Anda di halaman 1dari 50

Potensi Ekstrak Daun Ketepeng Badak (Cassia alata) dalam

Mengobati Penyakit COVID-19

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Obat, Makanan dan Kosmetik
Halal 2

Dosen Pengampuh:
Drs. M. Yanis Musdja M.Sc.

DISUSUN OLEH :

Fitri Anbar M 11171020000068


Farmasi AC 2017

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

JULI/2020
DAFTAR ISI
ABSTRAK..................................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................................6
1.4 Manfaat....................................................................................................................6
1.4.1 Teoritis..............................................................................................................6
1.4.2 Aplikatif............................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..........................................................................................................................7
2.1 Corona Virus Disease................................................................................................7
2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Virus Corona......................................................11
2.1.2 Gejala Covid-19...............................................................................................15
2.1.3 Pencegahan Covid-19.....................................................................................19
2.1.4 Tatalaksana Covid-19......................................................................................22
2.2 Daun Ketapang (Cassia alata)................................................................................35
2.2.1 Klasifikasi Tanaman........................................................................................35
2.2.2 Morfologi Tanaman........................................................................................36
2.2.3 Kandungan......................................................................................................37
2.2.4 Efek Farmakologis...........................................................................................37
2.3 Kaempherol, aloeemodin, dan quercetin Sebagai Antiviral...................................38
2.4 Ekstraksi.................................................................................................................39
KESIMPULAN..........................................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................41

1
ABSTRAK
Wabah Corona Virus Disease atau lebih dikenal dengan nama virus Corona atau
covid- 19 yang pertama kali terdeteksi muncul di Cina tepatnya di Kota Wuhan
Tiongkok pada akhir tahun 2019 (Supriatna, 2020). Penyakit virus corona 2019
(corona virus disease/COVID-19) sebuah nama baru yang diberikan oleh Wolrd
Health Organization (WHO) bagi pasien dengan infeksi virus novel corona 2019 yang
pertama kali dilaporkan dari kota Wuhan, Cina pada akhir 2019. Penyebaran terjadi
secara cepat dan membuat ancaman pandemi baru. Pada tanggal 10 Januari 2020,
etiologi penyakit ini diketahui pasti yaitu termasuk dalam virus ribonucleid acid
(RNA) yaitu virus corona jenis baru, betacorona virus dan satu kelompok dengan
virus corona penyebab severe acute respiratory syndrome (SARS) dan middle east
respiratory syndrome (MERS CoV). Diagnosis ditegakkan dengan risiko perjalanan
dari Wuhan atau negara terjangkit dalam kurun waktu 14 hari disertai gejala infeksi
saluran napas atas atau bawah, disertai bukti laboratorium pemeriksaan real time
polymerase chain reaction (RT-PCR) COVID-19 (Paru et al., 2019). Melalui metode
uji in silico, daun ketepeng dan benalu mengandung senyawa senyawa aktif yang
menghambat pertumbuhan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID 19, sehingga
potensial dikembangkan menjadi obat antiviral COVID-19. Senyawa-senyawa yang
mempunyai aktivitas antiviral itu adalah kaempherol, aloeemodin, dan qurcetin.

Kata Kunci : Corona Virus Disease (Covid-19), Pandemi, Daun Ketapang


(Cassia alata).
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pada Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan di


Wuhan, Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pasti,
tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan. Tanggal 18 Desember
hingga 29 Desember 2019, terdapat lima pasien yang dirawat dengan Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari
2020 kasus ini meningkat pesat, ditandai dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus.
Tidak sampai satu bulan, penyakit ini telah menyebar di berbagai provinsi lain di
China, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. (Susilo et al., 2020)

Sampel yang diteliti menunjukkan etiologi coronavirus baru. Awalnya,


penyakit ini dinamakan sementara sebagai 2019 novel coronavirus (2019-nCoV),
kemudian WHO mengumumkan nama baru pada 11 Februari 2020 yaitu Coronavirus
Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Virus ini dapat ditularkan dari manusia ke
manusia dan telah menyebar secara luas di China dan lebih dari 190 negara dan
teritori lainnya. Pada 12 Maret 2020, WHO mengumumkan COVID-19 sebagai
pandemik. Hingga tanggal 29 Maret 2020, terdapat 634.835 kasus dan 33.106 jumlah
kematian di seluruh dunia. Sementara di Indonesia sudah ditetapkan 1.528 kasus
dengan positif COVID-19 dan 136 kasus kematian. (Susilo et al., 2020)

Berdasarkan data yang ada umur pasien yang terinfeksi COVID-19 mulai dari
usia 30 hari hingga 89 tahun. Menurut laporan 138 kasus di Kota Wuhan, didapatkan
rentang usia 37–78 tahun dengan rerata 56 tahun (42-68 tahun) tetapi pasien rawat
ICU lebih tua (median 66 tahun (57-78 tahun) dibandingkan rawat non-ICU (37-62
tahun) dan 54,3% laki-laki. Laporan 13 pasien terkonfirmasi COVID-19 di luar Kota
Wuhan
menunjukkan umur lebih muda dengan median 34 tahun (34-48 tahun) dan 77% laki
laki. (Paru et al., 2019)

Berdasarkan data sampai dengan 2 Maret 2020, angka mortalitas di seluruh


dunia 2.3% sedangkan khusus di kota Wuhan adalah 4.9%, dan di provinsi Hubei
3,1%. Angka ini diprovinsi lain di Tiongkok adalah O, 16%. Berdasarkan penelitian
terhadap 41 pasien pertama di Wuhan terdapat 6 orang meninggal (5 orang pasien di
ICU dan 1 orang pasien non-ICU) (Huang, et.al., 2020). Kasus kematian banyak pada
orang tua dan dengan penyakit penyerta. Kasus kematian pertama pasien lelaki usia
61 tahun dengan penyakit penyerta tumor intraab domen dan kelainan di liver (The
Straits Time, 2020). (Yuliana, 2020)

Kejadian luar biasa oleh Coronavirus bukanlah merupakan kejadian yang


pertama kali. Tahun 2002 severe acute respiratory syndrome (SARS) disebakan oleh
SARS-coronavirus (SARS-CoV) dan penyakit Middle East respiratory synd rome
(MERS) tahun 2012 disebabkan oleh MERS- Coronavirus (MERS-CoV) dengan total
akumulatif kasus sekitar 10.000 (1000-an kasus MERS dan 8000-an kasus SARS).
Mortalitas akibat SARS sekitar 10% sedangkan MERS lebih tinggi yaitu sekitar 40%.
(PDPI. 2020). (Yuliana, 2020)

Tumbuhan obat mempunyai peranan yang sangat besar dalam bidang


kesehatan karena menghasilkan zat-zat kimia yang memiliki kegunaan yang potensial
dalam pengobatan. Ngongang, et. al. (2006) menyatakan bahwa ketepeng cina
(Cassia alata (L.) Roxb.) merupakan tanaman yang tumbuh di beberapa daerah di
Cameroon dan dapat pula ditemukan di negara lain. Di Cameroon daun ketepeng cina
(Cassia alata (L.) Roxb) telah banyak digunakan untuk pengobatan hepatitis,
gangguan kulit, penyakit kuning, dan eksema.
Yakubu, et. al. (2010) telah melakukan skrining fitokimia bahwa ekstrak
ketepeng cina (Cassia alata (L.) Roxb) positif mengandung saponin (1.22%),
flavonoid (1.06%), glikosida jantung (0.20%), kardenolid dan dienolides (0.18%),
fenolik (0.44%) dan alkaloid (0.52%). Kurniasari dalam Lumbessy dkk (2013)
menyatakan bahwa sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid telah
dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antialergi
dan antikanker. Owoyale et al., (2005) melaporkan bahwa ekstrak methanol dan
etanol daun ketepeng cina (Cassia alata (L.) Roxb) memiliki aktifitas sebagai
antifungi dan antibakteri.

Melalui metode uji in silico, daun ketepeng dan benalu mengandung senyawa
senyawa aktif yang menghambat pertumbuhan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID
19, sehingga potensial dikembangkan menjadi obat antiviral COVID-19. Senyawa-
senyawa yang mempunyai aktivitas antiviral itu adalah kaempherol, aloeemodin,
quercitrin, dan qurcetin. Daun ketepeng juga aktif menghambat pertumbuhan virus
dengue penyebab penyakit demam berdarah. Sementara benalu juga mengandung
senyawa aktif yang bisa menghambat pertumbuhan sel kanker.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :

a) Apat itu Covid-19


b) Bagaimana cara penyebaran covid-19
c) Bagaimana cara mengetahui gejala covid-19
d) Bagaimana cara pencegahan covid-19
e) Bagaimana tatalaksana covid-19
f) Apakah ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata) berpotensi untuk
mengobati covid-19
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan literature ini adalah :

a) Untuk mengetahui apa itu covid-19


b) Untuk mengetahui penyebaran covid-19
c) Untuk mengetahui gejala covid-19
d) Untuk mengetahui pencegahan dan tatalaksana covid-19
e) Untuk mengetahui potensi ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata) dalam
mengobati covid-19

1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Secara teoritis, penulisan literature ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan serta wawasan tentang bagaimana cara penyebaran dan pencegahan
virus covid-19.

