Makalah KI - Kelompok 11
Makalah KI - Kelompok 11
Kelompok 11:
Lestari (1906391433)
Nabila Shafa Annisa (1906367794)
Berbicara mengenai agraris tentu sangat erat kaitannya dengan pertanian. Agraris
sendiri berarti suatu kondisi di mana profesi penduduk suatu negara sebagian besar petani.
Penelitian arkeologi telah mengungkap adanya kegiatan pertanian yang dilakukan pada masa
lalu. Kegiatan bertani menjadi bagian penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia maupun
dunia sejak manusia belum mengenal tulisan. Bertani dijadikan cara untuk hidup (way of life)
dan telah membangkitkan kebudayaan. Berbagai penelitian arkeologi dikembangkan demi
menguak sejarah perkembangan Indonesia sebagai negara agraris. Hasil penelitian memiliki
arti penting sebagai cermin bagi negara Indonesia agar lebih bijak mengelola kekayaan alam
dalam upaya memenuhi beragam kebutuhan pokok. Makalah ini akan membahas mengenai
perkembangan Indonesia sebagai negara agraris. Pembahasan akan dimulai dari letak wilayah
Indonesia dan pengaruhnya, sejarah perkembangan pertanian di Indonesia, hasil serta
manfaat, dan inovasi dalam pertanian.
ISI
Letak geografis Indonesia: berada di antara dua samudera (Hindia dan Pasifik) dan
dua benua (Australia dan Asia). Hal tersebut membuat Indonesia dilewati oleh angin
muson barat dan timur yang kemudian berdampak pada munculnya musim hujan dan
kemarau.
Letak astronomis Indonesia: terletak di antara 6°LU-11°LS dan 95°BT-141°BT. Hal
ini menunjukkan bahwa Indonesia dilewati garis khatulistiwa. Alhasil, iklim yang
dimiliki yaitu ilklim tropis.
Iklim dan cuaca sangat mempengaruhi suhu, sinar matahari, curah hujan, dan
kelembaban udara. Unsur-unsur tersebut mendukung tanah Indonesia dapat ditanami berbagai
macam jenis tumbuhan, khususnya bahan pangan. Karena bahan pangan merupakan
kebutuhan pokok, bertani menjadi cara hidup. Begitulah bagaimana letak wilayah Indonesia
mempengaruhi kondidi agraris.
II. Sejarah Pertanian di Indonesia
Masa prasejarah adalah masa manusia belum mengenal tulisan. Berdasarkan hasil
penelitian, masa prasejarah di Indonesia terbagi ke dalam empat masa, yaitu masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat sederhana, masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut, masa bercocok tanam, dan masa perundagian.
Pada masa ini, manusia masih sangat bergantung dengan alam. Kehidupan mereka
berpindah-pindah (nomaden) karena berusaha berburu dan mengumpulkan bahan pangan.
Kegiatan budi daya juga belum mereka pahami sehingga pertanian belum muncul. Akan
tetapi, masa ini yang nantinya megantarkan pada masa bercocok tanam. Ada dua hal penting
yang digunakan pada masa itu yaitu alat-alat/perkakas dan api. Alat-alat/perkakas berfungsi
untuk berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka terbuat dari batu, kayu, tulang, tanduk,
dan kerang. Sementara itu, api digunakan untuk memanaskan makanan, mencegah serangan
binatang buas, dan sebagai sumber penerangan pada saat melakukan kegiatan di malam hari
(Poesponegoro dan Notosusanto 1984). Di Indonesia, alat batu yang ditemukan ada empat
jenis, yaitu kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, dan proto kapak genggam.
Berdasarkan hasil penelitian, alat batu tersebut digunakan untuk menebas, membantai,
menebang pohon, dan menetak ranting dengan cara digenggam langsung. Selain itu, terdapat
juga batu bulat (bentuknya seperti bola tenis) yang fungsinya dilemparkan ke hewan buruan.
