Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEBUDAYAAN INDONESIA

INDONESIA SEBAGAI NEGARA AGRARIS

Kelompok 11:
Lestari (1906391433)
Nabila Shafa Annisa (1906367794)

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2020
PENDAHULUAN

Berbicara mengenai agraris tentu sangat erat kaitannya dengan pertanian. Agraris
sendiri berarti suatu kondisi di mana profesi penduduk suatu negara sebagian besar petani.
Penelitian arkeologi telah mengungkap adanya kegiatan pertanian yang dilakukan pada masa
lalu. Kegiatan bertani menjadi bagian penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia maupun
dunia sejak manusia belum mengenal tulisan. Bertani dijadikan cara untuk hidup (way of life)
dan telah membangkitkan kebudayaan. Berbagai penelitian arkeologi dikembangkan demi
menguak sejarah perkembangan Indonesia sebagai negara agraris. Hasil penelitian memiliki
arti penting sebagai cermin bagi negara Indonesia agar lebih bijak mengelola kekayaan alam
dalam upaya memenuhi beragam kebutuhan pokok. Makalah ini akan membahas mengenai
perkembangan Indonesia sebagai negara agraris. Pembahasan akan dimulai dari letak wilayah
Indonesia dan pengaruhnya, sejarah perkembangan pertanian di Indonesia, hasil serta
manfaat, dan inovasi dalam pertanian.

ISI

I. Letak Wilayah Indonesia dan Pengaruhnya

Letak wilayah Indonesia dapat dilihat secara geografis dan astronomis:

 Letak geografis Indonesia: berada di antara dua samudera (Hindia dan Pasifik) dan
dua benua (Australia dan Asia). Hal tersebut membuat Indonesia dilewati oleh angin
muson barat dan timur yang kemudian berdampak pada munculnya musim hujan dan
kemarau.
 Letak astronomis Indonesia: terletak di antara 6°LU-11°LS dan 95°BT-141°BT. Hal
ini menunjukkan bahwa Indonesia dilewati garis khatulistiwa. Alhasil, iklim yang
dimiliki yaitu ilklim tropis.

Iklim dan cuaca sangat mempengaruhi suhu, sinar matahari, curah hujan, dan
kelembaban udara. Unsur-unsur tersebut mendukung tanah Indonesia dapat ditanami berbagai
macam jenis tumbuhan, khususnya bahan pangan. Karena bahan pangan merupakan
kebutuhan pokok, bertani menjadi cara hidup. Begitulah bagaimana letak wilayah Indonesia
mempengaruhi kondidi agraris.
II. Sejarah Pertanian di Indonesia

1. Kegiatan Pertanian pada Masa Prasejarah

Masa prasejarah adalah masa manusia belum mengenal tulisan. Berdasarkan hasil
penelitian, masa prasejarah di Indonesia terbagi ke dalam empat masa, yaitu masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat sederhana, masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut, masa bercocok tanam, dan masa perundagian.

1.1 Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana

Pada masa ini, manusia masih sangat bergantung dengan alam. Kehidupan mereka
berpindah-pindah (nomaden) karena berusaha berburu dan mengumpulkan bahan pangan.
Kegiatan budi daya juga belum mereka pahami sehingga pertanian belum muncul. Akan
tetapi, masa ini yang nantinya megantarkan pada masa bercocok tanam. Ada dua hal penting
yang digunakan pada masa itu yaitu alat-alat/perkakas dan api. Alat-alat/perkakas berfungsi
untuk berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka terbuat dari batu, kayu, tulang, tanduk,
dan kerang. Sementara itu, api digunakan untuk memanaskan makanan, mencegah serangan
binatang buas, dan sebagai sumber penerangan pada saat melakukan kegiatan di malam hari
(Poesponegoro dan Notosusanto 1984). Di Indonesia, alat batu yang ditemukan ada empat
jenis, yaitu kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, dan proto kapak genggam.
Berdasarkan hasil penelitian, alat batu tersebut digunakan untuk menebas, membantai,
menebang pohon, dan menetak ranting dengan cara digenggam langsung. Selain itu, terdapat
juga batu bulat (bentuknya seperti bola tenis) yang fungsinya dilemparkan ke hewan buruan.
Ada juga alat dari batu yang berukuran kecil yang disebut serpih bilah. Alat ini digunakan
untuk menguliti hewan hasil buruan (Poesponegoro dan Notosusanto 1984).

