Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS JURNAL

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


Nama : Muhammad Fakhri
NIM : 11190163000058
Kelas : Pendidikan Fisika 3B

“Teaching and learning physics using technology:


Making a case for the affective domain”

1. Latar Belakang
Pembelajaran saat ini sudah baik, namun akan lebih baik lagi jika kita dapat
mengikuti perkembangan jaman ini. Teknologi menjadi sangat penting untuk kita
pelajari, karena jika kita dapat mengoperasionalkan teknologi dengan sempurna maka
untuk kedepannya juga akan menjadi lebih baik. Begitu pun jika kita mempelajari sains,
khususnya fisika kita akan membuat teknologi yang lebih sempurna untuk menjadi bahan
ajar sains
Meskipun kepentingannya digarisbawahi dalam banyak tujuan penelitian,
perhatian pada ranah efektif dalam pembelajaran sering diabaikan dengan mengorbankan
perkembangan kognitif siswa yang mempelajari sains, khususnya fisika. Dalam makalah
ini kami mengusulkan kerangka kerja, media terintegrasi teknologi pedagogis (PTIM)
yang didirikan di atas model TPACK, yang dibangun di atas premis pedagogi, konten dan
teknologi yang ada untuk memberi ruang bagi afektif domain efektif tempat ketiga
premis ini bersinggungan satu sama lain. Kami mengoperasionalkan kerangka PTIM
melalui model multi-loop yang mengeksplorasi afektif dimensi efektif sebagai ruang
interaksi yang menyeluruh antara peserta didik, guru dan orang tua melalui serangkaian
tahapan yang meliputi tugas-tugas rumah, serta kegiatan kelas dan di luar sekolah. Dalam
paradigma kualitatif, kami mendukung dari dua studi kasus, eksplorasi dan evaluasi satu
dalam dua di beberapa sekolah, bahwa sinkronisasi ringkas dari berbagai elemen
interaktif ini mendorong konstruksi pengetahuan yang bersumber dari ranah efektif dalam
hal motivasi, minat dan nilai-nilai serta dari keterkaitannya

2. Teori
Teknologi telah meresap ke semua bidang kehidupan manusia, termasuk sebagian
besar tugas pendidikan kita. Secara umum ditafsirkan bahwa tidak digunakannya sama
dengan sikap regresif terhadap 21 st abad (Kuba, 2001 ). Perangkat tablet seluler dan
smartphone memberi pengguna akses Internet yang berkelanjutan dan di mana-mana
dengan penekanan pada fi mencari informasi e ffi secara efisien dan memastikan
kehadiran sosial yang konstan dengan orang lain (Pachler, Bachmair, & Cook, 2011 ;
Rosen, 2011 ). Menanamkan pembelajaran seluler (Crompton, 2013). Transformasi di
sekolah tidak hanya tentang menyampaikan konten ke perangkat seluler. Ini adalah
proses untuk mengetahui dan mampu beroperasi dengan sukses di dalam dan di seluruh
konteks dan ruang belajar yang baru dan selalu berubah (Pachler et al., 2011 ) untuk
memperdalam pembelajaran siswa. Mauritius berinvestasi secara besar-besaran dalam
penggunaan teknologi dalam pengajaran dan pembelajaran di sekolah dasar dan
menengah secara bersamaan. Namun, hingga saat ini teknologi digunakan sebagai sarana
bagi guru. Demonstrasi daripada sebagai alat pedagogis yang dipandu oleh kerangka
kerja integrasi.
Teknologi dapat memberikan media yang tepat bagi guru untuk mengembangkan
pemikiran tingkat tinggi pada siswa, elemen kunci dari 21 st keterampilan abad untuk
pelajar (Shelly, Gunter & Gunter, 2012 ), melalui kegiatan yang terstruktur dengan
cermat (Anwaruddin, 2015 ; Pedrosa-de-Jesus, Moreira, Lopes, & Watts, 2014 ). Namun,
sebagian besar waktu, teknologi dalam pendidikan digunakan sebagai sumber informasi
daripada sebagai sarana berbasis proses untuk konstruksi pengetahuan. Inovasi dalam
domain ini sebagian besar terkait dengan perangkat keras dan perangkat lunak (Lim et al.,
2013 ) dan akibatnya, penelitian difokuskan terutama pada masalah-masalah
implementasi dan desain praktis. Inovasi sebagian besar didorong oleh akal sehat asumsi
tentang apa yang bisa dicapai oleh teknologi, atau dengan hype dan kegembiraan, bukan
dengan teori bukti. Dalam kasus seperti itu, inovasi mencakup pengetahuan teknologi
(Schmidt, et al., 2009 ), keterampilan teknologi (kemampuan untuk menerapkan
pengetahuan teknologi yang diperoleh untuk melakukan spesi fi c) dan kemauan
teknologi (kesiapan untuk merangkul teknologi untuk melakukan tugas yang diberikan).
Sudah menjadi praktik umum bahwa penggunaan teknologi oleh guru di kelas, khususnya
perangkat lunak Powerpoint, dibatasi sebagian besar waktu untuk menyajikan informasi
dari perspektif satu sisi (Isseks, 2011 ). Dalam kasus seperti itu, teknologi digunakan
sebagai alat dan bukan sebagai alat pedagogis. Namun, itu membuat perbedaan ff erase
ketika teknologi digunakan sebagai alat pedagogis untuk mengajar dan belajar (Westera,
2015 ) dan nilai pedagogis suatu alat adalah re fl dipengaruhi dalam tingkat keterlibatan
siswa dan sifat partisipasi yang dikumpulkan (Johnson & Golombek, 2016 ).