1.4.2 Aplikatif
Secara aplikatif, hasil penulisan literature ini dapat dijadikan sebagai bahan
informasi dan pengetahuan dalam penanganan dan pencegahan covid-19.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Corona Virus Disease
Pada akhir Desember 2019, wabah pneumonia seperti SARS disebabkan oleh
coronavirus novel terjadi di kota Wuhan Cina, yang secara resmi dinamai COVID-19
(penyakit coronavirus 2019) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kemudian dan
coronavirus novel itu ditunjuk SARS-COV-2, menyebar secara nasional dan di
seluruh dunia. Pada 11 Maret 2020, WHO menilai bahwa COVID-19 dapat
dipertimbangkan sebagai pandemi. Sejauh ini, jumlah COVID-19 didiagnosis di
seluruh dunia adalah 132.758, dan jumlah kematian adalah 5420 pada 13 Maret,
2020. (Zhang et al., 2020)

Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) adalah sindrom pernafasan akut yang


parah (SARS) yang disebabkan oleh coronavirus SARS-CoV-2 yang sejak Desember
2019 mencapai proporsi pandemi yang menyebabkan dalam 5 bulan lebih dari 3 juta
kasus yang dikonfirmasi di seluruh dunia dan lebih dari 260.000 kematian [Johns
Pusat Sumber Daya Coronavirus Universitas Hopkins: https://coronavirus.jhu.edu].
Publikasi terbaru telah menggambarkan manifestasi neurologis pada COVID-19 yang
melibatkan sistem saraf pusat (SSP), sistem saraf tepi (PNS) dan otot, serta perubahan
awal penciuman dan rasa. (Román et al., 2020)

Penyakit infeksi virus selalu menjadi ancaman bagi manusia bertahan hidup.
Dalam dua dekade terakhir, tiga virus global menular penyakit, sindrom pernapasan
akut (SARS), timur tengah sindrom pernafasan (MERS), dan penyakit corona virus
saat ini (COVID-19), telah terjadi di seluruh dunia, dan semua pathogen adalah jenis-
jenis corona virus. Patogen SARS disebut sebagai corona virus sindrom pernafasan
akut yang parah (SARS-CoV). Ini pertama kali terjadi pada bulan November 2002,
dan berasal dari provinsi Guangdong, Cina selatan. Menurut data agregat WHO, total
8.096 kasus melaporkan, mengakibatkan 774 kematian (rasio fatalitas kasus adalah
9,56%) pada tahun 26 negara di 5 benua selama epidemi SARS. Patogen MERS
disebut sebagai sindrom pernapasan timur tengah corona virus (MERS-CoV) oleh
Kelompok Studi
Coronavirus (CSG). Virus ini pertama kali diisolasi dari seorang pasien yang
meninggal penyakit pada bulan Juni 2012, di Jeddah, Arab Saudi. (Xiao et al., 2020)

Laporan awal dari Tiongkok, yang kemudian dibuktikan dengan data dari
Italia Utara, menunjukkan bahwa demografi yang paling parah terkena dampak
COVID-19 adalah laki-laki lanjut usia, dan faktor prognostik miskin lainnya
termasuk riwayat merokok dan adanya komorbiditas. Dari 1099 pasien dengan
COVID-19 yang dikonfirmasi dalam studi Cina oleh Guan dan rekan, 173 memiliki
penyakit parah. Pada kelompok ini, usia rata-rata adalah 52 tahun, 100 (57,8%)
adalah laki-laki, 41 (23,7%)
memiliki riwayat hipertensi, 28 (16 - 2%) memiliki diabetes mellitus, dan sepuluh (5-
8%) memiliki penyakit arteri koroner. Dari 67 pasien yang dirawat di perawatan
intensif, membutuhkan ventilasi mekanik, atau meninggal, usia rata-rata adalah 63
tahun, 45 (67%) adalah laki-laki, dan 39 (58%) memiliki komorbiditas, yang paling
umum adalah hipertensi yang mempengaruhi 24 (36%) individu. Deskripsi kelompok
yang paling banyak mematikan infeksi SARS-CoV-2 ini juga sangat tinggi mewakili
pasien yang menderita fibrosis paru idiopatik (IPF). IPF secara khas mempengaruhi
pria dalam dekade ketujuh atau kedelapan hidupnya, umumnya dengan komorbiditas
seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung iskemik, dan dengan riwayat
pajanan asap rokok. (George et al., 2020)

Patogenesis SARS-CoV2 masih kurang dipahami dan masih membutuhkan


penjelasan lebih lanjut. Penelitian tentang virus lain dari keluarga coronavirus seperti
SARS-CoV dan MERS-CoV dapat membantu memberikan wawasan mekanistik
yang analog. Salah satu fitur struktural penting dari coronavirus adalah bahwa mereka
memiliki spike glikoprotein. Dalam kasus SARS-Cov-2, domain pengikat reseptor
pada glikoprotein lonjakan ini bertanggung jawab untuk masuknya virus ke dalam sel
inang melalui reseptor angiotensin-converting-enzyme-2 (ACE2). Domain pengikatan
reseptor glikoprotein lonjakan ini dalam virus SARS-CoV-2 tampaknya memiliki
afinitas yang lebih besar terhadap reseptor ACE-2 daripada virus SARS CoV dan
mengingat tingginya konservasi subunit S2, domain reseptor ini telah diidentifikasi
sebagai target yang memungkinkan. untuk senyawa antivirus. Reseptor ACE2
memiliki ekspresi yang lebih tinggi di paru-paru, jantung, kerongkongan, ginjal,
kandung kemih dan ileum sehingga organ-organ ini dianggap lebih rentan terhadap
infeksi SARS-CoV2. (Down et al., 2020)

Virus corona termasuk superdomain biota, kingdom virus. Virus corona adalah
kelompok virus terbesar dalam ordo Nidovirales. Semua virus dalam ordo
Nidovirales adalah nonsegmented positive-sense RNA viruses. Virus corona
termasuk dalam familia Coronaviridae, sub familia Coronavirinae, genus
Betacoronavirus, subgenus Sarbecovirus. Pengelompokan virus pada awalnya dipilah
ke dalam kelompokkelompok berdasarkan serologi tetapi sekarang berdasar
pengelompokan filogenetik. Lebih jauh dijelaskan bahwa subgenus Sarbecovirus
meliputi Bat-SL-CoV, SARS-CoV dan 2019-nCoV. Bat-SL-CoV awalnya ditemukan
di Zhejiang, Yunan, Guizhou, Guangxi, Shaanxi dan Hubei, China. (Beniac et al.,
2006)

Virus corona berbentuk bulat dengan diameter sekitar 125 nm seperti yang
digambarkan dalam penelitian menggunakan cryo-electron microscopy. Partikel virus
corona mengandung empat protein struktural utama, yaitu protein S (spike protein)
yang berbentuk seperti paku, protein M (membrane protein), protein E (envelope
protein), dan protein N (nucleocapside protein). Protein S (~150 kDa), protein M
(~25– 30 kDa), protein E (~8–12 kDa), sedangkan protein N terdapat di dalam
nukleokapsid. (Beniac et al., 2006)

Menurut Henry, nama "coronavirus," dari corona Latin (mahkota), diciptakan


pada tahun 1967 pada Juni Almeida berdasarkan gambar ultrastruktur yang
menyerupai solar korona yang ia peroleh dari virus flu manusia dan virus bronkitis
infeksi burung. Sejak itu, sejumlah besar virus hewan, unggas, kucing, babi, babi, dan
kuda yang menjadi perhatian dokter hewan telah digambarkan sebagai agen etiologi
penyakit pernapasan dan enterik. Sebuah coronavirus yang dicirikan sebagai porcine
hemagglutinating encephalomyelitis virus (PHEMV) menyebabkan gejala pernapasan
dan ensefalomielitis pada babi. Ini pertama kali diisolasi pada tahun 1962 di Kanada
tetapi menjadi zoonosis di seluruh dunia endemik yang dilaporkan hingga 2015 di
pameran hewan di Michigan dan Ohio, AS. (Román et al., 2020)
Virus corona dianggap sebagai patogen manusia yang kecil sampai
berjangkitnya SARS tahun 2002–2003 di Guangdong, Cina, yang akhirnya
mempengaruhi 8096 orang dan menyebabkan setidaknya 774 kematian di seluruh
dunia (angka kematian 9,6%), menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). SARS-
CoV (sekarang disebut SARS-CoV-1) berasal dari kelelawar (Rhinolophus affinis)
dan mencapai manusia melalui musang (Melogale moschata), musang kelapa
Himalaya (Paguma larvata), dan anjing rakun (Nyctereutes procyonoides). Wabah
epidemi SARS ini menunjukkan kapasitas coronavirus untuk menginfeksi manusia
dan melompat melintasi spesies, kemungkinan besar dari reservoir kelelawar. (Román
et al., 2020)

Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 2012, wabah lain dari coronavirus yang
sangat patogen, MERS-CoV, menyebabkan 2.494 kasus yang dikonfirmasi dan 858
kematian menurut data WHO (tingkat fatalitas kasus: 34,4%) khususnya di Arab
Saudi. MERS mungkin juga berasal dari kelelawar dan unta dan dromedari yang
dimanfaatkan sebagai tuan rumah perantara. Bukti infeksi unta-ke-manusia terjadi
pada awalnya di Semenanjung Arab diikuti oleh penyebaran virus yang mencakup
infeksi nosokomial. (Román et al., 2020)