Kegiatan pertanian pada masyarakat prasejarah ditandai dengan ditemukannya


kacang-kacangan, polong-polongan, dan sayur sejenis kangkung pada masa itu. Terdapat
salah satu bukti di Situs Loyang Mendale, Aceh Tengah. Pada situs tersebut telah ditemukan
fragmen cangkang buah kemiri. Berdasarkan penelitian, masyarakat pada masa itu
menggunakan kemiri sebagai sebagai bumbu atau bahan pembuat lilin. Untuk memenuhi
kebutuhan karbohidrat, mereka mangonsumsi umbi-umbian. Alat yang digunakan untuk
menggali umbi yaitu tanduk hewan.
1.2 Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut

Bukti yang terkait dengan kegiatan pertanian manusia prasejarah adalah adanya
lukisan yang ditemukan di gua-gua. Lukisan-lukisan yang digambar di dinding gua biasanya
menceritakan kegiatan yang dilakukan manusia prasejarah pada masa itu, salah satunya
lukisan orang sedang berburu dan menangkap ikan. Hal ini membuktikan bahwa berburu dan
menangkap ikan merupakan kegiatan manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya, yakni makan. Lukisan-lukisan di gua banyak ditemukan di kawasan timur Indonesia
(Poesponegoro dan Notosusanto 1984). Bukti lainnya yakni ditemukannya kjokkenmodinger
di beberapa daerah, salah satunya Tanjung Pinang. Kjokkenmoddinger sendiri artinya sampah
dapur.

1.3 Masa Bercocok Tanam

Seiring makin berkembangnya masyarakat, mereka mulai hidup menetap karena sudah
menemukan cara untuk budi daya. Mereka mulai berpikir cara untuk memenuhi kebutuhan
pangan tanpa bergantung pada alam, yakni melalui pertanian dan peternakan. Itulah sebabnya
masa ini disebut masa bercocok tanam. Pada masa ini, manusia prasejarah mulai
memanfaatkan hutan dengan menebang dan membakar pohon, lalu dikembangkan menjadi
ladang untuk melakukan kegiatan budi daya tanaman dan ternak. Alat-alat/perkakas yang
ditemukan pun berbeda. Alat batu sudah mulai halus dan yang paling banyak ditemukan
berupa beliung persegi. Fungsinya adalah sebagai alat untuk menggali tanah (beliung besar)
dan memahat (beliung kecil). Perkakas dari batu lainnya adalah kapak lonjong yang berfungsi
untuk memotong dan berburu.

Pada masa bercocok tanam, manusia prasejarah telah menghasilkan beberapa


komoditas pertanian, yaitu keladi, sukun, uwi, pohon rumbia (sagu), pisang, durian, manggis,
rambutan, duku, salak, kelapa, labu air, jawawut, dan padi gogo. Pada masa ini, bahan
makanan utama pada masa itu adalah umbi-umbian, khususnya tanaman keladi. Menurut Lutfi
Yondri, seorang peneliti dari Balai Arkeologi Jawa Barat, bukti penelitian menemukan bahwa
gigi manusia purba memiliki sisa-sisa serat dan talas.
1.4 Masa Perundagian

