Anda di halaman 1dari 10

OBAT JAMUR

Infeksi jamur ada 2 jenis :


- Infeksi jamur sistemik ( dermatofit )
- Infeksi jamur lokal ( mukokutan )
Obat jamur :
- Obat jamur untuk infeksi sistemik
- Obat jamur untuk infeksi lokal
- Obat jamur yang dapat digunakan untuk infeksi lokal dan sistemik

Obat untuk infeksi jamur sistemik


1. Amfoterisin B
- Hasil fermentasi Streptomyces nodosus
- Aktivitas antijamur :
 Menyerang sel yg sedang tumbuh dan sel matang
 Bersifat fungistatik dan fungisidal , tergantung pada dosis dan
sensitivitas jamur
 Mekanisme kerja :
 Berikatan dg sterol pd membran sel jamur  permeabilitas
membran meningkat  kerusakan pd sel
 Tidak mempengaruhi bakteri, virus dan ricketsia
 Mengikat kolesterol pd membran sel manusia  efek toksik
 Resistensi : karena perubahan reseptor sterol pd membran sel
- Farmakokinetika :
 Abs melalui sal cerna <<<  penggunaan IV
 Distribusi : 95% berikatan dg lipoprotein
 Dapat menembus sawar uri,
 Ekskresi : ginjal, lambat
- Efek nonterapi
 Infus : kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam, menggigil, lesu,
anoreksia, nyeri otot.
 IV : demam, menggigil, berkurang pada pemberian selanjutnya. Dapat
ditekan dg pemberian hidrokortison.
 Efek pada ginjal :
 Penurunan faal ginjal pd 80% penderita  dihentikan kembali
normal
 Derajat kerusakan tergantung pd dosis
 Efek pd ginjal dapat diturunkan dg pemberian bersama flusitosin
 Anemia normokrom normositik  pd pemakaian jangka panjang.
- Indikasi :
 Untuk infeksi jamur : koksidioidomikosis, parakoksidioidomikosis,
aspergilosis, kromoblastomikosis, kandidiosis
 Obat terpilih untuk blastomikosis
 Histoplasmosis, kriptokokosis sistemik
 Leismaniasis mukokutan
 Topikal : efektif thd keratitis mikotik
 Pengobatan dg amfoterisin harus dilaksanakan di RS  harus dilakukan
pengamatan : urin, darah, pemeriksaan K, Mg, ureum dan kreatinin
plasma.
 Bila terjadi insufisiensi ginjal  terapi dihentikan sementara sp fungsi
ginjal normal kembali.

- Sediaan dan posologi :


 Injeksi 50mg bubuk dl vial  larutkan dl air  encerkan dg lar dekstrose
5% sampai kadar 0,1 mg/ml lar.
 Tidak boleh dilarutkan dg larutan elektrolit,asam atau larutan yg
mengandung bahan pengawet  mengendap
 Sediaan lain : krem, losion dan salap.

2. Flusitosin
- Aktifitas antijamur :
 Spektrum anti jamur agak sempit.
 Efektif untuk : kriptokokus, kandidosis, kromomikosis, aspergilosis.
 Criptoccocus dan Candida dapat menjadi resisten selama terapi.

- Mekanisme kerja
 Masuk ke dalam sel jamur, dl sitoplasma mengalami de-aminasi menjadi
5-fluorourasil  bergabung dg RNA  sintesa protein terganggu.

- Farmakokinetik
 Absorpsi :
 oral baik dan cepat
 Abs diperlambat oleh makanan, tapi jumlah yg diabs tidak berkurang
 Abs juga diperlambat oleh Mg(OH)2 , Al(OH)3 dan dg neomisin
 Distribusi :
 Baik, ke seluruh jaringan : CSS, akuosa, saliva
 Ekskresi :
 Ginjal >>, 90% dl bentuk utuh
 Waktu paruh :2,4 – 4,8 jam
- Efek non-terapi
 Kurang toksik daripada amfoterisin B
 Anemia, leukopenia, trombositopenia
 Mual, muntah, diare, enterokolitis
 Peningkatan SGOT, SGPT dan hepatomegali
 Efek hilang bila pengobatan dihentikan
 Kadang-2 : sakit kepala, bingung, pusing,mengantuk, halusinasi
 Tidak bersifat nefrotoksik
 Keamanan pada kehamilan belum diketahui jangan diberikan pada
wanita hamil.