Sampai saat ini, penularan SARSCoV-2 diyakini melalui droplets yang


dikeluarkan ketika seseorang yang terinfeksi bersin atau batuk dan kontak. Droplets
tersebut kemudian dapat terhirup secara langsung melalui saluran pernapasan atau
masuk ke saluran napas melalui tangan yang terpapar virus karena menyentuh
permukaan benda yang terdapat virus. Diperkirakan satu orang dapat menyebarkan
virus kepada dua sampai tiga orang yang berarti SARS-CoV-2 lebih menular
dibandingkan dengan infeksi coronavirus yang lain, yakni: Middle East Respiratory
Syndrome coronavirus (MERSCoV). Selain itu, penting untuk diketahui bahwa
seseorang yang sudah terpapar dengan coronavirus dapat tidak menunjukkan gejala
apapun dan tetap dapat menularkan kepada orang lain. Setiap individu, termasuk yang
merasa sehat, perlu semaksimal mungkin untuk menghindari pertemuan secara fisik,
khususnya dalam skala besar, sebagai salah satu strategi memutus mata rantai
penularan. (Setiadi et al., 2020)
2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Virus Corona
Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan.
Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan kemampuannya
menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda, kucing dan ayam.
Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan dari
hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa patogen dan bertindak
sebagai vector untuk penyakit menular tertentu. (Lam et al., 2015)

Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa
ditemukan untuk Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama
untuk kejadian severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East
respiratory syndrome (MERS).Namun pada kasus SARS, saat itu host intermediet
(masked palm civet atau luwak) justru ditemukan terlebih dahulu dan awalnya
disangka sebagai host alamiah. Barulah pada penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa
luwak hanyalah sebagai host intermediet dan kelelawar tapal kuda (horseshoe bars)
sebagai host alamiahnya. Secara umum, alur Coronavirus dari hewan ke manusia dan
dari manusia ke manusia melalui transmisi kontak, transmisi droplet, rute feses dan
oral. (Lam et al., 2015)

Berdasarkan penemuan, terdapat tujuh tipe Coronavirus yang dapat


menginfeksi manusia saat ini yaitu dua alphacoronavirus (229E dan NL63) dan empat
betacoronavirus, yakni OC43, HKU1, Middle East respiratory syndrome-associated
coronavirus (MERS-CoV), dan severe acute respiratory syndrome-associated
coronavirus (SARSCoV). Yang ketujuh adalah Coronavirus tipe baru yang menjadi
penyebab kejadian luar biasa di Wuhan, yakni Novel Coronavirus 2019 (2019-
nCoV). Isolat 229E dan OC43 ditemukan sekitar 50 tahun yang lalu. NL63 dan
HKU1 diidentifikasi mengikuti kejadian luar biasa SARS. NL63 dikaitkan dengan
penyakit akut laringotrakeitis (croup). (Lam et al., 2015)
MERS-CoV, SARS-CoV, dan SARS-CoV-2, adalah anggota keluarga
Coronaviridae dari ordo Nidovirales. Virus korona manusia lainnya umumnya
menyebabkan infeksi pernapasan ringan (misalnya, HCoV 229E, HCoV-NL63,
HCoV-OC43, dan HCoV-HKU1). MERS-CoV, seperti SARS-CoV dan SARS-CoV-
2, dapat menyebabkan penyakit yang sangat mematikan pada manusia. (Memish et
al., 2020)

a) SARS

SARS-CoV pertama kali diidentifikasi pada manusia di Guangdong, Cina, pada


November 2002 dan kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh dunia ke 29
negara, menghasilkan 8098 kasus SARS pada manusia dengan 774 kematian (angka
kematian 9,6%). Epidemi SARS berakhir tiba-tiba pada bulan Juli, 2003, dan tidak
ada kasus manusia yang terdeteksi SARS selama 15 tahun terakhir. (Memish et al.,
2020)

Pada tahun 2002-2003, terjadi kejadian luar biasa di Provinsi Guangdong,


Tiongkok yaitu kejadian SARS. Total kasus SARS sekitar 8098 tersebar di 32 negara,
total kematian 774 kasus. Agen virus Coronavirus pada kasus SARS disebut SARS-
CoV, grup 2b betacoronavirus. (Lam et al., 2015)
Penyebaran kasus SARS sangat cepat total jumlah kasus tersebut ditemukan
dalam waktu sekitar 6 bulan. Virus SARS diduga sangat mudah dan cepat menyebar
antar manusia. Gejala yang muncul dari SARS yaitu demam, batuk, nyeri kepala,
nyeri otot, dan gejala infeksi saluran napas lain. Kebanyakan pasien sembuh sendiri,
dengan tingkat kematian sekitar 10-14% terutama pasien dengan usia lebih dari 40
tahun dengan penyakit penyerta seperti penyakit jantung, asma, penyakit paru kronik
dan diabetes. (Lam et al., 2015)

b) MERS

MERS-CoV pertama kali diidentifikasi sebagai penyebab penyakit manusia


ketika diisolasi dari sampel paru-paru pasien dewasa yang dirawat di rumah sakit di
Jeddah, Arab Saudi, dengan pneumonia berat dan meninggal karena kegagalan
multiorgan. Sebuah studi retrospektif kemudian menghubungkan MERS-CoV dengan
wabah rumah sakit pada bulan April 2012, di Yordania. MERS-CoV dianggap
sebagai patogen zoonosis, dengan unta dromedaris yang terinfeksi MERS-CoV
menjadi sumber infeksi hewan pada manusia. (Memish et al., 2020)

Coronavirus sindrom pernafasan Timur Tengah (MERS-CoV) adalah patogen


zoonosis mematikan yang pertama kali diidentifikasi pada manusia di Arab Saudi dan
Yordania pada 2012. Kasus sporadis intermiten, kelompok komunitas, dan wabah
nosokomial MERS-CoV terus terjadi. Antara April 2012 dan Desember 2019, 2.499
kasus infeksi MERS-CoV yang dikonfirmasi laboratorium, termasuk 858 kematian
(34,3% kematian) dilaporkan dari 27 negara ke WHO, yang sebagian besar
dilaporkan oleh Arab Saudi (2106 kasus, 780 meninggal). Wabah besar penularan
dari manusia ke manusia telah terjadi, yang terbesar di Riyadh dan Jeddah pada tahun
2014 dan di Korea Selatan pada tahun 2015. MERS-CoV tetap menjadi patogen
ancaman tinggi yang diidentifikasi oleh WHO sebagai patogen prioritas karena
menyebabkan penyakit parah yang telah tingkat kematian yang tinggi, potensi
epidemi, dan tidak ada penanganan medis. (Memish et al., 2020)

MERS-CoV adalah virus RNA indra-positif untai tunggal yang besar. Genom
coronavirus 30–31 kb mengkodekan sejumlah besar protein, yang mungkin memberi
fleksibilitas dalam beradaptasi dengan lingkungan baru dan meningkatkan transmisi
lintas spesies. MERS-CoV memiliki empat protein struktural: protein lonjakan (S),
protein amplop (E), protein membran (M), dan protein nukleokapsid (N). (Memish et
al., 2020)

Sejak munculnya sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS) pada tahun


2012, lebih dari 1500 kasus manusia telah dilaporkan, dengan kasus kematian ~ 30%
(World Health Organization (WHO), 2016). Agen penyebab MERS telah
dikonfirmasi menjadi coronavirus baru (CoV), bernama MERS-CoV (van Boheemen
et al., 2012; Zaki et al., 2012). CoV adalah virus RNA untai tunggal rasa positif
dengan ukuran genom ~ 30 kb. Mereka memiliki penampilan berbentuk mahkota
yang khas pada pemeriksaan mikroskopis elektron. CoVs diklasifikasikan menjadi
empat genus, Alphacoronavirus, Betacoronavirus (dengan empat garis keturunan),
Gammacoronavirus dan
Deltacoronavirus (Woo et al., 2012). MERS-CoV milik garis C dari Betacoronavirus
(van Boheemen et al., 2012). (Wernery et al., 2017)

Tidak seperti SARS-CoV, yang terkandung dalam satu tahun setelah


kemunculannya, MERS-CoV terus bersirkulasi dan menyebabkan penyakit manusia
dengan kasus sporadis intermiten, kelompok komunitas, dan wabah nosokomial di
Timur Tengah dengan risiko yang cukup besar untuk menyebar secara global.
Beberapa wabah penularan MERS-CoV dari manusia ke manusia telah terjadi, yang
terbesar di luar Timur Tengah terjadi di Korea Selatan pada tahun 2015. Wabah ini
dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang substansial, serta memiliki efek
keamanan ekonomi, sosial, dan kesehatan yang substansial. (Memish et al., 2020)

2.1.2 Gejala Covid-19


Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat.
Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu >380C), batuk dan kesulitan
bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala
gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien
timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan
progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa
pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam. Kebanyakan
pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan
meninggal. Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi. (Lam et al.,
2015)

Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi :

a) Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala
yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat
disertai dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan
nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan
pasien immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau
atipikal. Selain
itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala
relatif ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi
diantaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek.
b) Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak ada
tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat
ditandai dengan batuk atau susah bernapas atau tampak sesak disertai napas
cepat atau takipneu tanpa adanya tanda pneumonia berat.
Definisi takipnea pada anak:
 < 2 bulan : ≥ 60x/menit
 2-11 bulan : ≥ 50x/menit
 1-5 tahun : ≥ 40x/menit. 26
c) Pneumonia berat
Pada pasien dewasa
 Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran
napas
 Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: >30x/menit),
distress pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90% udara
luar.
Pada pasien anak-anak:
 Gejala: batuk atau tampak sesak, ditambah satu diantara kondisi
berikut:
- Sianosis central atau SpO2 <90%
- Distress napas berat (retraksi dada berat)
- Pneumonia dengan tanda bahaya (tidak mau menyusu atau minum;
letargi atau penurunan kesadaran; atau kejang)
Dalam menentukan pneumonia berat ini diagnosis dilakukan dengan diagnosis
klinis, yang mungkin didapatkan hasil penunjang yang tidak menunjukkan
komplikasi.
d) Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Onset: baru atau perburukan gejala respirasi dalam 1 minggu setelah diketahui
kondisi klinis. Derajat ringan beratnya ARDS berdasarkan kondisi
hipoksemia. Hipoksemia didefinisikan tekanan oksigen arteri (PaO₂) dibagi
fraksi oksigen inspirasi (FIO₂) kurang dari< 300 mmHg.
Pemeriksaan penunjang yang penting yaitu pencitraan toraks seperti foto
toraks, CT Scan toraks atau USG paru. Pada pemeriksaan pencitraan dapat
ditemukan: opasitas bilateral, tidak menjelaskan oleh karena efusi, lobar atau
kolaps paru atau nodul.
Sumber dari edema tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh gagal jantung atau
kelebihan cairan, dibutuhkan pemeriksaan objektif lain seperti ekokardiografi
untuk mengeksklusi penyebab hidrostatik penyebab edema jika tidak ada
faktor risiko. Penting dilakukan analisis gas darah untuk melihat tekanan
oksigen darah dalam menentukan tingkat keparahan ARDS serta terapi.
Berikut rincian oksigenasi pada pasien ARDS.
Dewasa:
 ARDS ringan : 200 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg (dengan PEEP
atau CPAP ≥5 cmH2O atau tanpa diventilasi)
 ARDS sedang : 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤200 mmHg dengan PEEP
≥5 cmH2O atau tanpa diventilasi
 ARDS berat : PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O atau
tanpa diventilasi
 Tidak tersedia data PaO2 : SpO2/FiO2 ≤315 diduga ARDS (termasuk
pasien tanpa ventilasi)

Anak:

 Bilevel NIV atau CPAP ≥5 cmH2O melalui masker full wajah :


PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤264
 ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ oxygenation index (OI) < 8 or 5 ≤
OSI < 7.5
 ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ oxygenation
index using SpO2 (OSI) < 12.3
 ARDS berat (ventilasi invasif): OI ≥ 16 atau OSI ≥ 12.3
e) Sepsis
Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh terhadap suspek
infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertai disfungsi organ. Tanda
disfungsi organ perubahan status mental, susah bernapas atau frekuensi napas
cepat, saturasi oksigen rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah, kulit
mottling atau terdapat bukti laboratorium koagulopati, trombositopenia,
asidosis, tinggi laktat atau hiperbilirubinemia.
Skor SOFA dapat digunakan untuk menentukan diagnosis sepsis dari nilai 0-
24 dengan menilai 6 sistem organ yaitu respirasi (hipoksemia melalui tekanan
oksigen atau fraksi oksigen), koagulasi (trombositopenia), liver (bilirubin
meningkat), kardivaskular (hipotensi), system saraf pusat (tingkat kesadaran
dihitung dengan Glasgow coma scale) dan ginjal (luaran urin berkurang atau
tinggi kreatinin). Sepsis didefinisikan peningkatan skor Sequential (Sepsis-
related) Organ Failure Assesment (SOFA)≥ 2 poin. Pada anak-anak
didiagnosis sepsis bila curiga atau terbukti infeksi dan ≥ 2 kriteria systemic
inflammatory Response Syndrom (SIRS) yang salah satunya harus suhu
abnormal atau hitung leukosit.
f) Syok septik
Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi volum adekuat
sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg
dan serum laktat > 2 mmol/L.
Definisi syok septik pada anak yaitu hipotensi dengan tekanan sistolik <
persentil 5 atau >2 SD dibawah rata rata tekanan sistolik normal berdasarkan
usia atau diikuti dengan 2-3 kondisi berikut :
 Perubahan status mental
 Bradikardia atau takikardia
- Pada balita: frekuensi nadi <90 x/menit atau >160x/menit
- Pada anak-anak: frekuensi nadi <70x/menit atau >150x/menit26
 Capillary refill time meningkat (>2 detik) atau vasodilatasi hangat
dengan bounding pulse
 Takipnea
 Kulit mottled atau petekia atau purpura
 Peningkatan laktat
 Oliguria
 Hipertemia atau hipotermia

2.1.3 Pencegahan Covid-19


Berdasarkan bukti yang tersedia, COVID-19 ditularkan melalui kontak dekat
dan droplet, bukan melalui transmisi udara. Orang-orang yang paling berisiko
terinfeksi adalah mereka yang berhubungan dekat dengan pasien COVID-19 atau
yang merawat pasien COVID-19. Tindakan pencegahan dan mitigasi merupakan
kunci penerapan di pelayanan kesehatan dan masyarakat. Langkah-langkah
pencegahan yang paling efektif di masyarakat meliputi: (Kemenkes, 2020)

 melakukan kebersihan tangan menggunakan hand sanitizer jika tangan tidak


terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika tangan terlihat kotor;
 menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut;
 terapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut dengan
lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke tempat sampah;
 pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan melakukan
kebersihan tangan setelah membuang masker;
 menjaga jarak (minimal 1 m) dari orang yang mengalami gejala gangguan
pernapasan.
Pencegahan komplikasi : (Lam et al., 2015)

a) Kurangi durasi ventilasi mekanis


 Gunakan protokol penyapihan yang mencakup penilaian harian untuk
kesiapan bernapas secara spontan
 Meminimalkan sedasi terus menerus atau intermiten, menargetkan titik
akhir titrasi spesifik (sedasi ringan kecuali kontraindikasi) atau dengan
interupsi harian continuous sedative infusion
b) Mengurangi insiden ventilator-associated pneumonia
 Intubasi oral lebih disukai daripada intubasi hidung pada remaja dan
orang dewasa
 Jaga pasien dalam posisi semi-telentang (ketinggian kepala tempat
tidur 30-45º)
 Gunakan sistem pengisapan tertutup; tiriskan secara berkala dan buang
kondensat dalam tabung
 Gunakan sirkuit ventilator baru untuk setiap pasien; setelah terpasang
ganti sirkuit jika kotor atau rusak tetapi tidak secara rutin
 Ganti exchanger panas dan kelembapan saat terjadi malfungsi, saat
kotor, atau setiap 5-7 hari.26
c) Mengurangi insiden tromboembolisme vena
Gunakan profilaksis farmakologis (low molecular weight heparin [lebih
disukai jika tersedia] atau heparin 5000 unit subkutan dua kali sehari) pada
remaja dan dewasa tanpa kontraindikasi. Untuk mereka yang kontraindikasi,
gunakan profilaksis mekanik (alat kompresi pneumatik intermiten).
d) Mengurangi insiden infeksi dalam darah yang disebabkan oleh pemasangan
kateter
Gunakan checklist yang penyelesaiannya diverifikasi oleh pengamat secara
real-time sebagai pengingat setiap langkah yang diperlukan untuk insersi steril
dan sebagai pengingat harian untuk melepas kateter jika tidak diperlukan lagi.
e) Mengurangi insiden ulkus decubitus
Balik posisi pasien setiap 2 jam.
f) Mengurangi insiden stress ulcer dan perdarahan gastrointestinal
Berikan nutrisi enteral dini (dalam 24-48 jam sejak admisi). Berikan
penghambat reseptor histamin-2 atau inhibitor pompa proton pada pasien
dengan faktor risiko perdarahan GI. Faktor risiko untuk perdarahan
gastrointestinal meliputi ventilasi mekanis selama> 48 jam, koagulopati,
Renal Replacement Therapy, penyakit hati, komorbiditas multipel, dan skor
kegagalan organ yang lebih tinggi.
g) Mengurangi insiden ICU-related weakness
Mobilisasi dini.
2.1.4 Tatalaksana Covid-19
(IDAI, 2020)

