NIM : P07220420010
Ners Reguler
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
b) Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik.
Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian
dan lain-lain) maupun dalam (putus hubungan dengan orang yang berarti,
kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik, dan lain-lain). Selain itu
lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan. (Dermawan, Deden,
2013).
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan Sudden, 1998). Kemarahan
merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa
mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi: menerima suatu sasaran pengganti artinya saat mengalami suatu
dorongan, penyaluran ke arah lain. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain meremas adonan kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
b. Proyeksi: menyalahkan orang lain, mengenal kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu dan mencumbunya
c. Represi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci kepada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya
sejak kecil, membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
d. Reaksi formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bisa diekspresikan dengan
berlebih-lebihan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman-teman suaminya,
akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement: melepaskan perasaan yang tertekan, melampiaskan pada objek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun yang marah karena ia baru saja
mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya, mulai
bermain perang-perangan dengan teman-temannya. (Muhith, Abdul, 2015).
6. Pohon Masalah Isolasi Sosial
Resiko tinggi mencederai diri sendiri, dan orang lain
7. Penatalaksanaan Medis
Antianxiaty dan sedative-hypnotics, obat-obatan ini mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam sering digunakan dalam kedaruratan
psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk
penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan,
juga bisa memperburuk symptom depresi. Selanjutnya, pada beberapa klien yang mengalami
disinhibiting effect dari benzodiapzepines, dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif.
Buspiron obat anxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan
dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya perilaku agresif dan
agitasi klien dengan cedera kepala, demensia, dan development disability.
Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsive dan perilaku
agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan trazodone, efektif
untuk menghilangkan agresitivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan
mental organic. Mood Stabilizer penelitian menunjukkan bahwa pemberian lithium efektif
untuk agresif karena manic. Pada beberapa kasus, pemberiannya untuk menurunkan perilaku
agresif yang disebabkan oleh gangguan lain seperti RM, cedera kepala, skizofrenia, gangguan
kepribadian. Pada klien dengan epilepsy lobus temporal, bisa meningkatkan perilaku agresif.
Pemberian carbamazepines dapat mengendalikan perilaku agresif pada klien dengan kelainan
(electroencephalograms).
Antipsyhoyic, obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk perawatan perilaku
agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi, halusinasi atau perilaku psikotik lainnya, maka
pemberian obat ini dapat membantu, namun diberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum
efeknya dirasakan. Medikasi lainnya, banyak kasus menunjukkan bahwa pemberian
naltrexone (antagonis opiat) dapat menurunkan perilaku mencederai diri. Betablockers
seperti propanolol dapat menurunkan perilaku kekerasan pada anak dan pada klien dengan
gangguan mental organic. (Muhith, Abdul, 2015).
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah
faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.
1) Faktor biologis
1. Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri).
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebakan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
2. Psychosomatic Theory (teori Psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini system limbic
berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah.
2) Faktor psikologis
1. Frustration Aggression Theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi
frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu
gagal atau menghambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu
berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku
kekerasan.
2. Behavior Theory (Teori Perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas/situasi yang mendukung
3. Eksistensial Theory (Teory Eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan
tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka individu
akan memenuhinya melalui berperilaku destruktif.
3) Faktor sosiokultural
1. Social Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk
merespon asertif dan agresif
2. Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses
sosialitas.
b. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat
unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan,
kematian dan lain-lain) maupun dalam (putus hubungan dengan orang yang
berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik, dan lain-lain).
Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan
(Dermawan, Deden, dkk, 2013).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan (D.0132)
2. Risiko perilaku kekerasan (D.0146)
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Perilaku kekerasan (D.0132) Kontrol diri (L.09076) Manajemen perilaku
Risiko perilaku kekerasan Kriteria hasil: (I.12463)
(D.0146) 1. Verbalisasi Observasi:
ancaman kepada 1.1 Identifikasi
orang lain menurun harapan
(5) untuk
2. Verbalisasi mengendal
umpatan menurun ikan
(5) perilaku
3. Perilaku Terapeutik:
menyerang 1.2 Diskusikan
menurun (5) tanggung
4. Perilaku melukai jawab
diri sendiri/orang terhadap
lain menurun (5) perilaku
5. Perlaku merusak 1.3 Jadwalkan
lingkungan sekitar kegiatan
menurun (5) terstruktur
6. Perilaku 1.4 Ciptakan
agresif/amuk dan
menurun (5) pertahanka
7. Suara keras n
menurun (5) lingkungan
8. Bicara ketus dan
menurun (5) kegiatan
perawatan
konsisten
setiap
dinas
1.5 Tingkatkan
aktivitas
fisik sesuai
kemampua
n
1.6 Bicara
dengan
nada
rendah dan
tenang
1.7 Cegah
perilaku
pasif dan
agresif
1.8 Hindari
sikap
menganca
m dan
berdebat
Edukasi:
1.9 Informasikan
keluarga bahwa
keluarga sebagai dasar
pembentukan kognitif
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Pertemuan : Ke 1 (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKny
1. Tindakan Keperawatan
SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan
gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas dalam).
B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan (latihan fase orientasi, kerja dan terminasi
setiap SP)
1. Fase Orientasi :
“Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Rahmawati Shoufiah,
saya biaya dipanggil Sopie. Saya perawat yang dinas diruang Gelatik ini, saya
dinas diruangan ini selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam
3 siang, jadi selama 2 minggu ini saya yang merawat bapak.
Nama bapak siapa? Dan senang nya dipanggil apa?”
“ Bagaimana perasaan bapak R saat ini?”
“masih ada perasaan kesal atau marah?
“Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah yang bapak
rasakan,”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 10 menit”
“Dimana kita akan bincang-bincang?
“Bagaimana kalau diruang tamu?”
2. Fase Kerja :
“apa yang menyebabkan bapak R marah?
Apakah sebelumnya bapak R pernah marah?”
Terus penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan yang
tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa yang bapak
R rasakan?“
Apakah bapak R merasa kesal, kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang ibu lakukan selanjutnya”
“Apakah dengan bapak R marah-marah, keadaan jadi lebih baik?
“ Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
“maukah bapak belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?
”ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu
cara dulu,
“ begini pak, kalau tanda- marah itu sudah bapak rasakan bapak berdiri lalu tarik
nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut
seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi pak dan lakukan sebanyak 5 kali. Bagus
sekali bapak R sudah dapat melakukan nya.
“ nah sebaiknya latihan ini bapak R lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak R sudah terbiasa melakukannya”.
3. Fase Terminasi :
“ Bagaimana perasaan bapak R setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
ibu?”
“ Coba bapak R sebutkan penyebab bapak marah dan yang bapak rasakan dan apa
yang bapak lakukan serta akibatnya.
“Baik, sekarang latihan tandi kita masukkan ke jadual harian ya pak”
” berapa kali sehari bapak mau latihan nafas dalam ?” Bagus..
“Nanti tolong bapak tulis M, bila bapak melakukannya sendiri, tulis B, bila bapak
dibantu dan T, bila bapak tidak melakukan”
“baik pak, bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk mencegah dan
mengendalikan marah bapak R.
”Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya pak?”
“Berapa lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja”
“Saya pamit dulu bapak…Assalamu’alaikum.”
Pertemuan : Ke 2 (dua)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. Melatih cara mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
kedua
b. Mengevaluasi latihan nafas dalam
c. Melatih cara fisik ke 2: pukul kasur dan bantal
d. Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua
4. Tindakan Keperawatan
SP 2 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke
dua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik ke dua : pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan
harian cara ke dua.
Pertemuan : Ke 4 (empat)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, bicara jelas.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya secara spiritual,
4. Tindakan Keperawatan
SP 4 klien :
Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/
berdoa)