Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS MANDIRI

OS KERATITIS
ODS PRESBIOPIA

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata


RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang

Disusun Oleh :
Natasya Puan Sari 1810221013

Pembimbing :
dr. YB. Hari Trilunggono, SpM
dr. Dwidjo Pratiknjo, SpM

ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
OS KERATITIS
ODS PRESBIOPIA

Disusun oleh:
Natasya Puan Sari 1810221013

Diajukan untuk memenuhi syarat


mengikuti Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RS Tentara dr. Soedjono Magelang

telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal: Maret 2019

Purwokerto, Maret 2019


Pembimbing

dr. Dwidjo Pratiknjo, SpM dr. YB. Hari Trilunggono, SpM


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul “OS Keratitis, ODS Presbiopia”. Laporan Kasus ini dibuat untuk
memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata.
Penyusunan tugas ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang
turut membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Y.B
Hari Trilunggono, SpM dan dr. Dwidjo Pratiknjo, SpM selaku pembimbing dan
seluruh teman kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata atas kerjasamanya selama
penyusunan tugas ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca
maupun bagi semua pihak yang berkepentingan.

Magelang, Maret 2019


BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny.
Umur : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :

Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Status : Kawin
Tgl. Periksa : 11 Maret 2019
Anamnesis dilakukan secara : autoanamnesis pada tanggal 11 Maret 2019 di
Poli Mata RST Tk. II dr. Soedjono Magelang

B. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
1. Keluhan utama : Mata kiri merah
2. Keluhan tambahan : keluhan disertai mata berair terus menerus,
penglihatan jadi buram dan silau jika terkena sinar matahari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RST dengan keluhan mata
merah sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien mengaku mata kiri
tertusuk daun padi. Saat pertama dan kedua kalinya tertusuk daun padi,
mata pasien segera memerah, pasien langsung berobat ke puskesmas,
diberi obat tetes mata dan akhirnya mata kembali pulih. Namun saat ketiga
kalinya tertusuk, pasien tidak langsung membawanya untuk berobat dan
kondisi mata semakin parah. Mata kiri pasien terus berair, semakin merah,
dan pasien mengaku saat siang atau terpapar sinar matahari jadi terasa
sangat silau. Pasien juga mengaku buram ketika melihat orang atau benda
yang berada tepat di depan mata pasien. Pasien mengatakan lebih nyaman
jika membaca dengan melihat dekat dan sering memaksakan matanya jika
melihat jauh hingga saat ini pasien mengeluhkan matanya terasa pegal dan
berair. Saat ini pasien tidak menggunakan kacamata.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat keluhan serupa : diakui, sebelumnya pasien pernah
mengaluh kan keluhan yang sama pada desember 2018 dan februari 2019
dengan gejala yang sama. Kemudian pasien berobat, diberikan obat tetes
(pasien lupa nama obat) dan kemudian keluhan membaik.
b. Riwayat penggunaan kacamata : disangkal
c. Riwayat operasi mata : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat penggunaan obat jangka panjang tertentu : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Rumah pasien berada
di tempat cukup padat penduduk.
b. Occupational
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang masih aktif
bekerja sebagai petani. Saat ini pasien tinggal bersama suaminya.
c. Personal Habit
Sehari-hari pasien bekerja di sawah tanpa pelindung mata.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
Kesadaran : Compos mentis
Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status gizi : Baik
Vital Sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : Tidak dilakukan
Status Ophthalmicus
(Insert the picture here)
Skema Ilustrasi
(Insert the picture here)

Pemeriksaa
OD OS
n
Visus 6/60 5/60
S-2.50  6/15 NBC S-3.00 6/15 NBC

Bulbus Oculi
 Gerak bola mata Baik ke Segala arah Baik ke Segala arah
 Strabismus - -
 Eksoftalmus - -

 Enoftalmus - -

Suprasilia Normal Normal

Palpebra Superior
 Edema - -
 Hematom - -
 Hiperemi - -
 Entropion - -

 Ektropion - -

 Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

 Ptosis - -

 Xanthelasma - -

Palpebra Inferior
 Edema - -
 Hematom - -
 Hiperemi - -
 Entropion - -

 Ektropion - -

 Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)


 Xanthelasma Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Konjungtiva
 Injeksi konjungtiva - -
 Injeksi siliar - +
 Sekret - -