Pada bulan Maret 2020, WHO mengeluarkan pedoman tata laksana


pengobatan untuk pasien dengan COVID-19. Pada kasus ringan, yang didefinisikan
sebagai “pasien dengan infeksi saluran napas bagian atas tanpa komplikasi dengan
gejala yang tidak spesifik, antara lain: demam, lemas, batuk (baik dengan maupun
tanpa gejala), kehilangan nafsu makan, malaise, nyeri otot, sakit tenggorokan, sesak
napas, hidung tersumbat, atau sakit kepala; dan kemungkinan disertai gejala yang
jaran terjadi seperti diare, mual, atau muntah”; berikut merupakan tata laksana
terapinya:

a) Terapi simptomatis, seperti: antipiretik untuk demam;


b) Edukasi pasien terkait perburukan gejala yang membutuhkan penanganan
medis lebih lanjut;
c) Umumnya, pasien dengan tingkat keparahan ringan, tidak membutuhkan
perawatan di rumah sakit.
Perlu ditekankan bahwa pasien perlu melakukan isolasi diri sebagai upaya untuk
meminimalkan sebaran virus. Tempat untuk melakukan isolasi sangat ditentukan oleh
ketersediaan sumber daya setempat maupun negara. Walaupun dapat dilakukan di
rumah, isolasi di rumah sakit perlu diupayakan pada setting dengan risiko terjadinya
penularan secara sporadis. (Setiadi et al., 2020)
1) Tatalaksana COVID-19 ringan: pengobatan gejala dan monitoring
 Pasien dengan penyakit ringan tidak memerlukan intervensi rumah sakit,
tetapi isolasi diperlukan untuk mencegah penularan virus lebih luas, sesuai
strategi dan sumber daya nasional.
- Catatan: Sebagian besar pasien yang bergejala ringan tidak
memerlukan perawatan rumah sakit, tetapi perlu
diimplementasikan PPI yang sesuai dengan standard untuk
mencegah dan memitigasi penularan. Hal ini dapat dilakukan di
rumah sakit, jika hanya terjadi kasus secara sporadis atau klaster
kecil, atau di tempat nontradisional yang digunakan untuk tujuan
ini; atau di rumah.
 Beri pasien COVID-19 ringan pengobatan gejala seperti antipiretik untuk
demam.
 Jelaskan kepada pasien COVID-19 ringan tanda-tanda dan gejala-gejala
penyulit. Jika menunjukkan gejala mana pun dari gejala tersebut, pasien
disarankan untuk segera mencari pertolongan melalui sistem rujukan
nasional. (World Health Organization, 2020)
2) Tatalaksana COVID-19 Tanpa Gejala
a) Isolasi dan Pemantauan
 Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
 Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas FKTP
 Kontrol di FKTP setelah 14 hari karantina untuk pemantauan klinis
b) Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa
ke rumah) :
 Pasien :
- Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan malam hari
- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat
berinteraksi dengan anggota keluarga
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
- Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
- Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
- Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
- Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
- Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong
plastik / wadah tertutup yang terpisah dengan pakaian kotor
keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera dimasukkan
mesin cuci
- Ukur dan catat suhu tubuh tiap jam 7 pagi dan jam 19 malam.
- Segera berinformasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika
terjadi peningkatan suhu tubuh > 38oC
 Lingkungan/kamar:
- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
- Membuka jendela kamar secara berkala
- Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar
(setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan
goggle)
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
- Bersihkan kamar setiap hari , bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektasn lainnya
 Keluarga:
- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien
sebaiknya memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
- Anggota keluarga senanitasa pakai masker
- Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
- Senantiasa mencuci tangan
- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara
tertukar
- Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien
misalnya gagang pintu dll
c) Farmakologi
 Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi. Apabila pasien rutin
meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-
inhibitor dan Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke
Dokter Spesialis Penyakit Dalam ATAU Dokter Spesialis Jantung
 Vitamin C (untuk 14 hari), dengan pilihan ;
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam
(selama 30 hari),
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
(Penyusun, n.d.)
3) Tatalaksana COVID-19 berat: terapi oksigen dan monitoring
 Segera beri terapi oksigen tambahan kepada pasien SARI dan gawat
pernapasan, hipoksaemia atau renjatan dan target SpO2 > 94%.
- Catatan untuk pasien dewasa: Pasien dewasa yang
menunjukkan tanda-tanda darurat (pernapasan terhalang atau
apnea, gawat pernapasan, sianosis sentral, renjatan, koma, atau
kejang) perlu menerima tatalaksana saluran pernapasan dan
terapi oksigen untuk mencapai SpO2 ≥ 94%. Mulai berikan
terapi oksigen 5 L/menit dan atur titrasi untuk mencapai target
SpO2 ≥ 93% selama resusitasi; atau gunakan sungkup tutup
muka dengan kantong reservoir (dengan tingkat 10-15 L/min)
jika pasien dalam kondisi kritis. Setelah pasien stabil, targetnya
adalah > 90% SpO2 pada pasien dewasa tidak hamil dan ≥ 92-
95% pada pasien hamil.
- Catatan untuk pasien anak: Pasien anak dengan tanda-tanda
darurat (pernapasan terhalang atau apnea, gawat pernapasan,
sianosis sentral, renjatan, koma, atau kejang) perlu menerima
tatalaksana saluran pernapasan dan terapi oksigen untuk
mencapai SpO2 ≥ 94%; jika tidak menunjukkan tanda-tanda
darurat, target SpO2 adalah ≥ 90%. Disarankan menggunakan
prong hidung (nasal prong) atau kanula hidung untuk pasien
anak yang masih kecil karena lebih dapat diterima.
- Catatan : Semua area di mana perawatan pasien SARI
dilakukan harus dilengkapi oksimeter denyut, sistem oksigen
sekali pakai yang berfungsi, antarmuka pengantaran oksigen
sekali pakai (kanula hidung, prong hidung, masker wajah
sederhana, dan
sungkup tutup muka dengan kantong reservoir). Perincian
sumber daya dapat dilihat di Lampiran.
 Pantau dengan teliti tanda-tanda pemburukan klinis pada pasien
COVID-19, seperti kegagalan pernapasan progresif cepat dan sepsis
dan segera beri intervensi perawatan suportif
- Catatan 1: Tanda-tanda vital pasien COVID-19 di rumah sakit
perlu dimonitor secara berkala dan, jika memungkinkan,
perlunya menggunakan skor peringatan dini medis (mis.,
NEWS2) yang memfasilitasi pengenalan dini dan eskalasi
perawatan pasien yang memburuk perlu diamati.
- Catatan 2: Uji laboratorium hematologi dan biokimia dan ECG
harus dilakukan saat pasien masuk rumah sakit dan saat
diperlukan menurut indikasi klinis guna memonitor
komplikasi, seperti cedera liver akut, cedera ginjal akut, cedera
jantung akut, atau renjatan. Pelaksanaan terapi suportif yang
tepat waktu, efektif, dan aman adalah bagian penting dalam
terapi pasien yang menunjukkan manifestasi berat COVID-19.
- Catatan 3: Setelah resusitasi dan stabilisasi pasien hamil,
kesehatan janin harus dimonitor.
 Perhatikan kondisi komorbid pasien untuk menyesuaikan tatalaksana
penyakit kritis.
- Catatan 1: Tentukan terapi kronis mana yang perlu dilanjutkan
dan terapi mana yang harus dihentikan sementara. Monitor
interaksi obat.
 Gunakan tatalaksana cairan konservatif pada pasien SARI jika belum
ada bukti renjatan
- Catatan: Perawatan pasien SARI dengan cairan intravena harus
hati-hati dilakukan, karena resusitasi cairan yang agresif dapat
memperburuk oksigenasi, terutama di mana ventilasi mekanis
terbatas. Hal ini berlaku untuk perawatan pasien anak dan
pasien dewasa. (World Health Organization, 2020)
4) Rekomendasi Khusus pada Ibu Hamil
 Antenatal care
Prinsip-prinsip manajemen COVID-19 pada kehamilan meliputi
isolasi awal, prosedur pencegahan infeksi sesuai standar, terapi
oksigen, hindari kelebihan cairan, pemberian antibiotik empiris
(mempertimbangkan risiko sekunder akibat infeksi bakteri),
pemeriksaan SARS-CoV-2 dan pemeriksaan infeksi penyerta yang
lain, pemantauan janin dan kontraksi uterus, ventilasi mekanis lebih
dini apabila terjadi gangguan pernapasan yang progresif, perencanaan
persalinan berdasarkan pendekatan individual / indikasi obstetri, dan
pendekatan berbasis tim dengan multidisipin.
Beberapa rekomendasi saat antenatal care :
- Wanita hamil yang termasuk pasien dalam pengawasan (PDP)
COVID-19 harus segera dirawat di rumah sakit (berdasarkan
pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi COVID-19).
Pasien dengan COVID-19 yang diketahui atau diduga harus
dirawat di ruang isolasi khusus di rumah sakit. Apabila rumah
sakit tidak memiliki ruangan isolasi khusus yang memenuhi
syarat Airborne Infection Isolation Room (AIIR) pasien harus
ditransfer secepat mungkin ke fasilitas di mana fasilitas isolasi
khusus tersedia.
- Investigasi laboratorium rutin seperti tes darah dan urinalisis
tetap dilakukan
- Pemeriksaan rutin (USG) untuk sementara dapat ditunda pada
ibu dengan infeksi terkonfirmasi maupun PDP sampai ada
rekomendasi dari episode isolasinya berakhir. Pemantauan
selanjutnya dianggap sebagai kasus risiko tinggi.
- Penggunaan pengobatan di luar penelitian harus
mempertimbangkan analisis risk-benefit dengan menimbang
potensi keuntungan bagi ibu dan keamanan bagi janin. Saat ini
tidak ada obat antivirus yang disetujui oleh FDA untuk
pengobatan COVID-19, walaupun antivirus spektrum luas
digunakan pada hewan model MERS sedang dievaluasi untuk
aktivitas terhadap SARS-CoV-2
 Antenatal care untuk wanita hamil yang terkonfirmasi COVID-19
pasca perawatan maternal.
Perawatan antenatal lanjutan dilakukan 14 hari setelah periode
penyakit akut berakhir. Periode 14 hari ini dapat dikurangi apabila
pasien dinyatakan sembuh. Direkomendasikan dilakukan USG
antenatal untuk pengawasan pertumbuhan janin, 14 hari setelah
resolusi penyakit akut. Meskipun tidak ada bukti bahwa gannguan
pertumbuhan janin (IUGR) adalah risiko COVID-19, duapertiga
kehamilan dengan SARS disertai oleh IUGR dan solusio plasenta
terjadi pada kasus MERS, sehingga tindak lanjut ultrasonografi
diperlukan. (POGI, 2020)
5) Tata laksana COVID-19 pada neonates
Menurut WHO sampai saat ini belum ada bukti atau laporan tentang transmisi
vertical COVID-19 dari ibu ke janin maupun adanya virus SARS-CoV-2 pada
ASI ibu yang terkonfirmasi COVID-19.
 Tata laksana bayi sehat yang lahir dari ibu terkonfirmasi COVID-19:
- Bayi sehat yang lahir dari ibu terkonfirmasi COVID-19 masuk
dalam kriteria kontak erat risiko tinggi
- Bayi dilakukan swab pada hari ke-1 dan ke-14 untuk
pemeriksaan SARS-CoV-2
- Bayi dirawat terpisah dari ibu, sampai ibu dinyatakan sembuh
oleh dokter yang merawat (sesuai dengan kriteria yang berlaku)
- ASI tetap diberikan kepada bayi dalam bentuk ASI perah
- Pompa ASI hanya digunakan oleh ibu tersebut dan dilakukan
pembersihan pompa setelah digunakan
- Kebersihhan peralatan untuk memberikan ASI perah harus
diperhatikan
- Dukungan kesehatan mental dan psikososial diberikan untuk
ibu dan keluarga
- Bayi dimonitor ketat dan perlu difollow up hingga pulang
- Jika bayi menunjukkan gejala, bayi dirawat sebagai PDP di
ruang isolasi tekanan negatif. Jika tidak memungkinkan, bayi
dirawat di ruang isolasi (satu ruang sendiri).
 Tata laksana bayi sehat yang lahir dari ibu PDP:
- Bayi sehat yang lahir dari ibu PDP masuk dalam kriteria
kontak erat risiko rendah
- Tidak perlu dilakukan swab pada bayi
- Bayi dirawat terpisah dari ibu, sampai diketahui hasil
pemeriksaan SARS-CoV-2 ibu negatif
- ASI tetap diberikan kepada bayi dalam bentuk ASI perah
- Pompa ASI hanya digunakan oleh ibu tersebut dan dilakukan
pembersihan pompa setelah digunakan
- Kebersihan peralatan untuk memberikan ASI perah harus
diperhatikan
- Bayi dimonitor ketat dan perlu difollow up hingg pulang
- Dukungan kesehatan mental dan psikososial diberikan untuk
ibu dan keluarga.
 Tata laksana bayi sehat yang lahir dari ibu ODP:
- Tidak perlu dilakukan swab pada bayi
- Bayi sehat dirawat gabung dan bisa menyusu langsung dari
ibu, dengan
- melaksanakan prosedur perlindungan saluran napas dengan
baik, antara lain menggunakan masker bedah, menjaga
kebersihan tangan sebelum dan setelah kontak dengan bayi,
dan rutin membersihkan area permukaan dimana ibu telah
melakukan kontak (IDAI, 2020)
6) Tatalaksana Covid-19 dengan Komorbid : Diabetes Mellitus
a) Strategi pengelolaan kadar glukosa berdasarkan tipe Diabetes Melitus pada
pasien Covid-19.
 Diabetes Mellitus Tipe 1
- Pompa insulin atau insulin basal-bolus adalah regimen yang
optimal.
- Insulin analog adalah pilihan pertama yang direkomendasikan.
- Pengobatan insulin harus secara terindividualisasi.
 Diabetes Mellitus Tipe 2
- Pasien Covid-19 gejala ringan dengan peningkatan glukosa
ringan-sedang, obat antidiabetes non insulin dapat digunakan.
- Pasien dengan demam atau diobati dengan glukokortikoid,
pengobatan dengan insulin adalah pilihan pertama.
- Insulin intravena direkomendasikan untuk pasien dengan
kondisi kritis.
 Glucocorticoid-associated diabetes
- Pemantauan kadar glukosa darah setelah makan siang dan
sebelum makan malam sangat penting karena pada
glucocorticoid associated diabetes peningkatan glukosa sering
terjadi diantara waktu setelah makan siang dan sebelum tidur.
- Insulin adalah pilihan pertama pengobatan. Strategi
pengelolaan kadar glukosa berdasarkan klasifikasi kondisi
klinis
 Gejala Ringan
- Obat antidiabetes oral dan insulin dapat dilanjutkan sesuai
dengan regimen awal.
- Progresivitas Covid-19 dapat dipercepat dan diperburuk
dengan adanya hiperglikemia. Pasien dengan komorbid
diabetes
direkomendasikan untuk meningkatkan frekuensi pengukuran
kadar glukosa, dan berkonsultasi dengan dokter untuk
penyesuaian dosis bila target glukosa tidak tercapai.
 Gejala Sedang
- Pertahankan regimen awal jika kondisi mental pasien, nafsu
makan, dan kadar glukosa dalam batas normal.
- Ganti obat andiabetes oral dengan insulin untuk pasien dengan
gejala Covid-19 yang nyata yang tidak bisa makan secara
teratur.
- Disarankan untuk mengganti regimen insulin premix menjadi
insulin basal-bolus atau pompa insulin agar lebih fleksibel
dalam mengatur kadar glukosa.
 Berat dan Kritis
- Insulin intravena harus menjadi pengobatan lini pertama.
- Pasien yang sedang dalam pengobatan continuous renal
replacement therapy (CRRT), proporsi glukosa dan insulin
dalam larutan penggantian harus ditingkatan atau dikurangi
sesuai dengan hasil pemantauan kadar glukosa untuk
menghindari hipoglikemia dan fluktuasi glukosa yang berat.
b) Prinsip Pengelolaan Kadar Glukosa
 Pengobatan insulin adalah pilihan pertama jika diabetes disertai
dengan infeksi berat:
- Untuk pasien yang tidak kritis, injeksi insulin subkutan
direkomendasikan dan dosis dasar sesuai ke dosis untuk rawat
jalan
- Untuk pasien kritis, Continuous Subcutanous Insulin Infusion
(CSII) disarankan
- Pengobatan insulin intravena harus dimulai dalam kombinasi
dengan infus cairan secara agresif jika terdapat gangguan
metabolisme glukosa yang berat dengan gangguan asam basa
dan gangguan cairan dan elektrolit.
 Jika kondisi klinis stabil dan pola makan reguler, pasien dapat
melanjutkan obat antidiabetes oral seperti sebelum dirawat.
 Menggunakan insulin NPH (Neutral Protamine Hagedorn) dan insulin
kerja lama (long acting) selama pengobatan dengan glukokortikoid
untuk mengontrol kadar glukosa.
 Hitung glukosa 7 titik (jika perlu, ditambah dengan glukosa nokturnal)
selama pengobatan insulin. (Penyusun, n.d.)
7) Tatalaksana Covid-19 dengan Komorbid : Geriatri
Kelompok geriatri sangat rentan untuk terkena penyakit Covid-19 sehingga
sangat penting untuk melakukan pencegahan agar terhindar dari Covid-19.
Pencegahan dapat dilakukan dengan social dan physical distancing, penggunaan
masker dan upaya lainnya. Dalam pelaksanaannya, perlu diperhatikan pula
kesejahteraan dan kesehatan mental dari pasien geriatri tersebut. Penatalaksanaan
Covid-19 pada geriatri tidak jauh berbeda dengan dewasa, namun sangat
diperlukan kehati-hatian mengenai efek samping dari obat-obatan yang diberikan.
Kondisi pasien geriatri juga meningkatkan kemungkinan untuk terjadi badai
sitokin saat terkena penyakit Covid-19 karena geriatri meminiki kondisi
immunosenescence (penurunan imunitas pada usia lanjut). Penatalaksaan untuk
badai sitokin ini ataupun untuk pemberian kortikosteroid membutuhkan
kerjasama dan evaluasi tim. (Penyusun, n.d.)
2.2 Daun Ketapang (Cassia alata)
2.2.1 Klasifikasi Tanaman
 Divisio : Angiospermae
 Class : Dicotyledoneae
 Ordo : Rosales
 Family : Leguminosae
 Genus : Cassia
 Spesies : Cassia alata linn

