Anda di halaman 1dari 64

PENGANTAR

HUKUM KETENAGAKERJAAN
(Hukum Perburuhan)
PENGERTIAN
Ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja (Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)

Prof. Iman Soepomo, S.H. menyimpulkan bahwa, Hukum perburuhan adalah


himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan
kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

Istilah ketenagakerjaan berasal dari kata kerja ”tenaga kerja”, yang mempunyai
pengertian berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No. 13 Tahun 2003, sebagai :
”Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam Pasal 1 angka 4 memberikan
definisi Pemberi kerja, adalah :
”Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah
atau imbalan dalam bentuk lain”

Sementara untuk istilah Pengusaha, Pasal 1 angka 5 UU No. 13 Tahun 2003


memberikan definisi sebagai berikut:

”Pengusaha adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada
di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia”
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam Pasal 1 angka 6 memberikan
definisi Perusahaan, adalah:

a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik
swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus
dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain”
• Pemberdayaan tenaker secara optimal dan manusiawi;
• pemerataan kesempatan kerja & penyediaan teker yg sesuai dgn kebutuhan pemb
nas & daerah;
• perlindungan bagi tenaker dalam mewujudkan kesejahteraan;
• Peningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

TUJUAN
HKM KETENAGAKERJAAN

Pembangunan
Ke-TENAKER-an
SUMBER HUKUM KE-TENAKER-AN

Custom

Traktat

Perjanjian

Keputusan
Penetapan
Per-UU-an
• UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
• UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial
• UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
yg dirubah dgn UU No. 25 thn 1997 & dijelaskan lebih
terperinci dalam PP No. 14 tahun 1993 tentang
Penyelenggaran Jamsostek dan PP No. 28 thn 2002 tentang
Perubahan Pasal 21 PP No. 3 thn 1992;
• Dll.

• Perj Kerja Bersama / Perj Perburuhan /


Kesepakatan Kerja Bersama;
• Perjanjian Kerja;
• Peraturan Perusahaan.
Penetapan yang dibuat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan baik
tingkat Pusat atau Daerah (P4D atau P4P menurut UU No. 22 tahun 1957)
yang kemudian diganti dengan istilah PPHI menurut UU No 2 tahun 2004. Oleh
UU telah dinyatakan bahwa penetapan PPHI merupakan compulsory
arbitration (arbitrase wajib) sebelum perselisihan pada akhirnya diselesaikan
oleh badan peradilan

Kesepakatan internasional baik bilateral maupun multilateral telah banyak


melahirkan kaedah-kaedah hukum ketenagakerjaan yang relatif baru atau pun
penegasan terhadap praktik ketenagakerjaan yang sudah ada sebelumnya.

Contoh:
Konvensi ILO No. 100 tentang pengupahan yang sama antara pekerja pria
dan pekerja wanita, yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui UU No.
80 tahun 1957;
Konvensi ILO No. 120 tentang hygiene dalam perniagaan dan perkantoran,
yang kemudian diraifikasi oleh Pemerintah RI melalui UU No. 3
tahun 1969;
Konvensi ILO No. 155 tahun 1981 tentang kewajiban penyelenggaraan program
K3
• Terkesan (seringkali) dianggap wajib untuk dilakukan sehingga
dengan tidak dilakukannya kebiasaan tersebut dianggap
sebagai sebuah pelanggaran;
• Berulang-ulang dilakukan

Sebuah kebiasaan yang telah lama berlangsung kemudian


diberikan penegasan yang lebih kuat oleh hukum dengan
dimuatnya materi yang diatur sebuah kebiasaan menjadi sebuah
norma / kaidah yang berlaku mengikat
PKWT
PKWTT
a. Pekerjaan yg sekali selesai
a. Pekerja / karyawan TETAP;
atau bersifat sementara;
b. Dpt diberlakukan masa
b. Kerja selesai dlm jangka
percobaan asal tertulis dlm
waktu tdk terlalu lama, max.
kontrak atau surat
3 thn ( 2 thn masa kerja &
pengangkatan;
dpt diperpanjang 1 thn)
c. PKWTT tidak berakhir
c. Bersifat musiman
karena meninggalnya
d. Berkaitan dgn produk baru,
HUBUNGAN pengusaha atau beralihnya
kegiatan baru atau produk
KERJA hak atas perusahaan yang
tambahan yang masih dlm
disebabkan oleh penjualan,
percobaan atau penjajakan
pewarisan atau hibah

PK DGN PERUSH
PEMBORONG PK DGN PPJP
a. Menyediakan jasa pekerja
a. Harus dibuat tertulis;
bagi kepentingan perushn
b. Dilakukan terpisah dari kegiatan
lain;
utama;
b. T’dpt hub kerja antara
c. Dilakukan melalui perintah
pekerja dgn PPJP;
langsung atau tidak adri
c. Mrpkn PKWT;
pemberi pekerjaan;
d. Upah, kesejahteraan, syarat
d. Mrpkn kegiatan penunjang dari
kerja, perselisihan menjadi
perushn scr keseluruhan;
tanggungjawab PPJP ;
e. Tdk menghambat produksi
e. dibuat tertulis dan didaftar
pada dinas ketenagakerjaan
“Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak-hak dan kewajiban (prestrasi dan kontra-
prestasi) antara pekerja/buruh dengan pengusaha”

