Anda di halaman 1dari 12

SMALL PROJECT

PENGENDALIAN HAYATI
EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) DALAM MENGHAMBAT
BAKTERI PEMBUSUK PADA SAYURAN KUBIS (Brassica oleracea)

Oleh:
MARIYAM SUROYYA
(21701061067)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kubis (Brassica oleracea) sebagai salah satu produk hortikultura adalah
produk yang mudah rusak. Kubis seperti juga komoditi hortikultura lainnya
walaupun sudah dipanen, masih melakukan proses metabolisme yaitu respirasi
dan terus melakukan transpirasi serta pematangan, penuaan dan akhirnya layu.
Kerusakan produk pascapanen umumnya proporsional mengikuti laju respirasi.
Untuk itu mempertahankan kesegaran dari produk hortikultura merupakan hal
yang sangat penting. Pada saat baru diproduksi atau saat panen, mutu produk
dianggap dalam keadaan 100%, dan akan menurun sejalan dengan lamanya
penyimpanan atau distribusi. Selama penyimpanan dan distribusi, produk pangan
akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang, daya tumbuh,
dan kepercayaan (Rahayu dkk., 2003). Penggunaan indikator mutu dalam
penentuan umur simpan produk siap guna atau siap saji bergantung pada kondisi
saat percobaan penentuan umur simpan tersebut dilakukan (Kusnandar, 2004).
Karena sifat dan kandungan gizinya, sayuran seperti kubis digolongkan sebagai
bahan pangan yang mudah rusak atau busuk (perishable). Usaha penanganan
pasca panen sayuran harus dilakukan secara hati-hati untuk menekan kehilangan
(loss) mutu. Kemasan plastik merupakan bahan kemasan yang paling populer dan
sangat luas penggunaannya. Dan kemasan ini memiliki berbagai keunggulan
yakni fleksibel (dapat mengikuti bentuk produk), transparan, tidak mudah pecah
atau robek, permukaannya halus dan harganya relatif murah. Muchtadi (1992)
menyatakan penyimpanan bahan pada suhu rendah merupakan cara yang efektif
untuk memperpanjang umur simpan bahan segar, karena dengan cara ini dapat
mengurangi kegiatan respirasi, proses penuaan, dan pertumbuhan
mikroorganisme. Penyimpanan kubis menggunakan suhu rendah adalah pilihan
terbaik untuk mempertahankan mutu kubis. Pendinginan tidak akan meningkatkan
kualitas produk hasil panen. Karenanya produk hortikultura harus dipanen pada
kondisi yang masih optimum dan waktu yang paling baik.
Untuk memperpanjang umur simpan pada sayuran dilakukan teknik-teknik
pengawetan. Pengawetan dibagi menjadi 3 yaitu, pengawetan secara kimiawi,
biologis dan alami. Pengawetan secara kimiawi dimaksudkan dengan penggunaan
bahan-bahan kimia. Pengawetan secara biologis adalah dengan peragian atau
fermentasi (Kristianingrum, 2007), sedangkan pengawetan secara alami meliputi
pemanasan atau pendinginan, serta dapat memanfaatkan bahan dari alam,
misalnya adalah daun beluntas, jahe, kluwak, kunyit, lengkuas,atau dapat
menggunakan bawang putih (Purwani dan Muwakhidah, 2008). Penggunaan
pengawet dalam produk pangan dalam prakteknya berperan sebagai anti mikroba
dan anti oksidan. Jamur, bakteri dan enzim sebagai penyebab pembusukan pangan
perlu dihambat pertumbuhan dan aktvitasnya. Salah satu penyebab utama yang
dapat mempengaruhi kesegaran sayuran wortel dan buah tomat adalah bakteri
yang terdapat pada permukaan sayuran dan buah. Bakteri pembusuk, misalnya
Erwinia carotovora dan Pseudomonas marginalis (penyebab penyakit busuk
lunak) pada sayuran mampu menghasilkan enzim yang dapat melunakkan jaringan
sehingga menyebabkan infeksi. Jadi jenis mikroorganisme ini tidak perlu
menginfeksi lewat pelukaan, namun infeksi akan sangat jauh lebih mudah bila ada
pelukaan-pelukaan (Utama, S. 2001).
Bawang putih (Allium sativum) telah diketahui sejak lama dapat digunakan
sebagai bumbu masakan dan pengobatan (Ross et al., 2001). Kemampuan Allium
sativum L sebagai senyawa antimikroba, erat kaitannya dengan dengan kandungan
senyawa allicin. Senyawa allicin inilah yang berperan terhadap antimikroba. Pada
awalnya allicin terbentuk ketika terjadi mekanisme pertahanan bawang putih
terhadap serangan, jika bawang putih terserang dan mendapatkan luka maka
enzimatik reaksi akan memproduk allicin, Enzim allinase akan mengubah allin
menjadi allicin dan akan membuat efek toksik bagi serangga dan mikroorganisme.
(Ankri S, Mirelman D, 1999).
Bawang putih (Allium sativum L) mengandung setidaknya 33 komponen
sulfur, 17 asam amino, banyak mineral, vitamin, dan lipid. Tanaman bawang putih
memiliki kandungan sulfur yang lebih tinggi dibanding tanaman famili Lilliceae
lainnya. Kandungan sulfur dalam bawang putih inilah yang bertanggung jawab
atas berbagai macam manfaat terapeutik bawang putih dan memberikan bau khas
bawang putih (ElMahmood, 2009). Selain itu, Bawang putih dapat dijadikan
pengawet karena kandungan senyawa (alliin, allicin, dan ajoene) serta
antioksidan yang tinggi (Singh dkk, 2010).
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak bawang putih dapat dimanfaatkan dalam menghambat


