Anda di halaman 1dari 22

USHUL FIQIH

Dalam Ushul Fiqih ada beberapa pembahasan yang berkaitan dengannya, di


antaranya :
1.     PERINTAH
Devinisi :
Perintah adalah permintaan dari yang lebih tinggi derajatnya kepada yang lebih
rendah. Dalam hal ini ada beberapa qa'idah di antaranya :

Qaídah 1 :
‫األصل يف األمر للوجوب‬
"Menurut Aslinya Amar Adalah Untuk Mewajibkan."

Ini adalah pendapat mayoritas Ulama’ dengan dasar dalil aqly maupun naqly.
Menurut dalil aqly adalah orang-orang ahli bahasa mengatakan bahwa seorang
budak jika tidak mentaati perintah tuannya maka ia akan dicela dan disebut
durhaka. Penyebutan durhaka dan tercela hanyalah diperuntukkan bagi orang
yang tidak mengerjakan kewajibannya.
Menurut dalil naqly adalah firman Allah SWT :
ٌ ‫فَلْ َي ْح َذ ِر اذَّل ِ ْي َن خُي َا ِل ُف ْو َن َع ْن َأ ْم ِر ِه َأ ْن ت ُِص ْيهَب ُ ْم ِف ْتنَ ٌة َأ ْو ي ُ ِص ْيهَب ُ ْم عَ َذ‬
ٌ ‫اب َأ ِلمْي‬
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul, takut akan
ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih." [QS. an-Nur : 24/63]
Allah Azza Wa Jalla menjadikan fitnah di dunia dan adzab yang pedih di
akherat sebab meninggalkan perintah-Nya
Penggunaan sighot perintah digunakan dalam beberapa hal, di antaranya
adalah untuk :
1.  Do’a (Permohonan).
Sebagaimana Firman Allah Swt :
‫ربنا آتنا يف ادلنيا حسنة ويف اآلخرة حسنة‬
“Ya Allah berikanlah kepada kami kebaikan di dunia (Ilmu & Ibadah) dan
kebaikan di akherat (Surga)." (QS al Baqoroh 2/201)
2.  Tahdid (Mengancam).
Sebagaimana Firman Allah Swt :
‫إمعلوا ما شئمت‬
“Berbuatlah sekehendak kalian!" (QS Fusilat : 41/40)
3.  Ikrom (Memulyakan).
Sebagaimana Firman Allah Swt :
ydqè=äz÷Š$# AO»n=|¡Î0 tûüÏZÏB#uä$
"Masuklah kalian ke dalam surga dengan selamat dan aman." (QS al-Hijr : 15/46)
4.  Ta’ziz (Melemahkan).
Sebagaimana Firman Allah Swt :
qè?ù'sù ;ou‘qÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB#(
"Buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu." (QS al-Baqarah : 2/23)
5.  Tafwidh (Menyerahkan).
Sebagaimana Firman Allah Swt :
( %ÇÙø%$$sù !$tB |MRr& CÚ$s
"Maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan." (QS Thahaa : 20/72)

6.  Talhif (Menyesali).
Sebagaimana Firman Allah Swt :
qè?qãB öNä3ÏàøŠtóÎ/ 3#( 
"Matilah kamu karena kemarahanmu itu". (QS Ali Ímran : 3/119)
Qaídah 2 :
‫األصل يف األمر ال يقتيض التكرار‬
"Menurut aslinya amar adalah tidak untuk mengulang-ulang (atas perkara yang
diperintahkan)."
Karena shighot amar adalah tuntutan untuk mengerjakan. Ketika perintah
tersebut hanya dikerjakan sekali saja, maka sudah cukup (dianggap sebagai orang
yang taat).
Allah Swt berfirman :
q‘JÏ?r&ur ¢kptø:$# not÷Kãèø9$#ur ¬! 4#(
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah." (QS al-Baqarah :
2/196)
Qaídah 3 :
‫األصل يف األمر ال يقتيض الفور‬
"Menurut aslinya amar adalah tidak mengandung kesegeraan."
Berarti boleh mengundurkan perintah selagi tidak melewati batas waktu yang
telah ditetapkan. Karena tujuan perintah adalah melaksanakan pekerjaan yang
diperintahkan tanpa menentukan waktu yang awal atau waktu yang kedua.
Qaídah 4 :
‫األ ُمر ابليشء أ ٌمر بوسائِهل‬
"Perintah mengerjakan sesuatu berarti  perintah juga untuk melaksanakan
wasilah (yang menjadi terlaksananya sesuatu itu)."
Karena jika seandainya wasilah tidak diperintahkan maka boleh meninggalkan
hal yang wajib yang hanya terlaksana dengan wasilah tersebut. Sedangkan
meninggalkan hal yang wajib itu dilarang. Dengan demikian meninggalkan hal
yang menjadi terlaksananya sesuatu yang wajib juga dilarang.
Wasilah adakalanya :
a.        Syar’i. Seperti thaharoh untuk sholat.
b.        Úrfy. Seperti memasang tangga untuk naik.
c.        Áqly. Seperti tidak membelakangi, jika ingin menghadap.
Qaídah 5 :
‫األ ُمر ابليشء هَن ْي َع ْن ِضدّ ِه‬

"Perintah mengerjakan sesuatu berarti melarang mengerjakan sebaliknya."