Masa ini adalah masa di mana manusia prasejarah mulai mengenal logam. Logam
yang digunakan antara lain besi, perunggu, dan emas. Benda-benda peninggalan pada masa
ini adalah nekara, bejana, ujung tombak, kapak, dan gelang. Nekara adalah alat dari logam
yang bentuknya seperti kendang besar. Nekara yang lebih kecil dinamakan moko. Nekara
digunakan sebagai alat upacara yang salah satu fungsinya untuk mendatangkan hujan.
Beberapa nekara memiliki ukiran yang menggambarkan sekelompok orang sedang
menumbuk padi di lesung dan di kolong rumahnya yang bertonggak (seperti rumah
panggung) terdapat babi, ayam, dan anjing. Adanya corak tersebut menandakan bahwa
kegiatan pertanian sangat penting, apalagi dibuatkan alat upacara pemanggil hujan yang
artinya air merupakan sumber kehidupan, terutama untuk kegiatan bercocok tanam. Bukti lain
dari adanya kegiatan pertanian pada masa ini adalah ditemukannya sawah purba. Menurut
Lutfi Yondri, terdapat situs megalitik bernama Situs Kebon Jambe. Situs tersebut diperkirakan
merupakan situs sawah purba dan berasal dari 5.000 SM. Kegiatan pertanian di kawasan
tersebut masih berlangsung hingga saat ini.

2. Kegiatan Pertanian pada Masa Kerajaan Hindu-Buddha

2.1 Faktor Penyebab

 Pertama, sebagian besar kerajaan bercorak Hindu-Buddha berada di Pulau


Jawa yang tanahnya subur.
 Kedua, menurut Munandar (2011), terdapat beberapa alasan konseptual-
religius. Dalam konsep keagamaan, lokasi bermukimnya manusia dinamakan
Jambhudwipa. Dalam konsep ini, daerah tepian seperti pantai dan laut
dianggap sebagai tempat bagi para yang jahat dan kotor.
 Ketiga, adanya mitos Agastya bahwa pendeta Hindu dilarang untuk berlayar
menyeberangi lautan karena dalam mitos tersebut dipercaya bahwa Agastya
menghirup air laut hingga kering baru setelah itu berjalan dari India hingga
Nusantara.
 Adapula faktor eksternal yang menjadikan kegiatan masyarakat pada masa itu
lebih cenderung ke pertanian, yakni jalur perdagangan laut abad ke-7 sampai
ke-12 belum terlalu ramai dan rempah-rempah juga belum populer.

2.2 Kegiatan Pertanian

Setelah masa prasejarah, kita mengenal masa sejarah. Masa tersebut di Indonesia
ditandai dengan ditemukannya bukti-bukti tertulis tertua di beberapa daerah. Dengan adanya
beberapa peninggalan berupa tulisan maupun gambar di relief atau arca, bukti bahwa
Indonesia dari dulu sudah menjadi negara agraris pun semakin kuat. Salah satu buktinya yaitu
di wilayah pantai utara Jawa, tepatnya di Karawang, Jawa Barat, terdapat candi yang bahan
bakunya berupa bata merah dicampur dengan kulit padi (sekam). Artinya, pada masa kerajaan
(disinyalir setara dengan masa Kerajaan Tarumanegara), sudah ada kegiatan menanam padi.

Bukti lain yang menguatkan yaitu adanya prasasti. Salah satu bukti mengenai
kegiatan pertanian dari prasasti yakni yang tercantum dalam Prasasti Yupa dari Kerajaan
Kutai, Kalimantan Timur. Tertulis dalam prasasti tersebut bahwa Raja mulawarman selalu
memberikan sedekah (terutama hasil bumi) untuk rakyatnya. Hasil bumi yang disedekahkan
berupa sapi, hasil pengolahan lemak hewani, bunga, keju, dan minyak wijen.

2.3 Sistem Pengairan

Memasuki masa kerajaan, teknologi pertanian berkembang menjadi lebih canggih.