bakteri pembusuk pada sayuran kubis.?
2. Berapakah konsentrasi ekstrak bawang putih yang tepat untuk
menghambat bakteri pembusuk pada sayuran kubis.?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui ekstrak bawang putih dapat dimanfaatkan dalam menghambat


bakteri pembusuk pada sayuran kubis.?
2. Mengetahui konsentrasi ekstrak bawang putih yang tepat untuk
menghambat bakteri pembusuk pada sayuran kubis.?
BAB II
METODE PENELITIAN
1.1 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember, gelas ukur, plastik
wrap, timbangan dan sendok. Bahan yang digunakan diantaranya ekstrak bawang
putih, air dan kubis.
1.2 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian true eksperimental design dengan
Rancangan Acak Lengkap menggunakan 8 buah kubis yang dibagi menjadi 4
kelompok. Kelompok terdiri atas kontrol dengan ekstrak bawang putih
konsentrasi 0% dan kelompok perlakuan yang terdiri dari perlakuan konsentrasi
ekstrak bawang putih 25% (PI), 50% (PII) dan 100 % (PIII).
1.3 Tahapan Penelitian
1.3.1 Persiapan Alat dan Bahan
Kubis yang digunakan didapatkan dari hasil pasca panen petani secara
langsung sehingga masih dalam keadaan segar, sedangkan bawang putih yang
digunakan didapatkan dari pedagang pasar tradisional Mergosono, kota Malang.
2.3.2 Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan maserasi menggunakan pelarut air untuk
memperoleh ekstrak air bawang putih. Sebanyak 500 g bawang putih yang telah
dikupas, dicuci dan dihaluskan, dimaserasi menggunakan pelarut air sebanyak 4
L. Ekstrak yang diperoleh dianggap sebagai konsentrasi awal yaitu konsentrasi
100%, selanjutnya ekstrak awal yang diperoleh sebanyak 2 L dibagi dua masing-
masing sebanyak 1 L, bagian pertama diencerkan dengan volume sebanyak 1 L
dan diperoleh ½ dari konsentrasi awal yang dianggap sebagai konsentrasi 50%,
selanjutnya ekstrak tersebut dibagi dua kembali lalu diencerkan dengan volume
air sebanyak 1 L, dan diperoleh ¼ dari konsentrasi awal yang dianggap sebagai
konsenrasi 25%.
1.3.2 Uji terhadap Daya Hambat Pembusukan Sayuran.
Pengujian daya hambat pembusukan sayuran kubis dengan menggunakan
ekstrak air bawang putih dilakukan dengan cara mencelupkan sayuran kubis ke
dalam ekstrak air bawang putih dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu
konsentasi 100%, 50% maupun 25%. Sayuran yang telah di celupkan di angin-
anginkan hingga kering lalu masing-masing satu sayuran kubis per perlakuan
dibungkus dengan plastik wrap dan satu yang lain dibiarkan di udara terbuka,
selanjutnya dilakukan pengamatan selama 14 hari terhadap peruubahan fisik kubis
yang diakibatkan oleh bakteri pembusuk. Parameter yang diamati dalam penelitian
ini meliputi perubahan sifat fisik berupa: tingkat kekerasan / tekstur buah, susut
bobot dan warna sayuran kubis.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hail Pengamatan Kubis (Brassica oleracea) selama 14 Hari