Baik kebalikan perintah itu hanya satu atau banyak.
Seperti :
-          Perintah untuk iman, berarti melarang (dari berbuat) kufur.
-          Perintah untuk berdiri, berarti melarang (supaya tidak) duduk, tidur
miring, sujud dll.
Karena perintah mengerjakan sesuatu menunjukkan bahwa yang diperintahkan
adalah wajib. Dan yang menjadi keharusan mengerjakan hal yang wajib adalah
meninggalkan semua kebalikannya.
Berarti perintah adalah petunjuk untuk meninggalkan semua kebalikan
pekerjaan yang diperintahkan.
Qaídah 6 :
ُ ‫مور به عىل َوهْج ه خيرج املَأ‬
‫مور َع ْن مُع ْ د ِة األ ْم ِر‬ ُ ‫إذا فُ ِعل املَأ‬
"Apabila perkara yang diperintahkan sudah dikerjakan sesuai mestinya, maka
yang diperintahkan sudah keluar dari perjanjian perintah."
Jika seseorang tidak menemukan air lalu dia tayamum dan kemudian
mengerjakan sholat, maka ia telah keluar dari perjanjian perintah. Ia tidak perlu
meng-qadha’ (sholat) ketika sudah ada air.
Allah berfirman :
öNn=sù (#r߉ÅgrB [ä!$tB (#qßJ£Ju‹tFsù #Y‰‹Ïè|¹ 
$Y7ÍhŠsÛ
"Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah
yang baik (suci)." (QS an-Nisa' : 4/43)

Karena jika tidak terbebas dari perjanjian perintah, berarti wajib mengerjakan
yang ke-dua, ke-tiga, begitu seterusnya. Padahal kita tahu bahwa perintah tidaklah
menuntut untuk mengulang-ulang pekerjaan.
Qaídah 7 :
‫الْ َقضَ ا ُء ِبَأ ْم ٍر ج ِديْ ٍد‬

"Meng-qadha’ adalah karena (timbulnya) perintah baru."


Ada hadits Sayyidatina Áisyah radhiallaahu anha, Beliau berkata:
) ‫ُكنّا نؤمر بقضاء الصوم وال ن ُْؤ َم ُر بقضاء الصال ِة ( رواه البخاري‬
"Kami diperintahkan untuk meng-qadha’ puasa dan tidak diperintahkan meng-
qadha’ sholat."
(HR. Bukhari)
Apabila ada orang berkata : “Lakukan pekerjaan ini pada hari senin!" Maka
pekerjaan itu tidak bisa dilaksanakan pada hari yang lain.
Qaídah 8 :
ِ ‫اَأل ْم ُر املتعلّق عىل اإل‬
‫مس ي َ ْقتَيِض اإل ْق ِت َص َار عىل أ ّوهِل‬
"Perintah yang berkaitan dengan nama pekerjaan, maka tuntutan itu hanya pada
awalnya saja (pekerjaan itu sudah sesuai namanya walaupun sedikit)."
Makna qaídah ini adalah apabila hukum berhubungan kepada ma’na yang
umum dan mempunyai bagian yang saling menentukan, tinggi rendah. Maka
hukum tersebut boleh dikerjakan sesuai namanya walaupun hanya dilaksanakan
dengan yang paling rendah.
Misalkan: sabda Rasulullah shallallahu álaihi wa sallam:
) ‫مُث َّ ْار َك ْع َحىَّت ت َْط َمنِئ َّ َرا ِك ًعا ( رواه البخاري‬
“Ruku’lah kamu kemudian tuma’ninahlah dalam keadaan ruku’.” (HR. Bukhori)
 Perintah tuma’ninah sudah cukup dan sah dilaksanakan dengan derajat
tuma’ninah paling rendah.
Contoh lain : Jika kita diwajibkan memerdekakan budak, maka sudah
dianggap cukup apabila kita memerdekakan orang yang sudah dianggap budak.
Walaupun budak paling rendah. Tidak wajib memerdekakan budak yang
harganya seribu dinar. Akan tetapi tidak diragukan lagi bahwa hati-hati adalah
melaksanakan perintah dengan nama paling akhir atau paling tinggi derajatnya
(dari yang diperintahkan).
Qaídah 9 :
‫اَأل ْم ُر ب َ ْعدَ الهَّن ْ ِي يُ ِف ْيدُ ا ابحة‬
‫ِإل‬
"Perintah yang terjadi setelah larangan, memberi pengertian Ibahah (boleh)."
Sebab kebiasaan penggunaan yang segera dimengerti oleh hati adalah demikian
(pengertian yang segera dimengerti oleh hati adalah tanda kebenaran ).
Contoh :
sŒÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rߊ$sÜô¹$$sù 4#
"Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu."
(QS al-Maidah : 5/2)
Ayat ini turun setelah ada ayat :
ôM¯=Ïmé& Nä3s9 èpyJŠÍku5 ÉO»yè÷RF{$# žwÎ) $tB 4‘
n=÷FムöNä3ø‹n=tæ uŽöxî ’Ìj?ÏtèC Ï‰øŠ¢Á9$# 
öNçFRr&ur îPããm 3
"Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.
(yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji." (QS. al-Maidah : 5/1)

Sabda Rasulullaah shallallaahu álaihi wa sallam :


) ‫ فلكوا مهنا وادّخروا ( رواه الرتمذي‬,‫كنت هني ُتمك عن حلوم األضايح فوق ثالث من أجل ادلافّة‬
ُ
"Dulu Aku melarang kalian menyimpan daging kurban lebih dari 3 hari untuk
menyuguh tamu sekarang makanlah dan simpanlah.” (HR. Imam Tirmidzi)