Bila segala upaya telah dilakukan (secara bipartit), dan PHK tidak dapat
dihindari, maksud PHK tersebut wajib dirundingkan (membahas mengenai
hak-hak atas PHK) oleh pengusaha dengan serikat pekerja/buruh yang
bersangkutan (apabila tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh
atau tidak ada Serikat Pekerja di perusahaan tersebut.).
Setelah perundingan benar-benar tidak menghasilkan Persetujuan Bersama
(PB), pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja (PHK) setelah
memperoleh penetapan (izin) dari lembaga PPHI. Dengan kata lain, PHK
yang tidak terdapat alasan dan normanya dalam UUK, dapat dilakukan
dengan besaran hak-haknya harus disepakati melalui perundingan
(dituangkan dalam PB)
PHK Oleh
Perushn, PHK Oleh
Majikan, TENAKER
Pengusaha

JENIS
PHK

PHK Oleh
PHK Pengadilan
Demi Hukum (PPHI)
PHK OLEH MAJIKAN / PENGUSAHA / PERUSAHAAN

a. PHK karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 158 ayat 4 UUKK);
b. PHK karena pekerja/buruh (setelah) ditahan pihak berwajib selama 6 (bulan)
berturut-turut disebabkan melakukan tindak pidana di luar perusahaan (Pasal 160
ayat 3 UUKK);
c. PHK setelah melalui SP (surat peringatan) I, II, dan III (Pasal 161 ayat 3 UUKK);
d. PHK oleh pengusaha yang tidak bersedia lagi menerima pekerja/buruh (melanjutkan
hubungan kerja) karena adanya perubahan status, penggabungan dan peleburan
perusahaan (Pasal 163 ayat 2 UUKK);
e. PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang disebabkan bukan karena
perusahaan mengalami kerugian (Pasal 164 ayat 2 UUKK);
f. PHK karena mangkir yang dikualifikasi mengundurkan diri (Pasal 168 ayat 3 UUKK);
g. PHK atas pengaduan pekerja/buruh yang menuduh dan dilaporkan pengusaha
(kepada pihak yang berwajib) melakukan "kesalahan" dan (ternyata) tidak benar
(Pasal 169 ayat 3 UUKK);
h. PHK karena pengusaha (orang-perorangan) meninggal dunia (Pasal 61 ayat 4
UUKK);
PHK OLEH TENAKER

a. PHK karena pekerja/buruh mengundurkan diri (Pasal 162 ayat 2


UUKK);
b. PHK karena pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja disebabkan adanya perubahan status, penggabungan,
peleburan dan perubahan kepemilikan perusahaan ( Pasal 163
ayat 1 UUKK);
c. PHK atas permohonan pekerja/buruh kepada lembaga PPHI
karena pengusaha melakukan "kesalahan" dan (ternyata) benar
(Pasal 169 ayat 2 UUKK);
d. PHK atas permohonan P/B karena sakit berkepanjangan,
mengalami cacat (total-tetap) akibat kecelakaan kerja (Pasal 172
UUKK);
PHK DEMI HUKUM

a. PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang disebabkan


mengalami kerugian (Pasal 164 ayat 1 UUKK);
b. PHK karena pekerja/buruh meninggal (Pasal 166 UUKK);
c. PHK karena memasuki usia pensiun (Pasal 167 ayat 5 UUKK);
d. PHK karena berakhirnya PKWT pertama (154 huruf b kalimat
kedua UUKK);
PHK OLEH PENGADILAN (PPHI)

a. PHK karena perusahaan pailit (berdasarkan


putusan Pengadilan Niaga) (Pasal 165
UUKK);
b. PHK terhadap anak yang tidak memenuhi
syarat untuk bekerja yang digugat melalui
lembaga PPHI (Pasal 68 UUKK);
c. PHK karena berakhirnya Perjanjian Kerja
(154 huruf b kalimat kedua UUKK);
IZIN PHK
Pada prinsipnya PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan
(izin) dari lembaga PPHI (cq P4D/P4P) karena PHK tanpa izin adalah batal
demi hukum (null and void). Namun terdapat beberapa macam PHK yang
tidak memerlukan izin dimaksud, antara lain:
1. PHK bagi pekerja yang masih dalam masa percobaan
bilamana (terlebih dahulu) telah dipersyaratkan adanya masa
percobaan tersebut secara tertulis;
2. PHK bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri (tertulis) atas
kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi;
3. Pekerja/buruh mangkir yang dikualifikasikan sebagai mengundurkan
diri (Pasal 168 ayat (1) jo Pasal 162 ayat (4) UUK)
4. Berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan PKWT (dalam hal
perjanjian-kerjanya untuk waktu tertentu);
5. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketentuan (batas
usia pensiun) dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan /Perjanjian
Kerja Bersama (PK/PP/PKB) atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
PHK YG TDK MEMERLUKAN IZIN :
6. Pekerja/buruh meninggal dunia (Pasal 154 UUKK);
7. PHK bagi pekerja/buruh yang mengajukan kepada lembaga PPHI dalam hal
pengusaha melakukan kesalahan, namun tidak terbukti adanya kesalahan
tersebut (Pasal 169 ayat 3 UUKK);
8. Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 171 jo 158 ayat 1 UUKK);
9. Pekerja/buruh melakukan tindak pidana di luar perusahaan setelah ditahan
6 bulan/lebih (Pasal 171 jo Pasal 160 ayat (3) UUK)
LARANGAN
PHK