 Perdarahan - -
subkonjungtiva
 Bangunan patologis - -

 Simblefaron - -
- -
 Jaringan
Fibrovaskuler

Kornea
 Kejernihan
Jernih Jernih
 Edema
- -
 Infiltrat
- +
 Keratic Precipitat - -
 Ulkus - -
 Sikatrik - -
 Bangunan - -
patologis - -
COA
 Kedalaman cukup cukup
 Hipopion - -

 Hifema - -
Iris
 Kripta + +
 Edema - -

 Sinekia - -

 Atrofi - -

Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Diameter 3 mm 3 mm

 Reflek pupil + +
 Sinekia - -
Lensa
 Kejernihan Jernih Jernih
 Iris shadow - -

Corpus Vitreum
 Floaters - -
 Hemoftalmia - -

Fundus Refleks cemerlang cemerlang

Funduskopi (insert) (insert)


TIO (Digital)
Normal Normal
Lapang pandang
Normal Normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan

F. DIAGNOSIS BANDING
- OS Keratitis
Dipertahankan karena pasien mengalami trauma mata sebelumnya (tertusuk daun
padi) yang merupakan pencetus peradangan, pasien juga mengeluh matanya
merah, silau saat terpapar sinar matahari dan penglihatannya menurun (buram
saat melihat kedepan), kemudian ditemui injeksi siliar dan infiltrate saat
dilakukan pemeriksaan.
- OS Konjungtivitis
Disingkirkan karena pasien tidak mengeluh banyak kotoran dan mata lengket saat
pagi hari, serta tidak ditemukan adanya injeksi konjungtiva dan sekret pada
pemeriksaan.
- OS Glaukoma akut
Disingkirkan karena tidak ada nyeri yang hebat dan peningkatan tekanan intra
orbital.
- ODS Presbiopia
Dipertahankan karena pasien berusia >40 tahun dan mengalami kesulitan
saat melihat jarak dekat seperti membaca tanpa kacamata dan lebih baik
bila dijauhkan.
- ODS Astigmatisma
Disingkirkan karena pada pasien astigmatisma jika di tambahkan lensa
cylinder obyek akan terlihat lebih jelas, sedangkan pada mata pasien ini
tidak perlu ditambahkan lensa cylinder sudah membaik.

G. DIAGNOSIS KERJA
OS Keratitis
ODS Presbiopia

I. PENATALAKSANAAN
A. OS Keratitis
Medikamentosa :
Topikal : Levofloxacin eye drop
Oral : Na diklofenat, Ciprofloxacin
Parenteral :-
Operatif :-
Non Medikamentosa : -

B. ODS Presbiopia
Medikamentosa :
1. Oral / sistemik : -
2. Topikal : -
3. Parenteral : -
4. Operatif : -
Non Medikamentosa :dengan kacamata Sferis +1.50 Dioptri sesuai
dengan umur pasien tahun.

II. EDUKASI
A. OS Keratitis
1. Menjelaskan bahwa penglihatannya berkurang disebabkan karena
adanya infiltrate yang terletak di sentral pada mata kepada pasien
2. Memberi penjelasan bahwa saat mata teriritasi langsung
B. ODS Presbiopia
1. Menjelaskan bahwa penurunan kemampuan mata yang dialami salah
satunya disebabkan oleh melemahnya otot mata karena usia tua.
2. Menjelaskan bahwa saat usia tua mata membutuhkan bantuan untuk
berakomodasi/membaca jarak dekat dengan kaca mata baca.
3. Menjelaskan bahwa penurunan kelainan ini dapat terjadi perubahan
terus sehingga pasien harus sering kontrol dan menyesuaikan ukuran
kaca mata baca pasien dengan pertambahan usia.
4. Mengingatkan pasien untuk memperhatikan sumber pencahayaan saat
membaca, terutama pada malam hari.

III. RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.

IV. KOMPLIKASI
1. OS Keratitis
- ulkus kornea

V. PROGNOSIS
PrPrognosis OcOculus Dextra OcOculus Sinistra
QDubia ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
QDubia ad sanam ad bonam ad bonam
QDubia functionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
QDubia kosmetikam ad bonam ad bonam
QDubia ad vitam ad bonam ad bonam
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

KERATITIS
1. DEFINISI
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang
pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat
terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan
menurun. Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi pembuluh darah
perikorneal yang dalam atau injeksi siliar.

