Rivaldi pratama
170704016
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al Quran, sumber dan dalil
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3TUJUAN PENULISAN
3.Untuk mengetahui perbedaan dalil qath’i,dalil zhanni,dalil kulli dan dalil juz’i
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al-Qur’an
Dalam pembahasan tentang arti al-Qur‟an akan ditinjau dari dua segi, yaitu arti al-Qur‟an
menurut bahasa (etimologi) dan arti al-Qur‟an menurut istilah (terminologi).
berarti ‘’bacaan‟, asal kata qara’a. kata Al-Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti isim
maf’ul yaitu maqru’ (dibaca).
Al-Qur’an menurut istilah (terminologi). Adapun definisi Al-Qur’an ialah “kalam Allah
SWT yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad saw
dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah
ibadah”.
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau
13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Oleh para ulama membagi masa turun ini
dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah
berlangsung selama 12 tahun masa kenabian RasulullahSAW dan surat-surat yang turun pada
waktu ini tergolong surat Makkiyyah.
b. Asy Syaukani dalam kitab Al Irsyad : Yang lebih utama dikatakan, “Al Qur’an itu
Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang ditilawatkan dengan lisan, lagi
mutawatir penukilannya.”
c. Ahli Agama (‘Uruf Syara’) : “Al Qur’an itu wahyu Illahi yang diturunkan kepada
Muhammad yang telah disampaikan kepada kita, umatnya, dengan jalan mutawatir, yang
dihukumi kafir orang yang meriwayatkannya. Jadi, dari beberapa pendapat para ‘Ulama
tentang definisi Al Qur’an, dapat disimpulkan bahwa Al Qur’an adalah Kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. secara munajjaman oleh Malaikat Jibril agar
disampaikan kepada umatnya, yang ditilawatkan dengan lisan.
Secara etimologi kata hukum (al-hukm) berarti “mencegah” atau “memutuskan”. (4)
Menurut istilah, terminologi hukum dipahami dalam dua pengertian. Menurut ushuliyah
(ulama ahli ushul fiqih) hukum adalah titah Allah yang berhubungan dengan perbuatan
orang mukallaf. Sedangkan menurut fuqaha’ atau ulama ahli fiqih hukum adalah sifat yang
bersifat syar’i yang merupakan pengaruh dari titah Allah atau pengaruh titah Allah yang
berkaitan dengan perbuatan orang mukallaf
kata syara’ secara etimologi berarti “jalan yang biasa dilalui air”, maksudnya adalah
jalan yang dilalui manusia dalam menuju jalan Allah. Dalam Al-Qur’an terdapat 5 kali
disebutkan kata syara’ dalam arti ketentuan atau jalan yang harus ditempuh.Jadi hokum
syara’ berarti seperangkat peraturan berdasarkan ketentuan Allah tentang tingkah laku
manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama
islam.
Artinya :Dan bagimu (suami-suami) seper dua dari harta yang ditiggalkan oleh istri-istrimu
jika mereka tidak mempunyai anak (an-Nisa').
Ayat ini qoth’i dalalahnya karena dengan tegas hak suami yang ditinggalkan oleh mati
istrinya yang tidak punya anak, artinya bahwa bagian suami dalam keadaan seperti ini adalah
seperdua, tidak yang lain.
Tentang hukuman had zina
Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru”. (Al Baqarah : 228)
2.5 DALIL KULLI
Dalil kulli adalah dall yang mempunyai sifat keseluruhan dan tidak menunjukkan
kepada sesuatu persoalan tertentu dari perbuatan mukalaf (8) Dalil kully ini ada kalanya ayat
al-qur’an, as-sunnah, dan kaidah fiqhiyyah.
Dalil kully adakalanya berupa ayat-ayat al-Qur’an, Sunnah, dan kaidah fiqhiyah .
Contoh dari ketiganya ialah:
Firman Allah surah al-Baqarah ayat 29:
“Dialah Allah yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu.”
Ayat di atas menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini boleh untuk
dipergunakan oleh manusia. Kata
ِ ْ َما فِى األَ ر (segala sesuatu yang ada di bumi) bersifat umum mencakup
ض َج ِم ْيعًا
semua yang ada di darat dan di laut.
Dari ayat ini diambil dasar kaidah:
ُاحة
َ َاإلب ْ َص ُل فِى األ
ِ شيَا ِء ْ َاأل
“Pokok hukum segala sesuatu adalah membolehkan”.
Hadist Nabi yang berbunyi:
ُهللا صلَّى ُ الخ ْد ِرى قَا َل َر
َ ِس ْو ُل هللا ُ انٍ َسن َ عَنْ أَبِى
َ س ِع ْي ِد ْب ِن َمالِ ٍك ْب ِن
ار
َ ض َرِ َض َر َر َوالَ َال: سلَّ َم َ َعلَ ْي ِه َو
“Dari Abu Sa’id bin Malik bin Sanan al-Khudriy, bersabda Rasulullah saw: “Tidak boleh
memadlaratkan diri sendiri dan tidak boleh dimadlaratkan orang lain” (H.R. Ibnu Majah dan
Daru Quthniy).(9)
Hadits di atas melahirkan kaidah kemaslahatan, yakni membina segala ketetapan
dibangun atas dasar kemaslahatan.