Hasil pengamatan terhadap daya tahan kesegaran sayuran kubis yang
dicelupkan ke dalam ekstrak air bawang putih dengan konsentrasi ekstrak 100%,
50%, 25% dan kontrol dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2.
Tabel 4.1 Gambar Kubis (Brassica oleracea)Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Sebelum Sesudah
No Perlakuan

Wrapping Non-Wrapping Wrapping Non-Wrapping


1 Kontrol

2 Dosis 100

3 Dosis 50

4 Dosis 25
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Parameter Uji

No Perlakua Tekstur Bobot Warna


n
sebelum sesudah sebelum sesuda sebelum sesudah
h
1 W-K Keras lembek 451 359 Putih Putih
kehijauan hijau
kecoklatan
2 NW-K Keras Sedikit berair 276 230 Putih Putih
kehijauan hijau
kecoklatan
3 W-P1 Keras Lembek+berair 363 231 Putih Coklat
kehijauan
4 NW-P1 Keras Lembek+sediki 381 180 Putih Putih
t air kehijauan hijau
kecoklatan
5 W-P2 Keras Lembek+berair 249 200 Putih Coklat
kehijauan
6 NW-P2 Keras Agak 265 169 Putih Putih
keras+sedikit kehijauan hijau
air kecoklatan
7 W-P3 Keras Lembek+berair 688 297 Putih Coklat
kehijauan
8 NW-P3 Keras Keras+sedikit 513 477 Putih Putih
air kehijauan kehijauan
Keterangan:
W : Wrapping
NW : Non-Warapping
K : Kontrol
P1 : Dosis 100%
P2 : Dosis 50%
P3 : Dosis 25%