Ketepeng cina ( Cassia alata L. ) berasal dari daerah tropik Amerika dan
biasanya hidup pada dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1.400
meter di atas permukaan laut. Tumbuhan ketepeng cina termasuk tumbuhan dikotil
yang mempunyai sistem perakaran tunggang, yaitu memperlihatkan akar pokoknya
yang bercabang-cabang menjadi akar yang lebih kecil dan berbentuk kerucut panjang
yang terus tumbuh lurus ke arah bawah. Sistem perakaran tunggang ini umumnya
berfungsi untuk memperluas bidang penyerapan dan memperkuat tegaknya batang.
Jika dilihat dari batangnya, tumbuhan ketepeng cina ( Cassia alata L. ) merupakan
tumbuhan berkayu dengan ketinggian ± 3 meter, bentuk batang bulat dan mempunyai
sistem percabangan simpodial. (Hujjatusnaini, 2007)
2.2.2 Morfologi Tanaman
Daun ketepeng cina berbentuk jorong sampai bulat telur sungsang, merupakan
daun majemuk menyirip genap yang berpasang-pasangan sebanyak 5-12 baris,
mempunyai anak daun yang kaku dengan panjang 5-15 cm, lebar 2,5-9 cm, ujung
daunnya tumpul dengan pangkal daun runcing serta tepi daun rata. Pertulangan
daunnya menyirip dengan tangkai anak daun yang pendek dengan panjang ± 2 cm
dan berwarna hijau. (Nugraha & Anwar, 2015)

