Makalah LBM 4 Fix (Tiba-Tiba Pingsan)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai


kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi akut maupun kronis. DM merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat.
Kadar gula darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai
keadaan. Komplikasi yang berkaitan dengan DM digolongkan sebagai komplikasi
akut dan kronik. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan
jangka pendek dari glukosa darah, yaitu hipoglikemia/koma hipoglikemia yang
ditandai dengan kadar gula darah yang rendah. Sindrom Hiperglikemik
Hiperosmolar Non Ketotik (HHNC/ HONK) adalah keadaan hiperglikemi dan
hiperosmolar tanpa terdapatnya ketosis yang merupakan komplikasi akut DM.
Selain itu, terdapat juga Ketoasidosis Diabetik (KAD) sebagai komplikasi akut
DM lainnya yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan
terdapatnya ketosis dalam darah. Semua komplikasi akut dari DM tersebut dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.
Sedangkan, komplikasi kronik dari DM adalah umumnya terjadi 10 sampai 15
tahun setelah awitan, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu makroangiopati dan
mikroangiopati. Komplikasi makroangiopati berkaitan dengan berbagai penyakit
pembuluh darah besar, seperti jantung koroner, vaskular perifer, dan vaskular
serebral. Sedangkan, komplikasi mikroangiopati berkaitan dengan berbagai
penyakit yang mengenai mata (retinopati diabetik), ginjal (nefropati diabetik), dan
lain-lain. Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan
baik komplikasi akut yang akan mengarah ke komplikasi kronik.

TIBA-TIBA PINGSAN | 1
1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari laporan ini, yaitu:


1. Untuk mengetahui diagnosis diferensiasi penyakit yang ada di skenario
berdasarkan identifikasi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
2. Untuk mengetahui identifikasi dari salah satu komplikasi akut diabetes
melitus, yaitu krisis hiperglikemia.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari laporan ini, yaitu:


1. Agar mahasiswa dapat memahami diagnosis diferensiasi penyakit yang
ada di skenario berdasarkan identifikasi hasil pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
2. Agar mahasiswa dapat memahami identifikasi dari salah satu
komplikasi akut diabetes melitus, yaitu krisis hiperglikemia.

TIBA-TIBA PINGSAN | 2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Hari / Tanggal Sesi 1 : Senin, 18 September 2017

Hari / Tanggal Sesi 2 : Rabu, 20 September 2017

Tutor : 1. dr. Muhammad Nauval

2. dr. Deny Sutrisna Wiatma

Moderator : Baiq Diana Meilinda

Sekretaris : Restu Rahmadanti Ayuningtiyas

2.2 Skenario
TIBA-TIBA PINGSAN

Tn. Rasid 45 tahun, datang diantar kerluarganya ke UGD Puskesmas


dikeluhkan tiba-tiba pingsan sejak 3 jam yang lalu. Keluarga mengatakan bahwa
Tn. Rasid memiliki riwayat penyakit kencing manis sejak 3 tahun yang lalu.
Awalnya Tn. Rasid rajin minum obat kencing manis dan rutin kontrol ke dokter
keluarganya. Tetapi, setahun yang lalu setelah mendengar cerita dari temannya
yang memiliki keluhan yang sama dengannya, bahwa keluhannya semakin
berkurang setelah minum ramuan tradisional. tn. Rasid mulai ikut-ikutan minum
obat tradisional dan berhenti minum obat kencing manis dari dokter, Tn. Rasid
juga tidak pernah lagi datang kontrol dan memeriksakan gula darahnya ke dokter
keluarganya karena merasa badannya semakin sehat.
Dokter jaga UGD melakukan tatalaksana awal dan pemeriksaan fisik pada
pasien didapatkan: KU: lemah, GC: E2V3M4, TD: 90/60, N: 120 x/m, RR: 24
x/m cepat dan dalam, T: 38,0ºC. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan GDS:
450 mg/dL.
TIBA-TIBA PINGSAN | 3
Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang dokter segera melakukan
penatalaksaan yang tepat bagi pasien.