a. P/B sakit (sesuai surat keterangan dokter) selama (dalam waktu) 12 bulan secara
terus terus menerus; (Pasal 93 ayat (2) huruf a UUKK)
b. P/B menjalankan tugas negara (lihat penjelasan Pasal 6 PP No. 8 Tahun 1981 jo Pasal
93 ayat (2) huruf d UUKK)
c. P/B menjalankan ibadah (tanpa pembatasan pelaksanaan ibadah yang keberapa,
(biasanya ibadah yang pertama upah dibayar penuh), lihat Pasal 93 ayat (2) huruf e
UUKK
d. P/B menikah (Pasal 93 ayat 2 UUKK)
e. P/B (perempuan) hamil, melahirkan, gugur kandung, atau menyusui bayinya (lihat
Pasal 93 ayat (2) huruf c jo Pasal 82 dan Pasal 83)
f. P/B mempunyai hubungan (pertalian) darah dan semenda, kecuali (terlebih dahulu)
telah diatur dan ditentukan lain dalam PERJANJIAN KERJA,PP/PB
g. P/B mengadukan pengusaha (kepada yang berwajib) yang melaporkan mengenai
suatu perbuatan tindak pidana kejahatan
h. Adanya perbedaan faham , agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan (sp)
i. P/B cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja/hubungan kerja yang menurut
keterangan dokter jangka waktu penyembuhannya tidak dapat ditentukan
Pada prinsipnya, apabila terjadi PHK maka pengusaha diwajibkan membayar upah
pesangon (UP) dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang
penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima yg dihitung berdasarkan MASA
KERJA

UP UPMK
MASA KERJA MASA KERJA
HAK PEKERJA HAK PEKERJA
NO (X) DALAM NO (X) DALAM
(UPAH / BLN) (UPAH / BULAN)
TAHUN TAHUN
1. X<1 1x u/b 1. X<3 0
2. 1≤X <2 2x u/b 2. 3≤X<6 2x u/b
3. 2≤X <3 3x u/b 3. 6 ≤X<9 3x u/b
4. 3≤X <4 4x u/b 4. 9 ≤ X < 12 4x u/b
5. 4≤X <5 5x u/b 5. 12 ≤ X < 15 5x u/b
6. 5≤X <6 6x u/b 6. 15 ≤ X < 18 6x u/b
7. 6≤X <7 7x u/b 7. 18 ≤ X < 21 7x u/b
8. 7≤X <8 8x u/b 8. 21 ≤ X < 24 8x u/b
9. X > 8 atau 9x u/b 9. X > 24 atau 10x u/b
lebih lebih
Perselisihan perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya
HAK perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan perundang-
undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama

Perselisihan Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya
KEPENTINGAN kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-
syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama

Perselisihan yang timbul akibat tidak adanya kesesuaian pendapat


Perselisihan mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu
PHK pihak (pengusaha dan pekerja)

Perselisihan Perselisihan antara serikat pekerja dengan serikat pekerja lainnya hanya
Antar dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham
Serikat Pekerja mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban
keserikatpekerjaan
Pembagian perselisihan menjadi beberapa klasifikasi mensyaratkan
pengetahuan dalam membedakan jenis perselisihan.
Pengetahuan ini menjadi penting dengan mengingat bahwa
perbedaan perselisihan tersebut akan berdampak pada jenis
lembaga penyelesaian perselisihan yang akan ditempuh oleh para
pihak yang berselisih
BIPARTIT MEDIASI KONSILIASI ARBITRASE PENGADILAN HI
Upaya I sebelum B’wenang thd semua jenis B’wenang untuk B’wenang menjadi lembaga peradilan yang
perselisihan diajukan pada perselisihan menjadi penengah wasit pada: P’selisihan berwenang memeriksa dan
lembaga penyelesai pada: Perselisihan Kepentingan & Antar memutus semua jenis
perselisihan Semula dikenal dgn istilah Kepentingan, PHK Serikat Pekerja perselisihan
TRIPARTIT dan Antar Serikat
musyawarah antara Pekerja arbiter dapat dipilih Hakim terdiri atas hakim
pekerja dan pengusaha Mediator adlh pegawai oleh para pihak yang dari lembaga peradilan dan
Disnaker yg akan Konsiliator adlh berselisih dari daftar hakim Ad Hoc
diselesaikan dlm waktu memberikn anjuran tertulis orang yang arbiter yang ditetapkan
paling lama 30 (tiga puluh memenuhi syarat-2 oleh menteri serikat pekerja dan
hari) Selain perselisihan hak, sesuai ketetapan organisasi pengusaha dapat
Disnaker akan menawarkan menteri & wajib bertindak sebagai kuasa
Jika tidak mencapai penyelesain akan dilakukan m’berikan anjuran hukum mewakili
kesepakatan, maka salah via Konsiliasi atau Arbitrase tertulis kpd para anggotanya
satu atau kedua belah pihak yg berselisih
pihak harus mencatatkan Bila para pihak berselisih pengadilan HI dibentuk
perselisihannya ke disnaker tdk memberi tanggapan dlm pada setiap PN yg berada di
7 hari, perselisihan akan tiap ibu kota provinsi yang
dilimpahkan kpd Mediator daerah hukumnya meliputi
provinsi ybs
Untuk perselisihan hak,
sengketa wajib melalui
mendapatkan anjuran
tertulis Mediator krn
Pengadilan HI hanya
memproses sengketa yg
telah melalui proses Mediasi