Ada juga alat dari batu yang berukuran kecil yang disebut serpih bilah. Alat ini digunakan
untuk menguliti hewan hasil buruan (Poesponegoro dan Notosusanto 1984).
Bukti yang terkait dengan kegiatan pertanian manusia prasejarah adalah adanya
lukisan yang ditemukan di gua-gua. Lukisan-lukisan yang digambar di dinding gua biasanya
menceritakan kegiatan yang dilakukan manusia prasejarah pada masa itu, salah satunya
lukisan orang sedang berburu dan menangkap ikan. Hal ini membuktikan bahwa berburu dan
menangkap ikan merupakan kegiatan manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya, yakni makan. Lukisan-lukisan di gua banyak ditemukan di kawasan timur Indonesia
(Poesponegoro dan Notosusanto 1984). Bukti lainnya yakni ditemukannya kjokkenmodinger
di beberapa daerah, salah satunya Tanjung Pinang. Kjokkenmoddinger sendiri artinya sampah
dapur.
Seiring makin berkembangnya masyarakat, mereka mulai hidup menetap karena sudah
menemukan cara untuk budi daya. Mereka mulai berpikir cara untuk memenuhi kebutuhan
pangan tanpa bergantung pada alam, yakni melalui pertanian dan peternakan. Itulah sebabnya
masa ini disebut masa bercocok tanam. Pada masa ini, manusia prasejarah mulai
memanfaatkan hutan dengan menebang dan membakar pohon, lalu dikembangkan menjadi
ladang untuk melakukan kegiatan budi daya tanaman dan ternak. Alat-alat/perkakas yang
ditemukan pun berbeda. Alat batu sudah mulai halus dan yang paling banyak ditemukan
berupa beliung persegi. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menggali tanah (beliung besar)
dan memahat (beliung kecil). Perkakas dari batu lainnya adalah kapak lonjong yang berfungsi
untuk memotong dan berburu.
Masa ini adalah masa di mana manusia prasejarah mulai mengenal logam. Logam
yang digunakan antara lain besi, perunggu, dan emas. Benda-benda peninggalan pada masa
ini adalah nekara, bejana, ujung tombak, kapak, dan gelang. Nekara adalah alat dari logam
yang bentuknya seperti kendang besar. Nekara yang lebih kecil dinamakan moko. Nekara
digunakan sebagai alat upacara yang salah satu fungsinya untuk mendatangkan hujan.
Beberapa nekara memiliki ukiran yang menggambarkan sekelompok orang sedang
menumbuk padi di lesung dan di kolong rumahnya yang bertonggak (seperti rumah
panggung) terdapat babi, ayam, dan anjing. Adanya corak tersebut menandakan bahwa
kegiatan pertanian sangat penting, apalagi dibuatkan alat upacara pemanggil hujan yang
artinya air merupakan sumber kehidupan, terutama untuk kegiatan bercocok tanam. Bukti lain
dari adanya kegiatan pertanian pada masa ini adalah ditemukannya sawah purba. Menurut
Lutfi Yondri, terdapat situs megalitik bernama Situs Kebon Jambe. Situs tersebut diperkirakan
merupakan situs sawah purba dan berasal dari 5.000 SM. Kegiatan pertanian di kawasan
tersebut masih berlangsung hingga saat ini.
Setelah masa prasejarah, kita mengenal masa sejarah. Masa tersebut di Indonesia
ditandai dengan ditemukannya bukti-bukti tertulis tertua di beberapa daerah. Dengan adanya
beberapa peninggalan berupa tulisan maupun gambar di relief atau arca, bukti bahwa
Indonesia dari dulu sudah menjadi negara agraris pun semakin kuat. Salah satu buktinya yaitu
di wilayah pantai utara Jawa, tepatnya di Karawang, Jawa Barat, terdapat candi yang bahan
bakunya berupa bata merah dicampur dengan kulit padi (sekam). Artinya, pada masa kerajaan
(disinyalir setara dengan masa Kerajaan Tarumanegara), sudah ada kegiatan menanam padi.