3. Metodologi
Metologi ini mengarah pada guru dan orang tua, karena saat pembelajaran menggunakan
teknologi berbasis web, dan dapat di akses oleh orang tua yang sedang mendampingi
siswa saat belajar dirumah. Kita menghubingkan orang tua dan guru untuk bisa menjalin
komunikasi secara baik agar anak yang diajarkan bisa paham pelajaran yang ia ikuti,
orang tua juga dapat membantu saat anak nya kesulitan dalam belajar. Orang tua tidak
harus mengerti apa yang dipelajari karena ia hanya memastikan tugas yang di beri oleh
guru sudah masuk atau sudah dapat dikerjakan. Pada pembelajaran ini membangun
kepercayaan antara sekolah dan rumah yang sedang ditempati siswa.

4. Hasil Penelitian
Pada penelitian ini, 19 dari 22 orang tua berpartisipasi atas topik yang diambil ini.
Karena hanya beberapa orang tua yang dapat mengoperasikan teknologi berplatform web.
Selama pembelajaran, guru menyayangkan menemukan beberapa siswa yang masih
bersikap pasif dan menunggu instruksinya sebelum melakukan tugas-tugas tertentu yang
diperlihatkan kepada siswa diplatform. Di sini kami ingin menjelaskan bahwa di rumah,
siswa tidak memiliki pilihan lain selain menunjukkan kemandirian dalam berpikir,
sedangkan di sekolah, mereka memiliki kecenderungan untuk memandang guru sebagai
ahli, dan akibatnya mereka menunjukkan sikap patuh dalam mencari pengetahuan. Kami
menyadari bahwa mengubah pola pikir siswa bukanlah hal yang mudah.
Untuk studi kasus ini, ketersediaan fasilitas internet di rumah dan di sekolah
memotivasi kami untuk memilih sampel. Namun, faktor-faktor seperti latar belakang
sosial-ekonomi dan buta teknologi, antara lain, dapat mempengaruhi non-partisipasi
beberapa orang tua. Apalagi studi ini dilakukan selama dua minggu saja, sejak konsep '
Pengukuran’ biasanya diajarkan di sekolah kami dalam periode waktu ini. Masuk akal
bahwa tren yang membaik kemungkinan besar akan diperoleh dalam rentang waktu yang
lebih lama yang melibatkan diversi fi sejumlah konsep fisika. Apalagi informasi tentang
mahasiswa keterlibatan dalam komunitas diperoleh hanya dari orang tua.
5. Kekurangan dan Kelebihan
Kekurangan : Tidak semua masyarakat memiliki teknologi atau internet karena faktor
ekonomi yang dimilikinya
Kelebihan : Dapat mempermudah pembelajaran berlangsung walau tidak melakukan
pembelajaran di sekolah melainkan di rumah

Anda mungkin juga menyukai