Anda di halaman 1dari 18

Nama : Chindy Oktavinita

NIM : P07220420010
Ners Reguler

LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresi (aggressive
behavior) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau
menyakiti orang lain, termasuk kepada hewan atau benda-benda. Ada perbedaan
antara agresi sebagai suatu bentuk pikiran maupun perasaan dengan agresi sebagai
bentuk perilaku. Agresi adalah suatu respon terhadap kemarahan, kekecewaan
perasaan dendam atau ancaman yang memancing amarah yang dapat membangkitkan
suatu perilaku kekerasan sebagai suatu cara untuk melawan atau menghukum yang
berupa tindakan menyerang orang lain (assault), agresivitas terhadap diri sendiri (self
aggression) serta penyalahgunaan narkoba (drugs abuse). Untuk melupakan persoalan
hingga tindakan bunuh diri juga merupakan suatu bentuk perilaku agresi. Perilaku
kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. (Muhith, Abdul, 2015).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan defenisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang
berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan. (Dermawan,
Deden,dkk, 2013)

2. Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan


Terjadinya Gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak
percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus
asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa
tertekan. Kedaan ini menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan
orang lain, lebih suka berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan
sehari-hari (Direja, 2011).
a) Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan
adalah faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.
a. Faktor biologis
1. Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri).
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebakan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
2. Psychosomatic Theory (teori Psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini
system limbic berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan
maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
1. Frustration Aggression Theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari
akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu gagal atau menghambat. Keadaan tersebut
dapat mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan
frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
2. Behavior Theory (Teori Perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila
tersedia fasilitas/situasi yang mendukung
3. Eksistensial Theory (Teory Eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka individu akan memenuhinya melalui berperilaku
destruktif.
c. Faktor sosiokultural
1. Social Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu
untuk merespon asertif dan agresif
2. Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun
melalui proses sosialitas.

b) Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik.
Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian
dan lain-lain) maupun dalam (putus hubungan dengan orang yang berarti,
kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik, dan lain-lain). Selain itu
lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan. (Dermawan, Deden,
2013).

3. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukkan adanya antara lain:
a. Gejala subjektif
 Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
 Klien mengungkapkan perasaan tidak berguna
 Klien mengungkapkan perasaan jengkel
 Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar,
rasa tercekik, dada terasa sekal dan bingung
 Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
 Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya
b. Gejala Objektif
 Muka merah
 Mata melotot
 Rahang dan bibir mengatup
 Tangan dan kaki tegang, tangan mengepal
 Tampak mondar-mandir
 Tampak bicara sendiri dan ketakutan
 Tampak berbicara dengan suara tinggi
 Tekanan darah meningkat
 Frekuensi denyut nadi meningkat
 Nafas pendek
(Kartika Sari Wijayaningsih, 2015)

4. Rentang Respon Neuroiologis


Menurut Stuart Sundeen dalam Sutejo tentang respon klien ditinjau dari
interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang
antara respon adaptif dengan maladaptive sebagai berikut:

Skema 2.1 Rentang respon perilaku kekerasan

Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berperilaku pasif, asertif,


dan agresif/perilaku kekerasan.
1) Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan
atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan
atau menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan
kelegaan pada individu.
2) Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan
dengan tujuan menghindari suatu ancaman nyata.
3) Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang
sangat tinggi atau ketakutan (panik).

5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan Sudden, 1998). Kemarahan
merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa
mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi: menerima suatu sasaran pengganti artinya saat mengalami suatu
dorongan, penyaluran ke arah lain. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain meremas adonan kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat
rasa marah.
b. Proyeksi: menyalahkan orang lain, mengenal kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu dan mencumbunya
c. Represi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci kepada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya
sejak kecil, membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
d. Reaksi formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bisa diekspresikan dengan
berlebih-lebihan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman-teman suaminya,
akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement: melepaskan perasaan yang tertekan, melampiaskan pada objek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun yang marah karena ia baru saja
mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya, mulai
bermain perang-perangan dengan teman-temannya. (Muhith, Abdul, 2015).
6. Pohon Masalah Isolasi Sosial
Resiko tinggi mencederai diri sendiri, dan orang lain

Perilaku Kekerasan Gangguan persepsi


sensori: halusinasi
pendengaran

Regiment terapeutik Harga diri rendah Isolasi sosial:


inefektif kronis menarik diri
Koping keluarga Berduka
tidak efektif disfungsional
(Fitria, Nita 2010)

