Anda di halaman 1dari 18

BLOK KEDOKTERAN GIGI DASAR 1

LAPORAN TUTORIAL
PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Modul 2
Gigi Buram

KELOMPOK 12

FERA AYUDIA FAISAL

J011201156

Prof .Dr.drg.Irene Edith Riewpasa,MSi

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
BAB I

PENDAHULUAN
Skenario Masalah
Seorang ibu mengantar anak perempuannya yang berusia 12 tahun ke RSGM karena
gigi anak tersebut tampak buram kecoklatan pada hampir semua giginya. Keluhan tersebut
dirasakan sejak lama. Pasien tidak merasakan ngilu. Informasi dari ibunya, sewaktu balita si
anak sering menderita sakit infeksi.

A. Latar Belakang

Gigi bagi seorang anak penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak
itu sendiri. Fungsi gigi sangat diperlukan dalam masa kanak-kanak yaitu sebagai alat
pengunyah, membantu dalam berbicara, keseimbangan wajah, penunjang estetika wajah anak,
dan khususnya gigi sulung berguna sebagai panduan pertumbuhan gigi permanen
Mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa, manusia mengalami dua pertumbuhan
gigi geligi. Gigi sulung (gigi desidui) mulai erupsi pada usia kurang lebih enam bulan.
Keduapuluh gigi sulung tersebut telah selesai erupsi pada usia kurang lebih tiga tahun.
Kemudian terdapat suatu keadaan dimana gigi sulung dan gigi permanen berada dalam satu
lengkung yang dinamakan periode gigi bercampur. Pada akhir usia dua belas tahun, hampir
seluruh gigi sulung exfoliated atau tanggal dari soketnya dan digantikan oleh gigi permanen.
Gigi permanen tersebut mulai erupsi pada usia kurang lebih enam tahun sampai usia tujuh
belas dan dua puluh satu tahun.
B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan embriologi gigi?


2. Bagaimana kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan gigi
3. Menjelaskan jenis-jenis anomali gigi?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui embriologi pada gigi.


2. Mengetahui kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan gigi.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis anomali gigi.
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Embriologi Gigi

Tahap perkembangan adalah sebagai berikut:

1. Inisiasi (bud stage)


Merupakan permulaan terbentuknya benih gigi dari epitel mulut. Sel-sel tertentu pada lapisan
basal dari epitel mulut berproliferasi lebih cepat daripada sel sekitarnya. Hasilnya adalah
lapisan epitel yang menebal di regio bukal lengkung gigi dan meluas sampai seluruh bagian
maksila dan mandibula.

Gambar. Tahap Inisiasi (bud stage)


2. Proliferasi (cap stage)
Lapisan sel-sel mesenkim yang berada pada lapisan dalam mengalami proliferasi, memadat,
dan bervaskularisasi membentuk papila gigi yang kemudian membentuk dentin dan pulpa
pada tahap ini. Sel-sel mesenkim yang berada di sekeliling organ gigi dan papila gigi
memadat dan fibrous, disebut kantong gigi yang akan menjadi sementum, membran
periodontal, dan tulang alveolar.

Gambar. Tahap Proliferasi (cap stage)


3. Histodiferensiasi (bell stage)
Terjadi diferensiasi seluler pada tahap ini. Sel-sel epitel email dalam (inner email
epithelium) menjadi semakin panjang dan silindris, disebut sebagai ameloblas yang akan
berdiferensiasi menjadi email dan sel-sel bagian tepi dari apilla gigi menjadi odontoblas
yang akan berdiferensiasi menjadi dentin.

Gambar. Tahap Histodiferensiasi (early bell stage)


4. Morfodiferensiasi
Sel pembentuk gigi tersusun sedemikian rupa dan dipersiapkan untuk menghasilkan bentuk
dan ukuran gigi selanjutnya. Proses ini terjadi sebelum deposisi matriks dimulai. Morfologi
gigi dapat ditentukan bila epitel email bagian dalam tersusun sedemikian rupa sehingga
batas antara epitel email dan odontoblas merupakan gambaran dentinoenamel junction yang
akan terbentuk. Dentinoenamel junction mempunyai sifat khusus yaitu bertindak sebagai
pola pembentuk setiap macam gigi. Terdapat deposit email dan matriks dentin pada daerah
tempat sel-sel ameloblas dan odontoblas yang akan menyempurnakan gigi sesuai dengan
bentuk dan ukurannya.

Gambar. Tahap Morfoodiferensiasi (late bell stage)


5. Aposisi
Terjadi pembentukan matriks keras gigi baik pada email, dentin, dan sementum. Matriks
email terbentuk dari sel-sel ameloblas yang bergerak ke arah tepi dan telah terjadi proses
kalsifikasi sekitar 25%-30%.
1.2. Kelainan pada Proses Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi

Pada proses erupsi baik pada gigi desidui maupun gigi permanent berhubungan erat dengan
perkembangan akar gigi. Ketika mahkota muncul melalui gingival, akar gigi biasanya sudah
mencapai 2/3 dari panjang akar seluruhnya. Keseluruhan proses erupsi gigi berlangsung rata-
rata sejak usia 7 bulan sampai usia 13 tahun, tidak termasuk erupsi gigi Molar 3.
Pada proses erupsi gigi permanen dikenal juga suatu istilah Exfoliation yaitu suatu
proses eliminasi gigi desidui yang dihubungkan dengan erupsi gigi permanent pengganti yang
berada di ujung apeks dan sekitarnya dari gigi desidui. Exfoliation dari gigi desidui adalah
suatu proses fisiologi yang normal.2 Proses erupsi menstimulasi perkembangan osteoclast
yang bertanggung jawab pada terjadinya suatu resorbsi progresif pada akar gigi, dentin dan
sementum. Waktu exfoliation sangat variasi pada setiap individual gigi. Exfoliation normal
menunjukkan pertumbuhan gigi secara simetris bilateral dari rahang, dimulai dengan gigi pada
rahang bawah lebih dahulu daripada rahang atas dan gigi anterior terlebih dahulu sebelum gigi
posterior. Ketika erupsi gigi terhambat hal ini seringkali disebabkan oleh suatu kerusakan lokal
sehingga menimbulkan gigi-gigi yang impaksi. Terlambatnya erupsi gigi biasanya tidaklah
rumit, kecuali jika terjadi pericoronitis, caries ataupun terbentuknya kista.

Masalah-masalah yang sering timbul/ dihubungkan dengan fase erupsi


gigi diantaranya:
1. Ankylosis : adalah suatu penggabungan jaringan keras antara tulang dan gigi. Ini
kemungkinan terjadi sebagai hasil dari suatu kerusakan dalam interaksi antara resorbsi
normal dan perbaikan jaringan keras selama proses penggantian gigi desidui dengan gigi
permanen.2 Ankylosis secara khas terjadi setelah erupsi parsial gigi ke dalam rongga yang
digambarkan sebagai suatu fusi dari cementum atau dentin ke tulang alveolar selama perubahan
selular dalam ligamen periodontal yang disebabkan oleh trauma dan penyakit lain. 7 Pada
gigi desidui prevalensi terjadinya antara 7-14 %. Dan paling sering terjadi pada gigi molar
pertama desidui rahang bawah, gigi molar kedua desidui rahang bawah, gigi molar pertama
desidui rahang atas dan molar kedua desidui rahang atas.

Gambar. Gigi premolar ke-2 permanen kanan pada rahang bawah yang mengalami
ankylosis.

2. Eruption Cyst merupakan suatu variasi dari kista dentigerous yang mengelilingi gigi yang
sedang erupsi. Kista ini seringkali terlihat secara klinis sebagai suatu lesi kebiru-biruan,
translusen, elevasi, dapat ditekan, asymptomatik, lesi berbentuk kubah (dome-shape) dari alveolar
ridge yang dihubungkan dengan suatu erupsi gigi permanen ataupun erupsi gigi desidui. Kista
erupsi memperlihatkan suatu pembengkakan yang halus menutupi gigi yang erupsi, dengan
warna berbeda dari gingival normal. terkadang sakit , tidak mengalami infeksi, lembut dan
berfluktuasi. Kista bisa seringkali pecah secara spontan pada saat erupsi gigi, namun trauma
pada kista ini bisa menghasilkan perdarahan sehingga terjadi perubahan warna dan timbul rasa
sakit. 9

Gambar. Eruption cyst yang menyertai proses erupsi gigi insisivus lateral
permanent kanan rahang atas.
3. Eruption Hematoma adalah suatu lesi kebiru-biruan, buram, lesi asymptomatic yang
melapisi gigi yang sedang erupsi. Bengkak terjadi dalam kaitannya dengan terjadinya akumulasi
darah, cairan jaringan, yang terjadi dalam follicular kantung yang meluas di sekitar erupsi
mahkota.

Gambar. Eruption hematoma yang menyertai proses erupsi gigi insisivus lateral
permanen kiri rahang atas.