2.3 Pembahasan LBM

I. Klarifikasi Istilah
1. GCS : Glasglow Coma Scale merupakan skala yang digunakan
untuk mengukur tingkat kesadaran pasien apakah pasien
sedang koma atau tidak dengan menilai respon pasien
terhadap rangsang yang diberikan (Budiman, 2006).
2. Pingsan : Disebut juga dengan sinkop merupakan hilangnya
kesadaran dan tonus postural secara sementara akibat
penurunan dari aliran darah ke otak (Fauci, 2008).

II. Identifikasi Masalah


1. Mengapa Tn. Rasid tiba-tiba pingsan?
2. Berapa nilai GCS normal?

III.Brainstorming
1. Pingsan merupakan salah satu mekanisme pertahanan alami dari tubuh.
Hal ini biasanya terjadi ketika pasokan darah dan oksigen sangat
rendah di dalam otak. Karena ini, fungsi otak akan terhambat dan juga
akan berpengaruh pada organ-organ lain di dalam tubuh. Pingsan bisa
terjadi saat tekanan darah mendadak turun. Turunnya tekanan darah
mengakibatkan aliran darah ke otak berkurang sehingga otak
kekurangan oksigen. Penurunan aliran darah ini biasanya akan
diseimbangkan oleh tubuh secara otomatis. Tetapi jika proses
penyesuaian tersebut memakan waktu terlalu lama, seseorang dapat
mengalami pingsan. Penyebab di balik penurunan aliran darah ke otak
bisa beragam. Beberapa faktor penyebab pingsan yaitu (Fauci, 2008):
a. Malfungsi yang bersifat sementara pada sistem saraf otonom

TIBA-TIBA PINGSAN | 4
Yaitu sistem saraf yang berfungsi otomatis, misalnya untuk
mengatur detak jantung dan tekanan darah. Malfungsi pada sistem
saraf ini merupakan penyebab di balik sebagian besar kasus
pingsan. Gangguan fungsi tersebut dapat dipicu oleh stress, rasa
sakit yang terjadi tiba-tiba, berdiri terlalu lama, tertawa, atau
bahkan bersin.
b. Tekanan darah yang mendadak turun
Orang yang memiliki tekanan darah rendah bisa pingsan secara
tiba-tiba. Hal itu dikarenakan penurunan tekanan darah didalam
saraf vagus sehingga membuat seseorang menjadi pingsan.
Penyebab darah rendah bisa diatasi dengan berbagai kondisi yang
sesuai dengan keadaan tubuh. Adapun beberapa cara mengatasi
darah rendah salah satunya dengan mengkonsumsi makanan
penambah darah rendah. Adapun beberapa faktor yang membuat
darah rendah misalnya karena terlalu cepat berdiri dari posisi
duduk atau tidur, diabetes, dehidrasi, gangguan saraf, atau karena
obat-obatan. Misalnya obat antihipertensi dan antikejang.
c. Perubahan irama jantung
Perubahan irama jantung bisa menyebabkan seseorang menjadi
pingsan dikarenakan menyebabkan terjadinya fluktuasi. Fluktuasi
itu berpengaruh terhadap jumlah darah yang akan dipompa ke
seluruh tubuh manusia. Jumlah darah yang dipompa itu bisa
menyebabkan berkurangnya pasokan darah yang mengalir ke otak,
jika jumlah darah berkurang, maka pasokan oksigen juga akan
berkurang. Hal ini lah yang menyebabkan seseorang pingsan.
Kondisi ini biasanya juga sering terjadi pada orang yang menderita
jenis penyakit jantung tertentu.
d. Anemia
Anemia merupakan suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah
berkurang atau sedikit akibatnya orang tersebut akan mengalami
pusing bahkan pingsan.
TIBA-TIBA PINGSAN | 5
2. GCS (Glasglow Coma Scale) merupakan skala yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesadaran pasien, apakah pasien itu dalam keadaan
koma atau tidak, dengan menilai respon pasien terhadap rangsang yang
diberikan. Teknik penilaian dengan GCS terdiri dari tiga penilaian
terhadap respon yang ditunjukkan oleh pasien setelah diberi stimulus
tertentu, yakni respon buka mata, respon verbal dan respon motorik.
Setiap penilaian mencakup poin-poin, dimana total poin tertinggi
bernilai 15 berarti pasien dalam batas normal. Berikut tabel skor
pemeriksaan GCS (Glasglow Coma Scale) (Budiman, 2006).