Mediasi diselesaikan dlm


jangka waktu paling lama
30 hari

Jika sengketa tdk selesai,


para pihak dpt melanjutkan
sengketa tsb ke Pengadilan
HI.
Berkaitan dengan prediksi waktu proses
pemeriksaan, maka pengadilan
perburuhan terbagi atas :

1. Tingkat pertama untuk perselisihan hak


dan perselisihan PHK, sehingga para pihak
masih dapat mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung
2. Tingkat pertama dan terakhir (final) untuk
perselisihan kepentingan dan perselisihan
antar serikat pekerja
PERSPEKTIF MEDIS:
“spesialisasi dalam ilmu kesehatan (kedokteran) beserta praktiknya yang bertujuan
agar pekerja (masyarakat pekerja) memperoleh derajat kesehatan setinggi-
tingginya, baik fisik atau mental, maupun sosial melalui usaha-usaha preventif dan
kuratif terhadap penyakit-penyakit (gangguan kesehatan) yang diakibatkan faktor-
faktor pekerjaan serta terhadap penyakit-penyakit umum”

PERSPEKTIF HUKUM TENAKER :


“kumpulan aturan (kaidah/norma) yang berisikan
usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari kejadian atau
keadaan ketenagakerjaan yang merugikan atau dapat
merugikan kesehatan karena melakukan pekerjaan
dalam suatu hubungan kerja”
Kesehatan kerja adalah bagian dari hukum ketenagakerjaan yang paling
banyak dibahas serta dibuatkan peraturan perundang-undangannya
dibanding peraturan di bidang ketenagakerjaan lainnya, dengan alasan:
a. Apabila peraturan di bidang kesehatan kerja tidak diprioritaskan, maka
banyak peraturan di bidang ketenagakerjaan lainnya akan kehilangan
(kekurangan) makna;
b. peraturan di bidang kesehatan kerja merupakan bentuk peraturan yang
langsung menampakkan perlindungannya terhadap pekerja dengan
meletakkan kewajiban-kewajiban pada perusahaan (pengusaha)
A
PEKERJA ANAK

B
PEKERJA ORANG MUDA

C
PEKERJA WANITA

D
WAKTU KERJA

E
WAKTU ISTIRAHAT

F
TEMPAT KERJA
A
PEKERJA ANAK

Berdasarkan PEMENAKER No. 01/MEN/1987 tentang Perlindungan Anak Yang


Terpaksa Harus Bekerja menyebutkan bahwa anak yang bekerja harus
dikarenakan keterpaksaan dan mendapat izin dari orang tua (wali/pengasuhnya).
Selain itu, berdasarkan pasal 71 dan pasal 74 UU No. 13 tahun 2003 dinyatakan
bahwa perusahaan yang terpaksa mempekerjakan anak wajib memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Membuat perjanjian kerja dengan orang tua / wali;
b. waktu kerja maksimal 3 jam setiap harinya;
c. pekerjaan dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
d. memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja pekrja anak;
e. adanya hubungan kerja yang jelas;
f. memberikan upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
Selain itu, PEMENAKER No. 01/MEN/1987 juga menyatakan bahwa anak yang
terpaksa bekerja D I L A R A N G melakukan pekerjaan-pekerjaan:

• Pekerjaan dalam tambang, lobang di dalam tanah atau tempat mengambil


logam dan bahan-bahan lain di dalam tanah;
• pekerjaan di kapal sebagai tukang api (tukang baubara);
• pekerjaan mengangkat barang-barang berat;
• pekerjaan yang berhubungan dengan alat-alat produksi dan bahan-bahan
berbahaya;
• dilibatkan dalam pekerjaan-pekerjaan terburuk, semisal:
- perbudakan dan sejenisnya;
- pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk
pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno atau perjudian;
- pekerjaan yang memanfaatkan menyediakan dan melibatkan anak untuk
produksi dan perdagangan miras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya;
- semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral
anak;
B
PEKERJA ORANG MUDA

Pengertian orang muda adalah anak yang berusia lebih dari 12 tahun namun
belum genap berusia 18 tahun.

Pada dasarnya, orang muda boleh melakukan semua jenis pekerjaan namun
oleh UU diberikan batasan sebagai berikut:

• Tidak boleh melakukan pekerjaan pada malam


hari, keecuali menurut sifat dan jenis pekerjaan
tersebut harus dilakukan pada malam hari;
• Tidak boleh melakukan pekerjaan di dalam
tambang, lobang di dalam tanah atau tempat
mengambil logam dan bahan-bahan lain di
dalam tanah;
• Tidak boleh menjalankan pekerjaan yang
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatannya
C
PEKERJA WANITA

Yang dimaksud pekerja wanita adalah pekerja wanita yang telah dewasa, karena
akan digolongkan oleh hukum sebagai pekerja anak atau pekerja orang muda
bila berusia di bawah 18 tahun (belum dewasa).