Bunga ketepeng cina ( Cassia alata L ) merupakan bunga majemuk yang


tersusun dalam tandan bertangkai panjang dan tegak yang terletak di ujung-ujung
cabangnya dengan mahkota bunganya yang berwarna kuning terang. Buah Ketepeng
cina (Cassia alata L.) berupa polong-polongan yang gepeng panjang persegi empat
dengan panjang ± 18 cm dan lebar ± 2,5 cm berwarna hitam. (Hujjatusnaini, 2007)

Di samping itu, buah Ketepeng cina juga mempunyai sayap pada kedua
sisinya dengan panjang 10 – 20 mm dan lebar 12 – 15 mm. Jika buah tersebut masak,
maka pada kedua sisinya akan membuka atau pecah sehingga biji yang terdapat di
dalam polong akan terlempar keluar. Biji yang dimiliki ketepeng cina (Cassia alata
L.) berbentuk segitiga lancip dan berbentuk pipih yang berjumlah 50 – 70 biji pada
setiap polongnya. (Hujjatusnaini, 2007)

Di Indonesia, tumbuhan ketepeng cina memilki sebutan yang berbeda beda,


seperti ketepeng kebo (Jawa), ketepeng badak (Sunda), acon-aconan (Madura),
sajamera (Halmahera), kupang-kupang (Ternate), tabankun (Tidore), daun kupang,
daun kurapan dan gelinggang gajah (Sumatra). (Hujjatusnaini, 2007)
2.2.3 Kandungan
Daun ketepeng cina dapat digunakan sebagai obat secara tradisional oleh
karena adanya kandungan kimia yang terdapat di dalamnya seperti rein aloe emodina,
rein aloe emodina diantron, rein aloe emodina asam krisofanat (dehidroksi metil
antroquinone) dan tannin. Selain itu, alkaloida, flavonoida, dan antrakuinon juga
terdapat di dalamnya. Kandungan antrakuinon memiliki sifat antifungi yang bekerja
secara fungistatik dengan cara menghambat pertumbuhan hifa jamur, sehingga
pertumbuhan jamur terhenti. (Nugraha & Anwar, 2015).

Dari beberapa penelitian terdaulu diketahui bahwa senyawa yang bersifat


sebagai antifungi dan anti parasit dalam daun ketepeng cina adalah senyawa
antrakuinon asam krisofanat (Wijoyo, 2008). (Octarya & Saputra, 2015). Senyawa-
senyawa yang mempunyai aktivitas antiviral itu adalah kaempherol, aloeemodin, dan
quercetin.

Yakubu, et. al. (2010) telah melakukan skrining fitokimia bahwa ekstrak
ketepeng cina (Cassia alata (L.) Roxb) positif mengandung saponin (1.22%),
flavonoid (1.06%), glikosida jantung (0.20%), kardenolid dan dienolides (0.18%),
fenolik (0.44%) dan alkaloid (0.52%). Kurniasari dalam Lumbessy dkk (2013)
menyatakan bahwa sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid telah
dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antialergi
dan antikanker. Owoyale et al., (2005) melaporkan bahwa ekstrak methanol dan
etanol daun ketepeng cina (Cassia alata (L.) Roxb) memiliki aktifitas sebagai
antifungi dan antibakteri.

2.2.4 Efek Farmakologis


Tumbuhan ketepeng cina mempunyai nama ilmiah Cassia alata L. Tumbuhan
ini ternyata mempunyai banyak khasiatnya di samping untuk pengobatan penyakit
akibat infeksi jamur. Dari beberapa hasil penelitian terdahulu telah terbukti bahwa
ekstrak daun ketepeng cina berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur, juga
mempengaruhi perkembangan cacing perut, dapat mengatasi sembelit dan masih
banyak lagi manfaat farmakologi lainnya. Hal itu disebabkan oleh adanya kandungan
zat antimikrobial yang bersifat fungistatik di dalamnya, sehingga dapat menghambat
proses pemanjangan hifa (misellium) jamur dan akhirnya perkembangan jamur pun
menjadi terhambat (Hujjatusnaini). (Octarya & Saputra, 2015)

Pada umumya, efek farmakologis yang dimiliki oleh ketepeng cina (Cassia
alata L.) diantaranya sebagai pencahar, obat cacing, penghilang gatal-gatal, dan obat
kelainan kulit yang disebabkan oleh parasit kulit (Arif Haryana, 2005). (Mahmudah et
al., 2018)

2.3 Kaempherol, aloeemodin, dan quercetin Sebagai Antiviral


Kuersetin memiliki efek antivirus yang mendalam terhadap virus dengue tipe-
2 (Zandi, et al., 2011). Kuersetin menekan virus hepatitis C dengan menghambat
aktivitas protease protein 3 nonstruktural (Bachmetov, et al., 2012). Kuersetin 3-O-β-
D-glukoronid, selama penelitian in vivo, dilaporkan efektif terhadap virus influenza-
A (Fin, et al., 2011) dan kuersetin 7-rhamnosida ditemukan efektif terhadap virus
diare epidemi babi (Song, et al., 2011). (Khoirunnisa & Sumiwi, 2019)

Kaempherol sebagai neuroprotektif, tilia sp. digunakan secara global sebagai


obat penenang dan telah dibuktikan bahwa kaempferol memiliki efek menenangkan
(Saaby, et al., 2009). (Khoirunnisa & Sumiwi, 2019)
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi daun ketepeng cina dilakukan dengan cara maserasi karena alat
yang digunakan sederhana, baik untuk golongan senyawa yang tidak tahan terhacap
pemanasan, dapat diperoleh kandungan golongan senyawa yang banyak, dan juga
karena zat pelarut atau penyari yang digunakan etanol 70% yang merupakan pelarut
serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan (Harbone, 1987). Serbuk kering
daun ketepeng cina (Cassia alata L.) sebanyak 250 gramn dimaserasi dengan 2, 362 L
pelarut etanol 70% dlilakukan pengocokan selama 10 menit selama 5 hari, kemudian
diendapkan 24 jam dan saring, sehingga diperoleh filtrat kel dan ampas, kemudian
ampas dilarutkan kembali dengan pelarut etanol 70%, dilakukan pengocokan lagi
selama 2 jam, kemudian didiamkan selama I jam dan disaring diperoleh filtrat ke2
dan ampas, lalu filtrat digabung (1 & 2), diuapkan atau dipekatkan dengan evaporator
pada suhu 40-50 'C hingga diperoleh ekstrak kental (Kusmardi dkk., 2007).
KESIMPULAN

Berdasarkan data sampai dengan 2 Maret 2020, angka mortalitas di seluruh dunia
2.3% sedangkan khusus di kota Wuhan adalah 4.9%, dan di provinsi Hubei 3,1%.
Angka ini diprovinsi lain di Tiongkok adalah O, 16%. Berdasarkan penelitian
terhadap 41 pasien pertama di Wuhan terdapat 6 orang meninggal (5 orang pasien di
ICU dan 1 orang pasien non-ICU) (Huang, et.al., 2020). Kasus kematian banyak pada
orang tua dan dengan penyakit penyerta. Kasus kematian pertama pasien lelaki usia
61 tahun dengan penyakit penyerta tumor intraab domen dan kelainan di liver (The
Straits Time, 2020). (Yuliana, 2020). Melalui metode uji in silico, daun ketepeng dan
benalu mengandung senyawa senyawa aktif yang menghambat pertumbuhan virus
SARS-CoV-2 penyebab COVID 19, sehingga potensial dikembangkan menjadi obat
antiviral COVID-19. Senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas antiviral itu
adalah kaempherol, aloeemodin, dan qurcetin.
DAFTAR PUSTAKA
Bachmetov, L., Gal-Tanamy, M., Shapira, A., Vorobeychik, M., Giterman-Galam, T.,
Sathiyamoorthy, P., Golan-Goldhirsh, A., Benhar, I., Tur-Kaspa, R., dan Zemel,
R. 2012. Suppression of Hepatitis C Virus by the Flavonoid Quercetin is
Mediated by Inhibition of NS3 Protease Activity. J Viral Hepatitis.19: e81-88.

Beniac, D. R., Andonov, A., Grudeski, E., & Booth, T. F. (2006). Architecture of the
SARS coronavirus prefusion spike. Nature Structural and Molecular Biology,
13(8), 751–752. https://doi.org/10.1038/nsmb1123

CDC. Interim Additional Guidance for Infection Prevention and Control


Recommendations for Patients with Suspected or Confirmed COVID-19 in
Outpatient Hemodialysis Facilities. 2020.

Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Pedoman Pencegahan dan


Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi ke-4. 4 ed: Kementerian
Kesehatan RI; 2020.