2.     LARANGAN
Devinisi :
Larangan secara bahasa adalah mencegah. Akal disebut Nuhyah ( ‫هنية‬ ) karena
mencegah pemiliknya dari mengerjakan perkara yang bertentangan dengan
kebenaran.
Sedangkan secara syar’i adalah tuntutan untuk meninggalkan dari orang yang
lebih tinggi kepada yang lebih rendah.
Dalam masalah larangan ada beberapa Qaídah di antaranya :
Qaídah 1 :
‫األصل يف الهني للتحرمي‬
"Menurut asalnya larangan adalah untuk mengharamkan."
Karena akal memahami langsung bahwa larangan yang tidak bersamaan
dengan qorinah apapun adalah untuk mengharamkan. Ini menunjukan kenyataan
memang seperti itu.
Ulama’-Ulama’ salaf berdalil dengan shighot nahi yang tidak disertai dengan
qorinah-qorinah tertentu, bahwa nahi tersebut adalah untuk mengharamkan.
Shighot nahi terkadang mempunyai beberapa makna, diantaranya adalah untuk :
a.  Do’a (Permohonan). Firman Allah :
oY/u‘ Ÿw !$tRõ‹Ï{#xsè? bÎ) !$uZŠÅ¡®S ÷rr& $
$tRù'sÜ÷zr& 4
(mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami
lupa atau Kami tersalah." (QS. al-Baqarah : 2/286)
b.  Irsyad (Petunjuk). Firman Allah :
Ÿw (#qè=t«ó¡n@ ô`tã uä!$u‹ô©r& bÎ) y‰ö6è? öNä3s9 
@öNä.÷sÝ¡n
"Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan
kepadamu akan menyusahkan kamu." (QS. al-Maidah : 5/101)
c.  Tai-iis (Menjadikan putus asa). Firman Allah :
( Ÿw (#râ‘É‹tG÷ès? tPöqu‹ø9$#
"Janganlah kamu mengemukakan uzur (membela diri) pada hari ini (hari
kiamat)." (QS. at-Tahrim : 66/7)
d.  I'tinas (Menghibur). Firman Allah :
( Ÿw ÷bt“øtrB žcÎ) ©!$# $oYyètB
"Janganlah kamu berduka cita (bersedih), Sesungguhnya Allah beserta kita." (QS.
At-Taubah : 9/40)
e.  Tahdid (Mengancam).
Misalnya berkata kepada pembantu : ‫ ْع أمْ ِر ْي‬ÎÎ‫ال ت ُِط‬   “Jangan engkau mentaati
perintahku!”
Qaídah 2 :
‫الهني عن اليشء أمر بضدّ ه‬
"Melarang sesuatu berarti memerintahkan untuk mengerjakan kebalikannya."
Dalam kalimat lain disebutkan : "Melarang sesuatu berarti memerintahkan
untuk mengerjakan salah satu dari beberapa kebalikannya".
Karena larangan adalah untuk mengharamkan. Sedangkan termasuk kelaziman
tahrim adalah melakukan salah satu kebalikannya.
Jika ada orang berkata : “Jangan kamu duduk di rumah!" Berarti ia menyuruh
duduk di salah satu tempat (selain rumah) bukan menyuruh duduk di semua
tempat.
Qaídah 3 :
‫الهني املطلق يقتيض ادلوام يف مجيع األزمنة‬
"Larangan yang muthlaq berarti menunjukkan kekalnya larangan itu pada semua
masa."
Karena larangan adalah yang menjadi patokan mafsadah, maka untuk
menjauhinya mesti ditinggalkan selamanya.
Misalkan orang berkata kepada anaknya : “Jangan dekati macan itu!” Berarti
maksudnya adalah selamanya untuk menjauhi macan.
Qaídah 4 :
ٍ
‫عبادات‬ ِّ ‫الهني يد ّل عىل فساد‬
‫املهني عنه يف‬
"Larangan menunjukkan rusaknya perbuatan yang dilarang dalam lingkup
ibadah."
Hal ini jika larangannya ditujukan pada perbuatan (ibadah) itu sendiri.
Misalkan : orang haid dilarang sholat dan puasa.
Atau ditujukan pada hal yang tidak dapat dipisahkan. Misalkan : larangan
puasa pada hari raya idul fitri dan idul adha, karena hari itu adalah hari jamuan
dari Allah untuk hamba-hambaNya. Sedangkan melaksanakan puasa berarti
berpaling dari jamuan itu.
) ‫هنى رسول هللا صىل هللا عليه وسمل عن صوم الفطر والنحر ( متفق عليه‬
"Rasulullaah shallallahu álaihi wa sallam melarang puasa pada Hari Raya Idul Fitri
dan Idul Adha."
Jika larangan itu ditujukan pada hal-hal selain ibadah, maka tidak
menyebabkan rusaknya ibadah tersebut.
Rasulullaah shallallahu álaihi wa sallam melarang sholat di tempat
peristirahatan Unta. Beliau bersabda :
) ‫وال تصلّوا يف أعطان اإلبل ( رواه الرتمذي‬
“Janganlah kalian sholat di tempat peristirahatan Unta." (HR. Tirmidzy)
Sebagian Ulama’ berkata :
Hikmah dari larangan tersebut adalah apabila seseorang sholat di tempat itu,
maka Unta-unta akan lari, sehingga ia akan membatalkan sholatnya (tidak
khusyu').
Qaídah 5 :
‫املهني عنه يف العقو ِد‬
ِّ ‫الهني يد ّل عىل فساد‬
"Larangan menunjukkan rusaknya perbuatan yang dilarang dalam Muámalat."
Hal ini apabila larangan tersebut ditujukan pada akad itu sendiri. Bukan pada
hal yang lain. Misalkan, larangan jual beli Malaqih (ternak yang masih dalam
kandungan induknya). Larangan ini ditujukan pada barang yang dijual (mabi’).
Sedangkan mabi’ adalah termasuk salah satu tiga rukun jual beli.
Termasuk tiga rukun jual beli adalah :
a.Dua orang yang berakad (penjual dan pembeli)
b.Ma’qud alaih (mabi’ dan musman)
c. Sighot (akad)
"Rasulullaah shallallahu álaihi wa sallam melarang jual beli Malaqih." (HR.
Ibnu Majah). Jika ditujukan pada perkara lain yang tidak lazim, maka akad
muámalat tersebut tidak rusak.