Pada masa ini, masyarakat Indonesia mengenal sistem irigasi. Salah satu buktinya tertulis
dalam Prasasti Tugu dari Kerajaan Tarumanegara. Menurut prasasti tersebut, Sang Raja telah
membuat dua aliran sungai yang diperkirakan untuk mengatasi banjir. Prasasti tersebut
menandakan adanya campur tangan seorang raja dalam bidang pertanian, terutama yang
berhubungan dengan pembuatan bendungan, pengendalian air sungai, dan irigasi. Pertanian
tidak berkembang di Pulau Jawa saja. Bali juga meninggalkan bukti-bukti adanya kegiatan
pertanian yang masih bertahan hingga saat ini. Bali memiliki subak, yaitu organisasi yang
terkait dengan persawahan. Di dalam Prasati Bali, subak di Bali sudah ada sejak abad ke-11
yang dibuktikan di dalam Prasasti Pandak Badung dan Prasasti Klungkung. Namun,
berdasarkan bukti prasasti yang lebih tua, yakni Prasasti Sukawana dan Prasasti Bebetih (abad
ke-8 sampai ke-9 Masehi), sistem pertanian padi yang dilakukan adalah pertanian lahan basah
dan terdapat tukang yang membuat terowongan air (Paeni dan Budihartono 2009). Adanya
bukti prasasti yang menjelaskan bahwa masyarakat Bali melakukan kegiatan subak dalam
bercocok tanam padi, mengindikasikan bahwa kegiatan pertanian cukup penting juga di luar
Jawa.

2.2 Hasil Komoditas Pertanian

Bukti mengenai komoditas pertanian yang dihasilkan pada masa kerajaan tergambar di relief
Candi Borobudur. Relief-relief itu menceritakan tatanan kehidupan pada masa itu. Beberapa
gambar yang terpahat menujukkan kegiatan pertanian. Berbagai komoditas pertanian yang
terdapat di dalam relief Candi Borobudur yaitu padi, buah-buahan, sayuran, florikultura,
perkebunan, dan peternakan (Nastiti 2003).

3. Kegiatan Pertanian pada Masa Kerajaan Islam

3.1 Pertanian dan Perdagangan

Sejarawan Uka Tjandrasasmita (2009) dalam bukunya yang berjudul Arkeologi Islam
Nusantara menuliskan bahwa pada abad ke-15 Masehi, mulai tumbuh dan muncul pengaruh
Islam dan Kesultanan Islam di Nusantara. Kerajaan Islam yang berkembang antara lain
Samudra Pasai, Kesultanan Malaka, Kesultanan, Kesultanan Ternate, Kesultanan Banjar, dan
Kesultanan Gowa. Kerajaan atau kesultanan Islam tumbuh sebagai negara-kota yang terlibat
dalam kegiatan perdagangan regional dan internasional, serta memiliki bandar sebagai tempat
ekspor dan impor komoditas pertanian yang dibutuhkan oleh masyarakat dan kesultanan
tersebut.

Mohammad Iskandar, sejarawan dari Universitas Indonesia, menulis bahwa kondisi


sosial budaya pertanian pada masa kerajaan Islam tidak banyak berubah dibandingkan dengan
masa kerajaan Hindhu-Buddha. Hal yang membedakan yakni para petani bertani tidak
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, melainkan juga untuk memperoleh
pendapatan tambahan.

3.2 Komoditas Perdagangan

Salah satu contoh yakni dari Kesultanan Samudera Pasai. Sebagaimana yang
diberitakan oleh Tome Pires, kesultanan ini setiap tahun menghasilkan 8-10 ribu bahar lada.
Mereka juga menghasilkan sutra, kapur barus, dan banyak lagi komoditas lain. Komoditas
ekspor juga dihasilkan di Sumatera pesisir timur, seperti Aru, Rokan, Kampar, Indragiri, Siak,
Jambi, dan Palembang. Mereka menghasilkan lada, kapur barus, kayu gaharu, madu, lilin, dan
pinang serta emas yang diekspor ke Malaka (Cortesao 1944).