Pada dasarnya diperkenankan melakukan semua jenis pekerjaan dan


pengaturannya sama dengan apa yang diatur pada pekerjaan yang dilakukan
orang muda
D
WAKTU KERJA

Berdasarkan pasal 77 ayat (2) UU No. 13 tahun 2003 (UUKK), waktu kerja adalah:
• Untuk 6 hari kerja adalah 7 jam setiap harinya atau sama dengan 40 jam setiap
minggunya;
• Untuk 5 hari kerja adalah 8 jam setiap harinya atau sama dengan 40 jam setiap
minggunya;

Berdasarkan sifat dan jenis pekerjaan diperkenankan terjadi waktu kerja di luar
waktu yang telah ditetapkan atau yang biasa disebut “lembur” atau waktu kerja
tambahan.

Menurut pasal 78 UUKK, waktu lembur yang diperkenankan adalah tidak lebih 3
jam setiap harinya atau sama dengan 14 jam setiap minggunya
E
WAKTU ISTIRAHAT

Berdasarkan pasal 79 UUKK dikenal beberapa macam waktu istirahat, yaitu:


1. Istirahat antara jam kerja, yaitu minimal setengah jam setelah
4 jam bekerja terus menerus;
2. istirahat mingguan, yaitu satu hari untuk 6 hari kerja dan 2 hari
untuk 5 hari kerja;
3. cuti tahunan, yaitu minimal 12 hari jika pekerja telah bekerja
12 bulan terus menerus;
4. istirahat panjang, yaitu minimal 2 bulan dan dilaksanakan
pada tahun ke-7 dan tahun ke-8 setelah pekerja bekerja
selama 6 tahun terus menerus;
5. hari libur nasional sebagaimana penetapan pemerintah;
6. istirahat “haid” dan hamil atau pun melahirkan/keguguran bagi
pekerja wanita, yaitu:
• Pengusaha tidak boleh mewajibkan pekerja wanita pada hari I
dan hari II terjadi haid untuk melakukan pekerjaan;
• 1,5 bulan sebelum dan sesudah melahirkan;
• 1,5 bulan setelah keguguran atau berdasarkan surat
keterangan dokter bila harus beristirahat lebih dari 1,5 bulan;
F
TEMPAT KERJA

“tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,


bergerak atau tetap dimana tenaga kerja melakukan
pekerjaan baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air di
dalam air maupun di udara yang masih berada di wilayah
kekuasaan hukum RI “

Lingkungan kerja yg sehat adlh lingkungan kerja yg


bersih & tidak menimbulkan Penyakit Akibat Kerja,
sesuai dgn per-UU-an yg berlaku.
• MAKSUD UNTUK
MELINDUNGI
MASYARAKAT TENAGA
KERJA DAN MASYARAKAT
UMUM DARI EFEK
SAMPING KEMAJUAN
TEKNOLOGI
• PENGENALAN LINGKUNGAN.

Maksud untuk mengetahui secara kualitatif tentang faktor


bahaya lingkungan.

Sumber informasi :
• Flow diagram dari kegiatan proses dan operasi
• Kondisi operasi tiap tahap dalam rangkaian operasi dan proses
• Bahan baku, bahan pembantu, hasil antara, hasil samping,
hasil dan limbah
• Jurnal teknik
• Keluhan dari tenaga kerja dan laporan safety inspector.
MANFAAT :
• Ketahui secara kualitatif faktor bahaya pada setiap tahapan
dari rangkaian proses
• Bila diperlukan tindakan lebih lanjut maka dapat secara tepat
dan cepat dimana lokasi bahaya termasuk penggunaan alat
dan metode
• Ketahui secara kuantitatif jumlah pekerja yang terpapar suatu
faktor bahaya
PENILAIAN LINGKUNGAN
Maksud :
• Enggineering surveilance
• Legal surveilance
• Epidemiologi dan penelitian medis