- Indikasi
 Untuk infeksi jamur sistemik
 Umumnya dikombinasi dg Amfoterisin B
 Penggunaan tunggal hanya untuk kromoblastomikosis

- Posologi
 Kapsul 250mg dan 500mg
 Dosis lazim : 50mg-150mg/kgBB/hari dalam 4 dosis
 Dosis disesuaikan pd penderita insufisiensi ginjal.

3. Turunan Azol
a. Ketokonazol
- Aktivitas antijamur
 Merupakan turunan imidazol
 Baik untuk infeksi jamur sistemik dan non-sistemik.

- Farmakokinetika
 Absorpsi :
 Oral : baik
 Abs berkurang pada penderita dg pH lambung tinggi, pemberian
bersama antagonis H2 atau bersama antasida.
 Distribusi :
 Sampai ke kel lemak,saliva, kulit yg mengalami infeksi, tendon dan
cairan sinovial
 Dl cairan otak hanya bila terjadi infeksi
 Sebag besar mengalami metabolisme lintas pertama
 Ekskresi :
 Empedu >>,urin << , dl bentuk metabolit tidak aktif.
- Efek non-terapi
 Lebih kecil daripada Amfoterisin B
 Paling sering mual dan pruritus  diatasi dg memberi bersama
makanan, sebelum tidur atau dibagi dalam beberapa dosis.
 Jarang : sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia, parestesia, gusi
berdarah, erupsi kulit, trombositopenia.
 Kadang-2 menimbulkan kerusakan hati
 Pada pria : ginekomastia, infertilitas, penurunan libido, oligospermia.
 Hindarkan pd wanita hamil pd tikus menimbulkan cacat jari fetus.

- Indikasi
 Terutama untuk histoplasmosis paru, tulang, sendi dan jar lemak.
 Tidak dianjurkan untuk meningitis oleh kriptokokus  penetrasi kurang
baik
 Efektif untuk kriptokokus non-meningeal.

b. Itrakonazol
- Turunan triazol
- Aktivitas antijamur lebih luas dengan toksisitas lebih kecil dari ketokonazol
- Dapat diberikan per oral, abs lebih sempurna, dapat diberikan bersama
makanan
- Kadar dalam jaringan lebih tinggi
- Rifampisin dapat mengurangi kadar dl plasma
- Efeknon-terapi :
 Mual, muntah  tak perlu dihentikan, 10%-15% penderita
 Kemerahan, pruritus, lesu, pusing, parestesia, kehilangan libido
- Posologi :
 Sediaan kapsul 100mg
 Dosis :
 Dermatofitosis : 1x100mg/hari, selama 2-8mgg tgt lokasi lesi
 Kandidiasis vaginal : 1x200mg, / hari selama 3 hari
 Pitiriasis versikolor : 1x200mg/ hr selama 5 hari
- Indikasi :
 Blastomikosis, histoplasmosis, koksidioidomikosis,
parakoksidioidomikosis, kandidiasis mulut dan tenggorokan , tinea
versikolor.
c. Flukonazol
- Farmakokinetika :
 Abs melalui sal cerna sempurna, tidak dipengaruhi makanan
 Distribusi merata sampai sputum dan saliva
 Ekskresi : ginjal
- Posologi :
 Sediaan :
 Kapsul : 50 mg dan 150mg
 Dosis :
 100mg-400mg/ hari
 Kandidiosis vag : dosis tunggal 150mg
- Efek non-terapi :
 Umumnya dapat ditoleransi dengan baik
 Paling banyak : gangguan sal cerna
 Alergi kulit, eosinofilia, sindrom Stevens - Johnson, ggn faal hati
sementara trombositopenia  penderita AIDS
- Interaksi :
 Kadar plasma fenitoin , sulfonilurea , warfarin dan siklosporin
meningkat dg pemberian bersama flukonazol
- Indikasi :
 Mencegah relaps meningitis oleh kriptokokus pd penderita AIDS setelah
pengobatan dengan Amfoterisin B
 Pengobatan kandidiasis mulut dan tenggorokan pd penderita AIDS