Pengukuran Respon Skor

Spontan membuka mata 4

Membuka mata dengan perintah (suara, 3


Eye (respon sentuhan)
membuka mata) Membuka mata dengan rangsangan nyeri 2

Tidak membuka mata dengan rangsangan 1


apapun

Berorientasi baik 5

Bingung, berbicara mengacau, 4


disorientasi tempat dan waktu

Verbal (respon Bisa membentuk kata, tetapi tidak bisa 3


berbicara) membentuk kalimat

Bisa mengerluarkan suara tanoa arti 2


(mengarang)

Tidak bersuara 1

Motorik Mengikuti perintah 6

Melokalisir nyeri (menjangkau dan 5


TIBA-TIBA PINGSAN | 6
menjauhkan stinmulus saat diberi
rangsang nyeri)

Menghindar (menarik ekstremitas atau 4


tubuh menjauhkan stimulus saat diberi
rangsangan nyeri).

Menjauhi rangsan nyeri 3

Ngekstensi spontan 2

Tidak ada pergerakan 1

(Budiman, 2006)
Biasanya hasil pengukuran GCS ditulis dalam bentuk symbol huruf
yaitu nilai E, nilai M, dan nilai V. selanjutnya semua skor yang didapat
dari pemeriksaan eye, verbal, dan motorik semua dijumlahkan, nilai
GCS yang tertinggi adalah 15 (GCS normal) yaitu E4 V5 M6 dan
terendah adalah 3 yaitu E1 V1 M1. Biasanya pasien dengan nilai GCS
dibawah 5 ialah pasien emergensi yang sulit dipertahankan
keselamatannya (Budiman, 2006).
Tingkat kesadaran dapat dibedakan kedalam beberapa tingkatan yaitu
(Budiman, 2006):
a. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya,
baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat
menjawab pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik.
b. Apatis, yaitiu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak
acuh terhadap lingkungannya.
c. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan
gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh
gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta.
d. Somnolen, yaitiu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan
tertidur kembali.

TIBA-TIBA PINGSAN | 7
e. Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk dalam, namun
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya
rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dengan baik
f. Semi-coma, yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali,
respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi reflex kornea
dan pupil masih baik.
g. Coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan
respon terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada
respons terhadap rangsang nyeri.

Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang


didapat dari penilaian GCS pasien (Budiman, 2006):

- Nilai GCS Composmentis : 15-14


- Nilai GCS Apatis : 13-12
- Nilai GCS Delirium : 11-10
- Nilai GCS Somnolen : 9-7
- Nilai GCS Sopor : 6-5
- Nilai GCS Semi-coma :4
- Nilai GCS Coma :3

TIBA-TIBA PINGSAN | 8
IV. Rangkuman Permasalahan
Bagan

DIABETES MELITUS TIPE II

KOMPLIKASI

AKUT KRONIS

HIPOKLIKEMI HIPERGLIKEMI

KAD HHS

DEFINISI DIAGNOSIS

PATOFISIOLOGIS TERAPI

TIBA-TIBA PINGSAN | 9
Penjelasan bagan

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya.
Pada bagan ini dijelaskan diabetes melitus tipe 2 yang memiliki
komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut ini terdiri dari
hiperglikemi dan hipoglikemi. Kemudian, hiperglikemi ini dibagi lagi
menjadi Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan Hiperglikemia Hiperosmolar
Non Ketotik (HHNK) atau hyperosmolar hyperglycemic state (HHS).
KAD adalah keadaan yang mana resistensi dan/atau defisiensi
insulin menyebabkan terjadi peningkatan ketogenesis, sehingga terbentuk
banyak benda keton di hati dan beredar di darah. Sedangkan, HHS adalah
keadaan hiperglikemi yang ditandai dengan dehidrasi berat, tetapi karena
ketersediaan insulin yang cukup untuk mencegah ketogenesis, sehingga
tidak ada ketosis di dalam darah. KAD dan HHS memiliki faktor pencetus
yang hampir sama, yaitu salah satunya karena infeksi.
Patofisiologis KAD lebih merujuk ke peningkatan sekresi hormon
kontraregulator insulin yang kemudian akan meningkatkan lipolisis yang
menyebabkan ketoasidosis. Pada HHS, terjadi diuresis osmotik yang
menyebabkan dehidrasi berat pada penderitanya tanpa ketoasidosis karena
ada kadar insulin yang cukup untuk menghambat ketogenesis.
Untuk penegakkan diagnosis keduanya dengan cara paling awal,
yaitu pemeriksaan glukosa darah, yang mana pada penderita KAD, kadar
glukosa darahnya dapat mencapai > 250 mg/dL, sedangkan pada penderita
HHS, kadar glukosa darahnya dapat mencapai > 600 mg/dL. Namun, ada
beberapa diagnosis klinis yang dapat membedakan kedua komplikasi
tersebut yang akan dibahas lebih lanjut pada makalah ini.
Salah satu terapi awal yang dapat diberikan pada kedua komplikasi
ini adalah pemberian insulin lalu glukosa oral pada saat glukosa sudah
kembali normal. Hal ini dapat mencegah terjadinya hipoglikemia.

TIBA-TIBA PINGSAN | 10
V. Learning Issues
1. Identifikasi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
ada pada skenario!
2. Jelaskan mengenai salah satu komplikasi akut diabetes melitus, yaitu
krisis hiperglikemia!

VI. Referensi
1. Identifikasi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Tjokroprawiro, A., Murtiwi, S. Kegawatdaruratan Diabetes
Mellitus. Dalam: Tjokroprawiro, A., et al., editor. (2015). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed-2. Surabaya: Airlangga University
Press (AUP).
2. Krisis hiperglikemia.
a. PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI).
b. Soewondo, P. Ketoasidosis Diabetik. Dalam: Sudoyo, AW., et al.,
editor. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed. V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
c. Soewondo, P. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik.
Dalam: Sudoyo, AW., et al., editor. (2009). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Ed. V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
d. Tortora, GJ., Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy and
Physiology 12th Ed. Hoboken: John Wiley & Sons, Inc.

TIBA-TIBA PINGSAN | 11
VII. Pembahasan Learning Issues

1. Identifikasi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


yang ada pada skenario!

PF/PP KAD HHS

KU Lemah + +

GCS menurun +/- +

TD menurun + +

N meningkat + +

RR meningkat, cepat,
+ -
dan dalam (Kussmaul)

T meningkat + -

GDS meningkat + +

(Tjokroprawiro, 2015)

2. Jelaskan mengenai salah satu komplikasi akut diabetes melitus,


yaitu krisis hiperglikemia!
Krisis hiperglikemia terdiri dari dua, yaitu (PERKENI, 2015;
Soewondo, 2009):
a. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
 Definisi
o KAD adalah keadaan dekompensasi gangguan metabolik, yang
ditandai dengan hiperglikemia, ketosis, dan asidosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin. Namun, resistensi insulin
juga dapat menyebabkan KAD.