4. Ectopic Eruption: suatu keadaan yang biasanya terlihat ketika gigi permanent mulai
menggantikan gigi desidui pada usia sekitar 6 tahun. Merupakan erupsi yang abnormal dari
suatu gigi permanen dalam hal ini gigi ke luar dari jalur normal dan menjadi penyebab
resorbsi abnormal suatu gigi desidui yang akan diganti. Sering terlihat adanya dua jalur gigi
pada area anterior rahang bawah. Gigi incisivus permanent tumbuh dibelakang gigi
insisivus desidui.
Ectopic Eruption mungkin berhubungan dengan salah satu dari tiga proses yang
berbeda : gangguan perkembangan, proses patologis, dan aktifitas iatrogenic. Etiologi
dari gigi ektopik tidaklah diketahui. Interaksi jaringan yang abnormal selama
perkembangan mungkin berpotensi mengakibatkan perkembangan gigi dengan erupsi
ektopik.
Gambar. Gigi insisivus lateral permanent kiri rahang bawah tumbuh di belakang gigi
insisivus lateral desidui kiri rahang bawah
Etiologi dari erupsi ektopik suatu maxillary permanen geraham pertama tidaklah
dengan jelas dipahami meskipun demikian satu atau lebih kondisi-kondisi berikut
mungkin terkait dengan hal tersebut:
a) Akibat dari ukuran Molar pertama Permanen dan atau gigi molar kedua desidui lebih
besar dari normalnya
b) Gigi bererupsi pada suatu sudut abnormal terhadap dataran oklusal
c) Pertumbuhan tuberositas terlambat, menghasilkan panjang lengkung yang abnormal
d) Morfologi dari permukaan distal mahkota gigi molar kedua desidui dan akar memberikan
hambatan erupsi sehingga terjadi abnormalitas kemiringan gigi permanen molar pertama.

1.3. Macam-Macam Kelainan Pada Gigi

1.3.1 Kelainan Formatif

1. Hipodontia
Jumlah gigi kurang karena tidak tumbuh 1 atau lebih elemen gigi secara normal,
akibat dari gigi geligi yang agenesis yaitu tidak dibentuknya atau tidak tumbuhnya
benih gigi tersebut

Oligodontia

Multi agenesis/ reduksi multiple jumlah elemen gigi geligi.


Anodontia

Sedikit atau sama sekali tidak mempunyai gigi

2. Hiperdontia / Supernumery
Adanya 1 atau lebih elemen gigi melebihi jumlah gigi yang normal. Sering
dijumpai pada gigi tetap dan gigi susu dan 90% terjadi pada rahang atas.

Mesiodens

Adalah gigi yang terdapat antara gigi I1 atas atau mesial dan kedua gigi I1 bawah.
Dapat terlihat di rongga mulut/ erupsi, atau terpendam/ tidak erupsi, sehingga
terlihat diastema/ ruangan pada lengkung gigi

Paramolar

Gigi sebelah distal M3 lebih sering pada rahang atas dibanding pada rahang
bawah disebut Disto molar atau Para molar

3. Fusion / Kembar Dempet

Pertumbuhan menjadi satu dentin dan email dari dua elemen menjadi satu elemen
selama pembentukan. Secara klinis terlihat sama dengan geminasi, fusion lebih sering
ditemukan pada gigi anterior dan sebagian akibat dari bersatunya dua benih gigi.
Biasanya gigi ini masing-masing mempunyai akar dan rongga pulpa terpisah. Pada
gigi susu Iebih banyak daripada gigi tetap dan pada rahang ats lebih sering daripada
rahang bawah. Terbentuk karena adanya tekanan waktu pembentukan akar.
Kebanyakan didapat fusion dan gigi Iebih dengan gigi yang berdekatan dengannya.
Umpamanya M3 bawah fusion dengan M4 bawah (jarang sekali terjadi), 12 atas
fusion dengan gigi lebih anterior, dua gigi P1 bawah fusion.

4. Geminasi

Gemin terjadi akibat dari suatu benih gigi yang membelah, biasanya gigi tersebut
mempunyai satu akar dengan saluran akar dan ditemukan peda kurang dari 1%
penduduk. Geminasi lebih sering pada gigi susu daripada pada gigi tetap, pada regio I
dan P. secara klinis terlihat sebagai gigi kembar atau dempet (fused teeth), umumnya
sering terlihat di daerah anterior

5. Concrescence

Keadaan ini adalah fusion atau tumbuh jadi satu pada akar gigi melalui jaringan
sementum setelah akar terbentuk. Fusi dapat terjadi sebelum atau setelah gigi erupsi di
rongga mulut.nKadang-kadang akibat dan trauma. Sering terjadi pada regio molar atas.
1.3.2 Kelaianan Bentuk dan Ukuran

1. Dens Evaginatus

Anomali pertumbuhan terdiri dari tonjol ekstra yang langsing sering runcing pada
permukaan oklusi terutama pertama bawah (evaginasi memiliki tanduk dijumpai pada
gigi premolar pulpa yang mendekati email).

