Bab 2 Teori
Bab 2 Teori
2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 Ikterus fisiologis.
1. Peningkatan pemecahan sel darah merah
2. Penurunan kemampuan mengikat albumin
3. Defisiensi enzim
4. Peningkatan reabsorbsi enterohepatik
2. Transfor
Faktor yang menurunkan kadar albumin darah atau menurunkan kemampuan mengikat albumin
meliputi hipotermia, asidosis, atau hipoksia dapat mengganggu kemampuan mengikat albumin,
serta obat yang bersaing dengan bilirubin memperebutkan tempat mengikat albumin (misalnya
aspirin, sulfonamida, dan ampisilin).
3. Konjugasi
Konjugasi bilirubin dapat terganggu oleh dehidrasi, kelaparan, hipoksia, dan sepsis (oksigen dan
glukosa diperlukan untuk konjugasi), infeksi TORCH, infeksi virus lain misalnya hepatitis virus,
infeksi bakteria terutama Escherichia coli, gangguan metabolik dan endokrin yang mengubah
aktivitas enzim UDP-GT (misalnya penyakit Crigler-Najjar dan sindrom Gilbert), serta gangguan
metabolik lain seperti hipotiroidisme dan galaktosemia.
4. Ekskresi
Faktor yang dapat mengganggu ekskresi bilirubin meliputi obstruksi hepatik yang disebabkan
oleh anomali kongenital (seperti atresia bilier ekstrahepatik), obstruksi akibat sumbatan empedu
karena peningkatan viskositas empedu (misalnya fibrosis kistik, nutrisi parenteral total,
gangguan hemolitik, dan dehidrasi), saturasi pembawa protein yang diperlukan untuk
mengekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam sistem bilier, infeksi, kelainan kongenital lain, dan
hepatitis neonatal idiopatik yang juga dapat menyebabkan bilirubin terkonjugasi berlebihan
(Fraser, 2009:844).
2.1.4 Pathofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan.
Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia,
Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut
dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat
keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).
PENATALAKSANAAN MEDIS
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan
untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia.
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a
boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin
dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar
Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin
tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari
jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
(Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin
dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus
yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis
pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
TERAPI SINAR
§ Teori Terbaru à Terapi sinar
Isomerisasi Billirubin :
- mengubah senyawa 4Z, 15Z-billirubin à senyawa bentuk 4Z, 15E Billirubin (merupakan bentuk
isomer) à mudah larut dalam plasma, mudah diekskresi oleh hati à empedu. Cairan empedi à
usus à peristaltik usus meningkat à billirubin keluar.
§ Terapi sinar tidak efektif bila terjadi gangguan peristaltik, seperti : obstruklsi usus/bayi dengan
enteritis.
§ Terapi sinar dilakukan pada bayi dengan kadar billirubin indirek > 10 mg/dl dan bayi denga
proses hemolisis à ditandai dengan ikterus pada hari I.
§ Terapi sinar dilakukan sebelum dan sesudah transfusi tukar.
§ Terapi sinar terdiri dari 10 buah lampu neon, paralel. Dipasang dalam kotak yang berventilasi,
energi cahaya yang optimal (350-470 nanometer), dengan jarak ± 50 cm. Dibagian bawah kotak
lampu dipasang fleksiglas biru (untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk
penyinaran).
§ Saat penyinaran à usahakan bagian tubuh terpapar seluas-luasnya, posisi bayi diubah setiap 1 –
2 jam (menyeluruh).
§ Kedua mata dan gonad bayi ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya.
§ Kadar billirubin dan Hb bayi dipantau secara berkala.
§ Dihentikan bila kadar billirubin < 10 mg/dl.
§ Lamanya penyinaran biasa/tidak > 100 jam.
§ Penghentian/peninjauan kembali dilakukan bila ditemukan efek samping :
Ø Enteritis.
Ø Hypertermi.
Ø Dehidrasi.
Ø Kelainan kulit (ruam).
Ø Gangguan minum.
Ø Letargi.
Ø Iritabilitas.
2. Transfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah
terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh
negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang
pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.
TRANSFUSI TUKAR
TUJUAN
§ Menghindari terjadinya ensefalopati biliaris à billirubin indirek à sawar darah otak.
§ Mengganti eritrosit yang telah terhemolisis.
§ Membuang antibodi yang menimbulkan hemolisis.
DILAKUKAN BILA:
§ Kadar billirubin indirek > 20 mg/dl.
§ Kadar billirubin tali pusat > 4 mg/dl.
§ Kadar Hb < 10 g/dl.
§ Bila terjadi peningkatan billirubin yang cepat 1 mg/dl tiap jam.
§ Transfusi darah dipertimbangkan bila pada bayi menderita :
Ø Asfiksia.
Ø Sindrom gawat nafas.
Ø Asidosis metabolik.
Ø Kelainan SSP.
Ø BB < 1500 gram.
Billirubin mudah melalui sawar darah otak
§ Bila billirubin disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah Rh à menggunakan golongan
darah O Rh (-).
§ Pada inkompatabilitas golongan darah ABO darah yang dipakai golongan darah “O” Rh (+).
§ Jika tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi à golongan darah sama dengan bayi.
§ Jika tidak memungkinkan golongan darah “O” yang kompatibel dengan serum ibu.
§ Jika tidak ada, golongan darah ‘O’ dengan titer A atau anti B < 1/256.
§ Jumlah darah yang dipakai antara 140 – 180 ml/kg BB.
§ Transfusi sebaknya melalui pembuluh darah umbilikus.
§ Alat-alat yang dipersiapkan:
o Kateter tali pusat.
o Larutan NaCl – Heparin (4000 U Heparin dalam 500 ml cairan NaCl) à untuk mencegah
terjadinya infeksi dan timbulnya bekuan darah.
o Kran 3 cabang dan jarum.
PENATALAKSANAANNYA
§ Terlebih dahulu mengambil 10 – 20 ml darah bayi à dikirim ke Lab untuk pemeriksaan
serologik, biakan, G6PD dan Billirubin.
§ Transfusi dilakukan dengan menyuntikkan darah secara perlahan sejumlah darah yang
dikeluarkan.
§ Dilakukan bergantian à pengeluaran dan penyuntikkan sebanyak 10 – 20 ml setiap kali à untuk
menghindari bekuan darah dan hypoxemia.
§ Setiap 100 ml transfusi dilakukan pembilasan dengan larutan Na.Cl heparin & pemberian 1 ml
kalsium glukomat.
§ Transfusi tukar dapat dilakukan berulang jika bilirubin indirek pasca tranfusi > 20 mg / dl.
Perhatikan kemungkinan komplikasi transfusi tukar seperti :
§ Asidosis.
§ Bradikardi.
§ Aritmia.
§ Henti jantung.
Komplikasi pasca transfusi :
§ Hiperkalemia.
§ Hipernatremia.
§ Hipoglikemia.
3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari
sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih
menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga
menurunkan siklus Enterohepatika.