TIBA-TIBA PINGSAN | 12
 Patofisiologi
o Defisiensi dan/atau resistensi insulin, serta ↑ hormon
kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon
pertumbuhan)  ↑ glukoneogenesis, glikogenolisis, lipolisis,
dan proteolisis; serta ↓ sintesis protein, dan lipogenesis.
 ↑ glukoneogenesis & glikogenolisis  ↑ produksi glukosa
hati ↓ penggunaan glukosa oleh sel tubuh  hiperglikemia.
 ↑ lipolisis  ↑ asam lemak bebas (Free Fat Acid/FFA) 
sebagian akan dikonversi menjadi keton.
 ↑ keton  ↑ keasaman sirkulasi sistemik (asidosis).
o Gejala klinis KAD dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
 Akibat hiperglikemia  glukosa darah >250 mg/dL.
 Mengalami diuresis osmotik  poliuri  hipovolemik 
dehidrasi  polidipsi.
 Akibat ketosis.
o Karena sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai
energinya  sistem homeostasis tubuh teraktivasi untuk
memproduksi glukosa dalam jumlah banyak  hiperglikemia
o Defisiensi insulin & ↑ konsentrasi hormon kontraregulator
(terutama epinefrin)  mengaktivasi hormon lipase sensitif
pada jaringan lemak  ↑ lipolisis  ↑ produksi benda keton
dan asam lemak bebas.
 Akumulasi benda keton oleh sel hati  asidosis metabolik.
 Benda keton utama:
 Asam asetoasetat (AcAc).
 3 beta hidroksi butirat (3HB).
o Defisiensi insulin juga disebabkan oleh ↓ suplai insulin endogen
atau eksogen.
 Defisiensi insulin  3 proses patologi pada 3 organ, yaitu:
 Sel-sel lemak.
 Hati.
TIBA-TIBA PINGSAN | 13
 Otot.
o Resistensi insulin berperan dalam memperberat defisiensi
insulin relatif.
 ↑ hormon kontraregulator, ↑ asam lemak bebas,
hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-
basa  mengganggu sensitivitas insulin.
o ↑ Glukagon menghambat pembentukan malonyl CoA.
 Malonyl CoA adalah suatu penghambat carnitine acyl
transferases (CPT 1 dan 2) yang bekerja pada transfer asam
lemak bebas ke dalam mitokondria.
 ↑ glukagon  merangsang oksidasi beta asam lemak dan
ketogenesis.
o ↑ Hormon pertumbuhan & stres  menstimulasi pembentukan
benda keton, glukoneogenesis, berpotensial sebagai pencetus
KAD.
 Gejala klinis
o Riwayat pemberentian penggunaan insulin eksogen, demam,
atau infeksi  keluhan poliuri dan polidipsi.
o Pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul).
o Dehidrasi dengan berbagai derajat (turgor kulit berkurang, lidah
dan bibir kering).
o Terkadang hipovolemia hingga syok.
o Derajat kesadaran  komposmentis, delirium, atau depresi
sampai koma.
 Diagnosis
o Anamnesis.
o Pemeriksaan fisik, yaitu pemeriksaan konsentrasi glukosa darah
dengan glucose sticks dan pemeriksaan urin dengan urine strip
untuk melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat,
dan leukosit dalam urin.

TIBA-TIBA PINGSAN | 14
o Pemeriksaan laboratorium lengkap untuk menilai karakteristik
dan tingkat keparahan KAD, meliputi konsentrasi HCO3,
anion gap, pH darah, dan konsentrasi AcAc, laktat, serta
3HB.

Tabel kriteria diagnosis KAD

Kadar glukosa > 250 mg/dL

pH < 7,35

HCO3 ↓

Anion gap ↑

Keton serum (+)

 Tatalaksana
o Prinsip-prinsip pengelolaan KAD, yaitu:
 Penggantian cairan dan garam yang hilang.
 Menekan lipolisis sel lemak dan glukoneogenesis sel hati
dengan pemberian insulin.
 Mengatasi stres sebagai pencetus KAD.
 Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari
pentingnya pemantaun serta pemberian obat.
o Ada enam hal yang harus diberikan, lima diantaranya:
TIBA-TIBA PINGSAN | 15
 Cairan
 Gunakan larutan garam fisiologis  mengatasi dehidrasi.
 Keuntungannya:
 Memperbaiki perfusi jaringan.
 ↓ hormon kontraregulator insulin.
 Insulin
 Insulin eksogen  ↓ konsentrasi hormon glukagon 
menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam
lemak bebas dari jaringan otot dan ↑ penggunaan glukosa
oleh jaringan.
 Setelah konsentrasi glukosa darah < 200 mg/dL,
insulin diteruskan, namun untuk mencegah
hipoglikemia diberikan asupan glukosa oral hingga
kadar pulih kembali.
 Kalium
 KAD  ↑ ion kalium serum atau hiperkalemia.
 Pemberian kalium  mengantisipasi masuknya ion K ke
dalam sel serta mempertahankan konsentrasi K serum
dalam batas normal.
 Glukosa
 Konsentrasi glukosa darah mencapai < 200 mg/dL pada
saat setelah pemberian insulin eksogen, maka dapat
dimulai infus mengandung glukosa  untuk menekan
ketogenesis.
 Bikarbonat
 Hanya dianjurkan bagi penderita KAD yang berat.
o Pengobatan umum
 Antibiotik yang adekuat.
 Oksigen bila pO2 < 80 mmHg.
 Heparin bila ada DIC (Disseminated Intravascular
Coagulation).
TIBA-TIBA PINGSAN | 16
 Komplikasi
o Edema paru.
o Hipertrigliseridemia.
o Infark miokard akut.
o Komplikasi iatrogenik (hipoglikemia, hipokalemia,
hiperkloremia, edema otak, dan hipokalsemia).