Pengobatan infeksi jamur sistemik


a. Aspergillosis
- Obat pilihan : Amfoterisin B secara IV , dosis 0,5 – 1,0mg/kg BB setiap hari.
Bila penyakit menjadi progresif  dosisdapat ditingkatkan
b. Blastomikosis
- Obat terpilih : Ketokonazol oral 400mg/hari selama 6-12 bulan
- Itrakonazol 200 mg-400mg, 1xsehari
- Amfoterisin B : untuk penderita yg tidak dapat menerima ketokonazol,
infeksinya sangat progresif, atau infeksi menyerang SSP. Dosis 0,4mg/kg/hr,
selama 10 mgg
c. Kandidiasis
- Kandidiasis sal kemih :
 Bila invasi tidak sampai ke parenkim ginjal : bilasan Amfoterisin B,
selama 5-7hari
 Bila ada kelainan parenkim : Amfoterisin B secara IV
- Flusitosin bersama Amfoterisin B untuk meningitis, endoftalmitis, artritis

d. Koksidioidomikosis
- Amfoterisin B IV
- Ketokonazol  supresi jangka panjang pada lesi kulit , tulang dan jar lunak
- Itrakonazol

e. Kriptokokosis
- Amfoterisin B  obat terpilih
- Flukonazol  terapi supresi pd penderita AIDS

f. Histoplasmosis
- Ketokonazol 6-12 bl,
- Itrakonazol
- Amfoterisin B

g. Mukormikosis
- Amfoterisin B obat pilihan

h. Parakoksidioidomikosis :Ketokonazol  obat pilihan

Antijamur untuk Infeksi Dermatofit dan Mukokutan


1. Griseofulvin
- Aktivitas Antijamur
 Efektif thd : Trichophyton, Epidermophyton, Microsporum
 Tidak efektif thd : bakteri, ragi , Actinomyces dan Nocardia
 Terhadap sel muda  bersifat fungisidal
- Farmakokinetik :
 Abs lebih mudah bila diberikan bersama makanan berlemak
 Metabolisme : hati
 Ekskresi: urin
 Kulit yg sakit mempunyai afinitas yg lebih besar
 Griseofulvin diakumulasi dalam sel pembentuk keratin, muncul bersama
sel baru, shg sel baru resisten thd serangan jamur. Keratin yg mgd jamur
 terkelupas dan diganti oleh sel normal.
- Mekanisme kerja :
 Menghambat mitosis jamur dg mengikat protein mikrotubuler dl sel
jamur.
- Efek non-terapi :
 Efek samping yg berat  jarang terjadi
 Sakit kepala  hilang sendiri bila pengobatan dilanjutkan
 Artralgia, neuritis perifer, demam,pandangan kabur, insomnia, pusing.
 Pd sal cerna : mulut kering, mual, muntah, diare, flatulensi.
 Pd kulit : urtikaria, reaksi fotosensitivitas, eritema multiform, vesikula
dan erupsi menyerupai morbili
- Indikasi :
 Efektif untuk infeksi jamur kulit, rambut dan kuku oleh Microsporum,
Trichophyton dan Epidermophyton.
 Dosis sangat tinggi  karsinogenik dan teratogenik
- Interaksi :
 Meningkatkan metabolisme warfarin, kontrasepsi oral  perlu
penyesuaian dosis
 Abs dihambat oleh barbiturat.
- Posologi
 Sediaan :
 Tablet 125mg dan 500mg, suspensi 125mg/ml  mikrokristal
 Dosis :
 Anak : 10mg/kgBB/hari, dosis tunggal
 Dewasa :500mg – 1000mg/ hari , dosis tunggal
 Bila dosis tunggal tidak dapat diterima  diberikan dalam dosis terbagi
 Dosis lebih besar ( 1,5 – 2,0g/hr ) dapat diberikan untuk infeksi berat,
dalam waktu singkat  diturunkan kembali setelah lesi baik
 Hasil memuaskan bila dosis dibagi 4 dan diberikan setiap 6 jam.