4. Kegiatan Pertanian pada Masa Kolonial

4.1. Pemerintahan Belanda

 Cultuurstelsel

Pada tahun 1830, pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia mengembangkan


cultuurstelsel atau perkebunan negara. Caranya yakni dengan memanfaatkan kewajiban
membayar pajak dan kerja rodi. Para pribumi wajib menanami 20% lahan pertaniannya
dengan tanaman ekspor (kopi, tebu, nila, tembakau). Penduduk pribumi juga wajib bekerja di
perkebunan pemerintah sebagai pajak atas 80% lahan yang tidak ditanami tanaman ekspor.
Sisi positif yang dapat diambil yaitu pengembangan penelitian mengenai pertanian dan botani.
Pada tahun 1817, Dr. C.G.L. Reinwardt mendirikan Kebun Raya Bogor. Lembaga ini
bertugas melakukan penelitian, mengenalkan pengetahuan biologi dan bercocok tanam, serta
cara pengembangan dan pemanfaatannya agar diterima oleh masyarakat.

4.2 Pemerintahan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), banyak perkebunan yang terlantar karena
ditinggalkan oleh para pemiliknya. Ada pula yang terlantar karena Jepang hanya memberi
perhatian terhadap pertanian yang dapat secara langsung mendukung politik perang Jepang.
Misalnya, banyak lahan perkebunan diubah menjadi perkebunan pohon jarak, termasuk lahan
para petani Indonesia. Jepang juga melakukan penanaman jenis-jenis tanaman baru seperti
kapas, yute, rosela, rami, dan jarak. Masuknya Jepang ke Indonesia berdampak besar
terhadap kehidupan desa. Terjadi eksploitasi hasil pertanian dalam bentuk “wajib serah padi”
hingga terjadinya Romusha (pengerahan tenaga kerja secara paksa). Jepang juga melakukan
penelitian, tetapi terhadap tanaman-tanaman pendukung perang seperti padi, soba, kapuk, dan
kapas.
5. Sejarah Pertanian Pascakemerdekaan

Indonesia masih mengalami gejolak sosial dan politik hingga menyebabkan menurunkan
produksi pangan Berikut beberapa contoh program yang berhasil dicanangkan

5.1 Pembangunan Pertanian Era Orde Lama

 Rencana Kasimo: rencana itu utamanya ditujukan untuk pertanian, peternakan,


perindustrian, dan kehutanan. Rencana produksi ini disusun oleh Menteri Urusan
Bahan Makanan J. Kasimo.
 Rencana Kesejahteraan Istimewa: merupakan penggabungan Rencana Kasimo dan
Rencana Wisaksono. Rencana ini dimulai pada 1950. Hal yang dilakukan yaitu
kegiatan intensifikasi padi seluas 1.000 ha. Melalui kegiatan tersebut, petani
memperoleh kredit dalam bentuk benih dan pupuk.
 Rencana Juanda: Perdana Menteri Juanda mencanangkan Rencana Pembangunan
Lima Tahun (RPLT) 1956– 1960. Sayangnya, RPLT menghadapi masalah dan
berujung pada kegagalan. Namun, terdapat kemajuan pula, yaitu UU No. 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang disahkan pada
tanggal 24 September 1960. Tujuannya adalah meletakkan dasar-dasar bagi
penyusunan hukum agraria nasional, mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan, dan meletakkan dasar-dasar kepastian hukum hak-hak atas tanah
bagi seluruh rakyat.
 Pembangunan Nasional Semesta Berencana (1961-1969): program ini memberi
pembaharuan dari program sebelumnya. Pada periode 1963-1966, seiring dengan
kurang berhasilnya SSBM, proses penyuluhan diperbaiki.