TIBA-TIBA PINGSAN | 17
b. Hiperosmolar hiperglikemia non ketotik (HHNK)
 Definisi
o Ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai
ketosis.
o Gejala klinis utama: dehidrasi berat, hiperglikemia berat, dan
seringkali disertai dengan gangguan neurologis dengan atau
tanpa adanya ketosis.
o Perjalanan klinis HHNK berlangsung dalam jangka waktu
tertentu dengan gejala khas poliuri, podipsi, dan penurunan
berat badan.
 Patofisiologi
o Faktor yang memulai timbulnya HHNK  diuresis glukosuria.
 Glukosuria  kegagalan ginjal dalam mengkonsentrasikan
urin  yang memperberat derajat kehilangan air.
 Normalnya, ginjal berfungsi mengeliminasi glukosa.
 ↓ volume intravaskular atau penyakit ginjal yang sudah
ada sebelumnya  ↓ laju filtraso glomerulus  ↑
konsentrasi glukosa.
 Hilangnya air > natrium  hiperosmolar.
 Sebagai kompensasi tubuh karena ↑ kadar glukosa darah
sebagai akibat dari defisiensi dan/atau resistensi insulin.
o Tidak mengalami ketoasidosis.
 Diduga karena keadaan hiperosmolar, ↓ konsentrasi asam
lemak bebas untuk ketogenesis  ketersediaan insulin yang
cukup untuk menghambat ketogenesis, namun tidak cukup
untuk mengatasi hiperglikemia, dan resistenasi hati terhadap
glukagon.
o Defisiensi insulin relatif  timbulnya hiperglikemia, ↓
penggunaan glukosa oleh jaringan perifer, sel otot dan sel
lemak, ketidakmampuan menyimpan glukosa sebagai glikogen

TIBA-TIBA PINGSAN | 18
pada otot dan hati, serta stimulasi glukagon pada sel hati untuk
glukonegenesis  semakin naik kadar glukosa darah.
 Hiperglikemia  diuresis osmotik  ↓ cairan tubuh total 
akan mengakibatkan semakin mengalami hiperglikemia dan
hilangnya volume sirkulasi
 Hiperglikemia dan ↑ konsentrasi protein plasma serta
hilangnya cairan intravaskular  keadaan hiperosmolar 
memicu sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan timbulnya
rasa haus.
o Jika pada saat hiperglikemia dan hiperosmolar terjadi
kehilangan cairan yang tidak dikompensasi dengan masukan
cairan oral  akan timbul dehidrasi dan hipovolemia.
 Hipovolemia  hipotensi  gangguan perfusi jaringan.
 Gangguan elektrolit berat disertai hipotensi  koma
(stadium akhir).
 Gejala klinis
o Umumnya berusia lanjut (> 60 tahun), belum diketahui DM
(hampir separuh pasien) atau DM tanpa insulin, dan pasien
DMT2 dengan pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik oral.
o Keluhan pasien:
 Rasa lemah.
 Gangguan penglihatan.
 Kaki kejang.
 Mual dan muntah (jarang).
 Keluhan saraf, seperti:
 Letargi.
 Disorientasi.
 Hemiparesis.
 Kejang atau koma.

TIBA-TIBA PINGSAN | 19
o Pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda:
 Dehidrasi berat, seperti turgor yang buruk, mukosa pipi
kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin, dan
denyut nadi yang cepat dan lemah.
 ↑ suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi.
o Status mental dari disorientasi hingga koma.
o Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan
langsung dengan osmolaritas efektif serum, yaitu:
 Koma: osmolaritas serum > 350 mOsm/kg (350 mmol/kg).
o Gejala dan tanda:
 Berusia > 60 tahun.
 Tidak punya riwayat DM atau DM tanpa insulin.
 Mempunyai penyakit dasar lain, seperti penyakit ginjal,
kardiovaskular, dll.
 Sering disebabkan oleh obat-obatan, antara lain tiazid,
furosemid, manitol, digitalis, reserpin, steroid,
klorpromazin, dll.
 Memiliki faktor pencetus infeksi.
o Pemeriksaan laboratorium
 Awal: ↑ konsentrasi glukosa darah (> 600 mg/dL) dan ↑
osmolaritas serum (> 320 mOsm/kg air [normal = 250-300
mOsm/kg]), dengan pH > 7,30, disertai dengan ketonemia
ringan atau tidak, konsentrasi kalium meningkat atau
normal, konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen (BUN),
dan hematokrit hampir selalu meningkat.