Misalkan : Jual beli ketika adzan jum’at dikumandangkan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
sŒÎ) š”ÏŠqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqtƒ ÏpyèßJàfø9$# #
(#öqyèó™$$sù 4’n<Î) Ìø.ÏŒ «!$# (#râ‘sŒur yìø‹t7ø9$# 
4
"Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli." (QS. al-Jumu’ah : 62/9)
Karena (Jual beli di waktu tersebut) mengganggu untuk bersegera menuju jum’at.
Gangguan itu bisa saja terjadi karena jual beli ataupun yang lain. Misalkan
makan.
Bisa juga jual beli tidak menggaanggu misalkan jual beli di jalan yang berbarengan
(dengan) menuju jum’atan 
Maksud rusak adalah :
Jika dalam ibadah maka yang dimaksud adalah belum mencukupi atau belum
terbebas dari tanggungan (tidak sah).
Jika dalam muamalat maka yang dimaksud adalah aqad tersebut tidak memberi
kesan sama sekali pada hak milik, pembebasan dan lain sebagainya secara syar’i.
Karena itu Para Ulama’ berkata : “Jika aqadnya batal maka tidak akan
mempengaruhi apapun.”
3.     ÁAM (UMUM)
Ada beberapa pembahasan dalam masalah ‘amm, diantaranya :
A. Devinisi
Amm secara bahasa adalah satu perkara mencakup kepada beberapa bilangan.
Seperti perkataan : "Kebaikan telah merata kepada kaum."
Secara istilah adalah Lafadz yang menghabiskan seluruh perkara yang sesuai
untuk lafadz tersebut hanya dengan sekali sebut. Contoh : lafadz ‫الرجال‬ maknanya
adalah memasukkan seluruh apa saja yang sesuai untuk lafadz  ‫الرجال‬ . Dan lafadz-
lafadz nakiroh seperti lafadz ‫رجل‬ tidak termasuk lafadz Ámm.  Karena maknanya
hanya untuk satu orang dari rijaluddunya dan tidak memasukkan semuanya.
B. Perbedaan Antara 'Amm Syumuly Dan ‘Amm Muthlaq Badaly
‘Amm Syumuly artinya adalah menyeluruh yang memasukkan kepada semua
satuan-satuannya. Sedangkan ‘Amm Badaly artinya juga menyeluruh. Akan tetapi
tidak memasukkan semua satuan-satuannya. Hanya kepada satuan yang mewakili
dari seluruh satuan-satuannya. Dan tidak bisa lebih dari satu dalam sekali sebut.
Sehingga jika ada orang mengatakan bahwa Lafadz Muthlaq adalah nama
‘Amm (umum) maka yang dimaksud adalah ‘Amm Badaly
C. Shighot Lafadz-Lafadz Umum
1. ‫ َم ْعرَش‬ –  ‫اكفَّة‬ – ‫مَج ِ ْيع‬ – ‫لك‬
ٌّ
ٌّ  ( Setiap ), Contoh :
‫لك‬
ä. <§øÿtR èps)ͬ!#sŒ ÏNöqpRùQ$# 3@‘
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati." (QS. Ali Ímran : 3/185)
                ‫مَج ِ ْيع‬ ( Semua/Segala ), Contoh :
‫ من‬: ‫ال‬ÎÎ‫أىَب ؟ ق‬Î‫ ومن ي‬: ‫الوا‬ÎÎ‫ ق‬, ‫ة إ ّال من َأىَب‬ÎÎّ‫ون الْ َجن‬
َ ُ‫ ِدخل‬Îَ ‫ىت ي‬ÎÎ‫ لُك ُّ ُأ ّم‬: ‫مل‬ÎÎ‫ه وس‬ÎÎ‫ىل هللا علي‬ÎÎ‫ول هللا ص‬ÎÎ‫ال رس‬ÎÎ‫ق‬
) ‫أطاعين دخل اجلنّة ومن عصاين فقد َأىَب ( رواه البخاري‬
Mafhumnya : Rasulullah Saw bersabda : Semua umatku akan masuk surga kecuali
yang enggan. (Para sahabat) bertanya : Siapa yang enggan (masuk surga)? Nabi
menjawab : Barang siapa yang taat kepadaku maka dia masuk surga. Dan barang
siapa yang menentangku maka sunggguh dia telah enggan (masuk surga)." (HR.
Imam Bukhari)
uqèd “Ï%©!$# šYn=y{ Nä3s9 $¨B ’Îû ÇÚö‘F{$# 
_$YèŠÏJy
"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit." (QS. al-Baqarah : 2/29)
                ‫اكفَّة‬  (Seluruh), Contoh :
tBur y7»oYù=y™ö‘r& žwÎ) Zp©ù!$Ÿ2 Ä¨$¨Y=Ïj9 $!
#ZŽÏ±o0 #\ƒÉ‹tRur
"Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui." (QS. Saba' : 34/28)
                 ‫ َم ْعرَش‬ (Segolongan), Contoh :
uŽ|³÷èyJ»tƒ Çd`Ågø:$# Ä§RM}$#ur óOs9r& öNä3Ï?ù'tƒ 
×@ߙ①öNä3ZÏiB tbqÁà)tƒ öNà6ø‹n=tæ ÓÉL»tƒ#uä ö
/ä3tRrâ‘É‹Yãƒur uä!$s)Ï9 öNä3ÏBöqtƒ #x‹»yd
"Hai golongan jin dan manusia, Apakah belum datang kepadamu Rasul-rasul dari
golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi
peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini?" (QS. al-Anám :
6/130)
2. ‫َأ ْي َن‬ – ‫ َما‬ – ‫ َم ْن‬ di dalam makna Majazy
‫ َم ْن‬ (Siapa saja), Contoh :
/tB ö@yJ÷ètƒ #[äþqß™ t“øg䆠¾ÏmÎ`
"Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan
dengan kejahatan itu." (QS. an-Nisa' : 4/123)
‫ َما‬ (Apa saja), Contoh :
tBur (#qà)ÏÿZè? ô`ÏB 9Žöyz ¤$uqムöNà6ö‹s9Î) $
?÷LäêRr&ur Ÿw šcqãKn=ôàè
"Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi
pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya
(dirugikan)." (QS. al-Baqarah : 2/272)
‫َأ ْي َن‬ (Dimana saja), Contoh :
yJoY÷ƒr& (#qçRqä3s? ãNœ3.Í‘ô‰ãƒ ÝVöqyJø9$# $
öqs9ur ÷LäêZä. ’Îû 8lrãç/ ;oy‰§‹t±•B
"Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun
kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh." (QS. an-Nisa' : 4/78)
3. ‫َأ ْي َن‬ – ‫ َما‬ – ‫ َم ْن‬ di dalam makna Istifham (pertanyaan)
Kamu bertanya: Siapa yang ada di rumah? Maka akan dijawab: (Di rumah ada)
Zaid, Bakar, Kholid, dst sejumlah orang yang ada di dalam rumah sampai (nama)
yang terakhir.
Apa yang ada padamu? Pakaian, dirham, dll.
Kapan pertolongan Allah (datang)?