(8)Prof. Drs. H.A. Djazuli, Dr. I. Nurol Aen M. A ,Ushul Fiqih,(Metodologi Hukum Islam),(Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2014), halaman 85-86.
(9)]
Prof. Drs. H.A. Djazuli, Dr. I. Nurol Aen M. A ,Ushul Fiqih(Metodologi Hukum Islam),(Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2014), halaman 86.
2.6 Dalil Juz’i
Dalil juz’I atau tafsili adalah dalil yang menunjukkan kepada suatu persoalan dengan
satu hukum tertentu.
Contohnya :
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagai mana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (Q.S. Al-Baqoroh :183)
Ayat diatas termasuk kedalam dalil juz’I, karena hanya menunjukkan kepada perintah puasa
saja.(11)
Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam menjelaskan hukum-hukum yang
terkandung di dalamnya dengan cara:
Penjelasan rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, seperti
yang berkaitan dengan masalah akidah, hukum waris, hukum-hukum yang terkait dengan
masalah pidana hudud, dan kaffarat. Hukum-hukum yang rinci ini, menurut para ahli ushul
fiqih disebut sebagai hukum ta’abbudi yang tidak bisa dimasuki oleh logika.
Penjelasan Al-Qur’an terhadap sebagian besar hukum-hukum itu bersifat global
(kulli), umum , dan mutlak, seperti dalam masalah shalat yang tidak dirinci beberapa kali
sehari dikerjakan, berapa rakaat untuk satu kali shalat, apa rukun dan syaratnya. Demikian
juga dalam masalah zakat, tidak dijelaskan secara rinci, dan berapa benda yang wajib
dizakatkan, berapa nisab zakat, dan berapa kadar yang harus di zakatkan. Untuk hukum-
hukum yang bersifat global, umum dan mutlak ini, Rasulullah Saw, melalui sunnahnya,
bertugas menjelaskan, mengkhususkan, dan membatasi.(12)
(11)Prof. Drs. H.A. Djazuli, Dr. I. Nurol Aen M. A ,Ushul Fiqih, (Metodologi Hukum Islam),(Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2014).
(12) Prof. Drs. H.A. Djazuli, Dr. I. Nurol Aen M. A ,Ushul Fiqih(Metodologi Hukum Islam),(Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2014).
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa al-Qur’an itu betul-
betul datang dari Allah secara qat’iy (pasti). Oleh karena itu hukum-hukum yang terkandung
di dalam Al-Qur’an merupakan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh (Mukhalaf) manusia
sepanjang masa.
dalil syar’iyyah merupakan sumber rujukan bagi penetapan hukum. dalil merupakan
bukti, indikasi atau petunjuk yang terdapat didalam didalam sumber-sumber dimana
ketentuan syariat atau hukum, di simpulkan. Sehingga segala sesuatu perbuatan yang
dikerjakan oleh mukallaf dapat dikanai hukum syara.
Adapun pembagian dalil dapat dilakukan dalam berbagai aspek. Jika Ditinjau dari
segi asalnya dalil dapat dikelompokkan menjadi dua : Dalil naqli dan Dalil aqli. Ditinjau dari
ruang lingkupnya yaitu : Dalil kulli dan Dalil juz’I, dan jika Ditinjau dari segi daya
kekuatannya digolongkan kedalam Dalil qoth’I dan Dalil dhonni.
Qath’I menurut bahasa mempunyai arti putus, pasti atau diam. Sedangkan menurut
istilah adalah dalil yang jelas dan terbentuk hanya memiliki satu makna dan tidak membuka
penafsiran yang lain.
Dalil dzonni adalah suatu dalil yang asal-usul historisnya (al-wurud), penunjukkan
kepada maknanya (ad-dalalah), atau kekuatan argumentatif maknanya itu sendiri (al-hujjiyah)
diduga kuat sebagai benar, seperti keputusan hakim yang didasarkan atas keterangan para
saksi yang tidak mustahil melakukan kekeliruan.
Dalil kulli adalah dall yang mempunyai sifat keseluruhan dan tidak menunjukkan
kepada sesuatu persoalan tertentu dari perbuatan mukalaf .Dalil kulli ini ada kalanya ayat al-
qur’an, as-sunnah, dan kaidah fiqhiyyah.
Dalil juz’I atau tafsili adalah dalil yang menunjukkan kepada suatu persoalan dengan
satu hukum tertentu.
Daftar pustaka
Djazuli, Prof. Drs. H.A., Dr. I. Nurol Aen M. A ,Ushul Fiqih,(Metodologi Hukum
Islam),(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2014).