2. Dens Invaginatus / Dens In Dente

Anomali pertumbuhan yang mengakibatkan elemen berbentuk sangat jelek. Secara


kilnis terlihat sebagai tonjolan di daerah cingulum gigi incisor. Sering terlihat gigi I2
atas, bisa pada I2 bawah. Perkembangan anomali ini akibat terselubungnya organ
enamel diantara mahkota gigi.

3. Dilaserasi / Pembengkokan Akar Abnormal

Elemen gigi yang gagal terbentuk karena aksi trauma mekanis pada benih gigi yaitu
berupa pembengkokan ekstrem suatu elemen, mahkota menekuk di atas akar atau
akarnya menunjukkan satu atau lebih tekukan, akar dan mahkota gigi membentuk sudut
45 sampai lebih dan 90° Dilaceratio (latin) berarti penyobekan. Dapat diakibatkan
karena trauma mekanis pada mahkota gigi yang telah mengalami pembentukan sehingga
tersobek dan akarnya. Sering terjadi pada kasus M3 bawah
4. Makrodonsia

Ukuran gigi yang pelampaui batas nilai normal pada satu atau lebih ukuran dan satu
sampai semua elemen gigi-geligi. Pada umumnya tidak ada penyimpangan bentuk
lainnya. Makrodonsia (gigi I dan C). bisa terjadi pada satu gigi, beberapa gigi atau
seluruh gigi.

5. Mikrodonsia/ Dwarfism

Kebalikan makrodonsia tetapi dapat juga terjadi reduksi sampai gigi-gigi


berbentuk kerucut. Gigi pendek sekali misal pada : I2 atas dan M3 atas.

6. Taurodonsia

Suatu anomali dengan rongga pulpa yang sangat membesar. Pemberian nama
taurodonsia berdasarkan kemiripan sepintas dengan gigi-gigi molar sapi
(taurus=banteng). Gigi dengan ruang pulpa sangat panjang, tidak ada pengecilan rongga
pulpa pada daerah cemento enamel junction. Jarang terjadi, satu dan 1000 gigi tetap dan
terlihat pada orang Indian, Amerika atau orang Eskimo
7. Penambahan Akar Gigi

Jumlah akar gigi yang lebih banyak daripada normal pada suatu elemen bisa karena
pembelahan akar gigi atau peambahan akar gigi

8. Dwarfed Root

Gigi-gigi atas sering memperlihatkan mahkota gigi dengan ukuran normal tetapi
dengan akar yang pendek. Edge incisal biasanya berpindah ke arah lingual seperti
pada incisivus bawah. Keadaan ini sering turun temurun

9. Segmented Root

Akar gigi terpisah menjadi 2 bagian, diperkirakan sebagai akibat luka traumatis pada
waktu pembentukan akar

1.3.3 Kelaianan Stuktur Jaringan

1. Gigi Hutchnson’s

Disebabkan karena penyakit syphilis congenital, Biasanya mengenai gigi I1 atas


dan bawah (susu/ tetap), lebar pada bagian servikal, sempit pada bagian incisal dan
tonjolan-tonjolan (notch) pada edge incisal.Gigi M1 permukaan oklusalnya
mempunyai tuberkel kecil-kecil ganda, dengan cusp yang perkembangannya jelek,
terlihat seperti buah murbei (mulberry molars)
Kelaianan pada Email

1. Hypoplasia Enamel

Gangguan pada ameloblast ketika pembentukan enamel matrik. Adalah


pembentukan enamel yang tidak sempurna sebabnya:
 Defisiensi makanan
 Pengobatan tetracycline
 Measles disease

Makan terlalu banyak mengandung fluorida pada waktu perkembangan/ pembentukan


gigi

2. Enamel Hypocalsification

Ganguan pada waktu enamel matrik masak

3. Enamel Displasia
Perkembangan enamel yang abnormal. Sebab enamel displasia

- Gangguan local : trauma, infeksi periapikal

- Sistemik : minuman, infeksi, kekurangan nutrisi

- Turun temurun : amelogenensis imperfecta, Hutchinson’s teeth

Biasanya bervariasi dalam warna dan putih ke kuning dan coklat dan atau
morfologi enamel berlubang kasar

4. Amelogenesis Imperfecta

Penyakit turunan yang terjadi pada saat pembentukan enamel pada gigi susu dan
tetap. Kekurangan jaringan enamel sebagian atau seluruhnya mengakibatkan mahkota
kasar, bercekung – cekung, berwarna kuning sampai coklat yang cenderung rusak.