Di mana rumahmu ?
4. ‫َأ ٌّي‬ (Siapa saja, Mana saja), Contoh :
wƒr& $¨B (#qããô‰s? ã&s#sù âä!$yJó™F{$# $
4Óo_ó¡çtø:$# 4
"Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna
(nama-nama yang terbaik)."
Rasulullah Saw bersabda :
) ‫الطالق ِمن غَ ِري بَْأ ٍس حفرا ٌم علهيا راحِئ ُة اجلن ِة ( رواه أمحد‬
َ ‫أيُّام امرأ ٍة سألت زوهَج ا‬
Mafhumnya : Siapa saja wanita yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya
tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas wanita tersebut.
(HR. Imam Ahmad)
5.Nakirah Yang Jatuh Setelah Nafi, Contoh :
ur $YBöqtƒ žw “Ì“øgrB ë§øÿtR `tã <§øÿ¯R $\«#$?¨)qà#(
©ø‹x
"Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak
dapat membela orang lain, walau sedikitpun." (QS. al-Baqarah : 2/48)
6.Isim-Isim Maushul, seperti : ‫اذلي – اليت – اذلين – الاليت‬ . Contoh :
bÎ) tûïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ tAºuqøBr& 4’yJ»tGuŠø9$# ¨
( $¸Jù=àß $yJ¯RÎ) tbqè=à2ù'tƒ ’Îû öNÎgÏRqäÜç/ #Y‘$tR
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya." (QS. an-Nisa' : 4/10)
7.Mema'rifatkan Dengan Idhofah, Contoh :
bÎ)ur (#r‘‰ãès? |MyJ÷èÏR «!$# Ÿw !$ydqÝÁøtéB 3
"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat
mengingkari (nikmat Allah)." (QS. Ibrahim : 14/34)
8.‫ال‬ "AL" Yang Masuk Pada Lafadz Jama', Contoh :
bÎ) ©!$# =Ït䆠tûüÏÜÅ¡ø)ßJø9$#¨
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil." (QS. al-Maidah : 5/42)
D. Tentang Fi’il Yang Mutsbat Yang Mempunyai Bagian-Bagian
Fi’il yang mutsbat apabila mempunyai bagian-bagian maka tidak bisa dianggap
umum pada semua bagian. Akan tetapi hanya bisa pada satu bagian saja. Jika
sudah diketahui (maksudnya) berarti sudah jelas. Kalau belum diketahui berarti
fi’il tersebut masih mujmal yang butuh pada penjelasan. Contoh :
‫صىّل رسول هللا صىل هللا عليه وسمل بعد غُ ُي ْوب َ ِة الشَّ َف ِق‬
Mafhumnya : Rasulullah Saw sholat setelah hilangnya syafaq (mega). (HR.
Muslim)
Maka hadits tersebut tidak bisa diartikan bahwa sholat isya’ itu setelah hilangnya
dua mega, yaitu mega merah dan mega putih.
‫اكن النيب صىل هللا عليه وسمل جيمع بني الصالتَنْي ِ الظهر والعرص واملغرب والعشاء‬
Mafhumnya : Dulu Rasulullah Saw menjama’ sholat Dzuhur dengan sholat Ásar,
sholat Maghrib dengan sholat Ísya’. (HR Muslim)
Maka tidak bisa diartikan menjama’ Takdim di waktu pertama dan
menjama’ Ta'khir di waktu kedua.
A. Datangnya Umum karena Sebab yang Khusus
Yang dianggap adalah umumnya lafadz bukan khususnya sebab. Karena ibadah
bagi seorang hamba hanyalah berdasarkan lafadz (dalil) yang datang dari Syari’.
Lafadz yang datang karena pertanyaan khusus tidaklah sesuai jika berlaku hanya
pada sebab khusus itu saja.
‫ل من‬ÎÎ‫ا القلي‬ÎÎ‫ل معن‬ÎÎ‫ر وحنم‬ÎÎ‫ركب البح‬ÎÎ‫ول هللا ! إ اّن ن‬ÎÎ‫ اي رس‬: ‫ال‬ÎÎ‫ فق‬,‫سأل رج ٌل رسو َل هللا صىل هللا عليه وسمل‬
‫ه‬ÎÎ‫اؤه احل ّل ميت ُت‬ÎÎ‫ور م‬ÎÎ‫و الطه‬ÎÎ‫ ه‬: ‫مل‬ÎÎ‫ه وس‬ÎÎ‫ىل هللا علي‬ÎÎ‫ال ص‬ÎÎ‫ر؟ فق‬ÎÎ‫ُأ مباء البح‬Î‫نتوض‬
ّ ‫ أ‬,‫ فإن توضّ أان به عطش نا‬,‫املاء‬
) ‫( رواه الرتمذي‬
Seorang bertanya kepada Rasulullah Saw : 'Ya Rasulullah! Sesungguhnya kami
mengarungi lautan dan kami membawa sedikit air. Jika kami berwudlu (dengan
air tersebut) maka kami (akan) haus. Apakah kami (boleh) berwudlu dengan air
laut?' Maka Rasulullah Saw bersabda : "Laut itu airnya suci mensucikan dan halal
bangkainya." (HR. Tirmidzi).
Hadits ini berlaku umum, (baik) dalam keadaan darurat maupun dalam keadaan
ikhtiar (normal). Padahal sebabnya dari keadaan darurat.
B. Tentang Muqtadhy
"Lafadz Muqtadhy bukanlah lafadz umum." Demikian pendapat Jumhurul
Ulama’. Al Muqtadhy adalah lafadz yang memerlukan ma’na yang tersimpan.
Maksudnya lafadz ini pasti memiliki makna yang tersimpan. Dan makna-makna
yang tersimpan tersebut berbilang (lebih dari satu).
Kemudian Apakah semuanya bisa gunakan atau hanya cukup satu saja? (yang
dikira-kirakan adalah al muqtado difathah dhodnya). Contohnya adalah sabda
Rasulullah Saw :
) ‫ وحصّحه‬Î‫رفع عن أميت اخلطا ُء والنسيان وما استكرهوا عليه ( رواه ابن حبّان‬
Mafhumnya : "Telah diangkat dari umatku kesalahan, lupa dan apa-apa yang
dipaksakan kepadanya." (HR Ibnu Hibban dan Beliau meng-shahih-kannya)
Pada hadits ini tidak benar jika tidak ada makna yang diperkirakan. Karena hal
tersebut (benar-benar) terjadi pada umat ini. Maka para Ulama’ memperkirakan
(ma’na) yang berbeda-beda. Seperti Hukuman, tanggungan dan dosa.
Sehingga Jumhurul Ulama’ berpendapat : “Lafadz Muqtadhy tidak bisa dianggap
umum. Akan tetapi diperkirakan menurut kehendak yang ditunjukkan oleh dalil.
Jika belum ada petunjuk kepada maksud tertentu, maka dianggap mujmal.”
C. Membuang Ma’mul Berfaidah Umum
Sebagaimana yang diterangkan oleh Ulama’ Bayan. Contoh Firman Allah SWT