2. ETIOLOGI
a. Virus
b. Bakteri.
c. Jamur.
d. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari.
e. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
f. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak
cukupnya pembentukan air mata.
g. Adanya benda asing di mata.
h. Reaksi terhadap obat seperti neomisin, tobramisin, polusi, atau partikel
udara seperti debu, serbuk sari, dll

3. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan lapisan yang terkena, keratitis dibagi menjadi:
1. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata
Subepitel)
Keratitis pungtata adalah keratitis dengan infiltrat halus pada kornea yang
dapat terletak superfisial dan subepitel.
 Etiologi: disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi
pada Moluskum kontangiosum, Akne rosasea, Herpes simpleks,
Herpes zoster, Blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinisia,
trakoma, trauma radiasi, dry eye, keratitis lagoftalmos, keracunan
obat seperti neomisin, tobramisin dan bahaya pengawet lainnya.
 Gejala klinis: rasa sakit, silau, mata merah, dan merasa kelilipan.
 Pemeriksaan laboratorium: kekerutan epitel yang meninggi
berbentuk lonjong dan jelas yang menampakkan bintik-bintik pada
pemulasan dengan fluoresein, terutama di daerah pupil.
 Penatalaksanaan: diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus
dapat diberikan idoxuridin, trifluridin atau asiklovir. Untuk bakteri
gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau
vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin,
gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga
diindikasikan jika terdapat sekret mukopurulen yang menunjukkan
adanya infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan
terapi yaitu natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain terapi
berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata superfisial ini
sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat
memberikan rasa nyaman seperti air mata buatan, sikloplegik dan
kortikosteroid.

2. Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan
limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis
katarak atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal katarak biasanya
terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis.
 Etiologi: Strepcoccus pneumonie, Hemophilus aegepty, Moraxella
lacunata dan Esrichia.
 Gejala klinis: Penderita akan mengeluhkan sakit, seperti kelilipan,
lakrimasi, disertai fotofobia berat. Pada mata akan terlihat
blefarospasme pada satu mata, injeksi konjungtiva, infiltrat atau
ulkus yang memanjang, dangkal unilateral dapat tunggal ataupun
multipel, sering disertai neovaskularisasi dari arah limbus.
 Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan kerokan kornea yang
dipulas dengan pewarnaan Gram maupun Giemsa dapat
mengidentifikasi organisme, khususnya bakteri.
 Penatalaksanaan: antibiotika yang sesuai dengan penyebab infeksi
lokalnya dan steroid dosis ringan. Pada pasien dapat diberikan
vitamin B dan C dosis tinggi.

3. Keratitis Interstisial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya
pembuluh darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya
transparansi kornea. Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan.
Sifilis adalah penyebabpaling sering dari keratitis interstitial.
 Etiologi: alergi atau infeksi spiroket ke dalam stroma kornea dan
akibat tuberculosis.-
 Gejala klinis: fotofobia, lakrimasi, dan menurunnya visus.
Menurut Hollwich (1993) keratitis yang disebabkan oleh sifilis
kongenital biasanya ditemukan trias Hutchinson (mata: keratitis
interstisial, telinga: tuli labirin, gigi: gigi seri berbentuk obeng),
sadlenose, dan pemeriksaan serologis yang positif terhadap sifilis.
Pada keratitis yang disebabkan oleh tuberkulosis terdapat gejala
tuberkulosis lainnya.
 Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan kerokan kornea yang
dipulas dengan pewarnaan gram maupun Giemsa dapat
mengidentifikasi organisme, khususnya bakteri
 Penatalaksanaan: kortikosteroid tetes mata jangka lama secara
intensif setiap jam dikombinasi dengan tetes mata atropin dua kali
sehari dan salep mata pada malam hari.

b. Berdasarkan penyebabnya
Keratitis diklasifikasikan menjadi:
1. Keratitis Bakteri
 Etiologi