Manfaat :
• Sebagai dasar untuk nyatakan kondisi lingkungan kerja
membahayakan / tidak
• Sebagai dasar untuk perencanaan alat2 kontrol
• Sebagai dasar untuk membantu mengkorelasikan penyakit
dengan lingkungan kerja
• Sebagai dokumen untuk inspeksi sesuai peraturan
perundangan
Hal yang perlu diperhatikan :
• Pemilihan alat dan metode yang digunakan
• Lokasi pengambilan sample
• Waktu pengambilan sample
• Jumlah sample
PENGENDALIAN LINGKUNGAN.
Ialah penerapan metode teknis untuk menurunkan
tingkat faktor bahaya lingkungan sampai batas yang
masih ditolelir oleh tenaga kerja
Upaya pencegahan meliputi :
• Eliminasi
• Substitusi
• Isolasi
• Enclosing
• Ventilasi
• Penyempurnaan proses
• Penyempurnaan produksi
• Houskeeping
• Pengendalian/peniadaan debu
• Maintenance
• Sanitasi
• Inspeksi
• Pendidikan
• Membuat label dan tanda peringatan
• APD
• Monitoring lingkungan kerja
• Pengendalian limbah
• Administrasi control
• Pemeriksaan kesehatan
• Manajemen program pengendalian sumber bahaya
1. DASAR HUKUM : UU NO. 1 THN 1970 tentang KESELAMATAN
KERJA
2. TINDAKAN & KONDISI TIDAK AMAN
3. ALAT-2 PELINDUNG DIRI
4. SAFETY SYMBOLS
1. UU NO. 3 THN 1992 jo. UU NO. 25 THN 1997 tentang JAMINAN SOSIAL
TENAGA KERJA
2. PP NO. 14 THN 1993 jo. PP NO. 28 THN 2002 tentang
PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
3. PP NO. 28 THN 2002 tentang PERUBAHAN PASAL 22 PP NO. 14 THN
1993 perihal SANTUNAN KEMATIAN & BIAYA PEMAKAMAN
4. KEPPRES NO. 22 THN 1993 tentang PENYAKIT YANG TIMBUL AKIBAT
HUBUNGAN KERJA
5. PERMENAKER NO. 05/ MEN/ 1993 tentang PROGRAM MINIMAL
JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA
JAMSOSTEK ADALAH:
“suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam
bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti
sebagian pengganti sebagian dari penghasilan
yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai
akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh
tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,
bersalin, hari tua, dan meninggal dunia”

Kriteria suatu perusahaan wajib menjadi


peserta jamsostek adalah:

1. Perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja


10 orang atau lebih;
2. Perusahaan yang membayar upah paling sedikit
Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) per bulan
(walaupun kenyataannya tenaga kerjanya
kurang dari 10 orang)
PROGRAM KAIDAH HUKUM
JAM SOS TEK YG MEMAKSA

SETIAP BENTUK PELANGGARAN, DIANCAM DGN SANKSI :


• KURUNGAN PALING LAMA 6 (ENAM) BULAN;
• DENDA PALING TINGGI RP. 50,000.000,-
• PERINGATAN YG BERUJUNG PADA PENCABUTAN IJIN USAHA
• DENDA BUNGA 2% DARI TOTAL PREMI YG HARUSNYA DIBAYAR BILA TERJADI
KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PREMI
SANTUNAN
BERUPA UANG
WUJUD
PERLINDUNGAN
PELAYANAN
KESEHATAN
MAKSUD PENYELENGGARAAN PROG. JAMSOSTEK

 Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup


minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya;
 Merupakan penghargaan bagi tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat
mereka bekerja

Mekanisme penyelenggaraan jamsostek sampai


saat ini dilakukan melalui program asuransi, namun
tidak menutup kemungkinan dilakukan melalui
mekanisme lain yang mungkin lebih
menguntungkan, semisal : program bagi hasil, dll.
PROGRAM MINIMAL
JAMSOSTEK
Pada program pemeliharaan kesehatan, jika dalam perusahaan telah ada
program yang sama, maka perusahaan dapat terus memberlakukan
program tersebut & tidak mengikuti program pemeliharaan kesehatan pada
Jamsostek, asalkan program tersebut lebih baik dan lebih bermanfaat
bagi tenaker (Pasal 2 ayat (4) PP No. 14 tahun 1993)

Pelanggaran ketentuan program jamsostek yg dilakukan badan penyelenggara (PT


JAMSOSTEK) diancam dengan sanksi, dalam hal:
Badan Penyelenggara wajib membayar jaminan sosial tenaga
kerja dalam waktu yang tidak lebih dari 1 (satu) bulan. Apabila
Badan Penyelenggara melanggar ketentuan ini maka pegawai
yang bersangkutan dapat dikenai hukuman kurungan selama-
lamanya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah) dan Badan Penyelenggara dikenakan
ganti rugi sebesar 1% dari jumlah jaminan untuk setiap hari
keterlambatan dan dibayarkan kepada tenaga kerja yang
bersangkutan (29 UU No. 3 tahun 1992 & pasal 47 sub c PP No.
14 tahun 1993)
JENIS PROGRAM JAMSOSTEK RUMUS PERHITUNGAN PREMI JAMSOSTEK
HAK TENAKER YG HARUS DIBAYAR

J K K: SEMENTARA TDK MAMPU BEKERJA Dengan tetap membayar upah (gaji) tenaker, PREMI DIBAYAR PERUSAHAAN
yaitu: (PENGUSAHA)
4 Bln Pertama : 100% X gaji/bln
4 Bln Kedua : 75% X gaji / bln Kelompok I : 0,24 % dari upah sebulan
Bulan berikutnya : 50% X gaji / bln Kelompok II : 0,54 % dari upah sebulan
Kelompok III : 0,89 % dari upah sebulan
CACAT SEBAGIAN UNTUK SELAMA-2 NYA % (prosentase) sesuai Tabel X 60 bulan gaji Kelompok IV : 1,27 % dari upah sebulan
Kelompok V : 1,74 % dari upah sebulan
CACAT TOTAL UNTUK SELAMA-2 NYA Santunan yg dibayar sekaligus:
70% X 60 Bln Gaji
Santunan yg dibayar berkala :
Rp. 25.000 X 24 Bln

CACAT KEKURANGAN FUNGSI ORGAN % Berkurangnya Fungsi X % Sesuai Tabel X


60 Bln Gaji

MENINGGAL DUNIA Santunan yg dibayar sekaligus:


60% X 60 Bln Gaji
Santunan yg dibayar berkala :
Rp. 25.000 X 24 Bln
Biaya Pemakaman : Rp. 1 juta

JAMINAN KEMATIAN Santunan Kematian : Rp. 5 juta PREMI DIBAYAR PERUSAHAAN


Biaya Pemakaman : Rp. 1 juta (PENGUSAHA)
0,30 % x upah sebulan
JAMINAN HARI TUA ∑ Total iuran yg disetor + hasil PREMI DIBAYAR BERSAMA
pengembangannya. Cara pembayaran: PERUSAHAAN & TENAKER
Sekaligus bila jumlah total JHT yg harus
dibayar < Rp. 3 juta; (dilakukan juga thd Iuran JHT = 5,70% dari upah sebulan.
tenaker yg meninggal dunia & tenaker 3,70% dibayar perusahaan
penerima pembayaran berkala yg meninggal 2% dibayar tenaga kerja.
dunia sebesar sisa JHT yg belum dibayarkan).
Secara berkala bila total JHT mencapai Rp. 3
juta atau lebih (berdasarkan pilihan tenaker
ybs.)

JAMINAN PELAYANAN KESEHATAN PELAYANAN KESEHATAN sesuai aturan yg TDK DIPUNGUT PREMI
berlaku
JKK

JK

J HT

J PK

AHLI WARIS menurut JAMSOSTEK :


1. JANDA atau DUDA;
2. ANAK;
3. ORANG TUA;
4. CUCU;
5. KAKEK atau NENEK;
6. SAUDARA KANDUNG;
7. MERTUA
Jaminan yg diberikan pada tenaker yg mengalami kecelakaan dalam
hubungan kerja (terjadi sewaktu melakukan pekerjaan).

WAJIB DILAKUKAN & PELAKSANAANNYA TIDAK BOLEH DGN PENTAHAPAN


(DGN SYARAT-2 TERTENTU). PELANGGARAN THD KETENTUAN INI
DIANCAM DGN SANKSI.

RUANG LINGKUP JKK :


1. biaya pengangkutan
2. biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan
3. biaya rehabilitasi
4. santunan yang berupa uang meliputi :
a. santunan sementara tidak mampu bekerja
b. santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya;
c. santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental;
d. santunan kematian
KRITERIA BESARAN PREMI :
1. Kelompok I : 0,24 % dari upah sebulan
2. Kelompok II : 0,54 % dari upah sebulan
3. Kelompok III : 0,89 % dari upah sebulan
4. Kelompok IV : 1,27 % dari upah sebulan
5. Kelompok V : 1,74 % dari upah sebulan

TANGGUNG JAWAB
PERUSAHAAN
CACAT SEBAGIAN TDK MAMPU BEKERJA
UNTUK SELAMA-2 NYA UNTUK SEMENTARA

CACAT TOTAL UNTUK AKIBAT


SELAMA-2 NYA KECELAKAAN KERJA
ATAU MENINGGAL DUNIA
PENYAKIT
AKIBAT KERJA
(P A K)

BERHENTI BEKERJA
CACAT KEKURANGAN UNTUK SELAMA-2 NYA
FUNGSI ORGAN
Bila terdapat pekerja tertimpa kecelakaan kerja,
maka yang harus dilakukan oleh pengusaha ialah:

1. Pengusaha wajib memberikan P3K bagi tenaga kerja tersebut;


2. Pengusaha kemudian melaporkan kecelakaan tsb pada kantor Depnaker dan Badan
Penyelenggara setempat atau terdekat sebagai laporan kecelakaan kerja tahap I, dalam
waktu paling lambat 2x24 jam (dua hari) setelah terjadinya kecelakaan;
3. Pengusaha wajib juga melaporkan akibat kecelakaan tersebut sesuai dengan surat
keterangan Dokter pemeriksa atau Dokter penasehat yang menerangkan bahwa tenaga
kerja tersebut:
• sementara tidak mampu bekerja telah berakhir;
• cacat sebagian untuk selama-lamanya;
• cacat total untuk selama-lamanya;
• meninggal dunia.
4. Laporan ini sekaligus merupakan pengajuan pembayaran Jaminan Kecelakaan Kerja
kepada Badan Penyelenggara dengan melampirkan:
• foto copy kartu peserta;
• surat keterangan Dokter tentang tingkat kecacatan yang diderita tenaga kerja
tersebut;
• kuitansi biaya pengobatan dan pengangkutan;
• dokumen pendukung lain yang diperlukan oleh Badan Penyelenggara.
5. Sebelum Badan Penyelenggara memberikan biaya ganti rugi, Pengusaha harus
membayarkan dahulu segala biaya yang diakibatkan oleh kecelakaan tersebut;
6. Pengusaha wajib membayar upah selama tenaga kerja tersebut tidak dapat bekerja,
sampai penetapan akibat kecelakaan kerja yang dialami diterima semua pihak atau
dilakukan oleh menteri, sehingga kemudian Badan Penyelenggara mengganti santunan
sementara tidak mampu bekerja kepada Pengusaha yang telah membayar upah tersebut.
Apabila santunan ini lebih besar dari jumlah upah maka sisanya diberikan kepada tenaga
kerja tersebut. Tetapi apabila santunannya lebih kecil daripada upah, pengusaha tidak
boleh meminta kekurangannya kepada tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan tersebut.

Terhadap pekerja yang terkena penyakit akibat hubungan kerja, maka sama
halnya dengan terjadinya kecelakaan kerja, Pengusaha wajib melaporkan penyakit
yang timbul karena hubungan kerja tersebut dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24
jam (2 hari) setelah ada hasil diagnosis dari Dokter Pemeriksa. Proses selanjutnya
sama dengan proses kecelakaan kerja.
Hak-hak yang didapat oleh tenaga kerja yang terkena penyakit dapat sama
dengan akibat kecelakaan kerja (mis.: cacat sebagian atau total dan meninggal
dunia) hanya dibatasi oleh waktu yaitu tidak boleh lebih dari 3 tahun setelah
berakhirnya hubungan kerja.
(Pasal 19 PP No. 14 thn 1993, Pasal 3 ayat (2) Keppres No. 22 thn 1993)
TENAKER yg mengalami kecelakaan kerja BERHAK ATAS:
1. Santunan
2. Pengobatan dan perawatan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk:
• Dokter * Operasi * Rontgen
• obat * Perawatan Puskesmas * Gigi
• Mata * Jasa tabib / sinshe / tradisional
Biaya untuk seluruh perawatan tersebut untuk satu peristiwa kecelakaan maksimum
Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah)
3. Biaya rehabilitasi harga berupa penggantian pembelian alat bantu (orthese) dan atau alat
pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang
ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Profesor Dokter Suharso Surakarta dan ditambah 40%
dari harga tersebut.
4. Ongkos pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan kerja ke Rumah
sakit diberikan penggantian biaya sebagai berikut:
• Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan darat/sungai maksimum sebesar Rp
100.000,-
• Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimum sebesar Rp 200.000,-
• Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan udara maksimum sebesar Rp
250.000,-
Jaminan yg diberikan kepada Tenaker yg
meninggal dunia bukan akibat kecelakaan
kerja.

SANTUNAN BIAYA
BERUPA UANG PEMAKAMAN

JAMINAN KEMATIAN diberikan dgn KETENTUAN sbb:


• Apabila Janda atau Duda atau Anak tidak ada maka Jaminan Kematian
dibayar sekaligus kepada keturunan sedarah yang ada dari tenaga kerja,
menurut garis lurus ke bawah dan garis lurus ke atas dihitung sampai derajat
kedua
• Dalam hal tenaga kerja tidak mempunyai keturunan sedarah sebagaimana
dimaksud dalam nomor 1, maka Jaminan Kematian dibayarkan sekaligus
kepada pihak yang ditunjuk oleh tenaga kerja dalam wasiatnya
• Dalam hal tidak ada wasiat, biaya pemakaman dibayarkan kepada pengusaha
atau pihak lain guna pengurusan pemakaman
Jaminan yg dibayar sekaligus atau berkala atau sebagian & berkala kepada
TENAKER karena alasan-alasan:
a. Telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, atau
b. cacat total tetap setelah ditetapkan oleh dokter
c. Dalam hal tenaga kerja berhenti bekerja dari perusahaan sebelum mencapai
usia 55 (lima puluh lima) tahun namun mempunyai masa kepesertaan
serendah-rendahnya 5 (lima) tahun yg dibayarkan setelah melewati masa
tunggu 6 (enam) bulan terhitung sejak TENAKER yang bersangkutan berhenti
bekerja
Dalam hal tenaga kerja dalam masa tunggu bekerja kembali, jumlah Jaminan
Hari Tua pada saat dia bekerja di perusahaan sebelumnya diperhitungkan
dengan Jaminan Hari Tua di perusahaan berikutnya
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan meliputi :
a. rawat jalan tingkat pertama;
b. rawat jalan tingkat lanjutan;
c. rawat inap;
d. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
e. penunjang diagnostik;
f. pelayanan khusus;
g. pelayanan gawat darurat
• Memberikan kartu pemeliharaan kesehatan kepada setiap peserta;
• memberikan keterangan yang perlu diketahui peserta mengenai paket
pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan

Pelaksana Pelayanan Kesehatan dalam jaminan pelayanan kesehatan ialah


semua pihak yang ditunjuk Badan Penyelenggara yang meliputi:
a. Balai Pengobatan;
b. Puskesmas;
c. Dokter Praktek Swasta;
d. Rumah sakit;
e. Rumah Bersalin;
f. Rumah sakit bersalin;
g. apotik;
h. optik;
i. perusahaan alat-alat kesehatan;
Ketentuan pertolongan persalinan bagi tenaga kerja
atau istri tenaga kerja dilakukan pada pelaksana
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama atau Rumah
Bersalin meliputi:

1. Persalinan kesatu, kedua dan ketiga;


2. Tenaga kerja pada permulaan kepesertaan sudah mempunyai tiga anak atau
lebih, tidak berhak mendapat pertolongan persalinan;
3. Untuk persalinan dengan penyulit yang memerlukan tindakan spesialistik maka
berlaku ketentuan rawat inap di Rumah Sakit;
4. Rawat inap minimum 3 (tiga) hari dan maksimum 5 hari

Anda mungkin juga menyukai