:
ö@è% ö@yd “ÈqtGó¡o„ tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ
%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3
"Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" (QS. az-Zumar : 39/9)
D. Tentang Penyebutan Sebagian Satuan Lafadz Umum
Penyebutan sebagian satuan-satuan lafadz umum dengan hukumnya itu tidak
bisa mentakhsisnya (lafadz umum tersebut). Karena tidak ada yang menafikan.
Contoh sabda Rasulullah Saw :
ٍ ‫أيُّام‬
) ‫إهاب ُد ِب َغ فقد طه َُر ( رواه مسمل‬
Mafhumnya : “Setiap kulit yang disamak itu sungguh telah menjadi suci. (HR.
Imam Muslim)
 Serta sabda Rasulullah Saw pada hadits yang lain mengenai masalah kambing
Sayyidah Maimunah :
) ‫ِداَب غُها ُطه ُُورها ( رواه ابن حبّان‬
Mafhumnya : “Penyamakannya adalah penyuciannya.” (HR. Ibnu Hibban)
E. Tentang Hukum Lafadz Ámm Setelah Ada Takhsis
Lafadz Ámm setelah ada takhsis tetap sebagai hujah bagi yang tersisa. Karena
lafadz yang menuntut untuk mengamalkan masih ada – itulah maksud dari lafadz
itu – dan yang bertentangan tidak ada. Berarti jika masih ada yang menetapkan
dan tidak ada yang menghalangi, maka wajib menetapkan hukum. Contoh
Firman Allah SWT :
ö@è% ô`tB tP§ym spoYƒÎ— «!$# ûÓÉL©9$# 
ylt÷zr& ¾ÍnÏŠ$t7ÏèÏ9
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya?" (QS. al-A'raf : 7/32)
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa seluruh perhiasan diperbolehkan. Kecuali
cincin emas untuk orang laki-laki.
: ‫ وقال صىل هللا عليه وسمل‬,‫رجل فزنعه وطرحه‬ ٍ ‫ّإن النيب صىل هللا عليه وسمل رأى خامتا من ذهب يف يد‬
) ‫ي َ ْم ِعدُ أحدُ مك إىل مَج ْ َر ٍة من ٍانر ف َي ْجعلُها يف ي ِد ِه ( رواه مسمل‬
Mafhumnya : Sesungguhnya Nabi SAW melihat seorang laki-laki memakai cincin
emas di tangannya maka Beliau melepas dan melemparkanya, kemudian Beliau
bersabda : “Salah seorang dari kalian telah sengaja mengambil bara api neraka
dengan meletakkan (cincin emas) di tangannya. (HR. Imam Muslim)
F.Khitob yang (ditujukan) khusus untuk satu orang itu memberi pengertian
umum sehingga ada dalil yang menunjukkan khusus
Sabda Rasulullah Saw:
) ‫إمنا قوىل المرأ ٍة واحد ٍة كقوىل ملائ ِة ا ْم َرأ ٍة ( رواه الرتمذي وحصّحه احلامك‬
Mafhumnya : “Perkataanku kepada satu orang wanita adalah seperti perkataanku
kepada seratus wanita.” (HR Imam Tirmidzi dan Imam Hakim telah men-shohih-
kannya).
Contoh lainnya adalah sabda Nabi Saw ketika Beliau menikahkan seorang laki-
laki:
) ‫قد أنكحتكام مبا معك من القرآن ( متّفق عليه‬
Mafhumnya : “Aku nikahkan kamu berdua dengan apa yang ada bersamamu,
yakni Al-Qur’an.” (Mutafaqun ‘Alaih)
Jika ada dalil yang menunjukkan kekhususan, maka bermakna khusus. Seperti 
Sabda Rasulullah Saw kepada Abu Burdah mengenai Qurban dengan
menggunakan anak kambing :
) ‫جتزئك وال جُت ْ زِئُ أحدً ا ب َ ْعدَ كَ ( متّفق عليه‬
Mafhumnya : “Itu (anak kambing) mencukupimu. Tapi tidak mencukupi untuk
seorang pun setelahmu.” (Mutafaqun ‘alaih)
G. Mengamalkan Dalil Umum Sebelum Mencari Takhsisnya, Tidak
Diperbolehkan
Ukuran dalam mencari adalah menurut persangkaan orang yang (terbiasa
meneliti) dalil kitab dan sunnah tidak ada  mukhosis (yang mentakhsis).
4.     KHOSH & TAKHSIS ( ‫اخلاص و التخصيص‬ ) ّ
Devinisi
Khosh adalah lafadz yang maknanya tidak bisa mencakup dua perkara atau
lebih dari selain batasan. Contoh yang maknanya tidak lebih dari dua yaitu
"Seorang Laki-Laki". Contoh yang hanya mempunyai ma’na dua saja yaitu "Dua
Orang Laki-Laki". Contoh yang mempunyai makna lebih dari dua tapi dengan
batasan yaitu "Tiga Orang Laki-Laki".
Takhsis yaitu mengeluarkan / mengecualikan sebagian perkara yang
disebutkan oleh lafadz umum.
Pembagian Mukhosis
Mukhosis terbagi menjadi dua, yaitu : Muttashil dan Munfashil
MUKHOSIS MUTTASHIL
Mukhosis Muttashil adalah mukhosis yang tidak berdiri sendiri ya’ni ma’nanya
tergantung dengan lafadz sebelumnya. Mukhosis Muttashil ada beberapa macam,
diantaranya:
1). Istitsna’ Muttashil. Contohnya adalah firman Allah SWT :
ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ   ¨bÎ) z`»|¡SM}$# ’Å"s9 AŽô£äz ÇË
È   žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur 
ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur 
ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
Artinya : "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran. (QS. al-Ashr : 103/1-3)
Syarat-Syarat Istitsna’
a. Harus sambung / gandeng atau dihukumi gandeng dengan yang dikecualikan .
Contoh :  batuk dan bersin ini masih dihukumi sambung
b. Harus tidak menghabiskan yang dikecualikan . Para Ulama’ mengatakan,
"Pengecualian yang menghabiskan adalah batal/tidak sah. Karena dianggap main-
main. Contoh : Saya punya utang pada  seseorang Rp 100.000 kecuali Rp 100.000.