TIBA-TIBA PINGSAN | 20
 HHNK  tubuh kehilangan berbagai elektrolit.

Tabel kehilangan elektrolit pada HHNK

Elektrolit Hilang (mEq/kg)

Natrium 7 – 13

Klorida 3–7

Kalium 5 – 15

Fosfat 70 – 140

Kalsium 50 – 100

Magnesium 50 – 100

Air 100 - 200

 Penatalaksanaan
o Diberikan cairan hipotonis, pemantauan konsentrasi glukosa
darah, dan pemberian insulin.
 Komplikasi
o Oklusi vaskular.
o Infark miokard.
o Low-flow syndrome.
o Disseminated intravascular coagulopathy.
o Rabdomiolisis.
o Adult respiratory distress syndrome dan edema serebri  akibat
dari overhidrasi.

TIBA-TIBA PINGSAN | 21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan, bahwa penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol


akan dapat menyebabkan penderita terkena berbagai komplikasi, terlebih bila
glukosa darah yang terus mengalami peningkatan atau hiperglikemia yang dapat
mengarah ke komplikasi akut hiperglikemia atau krisis hiperglikemia. Terdapat
dua jenis krisis hiperglikemia, yaitu Ketoasidosis Diabetik (KAD) dan
Hiperosmolar Hiperlikemik Non Ketotik (HHNK). Kedua komplikasi akut ini
menunjukkan gejala klinis yang hampir mirip, tetapi tetap bisa dibedakan.
KAD merupakan keadaan hiperglikemia yang ditandai dengan adanya badan
keton pada peradaran darah. Adanya badan keton di peredaran darah
menunjukkan meningkatnya lipolisis di dalam tubuh yang kemudian
menghasilkan banyak badan keton, seperti asam asetoasetat (AcAc), 3 beta
hidroksi butirat (3HB). Hal ini dapat kita lihat dari hasil laboratorium yang
menunjukkan kadar keton serum (+). Gejala klinis yang paling khas pada KAD
adalah adanya pernapasan Kussmaul, sebagai kompensasi tubuh terhadap keadaan
pH darah yang asam. Terapi yang dapat diberikan yaitu pemberian insulin untuk
mengurangi kadar glukosa darah, namun pada saat glukosa darah sudah mencapai
normal harus diberikan glukosa agar tidak terjadi komplikasi lain yaitu
hipoglikemia.
HHNK merupakan keadaan hiperglikemia yang ditandai dengan dehidrasi
berat akibat glukosa darah yang terlalu tinggi di darah. Hal ini menyebabkan
terjadi diuresis diabetik. Namun, HHNK tidak ditandai dengan adanya badan
keton di peredaran darah karena terdapat insulin yang cukup untuk mencegah
terjadinya lipolisis. Namun, insulin tersebut tidak mampu untuk mengatasi kadar
glukosa darah tinggi di peredaran darah. Gejala klinis ditandai dengan dehidrasi
berat, sehingga memperlihatkan turgor kulit yang buruk dan denyut nadi lemah.

TIBA-TIBA PINGSAN | 22
Kadar glukosa darah pada kasus ini adalah >600 mg/dL dan osmolaritas mencapai
>320 mOsm/kg. Terapi yang dapat diberikan pertama kali yaitu pemberian insulin
untuk menurunkan kadar glukosa darah hingga normal. Selain itu, terapi berbagai
elektrolit juga dibutuhkan untuk menyeimbangkan kadar elektrolit darah.
Komplikasi yang terjadi bila HHNK tidak diobati adalah infark miokard dan
disseminated intravascular coagulation (DIC).

TIBA-TIBA PINGSAN | 23

Anda mungkin juga menyukai