Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dibuat oleh:
Kelompok 6
PRODI AKUNTANSI
TAHUN 2021
1. Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Koperasi di Indonesia
Pembangunan koperasi dalam Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah
menunjukkan berbagai keberhasilan, baik ditinjau dari jumlah koperasi, jumlah anggota
koperasi, maupun nilai usaha koperasi. Koperasi juga telah terlihat berperan aktif dalam
kegiatan ekonomi rakyat dan sekaligus mulai dapat meningkatkan kesejahteraan para
anggotanya. Keadaan tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah dan ragam koperasi,
jumlah dan ragam dalam bidang koperasi, jumlah simpanan anggota, jumlah modal
usaha, serta jumlah nilai usaha koperasi. Kemajuan pembangunan koperasi ini telah
menunjukkan bahwa koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat dan badan usaha semakin
berperan aktif dan terlibat lebih luas dalam berbagai kegiatan ekonomi serta sekaligus
telah meningkatkan kesejahteraan para anggotanya yang pada umumnya masih terbatas
kemampuan ekonominya. Keadaan ini merupakan hasil dari berbagai kebijaksanaan
perkoperasian, kebijaksanaan makro dan sekaligus peran tersebut ditempuh melalui
program pembinaan kelembagaan koperasi dan pelatihan magang, penyuluhan dan
penerangan, pembinaan dan konsultasi, serta ditunjang pula dengan berbagai kegiatan
penelitian perkoperasian serta kebijaksanaan makro, baik di bidang fiskal-moneter
maupun sektor riil, berupa perkreditan, substitusi, atau proteksi.
Sesuai dengan tahapan pembangunan nasional dalam Pembangunan Jangka Panjang
Pertama, peranan pemerintah dalam pembangunan koperasi pada masa itu masih besar,
terutama ada kegiatan yang bersifat perintis dan kegiatan perekonomian lainnya yang
belum sepenuhnya mampu dilaksanakan sendiri oleh gerakan koperasi. Kebijaksanaan
pembinaan usaha koperasi sejak Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama, yang
diprioritaskan untuk mendukung keberhasilan program pengadaan pangan nasional
melalui Koperasi Unit Desa, didukung dengan pemberian kredit pengadaan pangan beserta
penyediaan jaminan kreditnya yang kemudian telah memberikan sumbangan besar bagi
tercapainya swasembada beras sejak tahun 1984.
Adapun kebijakan pemerintah dalam pembangunan Koperasi dalam pelita IV secara
terinci adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan akses pangsa pasar
b. Memperluas akses terhadap sumber permodalan, memperkukuh struktur
permodalan dan meningkatkan kemampuan pemanfaatan modal koperasi
c. Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen
d. Meningkatkan akses terhadap teknologi dan meningkatkan kemampuan
memanfaatkannya
e. Mengembangkan kemitraan
Sejalan dengan perkembangan pembangunan nasional yang ditandai oleh kemajuan yang
pesat di berbagai sektor di luar sektor pertanian, bidang usaha koperasi juga turut
berkembang. Dewasa ini, lingkup bidang usaha koperasi mencakup baik usaha pertanian
maupun usaha non-pertanian, seperti industri pangan, penyaluran pupuk, pemasaran
kopra, pemasaran cengkeh, pemasaran susu, pemasaran hasil perikanan, petemakan,
pertambangan rakyat, kerajinan rakyat, penyaluran BBM, penyaluran semen, usaha
pakaian jadi, usaha industri logam dan tambang rakyat, pemasaran jasa telekomunikasi,
pemasaran jasa kelistrikan pedesaan, penyaluran kredit candak kulak (KCK), penyaluran
kredit tebu rakyat intensifikasi (TRI) dan lain sebagainya. Sumbangan koperasi secara
nasional dalam pengadaan maupun penyaluran beberapa komoditas penting cukup
besar.
Kemudian, gerakan koperasi Indonesia telah memiliki organisasi tunggal, yaitu Dewan
Koperasi Indonesia (Dekopin) yang berfungsi sebagai wadah perjuangan dan
pembawaan aspirasi bagi kepentingan gerakan koperasi. Selain itu, selama PJP I juga
telah terbentuk prasarana penunjang bagi PJP II. Prasarana penunjang tersebut di
antaranya adalah Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) dan Akademi Koperasi
(Akop) sebagai lembaga pendidikan pencetak sarjana dan kader pembangunan koperasi
yang ahli di bidang manajemen koperasi. Pada saat itu, telah berdiri pula Koperasi Jasa
Audit (KJA) yang tersebar di dua puluh provinsi dan berfungsi sebagai pusat
pelayanan jasa audit, jasa bimbingan dan manajemen, serta jasa pelatihan. Di bidang
asuransi, gerakan Koperasi juga telah memiliki Koperasi Asuransi Indonesia (KAI). Di
bidang keuangan, telah dibentuk Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan Koperasi
(Perum PKK) yang merupakan penyempurnaan dari Lembaga Jaminan Kredit Koperasi
(LJKK) dan berfungsi memberikan jaminan atas kredit kepada koperasi yang diberikan
oleh bank. Selain itu, telah pula dibentuk Bank Umum Koperasi Indonesia (Bank
Bukopin) dan lembaga keuangan lainnya, seperti Koperasi Pembiayaan Indonesia (KPI),
Koperasi Bank Perkreditan Rakyat (KBPR), dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP).