Maka pengecualian seperti ini tidak sah. Berarti ia tetap punya utang Rp 100.000.
c. Tidak disertai huruf áthof. Bila disertai berarti tidak sah. Contoh : Saya punya
hutang pada Zaid lima dirham dan kalau tidak berarti satu dirham (tetap, dia
punya hutang 5 Dirham)
Ketentuan Istitsna’
a). Istisna’ dalam kalam itsbat berarti nafi. Contoh : “ Demi masa…"
b). Istisna’ setelah kalam nafi berarti itsbat. Contoh : “Tidak ada Tuhan yang
berhak disembah kecuali Allah.”
Hukum Istitsna’ Yang Jatuh Setelah Kalimat-Kalimat Yang Saling Áthof
Istitsna’ yang jatuh setelah kalimat-kalimat yang saling áthof hukumnya
dikembalikan kepada semua yang diáthofkan. Karena kalimat-kalimat yang saling
áthof dianggap seperti satu kalimat.
Contoh :
tûïÏ%©!$#ur Ÿw šcqããô‰tƒ yìtB «!$# $·g»s9Î) tyz#uä 
Ÿwur tbqè=çFø)tƒ }§øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# 
žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ Ÿwur šcqçR÷“tƒ 4 `tBur ö@yèøÿtƒ 
y7Ï9ºsŒ t,ù=tƒ $YB$rOr& ÇÏÑÈ   ô#y軟Òムã&s! Ü>#
x‹yèø9$# tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# ô$é#øƒs†ur ¾ÏmŠÏù $ºR
$ygãB ÇÏÒÈ   žwÎ) `tB z>$s? šÆtB#uäur Ÿ@ÏJtãur Wxy
Jtã $[sÎ=»|¹ šÍ´¯»s9'ré'sù ãAÏd‰t6ムª!$# ôMÎgÏ?
$t«Íh‹y™ ;M»uZ|¡ym 3 tb%x.ur ª!$# #Y‘qàÿxî $VJŠÏm§‘ 
  ÇÐÉÈ
"Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan
tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan
(alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang
demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat
gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu,
dalam Keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan
mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan
kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-
Furqan : 25/68-70)
2). Syarat.
Syarat termasuk Mukhosis. Contoh :
åkçJs9qãèç/ur ‘,ymr& £`ÏdÏjŠtÎ/ ’Îû y7Ï9ºsŒ ÷bÎ) (#ÿ`£
rߊ#u‘r& $[s»n=ô¹Î) 4
"Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka
(para suami) menghendaki ishlah." (QS. al-Baqarah : 2/228)
Maksudnya : Suami-suami mereka lebih berhak untuk mengembalikan, apabila
mereka menghendaki ishlah pada masa ídah. Dengan syarat jika suami memang
menghendaki ishlah yaitu baik dalam bergaul dan menunaikan hak-hak
perkawinan.
Contoh yang lain: "Kamu tertalak jika masuk rumah."
Apabila Syarat jatuh setelah jumlah, maka kembali kepada semuanya. Contoh :
” Muliakan Bani Hasyim, berbaiklah pada para Ulama’ dan berilah hadiah kepada
Para Ahli Syair, apabila mereka datang kepadamu. Dengan ketentuan, syarat
harus sambung dengan kalimat-kalimat tersebut. Karena syarat tidak bisa berdiri
sendiri.
3). Sifat.
Sifat termasuk Mukhosis. Contoh :
Apabila dikatakan : "Ada orang datang." Maka kalimat tersebut mencakup
"Orang-orang". Akan tetapi jika ditambah “Yang Tinggi”, maka yang
dimaksud hanya orang yang tinggi saja. Jika sifat semakin bertambah (banyak),
maka yang disifati semakin istimewa. Jika semakin banyak sifat, maka yang disifati
semakin sedikit. Contoh tentang kafarah pebunuhan, Allah berfirman :
tBur Ÿ@tFs% $·YÏB÷sãB $\«sÜyz ãƒÌóstGsù 7pt7s`
%u‘ 7poYÏB÷s•B ×ptƒÏŠur îpyJ¯=|¡•B #’n<Î) 
&ÿ¾Ï&Î#÷dr
"Dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu)." (QS. an-Nisa' : 4/92)
Sifat Setelah Jumlah
Sifat setelah jumlah hukumnya kembali kepada semuanya. Contoh : Muliakan
Bani Tamim, berbuat baiklah kepada Bani Abdul Muthalib dan berilah hadiah
kepada penduduk Yaman yang álim. Contoh lain : “Aku wakafkan hartaku untuk
anak-anakku dan aku wasiatkan kepada saudara-saudaraku yang álim." 
4). Ghoyah.
Ghoyah adalah akhir perkara yang menentukan hukum pada kalimat
sebelumnya dan menafikan hukum pada kalimat (yang terletak) setelah ghoyah.
Contoh :
( Ÿwur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜtƒ
"Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci." (QS. al-Baqarah :
2/222)
OèO (#q‘JÏ?r& tP$u‹Å_Á9$# ’n<Î) È@øŠ©9$# 4¢
"Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." (QS. al-Baqarah :
2/187)
5). Badal Ba’du Min Kull.
Badal Ba’du Min Kull termasuk Mukhosis. Contoh :
ur ’n?tã Ä¨$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB !¬
tí$sÜtGó™$# Ïmø‹s9Î) Wx‹Î6y™ 4
"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang
yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali Ímran: 3/97)
6). Hal.
Secara ma’na Hal mempunyai ma’na seperti sifat. Karena jika ada orang
mengatakan: "Muliakan orang yang datang kepadamu (yang datang) dengan naik
kendaraan.” Kalimat ini memberikan pengertian bahwa yang dimulyakan adalah
khusus bagi orang yang datangya dengan naik kendaraan. Allah Berfirman:
Ÿw (#qç/tø)s? no4qn=¢Á9$# óOçFRr&ur 3“t»s3ß™ 
?4Ó®Lym (#qßJn=÷ès? $tB tbqä9qà)s
"Janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu
mengerti apa yang kamu ucapkan." (QS. an-Nisa' : 4/43)
MUKHOSIS MUNFASHIL
Mukhosis Munfashil adalah Mukhosis yang berdiri sendiri. ia mempunyai
beberapa macam diantaranya :
1). Mentakhsis al Qur’an dengan al Qur’an Contoh :
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur šÆóÁ/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n
=rO &äÿrãè% 4
"Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru'." (QS. al-Baqarah : 2/228)
Pada ayat ini (wanita-wanita yang ditalak) mencakup wanita-wanita yang hamil
maupun yang tidak (hamil). Maka untuk wanita-wanita yang hamil ditakhsis
(dikecualikan) dengan ayat : 
àM»s9'ré&ur ÉA$uH÷qF{$# £`ßgè=y_r& br& z`÷èŸÒtƒ 
£`ßgn=÷Hxq 4
"Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya." (QS. at-Thalaq : 65/4)
Dan untuk wanita yang dicerai sebelum dijima' juga ditakhsis (dikecualikan) dari
ayat yang pertama tadi ( ‫ إخل‬... ‫واملطلقات يرتبّصن‬ ) dengan ayat :
pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) ÞOçFóss3tR $
 ÏM»oYÏB÷sßJø9$# ¢OèO £`èdqßJçGø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s
% br&  Æèdq¡yJs? $yJsù öNä3s9 £`ÎgøŠn=tæ ô`ÏB ;o£
( ?‰Ïã $pktXr‘‰tF÷ès
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan
yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya
Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya." (QS. al-Ahzab : 33/49)
2). Mentakhsis al Qur’an dengan as Sunnah  Contoh:
ÞOä3ŠÏ¹qムª!$# þ’Îû öNà2ω»s9÷rr& ( Ìx.©%#Ï9 
ã@÷VÏB Åeáym Èû÷üu‹sVRW{$# 4
"Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu.
Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan." (QS. an-Nisa' : 4/11)
Dalam ayat ini (Lafadz anak) mencakup anak yang kafir. Kemudian ayat ini
ditakhsis dengan Hadits Nabi :
) ‫الاكفر املس َمل ( متفق عليه‬
ُ ‫الاكفر وال‬ َ ‫ال يرث املس ُمل‬
Artinya : "Orang Islam tidak mewariskan kepada orang kafir, begitu pula orang
kafir tidak mewariskan kepada orang islam." (HR. Bukhari-Muslim)
) ‫معارش األنبيا ِء ال ن ُْو َر ُث ( رواه أمحد‬
َ ‫حنن‬ ُ
Artinya : "Kami, Para Nabi, tidak diwarisi (oleh siapapun)." (HR. Ahmad)
3). Mentakhsis as Sunnah dengan al Qur’an Contoh :
) ‫هللا صال َة أح ِدمك َأ ْحدَ َث حىت يتوضَّ ْأ ( متفق عليه‬
ُ ‫اليق َب ُل‬
Artinya : "Allah tidak menerima sholat salah seorang di antara kalian yang (dalam
keadaan) berhadats sehingga mau berwudhu (kemudian sholat)." (HR. Bukhari-
Muslim)
Hadits di atas ditakhsis oleh ayat al-Qurán :
bÎ)ur LäêYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4’n?tã @xÿy™ ÷rr& uä!
$y_ Ó‰tnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& 
ãLäêó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#r߉ÅgrB [ä!$tB 
(#qßJ£Ju‹tFsù #Y‰‹Ïè|¹ $Y7ÍhŠsÛ
"Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang
air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,
Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)." (QS. an-Nisa' : 4/43)
Hadits-hadits yang menerangkan mengenai tayammum datang setelah turunnya
ayat ini.
4). Mentakhsis as Sunnah dengan as Sunnah Contoh :
‫فامي سقت السامء العرش‬
Mafhumnya: "Zakat (hasil panen) yang pengairannya dari air hujan adalah seper-
sepuluh (10%)."
Hadits di atas ditakhsis dengan hadits :
‫ليس دون مخسة أوسق صدقة‬
Mafhumnya : "Tidak ada zakat bagi (hasil panen) yang kurang dari lima wasaq."
5). Mentakhsis menggunakan Qiyas.
Hukum mentakhsis menggunakan Qiyas adalah boleh. Contoh :
Rasulullah Saw bersabda :
) ‫يَل ُّ الْ َو ِاج ِد حُي ِ ُّل ِع ْرضَ ُه َو ُع ُق َب َت ُه ( رواه أمحد‬
Mafhumnya : "Orang (kaya) yang menunda-nunda (untuk) membayar hutang
(sedangkan dia mampu) maka halal (untuk merusak) harga dirinya dan
menyakitkan(diri)nya." (HR. Imam Ahmad)
Hadits ini (berlaku) untuk selain anak atas orang tuanya. Adapun orang tua
yang menunda-nunda membayar hutang (kepada anaknya) maka tidak halal
merusak harga dirinya dan menyakitkan hatinya. Hal ini disamakan dengan tidak
bolehnya mengatakan "Uff/Ah" (kepada kedua orang tua) yang termaktub dalam
ayat :
&Ÿxsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é
"Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan
"Ah"."(QS. al-Isra' : 17/23)
H. Mentakhsis menggunakan akal Contoh :
I. Mentakhsis menggunakan panca indra Contoh :
J. Mentahsis dengan susunan kalimat Contoh :
Dalil Yang Umum Didasarkan Pada Lafadz Yang Khusus
Dalil yang umum didasarkan pada lafadz yang khusus, karena lafadz yang khusus
lebih kuat dari yang umum. Kalau mengamalkan yang umum, berarti
mengabaikan yang khusus. Sedangkan mengamalkan yang khusus tidak akan
mengabaikan yang umum. Dan mengumpulkan dua dalil yang bertentangan selagi
mungkin hukumnya adalah wajib

Anda mungkin juga menyukai