7. Penatalaksanaan Medis
Antianxiaty dan sedative-hypnotics, obat-obatan ini mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti Lorazepam dan Clonazepam sering digunakan dalam kedaruratan
psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk
penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan,
juga bisa memperburuk symptom depresi. Selanjutnya, pada beberapa klien yang mengalami
disinhibiting effect dari benzodiapzepines, dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif.
Buspiron obat anxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan
dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan menurunnya perilaku agresif dan
agitasi klien dengan cedera kepala, demensia, dan development disability.
Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsive dan perilaku
agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan trazodone, efektif
untuk menghilangkan agresitivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan
mental organic. Mood Stabilizer penelitian menunjukkan bahwa pemberian lithium efektif
untuk agresif karena manic. Pada beberapa kasus, pemberiannya untuk menurunkan perilaku
agresif yang disebabkan oleh gangguan lain seperti RM, cedera kepala, skizofrenia, gangguan
kepribadian. Pada klien dengan epilepsy lobus temporal, bisa meningkatkan perilaku agresif.
Pemberian carbamazepines dapat mengendalikan perilaku agresif pada klien dengan kelainan
(electroencephalograms).
Antipsyhoyic, obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk perawatan perilaku
agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi, halusinasi atau perilaku psikotik lainnya, maka
pemberian obat ini dapat membantu, namun diberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum
efeknya dirasakan. Medikasi lainnya, banyak kasus menunjukkan bahwa pemberian
naltrexone (antagonis opiat) dapat menurunkan perilaku mencederai diri. Betablockers
seperti propanolol dapat menurunkan perilaku kekerasan pada anak dan pada klien dengan
gangguan mental organic. (Muhith, Abdul, 2015).

B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah
faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.
1) Faktor biologis
1. Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri).
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebakan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
2. Psychosomatic Theory (teori Psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini system limbic
berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah.
2) Faktor psikologis
1. Frustration Aggression Theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi
frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu
gagal atau menghambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu
berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku
kekerasan.
2. Behavior Theory (Teori Perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas/situasi yang mendukung
3. Eksistensial Theory (Teory Eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan
tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berperilaku konstruktif, maka individu
akan memenuhinya melalui berperilaku destruktif.
3) Faktor sosiokultural
1. Social Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk
merespon asertif dan agresif
2. Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses
sosialitas.
b. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat
unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan,
kematian dan lain-lain) maupun dalam (putus hubungan dengan orang yang
berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik, dan lain-lain).
Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan
(Dermawan, Deden, dkk, 2013).

2. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan (D.0132)
2. Risiko perilaku kekerasan (D.0146)

3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Perilaku kekerasan (D.0132) Kontrol diri (L.09076) Manajemen perilaku
Risiko perilaku kekerasan Kriteria hasil: (I.12463)
(D.0146) 1. Verbalisasi Observasi:
ancaman kepada 1.1 Identifikasi
orang lain menurun harapan
(5) untuk
2. Verbalisasi mengendal
umpatan menurun ikan
(5) perilaku
3. Perilaku Terapeutik:
menyerang 1.2 Diskusikan
menurun (5) tanggung
4. Perilaku melukai jawab
diri sendiri/orang terhadap
lain menurun (5) perilaku
5. Perlaku merusak 1.3 Jadwalkan
lingkungan sekitar kegiatan
menurun (5) terstruktur
6. Perilaku 1.4 Ciptakan
agresif/amuk dan
menurun (5) pertahanka
7. Suara keras n
menurun (5) lingkungan
8. Bicara ketus dan
menurun (5) kegiatan
perawatan
konsisten
setiap
dinas
1.5 Tingkatkan
aktivitas
fisik sesuai
kemampua
n
1.6 Bicara
dengan
nada
rendah dan
tenang
1.7 Cegah
perilaku
pasif dan
agresif
1.8 Hindari
sikap
menganca
m dan
berdebat
Edukasi:
1.9 Informasikan
keluarga bahwa
keluarga sebagai dasar
pembentukan kognitif
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
Pertemuan  : Ke 1 (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3.  Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan PKny
1. Tindakan Keperawatan
SP 1 Klien :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan
gejala yang  dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas dalam).