Bukti lain yang menguatkan yaitu adanya prasasti. Salah satu bukti mengenai
kegiatan pertanian dari prasasti yakni yang tercantum dalam Prasasti Yupa dari Kerajaan
Kutai, Kalimantan Timur. Tertulis dalam prasasti tersebut bahwa Raja mulawarman selalu
memberikan sedekah (terutama hasil bumi) untuk rakyatnya. Hasil bumi yang disedekahkan
berupa sapi, hasil pengolahan lemak hewani, bunga, keju, dan minyak wijen.
Bukti mengenai komoditas pertanian yang dihasilkan pada masa kerajaan tergambar di relief
Candi Borobudur. Relief-relief itu menceritakan tatanan kehidupan pada masa itu. Beberapa
gambar yang terpahat menujukkan kegiatan pertanian. Berbagai komoditas pertanian yang
terdapat di dalam relief Candi Borobudur yaitu padi, buah-buahan, sayuran, florikultura,
perkebunan, dan peternakan (Nastiti 2003).
Sejarawan Uka Tjandrasasmita (2009) dalam bukunya yang berjudul Arkeologi Islam
Nusantara menuliskan bahwa pada abad ke-15 Masehi, mulai tumbuh dan muncul pengaruh
Islam dan Kesultanan Islam di Nusantara. Kerajaan Islam yang berkembang antara lain
Samudra Pasai, Kesultanan Malaka, Kesultanan, Kesultanan Ternate, Kesultanan Banjar, dan
Kesultanan Gowa. Kerajaan atau kesultanan Islam tumbuh sebagai negara-kota yang terlibat
dalam kegiatan perdagangan regional dan internasional, serta memiliki bandar sebagai tempat
ekspor dan impor komoditas pertanian yang dibutuhkan oleh masyarakat dan kesultanan
tersebut.
Salah satu contoh yakni dari Kesultanan Samudera Pasai. Sebagaimana yang
diberitakan oleh Tome Pires, kesultanan ini setiap tahun menghasilkan 8-10 ribu bahar lada.
Mereka juga menghasilkan sutra, kapur barus, dan banyak lagi komoditas lain. Komoditas
ekspor juga dihasilkan di Sumatera pesisir timur, seperti Aru, Rokan, Kampar, Indragiri, Siak,
Jambi, dan Palembang. Mereka menghasilkan lada, kapur barus, kayu gaharu, madu, lilin, dan
pinang serta emas yang diekspor ke Malaka (Cortesao 1944).
Cultuurstelsel
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), banyak perkebunan yang terlantar karena
ditinggalkan oleh para pemiliknya. Ada pula yang terlantar karena Jepang hanya memberi
perhatian terhadap pertanian yang dapat secara langsung mendukung politik perang Jepang.
Misalnya, banyak lahan perkebunan diubah menjadi perkebunan pohon jarak, termasuk lahan
para petani Indonesia. Jepang juga melakukan penanaman jenis-jenis tanaman baru seperti
kapas, yute, rosela, rami, dan jarak. Masuknya Jepang ke Indonesia berdampak besar
terhadap kehidupan desa. Terjadi eksploitasi hasil pertanian dalam bentuk “wajib serah padi”
hingga terjadinya Romusha (pengerahan tenaga kerja secara paksa). Jepang juga melakukan
penelitian, tetapi terhadap tanaman-tanaman pendukung perang seperti padi, soba, kapuk, dan
kapas.