2. Turunan imidazol dan Triazol


- Spektrum luas, resistensi jarang
a. Mikonazol
- Aktivitas Antijamur :
 Menghambat aktifitas jamur Trichophyton, Epidermophyton,
Microsporum, Candida dan Malassezia furfur.
- Mekanisme kerja :
 Menghambat sintesa ergosterol  permebilitas membran sel >>
 Ggn sintesa asam nukleat
 Penimbunan peroksida dl sel jamur  kerusakan
- Efek non-terapi :
 Iritasi, rasa terbakar, maserasi terapi dihentikan
- Indikasi :
 Dermatofitosis, tinea versikolor, kandidiasis mukokutan
- Posologi :
 Sediaan :
 Krem 2%, bedak tabur 2x sehari , selama 2 – 4 mgg
 Gel 2% : kandidiasis oral
 Tidak boleh untuk mata

b.Klotrimazol
- Mempunyai efek antijamur dan antibakteri
- Mekanisme kerja mirip mikonazol
- Topikal: Tinea pedis, kruris dan korporis yg disebabkan oleh Tinea rubrum,
T. Mentagrophytes, E. Floccosum dan M. Canis, T versikolor
- Infeksi kulit dan vulvovaginitis oleh C albicans
- Sediaan:
 Krem dan larutan 1%
- Efek non-terapi : rasa terbakar, eritema,edema, gatal dan urtikaria.

3. Tolnaftat
- Efektivita antijamur :
 Dermatofitosis oleh T rubrum, T metagrophites, T tonsurans, E
floccosum, M canis,
 Tidak efektif untuk candida
- Sediaan :
 Krem, gel,bubuk, cairan topikal,aerosol dg kadar 1%

4. Nistatin
- Aktivitas antijamur :
 Menghambat jamur dan ragi
 Tidak aktifthd bakteri,protozoa dan virus
- Mekanisme kerja :
 Berikatan dg erg sterol pd membran sel jamurdan ragi  permeabilitas
>> mol-2 kecil keluar sel
- Efek non terapi :
 Mual,muntah, diare ringan
- Indikasi :
 Terutama untuk infeksi kandida dikulit, selaput lendir dan sal cerna
 Tidak efektif untuk kandida di kuku
- Posologi :
 Sediaan :
 Krem, salap,tablet vagina ( 100.000U/tab ), suspensi oral ( 100.000
U/ml), tablet oral ( 500.000 U/tab )
 Dosis :
 Kandidiasis mulut dan esofagus :
Dewasa : 500.000 -1.000.000U , 3 atau 4x sehari
Anak dan bayi : suspensi 400.000 dan 200.000 Unit, 4xsehari
 Kulit : 2-3 xsehari
 Tablet vagina : 1-2 xsehari selama 14 hari

5. Antijamur Topikal Lain


a. Kandisidin
- Campuran antibiotik polien  Streptomyces griseus dan spesies lain
- Hanya untuk kandidosis vag
- Sediaan : tablet vag dan salap vag
- Iritasi ringan vulva dan vag

b. Asam Benzoat dan Asam Salisilat


- Whitfield salap  kombinasi asam benzoat : asam salisilat =6%:3%
- Asam benzoat  fungistatik, asam salisilat  keratolitik
- Untuk pengobatan tinea pedis , tinea kapitis
- Efek non-terapi : iritasi ringan

c. Asam Undesilenat
- Fungistatik, dosis tinggi dan lama  fungisidal
- Aktif thd Epidermophyton, Trichophyton, Microsporum
- Sediaan :
 Salap campuran : asam undesilenat 5%dan seng undesilenat 20%
 Bedak dan aerosol campuran asam dan seng undesilenat ( 2 dan 20%)
 Seng menekan peradangan
- Efek non-terapi:
 Pada mukosa iritasi
- Indikasi : tinea pedis

d. Haloprogin
- Antijamur sintetik
- Fungisidal thd Epidermophyton, Trichophyton, Microsporum, Malassezia
furfur, kandida
- Efeknon-terapi :
 Iritasi lokal, rasa terbakar, vesikulasi, sensitisasi
- Sediaan : krem dan larutan 1%
- Indikasi : tinea pedis dan tinea versikolor

e. Natamisin
- Jarang menimbulkan iritasi pd mata  keratitis oleh jamur
- Obat terpilih untuk infeksi oleh Fusarium solani
- Sediaan : suspensi 5% dan salap 1% untuk mata.

f. Siklopiroksolamin
- Antijamur topikal yg berspektrum luas.
- Penggunaan klinik : dermatofitosis, kandidiasis, tinea versikolor
- Sediaan : krem 1%
- Dapat terjadi iritasi  jarang

Anda mungkin juga menyukai