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan (latihan fase orientasi, kerja dan terminasi
setiap SP)
1. Fase Orientasi :
“Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Rahmawati Shoufiah,
saya biaya dipanggil Sopie. Saya  perawat yang dinas diruang Gelatik ini, saya
dinas diruangan ini selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam
3 siang, jadi selama 2 minggu ini saya yang merawat bapak.
Nama bapak siapa?  Dan senang nya dipanggil apa?”
“ Bagaimana perasaan bapak R saat ini?”
“masih ada perasaan kesal atau marah?
“Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah yang bapak
rasakan,”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 10 menit”
“Dimana kita akan bincang-bincang?
“Bagaimana kalau diruang tamu?”
2. Fase Kerja :
“apa yang menyebabkan bapak R marah?
Apakah sebelumnya bapak R pernah marah?”
Terus penyebabnya apa?
Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan yang
tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien), apa yang bapak
R rasakan?“
Apakah bapak R merasa kesal, kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”“ apa yang ibu lakukan selanjutnya”
“Apakah dengan bapak R marah-marah, keadaan jadi lebih baik?
“ Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
“maukah bapak belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?
”ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu
cara dulu,
“ begini pak, kalau tanda- marah itu sudah bapak rasakan bapak berdiri lalu tarik
nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut
seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi pak dan lakukan sebanyak 5 kali. Bagus
sekali bapak R sudah dapat melakukan nya.
“ nah sebaiknya latihan ini bapak R lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak R sudah terbiasa melakukannya”.
3. Fase Terminasi :       
“ Bagaimana perasaan bapak R setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
ibu?”
“ Coba bapak  R sebutkan penyebab bapak marah dan yang bapak rasakan  dan apa
yang bapak lakukan serta akibatnya.
“Baik, sekarang latihan tandi kita masukkan ke jadual harian ya pak”
” berapa kali sehari bapak mau latihan nafas dalam ?” Bagus..
“Nanti tolong bapak tulis M, bila bapak melakukannya sendiri, tulis B, bila bapak
dibantu dan T, bila bapak tidak melakukan”
“baik pak, bagaimana kalau besok  kita latihan cara lain untuk mencegah dan
mengendalikan marah bapak R.
”Dimana kita akan latihan, bagaimana kalau tempatnya disini saja ya pak?”
“Berapa lama kita akan lakukan, bagaimana kalau 10 menit saja”
“Saya pamit dulu bapak…Assalamu’alaikum.”             

Pertemuan  : Ke 2 (dua)
A.    PROSES KEPERAWATAN
1.  Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, ada kontak mata saat berbicara.
2.  Diagnosa Keperawatan
      Risiko perilaku kekerasan
3.   Tujuan khusus
a. Melatih cara  mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
kedua
b. Mengevaluasi latihan nafas dalam
c. Melatih cara fisik ke 2: pukul kasur dan bantal
d. Menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua
4.   Tindakan Keperawatan
SP 2 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke
dua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik ke dua : pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan 
harian cara ke dua.

B.    Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan (latihan fase orientasi, kerja dan


terminasi setiap SP)
1.   Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum bapak R, masih ingat nama saya” bagus Ibapak,,ya saya
shopie”
“sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi.
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak
marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengendalikan perasaan marah
dengan     kegiatan fisik untuk cara yang kedua.”
“ mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit?”
“ Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu ini ya pak”
2. Fase Kerja
“ Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
selain nafas dalam bapak dapat memukul kasur dan bantal.”“ Sekarang mari
kita latihan memukul bantal dan kasur mari ke kamar bapak? Jadi kalau nanti
bapak kesal atau marah, bapak langsung kekamar dan lampiaskan marah ibu
tersebut dengan memukul bantal dan kasur.Nah coba bapak lakukan memukul
bantal dan kasur, ya bagus sekali ibu melakukannya!”“ Nah cara ini pun dapat
dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah, kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidur Ya!”
3. Fase Terminasi      
“ Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”“
Coba bapak sebutkan ada berapa cara yang telah kita latih? Bagus!”
“ Mari kita masukkan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari bapak. Pukul
berapa bapak mau mempraktikkan memukul kasur/bantal?
Bagai mana kalau setiap bangun tidur? Baik jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore,
lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya
pak.“ sekarang bapak istirahat, 2 jam lagi kita ketemu ya pak, kita akan belajar
mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik. Sampai
Jumpa!”    Assalamu’alaikum
Pertemuan  : Ke 3 (tiga)
A.    PROSES KEPERAWATAN
1.     Kondisi klien
Klien kooperatif, tenang, ada kontak mata saat berbicara,
sesekali nada bicara agak tinggi.
2.      Diagnosa Keperawatan
    Risiko perilaku kekerasan
3.     Tujuan khusus
a. Melatih cara  mencegah/ mengontrol perilaku kekerasan secara
sosial/verbal   
b. Mengevaluasi jadual harian untuk dua cara fisik
c. Melatih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
d. Menyusun jadwal latihan mengungkapkan secara verbal
4. Tindakan Keperawatan
SP3 klien :
Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengendalikan
perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal
( menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik), susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal)
B.     Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan (latihan fase orientasi, kerja dan
terminasi setiap SP)
1. Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum bapak R, masih ingat nama saya” bagus bapak,,,ya
saya sopie”, sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu sekarang kita ketemu
lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur
bantal? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
teratur?”“Coba saya lihat jadual kegiatan hariannya. “Bagus,
“Bagaiman kalau kita sekarang latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau ditempat yang
sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaiman kalau 10
menit?”
2. Fase Kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara  bapak baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur
dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang
membuat kita marah. Ada tiga caranya pak: 1. Meminta dengan baik tanpa
marah dengan suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar.
Kemarin bapak mengatakan penyebab marahnya karena makanan tidak
tersedia, rumah berantakan, Coba bapak minta sediakan makan dengan
baik:” pak, tolong sediakan makan dan bereskan rumah” Nanti
biasakan dicoba disini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba
bapak praktekkan . Bagus pak. “
Yang kedua : Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak
tidak ingin melakukannya, katakan: ‘maaf saya tidak bisa melakukannya
karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan . Bagus pak.”
Yang ketiga Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain
yang membuat kesal bapak dapat mengatakan:’Saya jadi ingin marah
karena perkataan mu itu’. Coba praktekkan. Bagus.”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah bercakap-cakap tentang cara mengontrol
marah dengan bicara yang baik?’
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita
pelajari.”“Bagus sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa
kali sehari bapak mau latihan bicara yang baik? bisa kita buat jadwalnya?”
“Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya meminta
obat, makanan dll. Bagus nanti dicoba ya pak!”
“Bagaimana kalau besok  kita ketemu lagi?”
“ besok kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak
yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau dimana pak? Disini lagi? Baik
sampai nanti ya bapak …Assalamu’alaikum