 Gejala klinis: mata merah, berair, nyeri pada mata yang terinfeksi,
penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada
pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea,
blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea.
 Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan
dengan menggores ulkus kornea dan bagian tepinya dengan
menggunakan spatula steril kemudian ditanam di media cokelat (untuk
Neisseria, Haemophillus dan Moraxella sp), agar darah (untuk
kebanyakan jamur, dan bakteri kecuali Neisseria) dan agar Sabouraud
(untuk jamur, media ini diinkubasi pada suhu kamar). Kemudian
dilakukan pewarnaan Gram.
 Penatalaksanaan: Diberikan antibiotik spektrum luas sambil menunggu
hasil kultur bakteri.
2. Keratitis Jamur
Infeksi jamur pada kornea yang dapat disebut juga mycotic keratitis
 Etiologi
1) Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan
cabang-cabang hifa.
2) Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,
Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp,
Curvularia sp, Altenaria sp.
3) Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
4) Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas :
Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
5) Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media
pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp,
Histoplastoma sp, Sporothrix sp.
 Pemeriksaan laboratorium:
Diagnosis laboratorik sangat membantu diagnosis pasti, walaupun negatif
belum dapat menyingkirkan diagnosis keratomikosis. Hal yang utama
adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula
Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Kemudian
dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India,
dengan angka keberhasilan masing-masing ± 20-30%, 50-60%, 60-75%
dan 80%. Sebaiknya melakukan biopsi jaringan kornea dan diwarnai
dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tetapi memerlukan
biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential
interference contrast microscope untuk melihat morfologi jamur dari
kerokan kornea (metode Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan.
Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak
maltosa.
 Penatalaksanaan:
1) Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.
Topikal amphotericin B 1,02,5 mg/ml, thiomerosal (10 mg/ml), natamycin
> 10 mg/ml, golongan imidazole.
2) Jamur berfilamen.
Untuk golongan II : Topikal amphotericin B, thiomerosal, natamycin (obat
terpilih), imidazole (obat terpilih).
3) Ragi (yeast).
Amphoterisin B, natamycin, imidazole
4) Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.
Golongan sulfa, berbagai jenis antibiotik.

c. Keratitis Virus
 Etiologi: Herpes simpleks virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus
tersering pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai
host, merupakan parasit intraselular obligat yang dapat ditemukan pada
mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat
terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung,
mulut, alat kelamin yang mengandung virus
 Gejala klinis: nyeri pada mata, fotofobia, penglihatan kabur, mata berair,
mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang
terkena.Infeksi primer Herpes simpleks pada mata biasanya berupa
konjungtivitis olikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif,
serta pembengkakan kelenjar limfe regional. Kebanyakan penderita juga
disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada
dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan
tertentu dimana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi parah dan
menyerang stroma.
 Pemeriksaan laboratorium: Dilakukan kerokan dari lesi epitel pada
keratitis HSV dan cairan dari lesi kulit mengandung sel-sel raksasa. Virus
ini dapat dibiakkan pada membran korio-allantois embrio telur ayam dan
pada banyak jenis lapisan sel jaringan (misal sel HeLa, tempat
terbentuknya plak-plak khas).
 Terapi:
A. Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial,
karena virus berlokasi didalam epitel. Debridement juga mengurangi
beban antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada
kornea namun epitel yang terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement
dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti
atropin 1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus konjungtiva,
dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan
diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72
jam.
B. Terapi Obat
- analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan diberikan setiap jam,
salep 0,5% diberikan setiap 4 jam).
- Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep.
- Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam.
- Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
- Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada
orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.
C. Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi
penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun
hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes nonaktif.\

d. Keratitis Acanthamoeba
 Etiologi: infeksi Acanthamoeba yang biasanya disertai dengan
penggunaan lensa kontak.
 Gejala klinis: Rasa sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya
yaitu kemerahan, dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea
indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural. Bentuk-bentuk awal pada
penyakit ini, dengan perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel
kornea semakin banyak ditemukan. Keratitis Acanthamoeba sering disalah
diagnosiskan sebagai keratitis herpes.
 Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan di atas
media khusus. Biopsi kornea mungkin diperlukan. Sediaan histopatologik
menampakkan bentuk-bentuk amuba (kista atau trofozoit). Larutan dan
kontak lensa harus dibiak. Sering kali bentuk amuba dapat ditemukan pada
larutan kotak penyimpan lensa kontak.
 Penatalaksanaan
Terapi dengan obat umumnya dimulai dengan isetionat, propamidin
topikal (larutan 1%) secara intensif dan tetes mata neomisin. Bikuanid
poliheksametilen (larutan 0,01-0,02%) dikombinasi dengan obat lain atau
sendiri, kini makin populer. Agen lain yang mungkin berguna adalah
paromomisin dan berbagai midazol topikal dan oral seperti ketokonazol,
mikonazol, itrakonazol. Terapi juga dihambat oleh kemampuan organisme
membentuk kista didalam stroma kornea, sehingga memerlukan waktu
yang lama. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk
mengendalikan reaksi radang dalam kornea. Keratoplasti mungkin
diperlukan pada penyakit yang telah lanjut untuk menghentikan
berlanjutnya infeksi atau setelah resolusi dan terbentuknya parut untuk
memulihkan penglihatan. Jika organisme ini sampai ke sklera, terapi obat
dan bedah tidak berguna.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai