasik
Jenis Pengujian Kriteria Pengujian Hasil Pengujian Keputusan
Tolerance > 0,10; Tolerance = 1,00; Tidak terjadi
Multikolinieritas
VIF < 10 VIF = 1,00 Multikolinieritas
dU<DW< 4-dU; Tidak terjadi
Autokorelasi DW = 2,150
1,5019<DW< 2,4981 Autokorelasi
Tidak terjadi
Heterokedastisitas α > 0,05 α = 0,128
Heterokedastisitas
α PKEAa = 0,341; Data terdistribusi
Normalitas α > 0,05
α KPAPBDb = 0,171 Normal
Sumber: Data diolah, 2016
ini dapat memberikan dukungan awal atas dugaan oleh akuntan pemerintah, semakin baik pula kualitas
bahwa semakin baik penerapan kode etik profesional APBD yang disusun.
Tabel 3.
Hasil Pengujian Pearson Correlation
Variabel Penerapan Kode Etika Akuntan dan Kualitas Penyusunan APBD
Penerapan Kode Etik Akuntan Kualitas Penyusunan APBD
1,000 0,591
Penerapan Kode Etik Akuntan
(.) (0,000)
0,591 1,000
Kualitas Penyusunan APBD
(0,000) (.)
Sumber: Data diolah, 2016
Tabel 4.
Hasil Analisis Regresi
Variabel Beta Std. Error t-value p-value
Constant 18,836 6,225 3,026 0,005
PKEA 0,600 0,149 4,017 0,000
R2 0,350
Adjusted R2 0,328
F-value 16,137 (p-value = 0,000)
Sumber: Data diolah, 2016
prinsip etika dapat mencegah munculnya perilaku Temuan ini konsisten dengan hasil penelitian
tidak etis dalam organisasi. Dalam konteks penelitian Pratiwi dan Ethika (2010) dan Yuhertiana (2005)
ini, kode etik profesional selanjutnya dapat berperan yang menguji perilaku etis penyusun anggaran pada
sebagai means sebagaiamana dimaksud yang prinsip organisasi pemerintahan di Indonesia terkait
etika dapat mencegah munculnya perilaku tidak etis penciptaan kekenduran anggaran (budgetary
dalam organisasi. Dalam konteks penelitian ini, kode slack). Pada penelitian tersebut, kelompok
etik profesional selanjutnya dapat berperan sebagai responden perempuan ditemukan memiliki sensitivitas
means sebagaimana dimaksud yang menjadi standar etika yang lebih tinggi dibandingkan kelompok
perilaku etika tertinggi berkaitan dengan praktek- responden laki-laki dalam menanggapi isu
praktek keuangan, termasuk dalam hal penyusunan kekenduran anggaran. Perbedaan tingkat penerapan
anggaran daerah, dalam rangka menjaga kode etik profesional oleh akuntan pemerintah
kepercayaan publik yang diamanatkan kepada para bergender perempuan dan laki-laki sebagaimana
akuntan pemerintah. Selain itu, penerapan etika dalam menjadi temuan dalam penelitian ini kemudian dapat
birokrasi juga diakui mampu meningkatkan kinerja dijelaskan melalui perspektif Teori Sosialisasi Gender.
pemerintah daerah di Indonesia dengan salah satu Teori ini berargumen bahwa perempuan tersosialisasi
indikatornya yaitu penyerapan anggaran dalam jumlah ke dalam prinsip-prinsip komunal seperti sifat-sifat
yang optimal (Bastari dkk., 2014) yang tidak mementingkan diri sendiri dan secara
Tabel 5 menyajikan hasil analisis Independent- umum begitu memperhatikan hal-hal terkait
Samples t-test yang digunakan untuk menentukan kesejahteraan orang lain, sementara laki-laki lebih
adanya perbedaan tingkat penerapan kode etik tersosialisasi ke dalam prinsip-prinsip yang
akuntan pada kelompok sampel laki-laki dan berhubungan dengan kemampuan, pengembangan
perempuan. Nilai mean tingkat penerapan kode etik diri dan agresivitas(Dalton dan Ortegren, 2011).
akuntan pada kelompok perempuan (4,870) Dengan mempertimbangkan bahwa proses
ditemukan lebih tinggi 0,398 poin dibandingkan tingkat penganggaran daerah dapat berkonsekuensi pada
penerapan kode etik akuntan pada kelompok laki- pemenuhan hajat hidup masyarakat secara umum,
laki (4,472) dan perbedaan ini signifikan pada level maka prinsip-prinsip dasar yang dianut oleh (akuntan)
signifikansi α < 0,01 (p-value = 0,001). Hal ini perempuan sebagaimana dijelaskan melalui
mengindikasikan bahwa kelompok akuntan perempuan perspektif teori sosialisasi gender akan membuat
terbukti lebih baik dalam menerapkan kode etik tingkat penerapan kode etik profesional oleh akuntan
profesional dibandingkan kelompok akuntan laki-laki. perempuan menjadi lebih baik dibandingkan akuntan
Dengan demikian, hipotesis H2 pada penelitian ini laki-laki.
dapat dinyatakan terdukung oleh data empiris.
Tabel 5.
Hasil Pengujian Independent-Samples T-Test
Tingkat Penerapan Kode Etik Akuntan Kelompok Laki-laki dan Perempuan
Nilai Perbedaan Nilai
Kelompok Jumlah
MeanPenerapan Mean Penerapan Signifikansi
Gender (N)
Kode Etik Akuntan Kode Etik Akuntan
Laki-laki 20 4,472
0,398 0,001
Perempuan 12 4,870
Sumber: Data diolah, 2016
80 Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, Vol. 12, No. 2, Juli 2017