5. Sejarah Pertanian Pascakemerdekaan
Indonesia masih mengalami gejolak sosial dan politik hingga menyebabkan menurunkan
produksi pangan Berikut beberapa contoh program yang berhasil dicanangkan
Cikal bakal peralatan pertanian masa kini adalah cangkul, lalu upgrading dari
teknologi cangkul adalah bajak. Bajak dispesifikasi lagi dari material (bajak kayu dan besi)
dan bajak menurut alat penggerak (bajak hewan dan mesin). Selain itu, ada peralatan lain
yang digunakan seperti arit. Dilansir dari Instagram @kementerianpertanian, memasuki era
4.0 banyak teknologi pertanian yang berevolusi. Berikut adalah lima teknologi pertanian yang
jadi andalan Indonesia dalam meningkatkan produkstivitas pertanian.
Menurut buku yang dituliskan oleh Yustika yang berjudul Konsep Ekonomi
Kelembagaan Perdesaan, Pertanian & Kedaulatan Pangan dalam laporan yang diterbitkan
oleh The Economist, tercatat ada 11 produk pertanian Indonesia yang memiliki peringkat
sangat baik di dunia. Produk lada putih dan pala menempati peringkat satu dunia. Komoditas
minyak sawit dan karet masing-masing mendapatkan peringkat nomor dua dunia.
Beras,cokelat, dan lada hitam berada di peringkat tiga (Yustika, 2015).
V. Manfaat Sektor Pertanian terhadap Indonesia
1. Sektor pertanian memiliki kontribusi pada Produk Domestik Bruto (BPS 2016).
1,51% tanaman hortikultura, 3,42% tanaman pangan, 3,46% tanaman perkebunan,
1,62% peternakan, 0,20% jasa pertanian dan perburuan, 2,56% perikanan, dan 0,69%
kehutanan.
2. Dapat menyerap banyak tenaga kerja
Indikasi ini didukung kenyataan bahwa sektor pertanian masih bersifat padat karya
(labor intensive) dibandingkan padat modal (capital intensive). Data BPS
menunjukkan bahwa kemampuan sektor pertanian menyerap tenaga kerja mengalami
peningkatan dari 43,3 % pada tahun 2004 menjadi 44,0 % pada tahun 2005. Bahkan
data BPS Februari 2006 menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor
pertanian mencapai 44,5 %.
3. Memenuhi ketahanan pangan. Pada umumnya masyarakat Indonesia yang dijadikan
bahan pangan adalah padi (beras).
PENUTUP
Indonesia sudah dikarunia letak yang sangat strategis untuk mengembangkan berbagai jenis
tanaman. Suhu hangat dan curah hujan yang memadai membuat Indonesia memiliki potensi
kekayaan flora, khususnya dalam sektor bahan pangan. Melalui sejarah perkembangan
pertanian, kita dapat mengetahui usaha dan jerih payah nenek moyang serta para pendiri
bangsa dalam mengembangkan sekor agraris.
Sebagai generasi di era modern, kita patut bersyukur karena berbagai macam teknologi dapat
dikembangkan. Melalui terknologi yang ada, Indonesia tidak hanya dapat memenuhi semua
kebutuhan pangannya, tetapi juga membantu bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, penting
untuk menyadari potensi dan sejarah Indonesia sebagai negara agraris karena hal tersebut
merupakan salah satu identitas dan potensi yang dapat dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Yustika, Ahmad Erani dan Rukavina Baks. 2015. Konsep Ekonomi Kelembagaan
Perdesaan, Pertanian & Kedaulatan Pangan. Malang : Empat Dua
https://www.kompas.com/skola/read/2020/05/22/193000869/letak-dan-luas indonesia?
page=all#page2, diakses pada 22 November 2020, pukul 04.26
https://pertanian.sariagri.id/59124/5-teknologi-sektor-pertanian-yang-bantu-
tingkatkan-produktivitas-pangan
https://genagraris.id/post/cangkul-bajak-and-perkembangannya-sampai-pada-era-
pertanian-4-0
BPS. 2014. Potensi Pertanian Indonesia Analisis Hasil Pencacahan Lengkap Sensus
Pertanian 2013. ISBN: 978-979-064-710-7. Jakarta: Badan Pusat Statisik, 2014.