dan berbiak di dalam media urine. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara: (1)
ascending, (2) hematogen seperti pada penularan M. tuberculosis atau S. aureus, (3) limfogen,
dan (4) langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya telah terinfeksi. Sebagian besar
mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara ascending. Kuman penyebab ISK pada
umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di dalam
introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan di sekitar anus. Mikroorganisme
memasuki saluran kemih melalui uretra hingga ke buli-buli, ureter, dan sampai ke ginjal. Pada
penyebaran secara hematogen, ditubuh akan terjadi bakterimia sehingga bakteri seperti M.
tuberculosis atau S. aureus akan ikut masuk ke ginjal untuk proses pembentukan urin (filtrasi,
reabsorpsi, augmentasi) melalui sirkulasi darah. Saat terjadi ketidakseimbangan antara agen
dengan host, maka kuman-kuman tersebut akan dapat membentuk kolonisasi dan berproliferasi
di bagian ginjal, sehingga terjadi infeksi saluran kemih bagian atas. Terjadinya infeksi saluran
kemih bagian bawah juga karena adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme
penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan
keseimbangan ini disebabkan karena pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena
virulensi agent meningkat.
Faktor host
Kuman E coli yang menyebabkan ISK mudah berbiak di dalam urine, di sisi lain urine
bersifat bakterisidal terhadap hampir sebagian besar kuman dan spesies E coli. Derajat keasaman
urine, osmolalitas, kandungan urea dan asam organik, serta protein-protein yang ada di dalam
urine bersifat beakterisidal. Protein di dalam urine yang bertindak sebagai bekterisidal adalah
uromukoid atau protein Tamm-Horsfall (THP). Protein ini disintesis sel epitel tubuli pars
ascenden Loop of Henle dan epitel tubulus distalis. Setelah disekresikan ke dalam urine,
uromukoid ini mengikat fimbria bakteri tipe I dan S sehingga mencegah bakteri menempel pada
urotelium. Sayangnya protein ini tidak dapat berikatan dengan pili P sehingga bakteri yang
mempunyai jenis pili ini, mampu menempel pada urotelium. Bakteri jenis ini sangat virulen
dibandingkan dengan yang lain.
Pada usia lanjut, produksi uromukoid ini menurun sehingga mudah sekali terjangkit ISK.
Selain itu, uromukoid mengadakan ikatan dengan neutrofil sehingga meningkatkan daya
fagositosisnya. Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme
wash out urine, yaitu aliran urine yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di dalam
urine. Gangguan dari mekanisme tersebut dapat menyebabkan kuman mudah sekali mengadakan
replikasi dan menempel pada urotelium. Oleh karena itu, kebiasaan jarang minum berpengaruh
dalam menghasilkan jumlah urine yang tidak adekuat, sehingga memudahkan terjadi infeksi
saluran kemih.
Faktor Agent
Pili pada bakteri berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor yang ada di
permukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya, terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai
virulensi berbeda, yaitu bakteri tipe pili 1 (yang banyak menimbulkan infeksi pada sistitis) dan
tipe pili P (yang sering menim-bulkan infeksi berat pielonefritis akut. Selain itu beberapa bakteri
mempunyai sifat dapat membentuk antigen, menghasilkan toksin (hemolisin), dan menghasilkan
enzim urease yang dapat merubah suasana urine menjadi basa.
Mekanisme demam
Pada saat terjadi kolonisasi bakteri pada urotelium dan adanya rangsangan eksogen
seperti eksotoksin dan endotoksin bakteri terutama gram negatif, hal ini akan menginduksi
leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen yang diantaranya adalah sitokin IL-1, IL-6, TNF-
α, dan interferon (IFN). Pirogen endogen ini memicu pembentukan prostglandin E2 melaului
metabolisme asam arakidonat jalur COX2, dan menyebabkan perubahan peningkatan suhu tubuh
terutama demam.
Saat terjadi reaksi inflamasi, beberapa mediator inflamasi dilepas dan berikatan dengan
reseptor penerima seperti di sistem vestibuler terdapat banyak respetor histamin dan kolinergik
muskarinik. Mediator-mediator tersebut sebagai sinyal melalui serabut saraf aferen, kemudian
diterima oleh pusat mual muntah di daerah medula oblongata, sehingga terjadi sensitizasi dari
pusat tersebut dan menyebabkan gejala mual muntah.
Disuria
Ketika bakteri telah membentuk koloni di epitelium kandung kemih atau buli-buli,
kandung kemih akan mengalami edema akibat efek dari perlawanan terhadap kolonisasi bakteri.
Adanya edema pada kandung kemih menyebabkan rongga kandung kemih berkurang
kemampuannya dalam menampung urin. Hal ini berimbas pada aktivitas sering BAK akibat urin
yang tidak tertampung secara optimal. Di sisi lain, saat epitel dari kandung kemih mengalami
edema akibat patogen dari bakteri, mediator inflamasi seperti histamin, leukotrian akan
mensensitisasi nociceptor yang dihantarkan melalui serabut saraf C sehingga menimbulkan nyeri
saat berrkemih.