Pertemuan  : Ke 4 (empat)
A.    PROSES KEPERAWATAN
1.  Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, bicara jelas.
2.  Diagnosa Keperawatan    
  Risiko perilaku kekerasan
3.   Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya secara spiritual,
4.   Tindakan Keperawatan
SP 4 klien :
Bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual  
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/
berdoa) 

B.   Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan (latihan fase orientasi, kerja dan


terminasi setiap SP)
1.  Fase Orientasi
“ Assalamu’alaikum bapak R, masih ingat nama saya” Betul bapak
“Bagaiman pak, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan
setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaiman rasa
marahnya?”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa
marah yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaiman kalu ditempat biasa?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?”   
2. Fase kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan! Bagus, yang
mana yang mau di coba?”“Nah, kalau bapak sedang marah coba langsung
duduk dan langsung tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya
rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian
sholat”.“ bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan
kemarahan.”
“Coba bapak u sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba
sebutkan caranya?”
3. Fase terminasi
“Bagaiman perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang
ketiga ini?”“ Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari?
Bagus”
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan bapak. Mau
berapa kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat …….dan ……(sesuai
kesebuatan pasien).”
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak
sedang marah”“Setelah ini coba ibu lakukan sholat sesuai jadwal yang telah
kita buat tadi”
“2 jam lagi kita ketemu  ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat
mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat! “
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah ibu, setuju pak?”….Assalamu’alaikum
Pertemuan  : Ke 5 (lima)
A.    PROSES KEPERAWATAN
1.   Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, kontak mata ada saat komunikasi.
2.    Diagnosa Keperawatan
       Risiko perilaku kekerasan
3.    Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/ mengendalikan PKnya dengan terapi
psikofarmaka
4.   Tindakan Keperawatan
SP 5 klien :
Membantu klien latihan mengendalikan PK dengan obat ( bantu pasien
minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar ( benar pasien, benar
nama obat, benar cara minum obat, benar waktu dan benar dosis obat)
disertai penjelasan guna minum obat dan akibat berhenti minum obat, susun
jadwal minum obat secara teratur)
B.    Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan (latihan fase orientasi, kerja dan
terminasi setiap SP)
1. Fase Orientasi
“Assalamu’alaikum bapak R, masih ingat nama saya” bagus bapak,,,ya saya
sopie, “sesuai dengan janji saya 2 jam yang lalu, sekarang kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur bantal,
bicara yang baik serta sholat? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan
secara teratur? Coba kita lihat kegiatannya”.“Bagaimana kalau sekarang kita
bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa
marah?”“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
ditempat tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?”        
1. Fase Kerja (Perawat membawa obat pasien)
“bapak sudah dapat obat dari dokter?”“Berapa macam obat yang bapak minum?
warnanya apa saja? Bagus, jam berapa bapak minum?Bagus”“Obatnya ada 3
macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang,
yang putih namanya THP agar rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu ini
namanya HLP rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3x sehari
jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”“Bila nanti setelah minum obat mulut
bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es
batu”.“Bila terasa berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan
beraktivitas dulu”.
“Nanti dirumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat
apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam
berapa saja harus diminum, baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Disini
minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya”.
“Jangan penah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter
ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”“ Sekarang kita masukkan waktu
minum obat kedalam jadwal ya pak”.
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara kita
minum obat yang benar?”“Coba bapak sebutkan lagi jenis jenis obat yang ibu
minum! Bagaiman cara minum obat yang benar?”“Nah, sudah berapa cara
mengontrol perasaan marah yang kita pelajari? Sekarang kita tambahkan jadual
kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur
ya”.“Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana bapak
melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah. Selamat
siang pak, sampai jumpa.”…. Assalamu’alaikum.

Anda mungkin juga menyukai