Modal penting lainnya dalam pengembangan koperasi pada Pembangunan Jangka Panjang
Kedua adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang
memberikan landasan hukum yang kuat bagi pembangunan koperasi yang selaras dengan
pembangunan di sektor-sektor lainnya dalam upaya membangun koperasi yang maju dan
mandiri. Pada prinsipnya, undang-undang perkoperasian yarig baru memberikan
keleluasaan yang lebih besar kepada gerakan koperasi untuk menentukan arah
pengembangan usaha agar makin sesuai dengan kcbutuhan dan kepentingan para
anggota. Di samping itu, pemerintah tetap memberikan bimbingan, kemudahan, dan
perlindungan dalam rangka memandirikan koperasi.
Pembangunan koperasi selama PJP I masih jauh dari sempurna. Berbagai kelemahan
mendasar masih tetap mewarnai wajah koperasi. Kelemahan-kelemahan mendasar itu
misalnya adalah kelemahan manajerial, kelemahan sumber daya manusia, kelemahan
modal, dan kelemahan pemasaran. Selain itu, iklim usaha yang ada juga terasa masih
kurang kondusif bagi perkembangan koperasi. Akibatnya, walaupun secara kuantitatif
dan kualitatif koperasi telah mengalami perkembangan, namun perkembangannya
tergolong masih sangat lambat. Bertolak dari pengalaman pembagunan koperasi dalam
era PJP I itu, maka pelaksanaan pembangunan koperasi dalam era PJP II diharapkan lebih
ditingkatkan, sehingga selain koperasi tumbuh menjadi bangun perusahaan yang sehat
dan kuat, peranannya dalam berbaai aspek kehidupan bangsa dapat lebih ditingkatkan
pula. Hal itu sejalan dengan salah satu sasaran pembangunan ekonomi era PJP II, yaitu
pertumbuhan koperasi yang sehat dan kuat.
Implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah telah membawa paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah
serta dalam hubungan antara Pusat dengan Daerah. Kebijakan Otonomi Daerah
memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah untuk mengurus dan mengatur
kepentingan masyarakatnya atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Dalam rangka implementasi kebijakan Otonomi Daerah, pembinaan terhadap kelompok
usaha kecil, menengah dan koperasi perlu menjadi perhatian. Pembinaan terhadap
kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi bukan hanya menjadi tanggung jawab
Pusat tetapi juga menjadi kewajiban dan tanggung jawab Daerah untuk mengembangkan
koperasi menjadi makin maju, makin mandiri, dan makin berakar dalam masyarakat,
serta menjadi badan usaha yang sehat dan mampu berperan di semua bidang usaha,
terutama dalam kehidupan ekonomi rakyat, dalam upaya mewujudkan demokrasi
ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu, maka pembangunan koperasi
diselenggarakan melalui peningkatan kemampuan organisasi, manajemen,
kewiraswastaan, dan permodalan dengan di dukung oleh peningkatan jiwa dan semangat
berkoperasi menuju pemantapan perannya sebagai sokoguru perekonomian nasional.
1) Pada tahun 1949, pemerintah Indonesia mengganti UU No. 91 tahun 1927 dengan
UU No. 179 tahun 1949 yang pada dasarnya adalah penerjemahan UU No. 21
tahun 1927
2) Pada tahun 1958, pemerintah mengeluarkan UU No. 79 tahun 1958 dan mencabut
UU No. 179 tahun 1949. UU No. 79 ini adalah UU yang dibuat berdasarkan
UUDS pasal 38 (kemudian menjadi UUD 1945 pasal 33)
3) Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah mengeluarkan PP No. 60 tahun
1959 untuk menyesuaikan fungsi UU No. 79 tahun 1958 dengan haluan
pemerintah dalam rangka melaksanakan demokrasi ekonomi terpimpin
4) Pada tahun 1965, pemerintah mengganti PP No. 60 1959 dengan UU No. 14 tahun
1965. UU baru ini sangat dipengaruhi oleh konsep komunisme. Hal ini tampak
dari konsepsi dan aktivitas koperasi yang harus mencerminkan gotong royong
berporos NASAKOM. UU No. 14 tahun 1965 hanya bertahan dua bulan karena
setelah itu terjadi peristiwa G-30S/PKI dan lahirnya Orde Baru
5) Setelah dua tahun koperasi dikembangkan tanpa Undang-Undang karena
pengganti Undang-Undang yang lama belum ada, makan pada tahun 1967
pemerintah mengeluarkan UU No. 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok
perkoperasian. Pada tahun 1992 pemerintah mencabut UU No. 12 tahun 1967
karena dianggap sudah tidak relevan lagi. Kemudian pemerintah mengeluarkan
UU No. 25 tahun 1992 tentang pekoperasian yang berlaku hingga sekarang.
UU nomor 25 tahun 1992 berisi:
a. Bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai
badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju,
adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
b. Bahwa koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi
kuat dan mandiri berdasarkan prinsip koperasi sehingga mampu berperan
sebagai sokoguru perekonomian nasional
c. Bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab
Pemerintah dan seluruh rakyat
d. Bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan untuk menyelaraskan
dengan perkembangan keadaan , perlu mengatur kembali ketentuan
tentang perkoperasian dalam suatu Undang-Undang sebagai pengganti
Undang-Undang nomor 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok
perkoperasian