Down, B., Kulkarni, S., Khan, A. H. A., Barker, B., & Tang, I. (2020). Novel
coronavirus (COVID-19) infection: What a doctor on the frontline needs to
know. Annals of Medicine and Surgery, 55(April), 24–29.
https://doi.org/10.1016/j.amsu.2020.05.014

Erlina B, Fathiyah I, Agus Dwi Susanto dkk. Pneumonia COVID- 19. Diagnosis dan
Tatalaksana di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta, 2020.

George, P. M., Wells, A. U., & Jenkins, R. G. (2020). Pulmonary fibrosis and
COVID- 19: the potential role for antifibrotic therapy. The Lancet Respiratory
Medicine, 2600(20), 1–9. https://doi.org/10.1016/S2213-2600(20)30225-3

Guo W, Li M, Dong Y, Zhou H, Zhang Z, Tian C, et al. Diabetes is a risk factor for
the progression and prognosis of COVID-19. Diabetes/Metabolism Research and
Reviews. 2020:e3319.
Harborne, J.B., (1987), Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung.

Hujjatusnaini, N. (2007). UJI POTENSI EKSTRAK DAUN KETEPENG CINA


( Cassia alata L.) TERHADAP PENGHAMBATAN PERTUMBUHAN
Trichophyton sp. El-QUDWAH, 0(0), 1–17.

Lumbessy, M., Jemmy & Jessy, P. 2013. Uji Total Flavonoid pada beberapa tanaman
obat tradisional didesa Waitina Mangoli Timur Kabupaten Kepulauan Sula
Propinsi Maluku Utara. Jurnal MIPA UNSRAT (Online). Vol 2, No. 1, hal 51
diakses 12 November 2013.

IDAI. (2020). Panduan Klinis Tata Laksana COVID-19 pada Anak. Idai, 33.
https://covid19.idionline.org/wp-content/uploads/2020/04/15.IDAI_.pdf

John Hopkins University. Wuhan Coronavirus (2019-nCoV) Global Cases(by John


Hopkins CSSE). [Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2020. Available on:
https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.htm
l#/bda7594740fd40299423467b48e9ecf6.

Kemenkes. (2020). Pedoman kesiapan menghadapi COVID-19. Pedoman Kesiapan


Menghadapi COVID-19, 0–115.

Khoirunnisa, I., & Sumiwi, S. A. (2019). Peran Flavonoid Pada Berbagai Aktivitas
Farmakologi. Farmaka, 17(2), Hal: 31.

Komite Kegawatan Kardiovaskular PP PERKI dan Tim Satgas Covid PP PERKI.


Pedoman Bantuan Hidup Dasar dan Bantuan Hidup Jantung Lanjut pada
Dewasa, Anak, dan Neonatus Terduga/Positif Covid-19. 2020.

Kusmardi, Kumala S, Triana EE. Efek imunomodulator ekstrak daun ketepeng cina
(Cassia alata) terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag. Jakarta: UI;
2007.
Lam, N., Muravez, S. N., & Boyce, R. W. (2015). A comparison of the Indian Health
Service counseling technique with traditional, lecture-style counseling. In
Journal of the American Pharmacists Association (Vol. 55, Issue 5).
https://doi.org/10.1331/JAPhA.2015.14093

Mahmudah, R., Abdullah, N., Pratiwi, A., Hidayah, M. A., & Ismail, R. (2018). Uji
Efektifitas Ekstrak Etanol Pada Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) Terhadap
Mikroba Penyebab Sariawan (Stomatitis Aphtosa). Jurnal Mandala Pharmacon
Indonesia, 4(1), 39–52. https://doi.org/10.35311/jmpi.v4i1.23

Memish, Z. A., Perlman, S., Van Kerkhove, M. D., & Zumla, A. (2020). Middle East
respiratory syndrome. The Lancet, 395(10229), 1063–1077.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(19)33221-0

Nugraha, A., & Anwar, D. (2015). Manfaat Daun Ketepeng Cina ( Cassia alata L . )
sebagai Antifungi pada Tinea Pedis Benefits Ketepeng Cina ( Cassia alata L .)
as an Antifungal on Tinea Pedis.

Octarya, Z., & Saputra, R. (2015). Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Jumlah Ekstrak
Dan Daya Antifungi Daun Ketepeng Cina (Cassia Alata L.) Terhadap Jamur
Trychophyton Sp. Photon: Jurnal Sain Dan Kesehatan, 5(2), 15–21.
https://doi.org/10.37859/jp.v5i2.581

Paru, K. T., Malang, S., Pemberian, P., Terhadap, V. C., Foto, P., Pada, T., &
Tuberkulosis, P. (2019). Multi-Drug Resistance Tuberculosis : 40(2).

Penyusun, T. I. M. (n.d.). COVID-19.

POGI. (2020). Rekomendasi Penanganan Infeksi Virus Corona (Covid-19) Pada


Maternal (Hamil, Bersalin Dan Nifas). Penanganan Infeksi Virus Corona Pada
Maternal, 1(3), 9–11. https://pogi.or.id/publish/rekomendasi-penanganan-
infeksi-virus-corona-covid-19-pada-maternal/

Rahmawati, A.Muflihunna, A.Trihadi Kusuma, Hardiyanti. (2015). Analisis Kadar


Flavonoid Dan Fenolik Total Fraksi Etil Asetat Daun Ketepeng Cina (Senna
Alata
(L.) Roxb) Dengan Metode Spektrofotometri Uv-Visible. As-Syifaa Vol 07 (01)
: Hal. 10-18, Juli 2015. ISSN : 2085-4714

Román, G. C., Spencer, P. S., Reis, J., Buguet, A., Faris, M. E. A., Katrak, S. M.,
Láinez, M., Medina, M. T., Meshram, C., Mizusawa, H., Öztürk, S., & Wasay,
M. (2020). The neurology of COVID-19 revisited: A proposal from the
Environmental Neurology Specialty Group of the World Federation of
Neurology to implement international neurological registries. Journal of the
Neurological Sciences, 414(April), 116884.
https://doi.org/10.1016/j.jns.2020.116884

R. Henry, Etymologia: Coronavirus, Emerg. Infect. Dis. 26 (2020) 1027,


https://doi.org/10.3201/eid2605.et2605.

Saaby, L., Rasmussen, H.B., dan Jager, A.K. 2009. MAO-A Inhibitory Activity of
Quercetin from Calluna vulgaris Hull. J Ethnopharmacol.121:178-81.

Setiadi, A. P., Wibowo, Y. I., Halim, S. V., Brata, C., Presley, B., & Setiawan, E.
(2020). Tata Laksana Terapi Pasien dengan COVID-19: Sebuah Kajian Naratif.
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 9(1), 70.
https://doi.org/10.15416/ijcp.2020.9.1.70

Supriatna, E. (2020). Wabah Corona Virus Disease (Covid 19) Dalam Pandangan
Islam. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 7(6).
https://doi.org/10.15408/sjsbs.v7i6.15247

Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M.,
Herikurniawan, H., Sinto, R., Singh, G., Nainggolan, L., Nelwan, E. J., Chen, L.
K., Widhani, A., Wijaya, E., Wicaksana, B., Maksum, M., Annisa, F., Jasirwan,
C. O. M., & Yunihastuti, E. (2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan
Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia ,
7(1), 45.
https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i1.415

Song, J.H., Shim, J.K., dan Choi, H.J. 2011. Quercetin 7-rhamnoside Reduces
Porcine Epidemic Diarrhea Virus Replication via Independent Pathway of Viral
Induced
Reactive Oxygen Species. Virol J. 8: 460

Wernery, U., Lau, S. K. P., & Woo, P. C. Y. (2017). Middle East respiratory
syndrome (MERS) coronavirus and dromedaries. Veterinary Journal, 220, 75–
79. https://doi.org/10.1016/j.tvjl.2016.12.020

World Health Organization. (2020). Tatalaksana klinis infeksi saluran pernapasan


akut berat ( SARI ) suspek penyakit COVID-19. World Health Organization,
4(March), 1–25.

Xiao, J., Fang, M., Chen, Q., & He, B. (2020). SARS, MERS and COVID-19 among
healthcare workers: A narrative review. Journal of Infection and Public Health,
13(6), 843–848. https://doi.org/10.1016/j.jiph.2020.05.019

Yakubu, M., Adeshina, O., Oladijhi.,Akanji, M., Oloyede., Jimoh, G., Olatinwo, &
Afolayan. 2010. Abortifacient potential of aqueous extract of senna alata leaves
in rats. Journal of Reproduction & Contraception (Online), Vol. 21, No. 3
diakses 3 Juli 2014.

Yuliana. (2020). Corona virus diseases (Covid -19); Sebuah tinjauan literatur.
Wellness and Healthy Magazine, 2(1), 187–192.
https://wellness.journalpress.id/wellness/article/view/v1i218wh

Zandi, K., Teoh, B.T., Sam, S.S., Wong, P.F., Mustafa, M.R., Abubakar, S. 2011.
Antiviral Activity of Four Types of Bioflavonoid Against Dengue Virus Type-2.
Virol J. 8: 560.

Zhang, Y., Xu, Q., Sun, Z., & Zhou, L. (2020). Current targeted therapeutics against
COVID-19: Based on first-line experience in China. Pharmacological Research,
157(March), 104854. https://doi.org/10.1016/j.phrs.2020.104854

Anda mungkin juga menyukai