5.2 Pembangunan Pertanian Era Orde Baru


 Pelita (Pembangunan Lima Tahun) : bertujuan untukmengendalikan inflasi dan
merehabilitasi sarana ekonomi. Program tersebut juga memprioritaskan pembangunan
pertanian.
5.3 Pembangunan Pertanian Era Reformasi
Pada masa krisis ekonomi tahun 1998, sektor pertanian menjadi tulang punggung
penyelamat krisis. Pendekatan pembangunan pertanian pada masa reformasi dilakukan
dengan mengubah orientasi, yaitu dari fokus hanya pada produksi menjadi pendekatan
agribisnis. Berikut program-program yang dicanangkan:
 Gema Palagung (1998-2004)
Program Bimas yang mulai mengendur direvitalisasi melalui peluncuran gebrakan
intensifi kasi baru dengan nama Gerakan Mandiri Padi Palawija dan Jagung (Gema
Palagung). Koordinasi antarinstansi yang cenderung luntur digalakkan dan
digerakkan kembali untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, yaitu penyediaan
sembilan pangan pokok yang cukup bagi rakyat.
 Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (2004-2013)
Untuk memacu peningkatan produksi padi, pada tahun 2007 pemerintah
mencanangkan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Kunci
keberhasilan (langkah yang diperlu kan) untuk meningkatkan produksi padi melalui
P2BN adalah: 1) perluasan areal, 2) perluasan areal irigasi, 3) advokasi/penyuluhan
yang mendorong petani untuk mengusahakan tanaman padi secara intensif, 4)
pergantian varietas unggul, dan 5) bantuan pupuk dan benih. Berbeda dengan program
intensifi kasi sebelumnya dengan sasaran produksi semaksimal mungkin.
 Terobosan Pembangunan Pertanian Era Nawa Cita
Pembangunan pertanian pada periode 20152019 menjalankan agenda Nawa Cita
Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo. Ada dua agenda Nawa Cita
yang terkait erat dengan pembangunan.
 Hortikultura Indonesia
Hortikultura berasal dari dua kata, yakni hortus dan colore. Hortus artinya kebun atau
pekarangan, sementara colore artinya membudidayakan. Jadi, hortikultura adalah budi
daya tanaman yang dilakukan di dalam lingkup pekarangan atau kebun. Semula budi
daya hortikultura hanya untuk kesenangan, kesenian, atau memenuhi kebutuhan rumah
tangga sendiri. Namun, perubahan zaman telah membawa budi daya hortikultura
berkembang menjadi usaha komersial.

III. Inovasi Alat-alat Pertanian di Indonesia

Cikal bakal peralatan pertanian masa kini adalah cangkul, lalu upgrading dari
teknologi cangkul adalah bajak. Bajak dispesifikasi lagi dari material (bajak kayu dan besi)
dan bajak menurut alat penggerak (bajak hewan dan mesin). Selain itu, ada peralatan lain
yang digunakan seperti arit. Dilansir dari Instagram @kementerianpertanian, memasuki era
4.0 banyak teknologi pertanian yang berevolusi. Berikut adalah lima teknologi pertanian yang
jadi andalan Indonesia dalam meningkatkan produkstivitas pertanian.

 Transplanter: teknologi ini sangat direkomendasikan oleh Litbang Kementerian


Pertanian RI dalam proses penanaman padi. Teknologi ini diklaim mampu
meningkatkan produksi padi hingga mencapai 30 persen.
 Indo Combine Harvester: teknologi ini merupajan alat yang mempermudah proses
panen padi dalam proses pemotongan hingga pengantongan padi.
 Mesin Pemilih Bibit Unggul: mesin berteknologi ini sudah banyak digunakan oleh
perusahaan pembibitan dalam tahap seleksi pemilihan bibit unggul. Misalkan,
digunakan dalam pemilihan bibit unggul jagung hibrida.