5. Fluorosis

Secara klinis terlihat semua gigi tetap warnanya berubah dari putih ke kuningan
coklat bintik-bintik dan atau perubahan morfologis enamel berubah menjadi enamel
berlubang-lubang. Fluor yang terdapat pada air mineral menyebabkan keadaan mi
jauh lebih besar (berlipat kali) daripada fluor 11 juta yang ditambahkan di air minum
untuk menurunkan kerusakan gigi
6. High Fever

Pada gigi ini enamel berbintik-bintik pada gigi tetap. Sering sebagai akibat
demam pada masa kanak-kanak dan penyakit campak.

1.3.4. Kelaianan pada Dentin

1. Dentin Dysplasia

Yaitu anomali dan dentin baik yang disebabkan oleh turunan atau oleh penyakit/
sistemis
2. Dentinogenesis Imperfecta

Secara klinis semua gigi susu/ tetap berwarna biru keabu-abuan sampai
kuning.Kadang-kadang bertukar warna. Secara radiologis menunjukkan saluran akar
dan ruang pulpa sebagian atau sama sekali tidak ada. Gigi ini Iemah, kurang dukungan
dan jaringan dentin.

3. Tetracycline Stain

Obat antibiotik tetracycline yang dimakan/ diminum oleh wanita hamil, kanak-kanak
dapat melebur dalam dentin yang berkembang. Warnanya tergantung dan dosis dan
diminum pada usia berapa, dan warna kuning sampai coklat abu-abu
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anomali gigi dan rongga mulut dapat terjadi pada setiap anak.
Salah satu etiologi anomali tersebut karena kurangnya pengetahuan dan
pengawasan orang tua terhadap kesehatan gigi dan mulut sehingga orang tua
berpendapat bahwa ke dokter gigi apabila giginya telah sakit. Hal ini juga
dipengaruhi dengan banyaknya anak yang kurang peduli dengan kesehatan
gigi dan mulutnya. Salah satu anomali tersebut dapat berupa persistensi gigi
desidui. Anomali ini umumnya terjadi pada usia 6-12 tahun.

Persistensi gigi desidui merupakan suatu keadaan pada gigi desidui yang
tetap bertahan pada lengkung gigi melebihi waktu tanggal normal sedangkan
gigi permanen telah erupsi. Etiologi persistensi yaitu adanya pola resorbsi gigi
yang tidak normal dan terlambat, posisi tidak normal benih gigi permanen,
faktor keturunan, ankilosis, dan impaksi gigi akibat ketidak tersedianya ruang
dalam lengkung rahang untuk erupsi gigi permanen. Adapun akibat yang
ditimbulkan oleh persistensi gigi desidui pada anak seperti periodontitis, infra-
oklusi, maloklusi, dan karies.

3.2. Kritik dan Saran

Orang tua yang mempunyai anak usia 6-12 tahun sangat dianjurkan untuk
secara rutin memeriksakan gigi anaknya ke dokter gigi sehingga apabila
terdapat anomali pada gigi dan rongga mulutnya akan dapat diketahui secara
dini. Bila gigi sudah terlihat bertumpuk, maka disarankan orang tua untuk
segera membawa anaknya ke dokter gigi. Mengingat banyaknya kasus
persistensi yang terjadi pada anak usia tersebut, maka diharapkan untuk
melakukan kontrol rutin ke dokter gigi sehingga dapat mengurangi akibat
yang kurang menguntungkan dari persistensi gigi desidui pada anak

Daftar Pustaka

Itjingningsih W. H., Drg. Anatomi Gigi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.


Jakarta:1991

Universitas Sumatera Utara. Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi. PDF file.


USU:2011

Mutiara. Anomali Gigi. Semarang : Poltekkes Kemenkes Semarang ; 2018. Hal.


1-13

C. Rickne, & Gabriela. W., 2014. WOELFEL’s dental anatomy. Edisi. 8, Jakarta :
EGC, pp : 308-341.

Kurniasih, I. (2008). Permasalahan-permasalahan yang Menyertai Erupsi Gigi.


Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 8(1), 52-59.

ss

18

Anda mungkin juga menyukai