4.2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kubis yang dicelupkan ke dalam
ekstrak air bawang putih, yang kemudian dibungkus selama 14 hari pada kontrol
dan konsentrasi ekstrak 25%, 50% maupun 100% membusuk. Pembusukan ini
kemungkinan disebabkan karena ekstrak terlalu kental, yang dapat meningkatkan
kelembaban pada permukaan kulit kubis dan juga kemungkinan karena
pembungkusan dilakukan setelah mencelupkan kubis pada ekstrak bawang putih
tanpa menunggu hingga airnya berkurang . Peningkatan kelembaban yang tinggi
tersebut akan memicu kerusakan jaringan yang mempercepat pembusukan.
Tingkat konsentrasi ekstrak bawang putih yang semakin tinggi tidak selalu diikuti
dengan kemampuan penghambat yang semakin besar (Panggabean, 2009).
Kubis yang tidak dibungkus, baik yang dicelup dalam konsentrasi ekstrak
100%, 50%, maupun kontrol membusuk pada pengamatan selama 14 hari. Kubis
yang tidak bungkus pada konsentrasi 25% bertahan kesegarannya hingga hari ke-
14 pengamatan. Kubis mengkerut dan layu serta penurunan bobot secara drastis
setiap harinya, susut bobot yang terjadi pada sayuran kubis ini bukan disebabkan
oleh pembusukan akibat adanya aktivitas bakteri tetapi disebabkan karena adanya
penguapan pada molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu
ikatan hidrogen yang berenergi besar (Winarno, 1994). Pelayuan yang terjadi ini
akan mengarah pada kematian jaringan (Utama, 2002). Kehilangan air ini bukan
hanya mengurangi susut bobot tetapi juga menyebabkan penampakan sayur
menjadi kurang menarik, tekstur jelek dan mutu menurun.
Erwinia carotovora, Pseudomonas marginalis, Clostridium, Bacillus spp
merupakan bakteri pembusuk lunak (Bacterial Soft Rot) yang memiliki ciri-ciri
bahan menjadi lunak, lembek dan berbau masam, komoditi yang diserang bawang
merah/putih, wortel dan tomat (Balia, 2006). Pada tabel 4.1 dapat dilihat
perubahan secara morfologis dimana kubis yang baru dipanen terlihat segar dan
berwarna putih kehijauan, namun setelah 14 hari hanya kubis yang tidak
dibungkus pada konsentrasi 25% yang mempertahankan kesegarannya. Pada tabel
4.2 dapat dilihat perubahan-perubahan dari parameter-parameter sebelum dan
sesudah pengamatan. Dimana dari semua perlakuan yang paling sedikit
kehilangan susut bobot adalah pada kubis konsentrasi 25% yang tidak dibungkus.
Ekstrak bawang putih sendiri telah banyak dilakukan penelitian mengenai
aktivitasnya sebagai penghambat bakteri diantara bakteri E-Coli, Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acnes (Alisjahbana
dkk, 2015 ; Faradiba, 2014).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ankri dkk (1997), bahwa Allicin
adalah zat aktif dalam bawang putih yang efektif dapat membunuh mikroba.
Allicin mempunyai aktivitas antimikroba yang bervariasi. Allicin merupakan
senyawa sulfur yang reaktif dan cenderung tidak stabil yang mempunyai
kemampuan untuk melawan katalisator biologis (enzim) khususnya yang berada
didalam atau dibawah lapisan bakteri yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
reproduksi bakteri.
Pengemasan kubis biasanya dilakukan dalam peti kayu atau keranjang
bambu atau karung tarison. Letak kubis diatur sedemikian rupa sehingga bagian
atas kubis kubis menghadap ke bawah dan tangkainya yang sudah dipotong
menghadap ke atas. Kemasan plastik merupakan bahan kemasan yang paling
populer dan sangat luas penggunaannya. Dan kemasan ini memiliki berbagai
keunggulan yakni fleksibel (dapat mengikuti bentuk produk), transparan, tidak
mudah pecah atau robek, permukaannya halus dan harganya relatif murah.
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, S., Sri, H., Yandri, N. 2015. Pengaruh Senyawa Allicin dalam
Ekstrak Bawang Putih terhadap Perkembangbiakan Bakteri
Escherichia Col. jurnal.unswagati, Fakultas Kedokteran Unswagati
Cirebon
Ankri S, Mirelman D. (1999) Antimicrobial Properties of Allicin From Garlic.
Microbes and Infection, (25) November, pp. 125-129.
Ankri S., Miron T., Rabinkov A., Wilchek M., Mirelman D. 1997. Allicin from
garlic strongly inhibits cysteine proteinases and cytopathic effects of
Entamoeba histolytica, Antimicrob. Agents Chemother; 10 : 2286-
2288.
El-mahmood Muhammad Abubakar. 2009. Efficacy of crude extracts of garlic
(Allium sativum Linn.) against nosocomial Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniea and Pseudomonas
aeruginosa. Journal of Medicinal Plants Research Vol. 3(4), pp. 179-
185
Faradiba S. 2014. Efektivitas Bawang Putih (Allium sativum) dalam Menghambat
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus epidermidis. Skripsi, Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Kristianingrum, S. 2008.Metode Analisis Pengawet Bahan Pangan.Yogyakarta
Kusnandar, F. 2004. Aplikasi program computer sebagai alat bantu penentuan
umur simpan produk pangan: metode Arrhenius. Pelatihan Pendugaan
Waktu Kedaluwarsa (Shelf Life) Bahan dan Produk Pangan. Bogor,
1−2 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian
Bogor
Muchtadi, Deddy. 1992. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi IPB,
Bogor
Panggabean, I. R. 2009. Pengaruh Tingkat Konsentrasi Ekstrak Gulma Siam
(Chromolaena odorata) yang Diaplikasikan dengan Cara Semprot dan
Oles dalam Menghambat Perkembangan Gejala Penyakit Busuk Buah
Kakao di Lapang.
Purwani, Eni dan Muwakhidah. 2008. “Efek Berbagai Pengawet Alami Sebagai
Pengganti Formalin Terhadap Sifat Organoleptik dan Masa Simpan
Daging dan Ikan”. Jurnal. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi Vol.
9 No. 1 : 1-14.
Rahayu, W.P., H. Nababan, S. Budijanto, dan D.Syah. 2003. Pengemasan,
Penyimpanan dan Pelabelan. Badan Pengawasan Obat dan Makanan,
Jakarta.
Ross, Z. M., E. A. OÕGara, D. J. Hill, H. V. Sleightholme and D. J. Maslin. 2001.
Antimicrobial properties of garlic oil against human enteric bacteria:
evaluation of methodologies and comparison with garlic sulfides and
garlic powder. Appl. Environ. Microbiol. 67: 475-48.
Singh, et al. 2010, Pharmacological Sciences. Shobhit University. Meerut India.
Utama, S. M. 2001. Pengolahan Pasca panen Buah dan Sayuran Segar. Makalah
pada forum konsultasi Teknologi Dinas Pertanian Tanaman Pangan.
Bali.
Winarno, F.G. 1994. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
JakartaUtama, 2002.

Anda mungkin juga menyukai