IV. Komoditas Unggulan di Indonesia

Menurut buku yang dituliskan oleh Yustika yang berjudul Konsep Ekonomi
Kelembagaan Perdesaan, Pertanian & Kedaulatan Pangan dalam laporan yang diterbitkan
oleh The Economist, tercatat ada 11 produk pertanian Indonesia yang memiliki peringkat
sangat baik di dunia. Produk lada putih dan pala menempati peringkat satu dunia. Komoditas
minyak sawit dan karet masing-masing mendapatkan peringkat nomor dua dunia.
Beras,cokelat, dan lada hitam berada di peringkat tiga (Yustika, 2015).
V. Manfaat Sektor Pertanian terhadap Indonesia

1. Sektor pertanian memiliki kontribusi pada Produk Domestik Bruto (BPS 2016).
1,51% tanaman hortikultura, 3,42% tanaman pangan, 3,46% tanaman perkebunan,
1,62% peternakan, 0,20% jasa pertanian dan perburuan, 2,56% perikanan, dan 0,69%
kehutanan.
2. Dapat menyerap banyak tenaga kerja
Indikasi ini didukung kenyataan bahwa sektor pertanian masih bersifat padat karya
(labor intensive) dibandingkan padat modal (capital intensive). Data BPS
menunjukkan bahwa kemampuan sektor pertanian menyerap tenaga kerja mengalami
peningkatan dari 43,3 % pada tahun 2004 menjadi 44,0 % pada tahun 2005. Bahkan
data BPS Februari 2006 menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor
pertanian mencapai 44,5 %.
3. Memenuhi ketahanan pangan. Pada umumnya masyarakat Indonesia yang dijadikan
bahan pangan adalah padi (beras).

PENUTUP

Indonesia sudah dikarunia letak yang sangat strategis untuk mengembangkan berbagai jenis
tanaman. Suhu hangat dan curah hujan yang memadai membuat Indonesia memiliki potensi
kekayaan flora, khususnya dalam sektor bahan pangan. Melalui sejarah perkembangan
pertanian, kita dapat mengetahui usaha dan jerih payah nenek moyang serta para pendiri
bangsa dalam mengembangkan sekor agraris.

Sebagai generasi di era modern, kita patut bersyukur karena berbagai macam teknologi dapat
dikembangkan. Melalui terknologi yang ada, Indonesia tidak hanya dapat memenuhi semua
kebutuhan pangannya, tetapi juga membantu bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, penting
untuk menyadari potensi dan sejarah Indonesia sebagai negara agraris karena hal tersebut
merupakan salah satu identitas dan potensi yang dapat dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2019. Sejarah Pertanian Indonesia. Bogor:


Kementerian Pertanian RI Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian

Yustika, Ahmad Erani dan Rukavina Baks. 2015. Konsep Ekonomi Kelembagaan
Perdesaan, Pertanian & Kedaulatan Pangan. Malang : Empat Dua

Septiana Indriani Kusumaningrum. PEMANFAATAN SEKTOR PERTANIAN


SEBAGAI PENUNJANG PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN INDONESIA. Mei 2019.
Universitas Negeri Malang

https://www.kompas.com/skola/read/2020/05/22/193000869/letak-dan-luas indonesia?
page=all#page2, diakses pada 22 November 2020, pukul 04.26

https://pertanian.sariagri.id/59124/5-teknologi-sektor-pertanian-yang-bantu-
tingkatkan-produktivitas-pangan

https://genagraris.id/post/cangkul-bajak-and-perkembangannya-sampai-pada-era-
pertanian-4-0

BPS. 2014. Potensi Pertanian Indonesia Analisis Hasil Pencacahan Lengkap Sensus
Pertanian 2013. ISBN: 978-979-064-710-7. Jakarta: Badan Pusat Statisik, 2014.

BPS. 2016. Indikator Pertanian Agricultural Indicators2016. ISSN:0854-9427. Badan


Pusat Statistik/Statistics Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai