Anda di halaman 1dari 17

RMK KOPERASI & UMKM

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN KOPERASI DI INDONESIA

Dibuat oleh:

Kelompok 6

Akuntansi F Malam 2019

Ni Wayan Sari Oktaviani (12) 1902622010336

Ni Putu Desy Darmayanti (33) 1902622010357

UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PRODI AKUNTANSI

TAHUN 2021
1. Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan Koperasi di Indonesia
Pembangunan koperasi dalam Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah
menunjukkan berbagai keberhasilan, baik ditinjau dari jumlah koperasi, jumlah anggota
koperasi, maupun nilai usaha koperasi. Koperasi juga telah terlihat berperan aktif dalam
kegiatan ekonomi rakyat dan sekaligus mulai dapat meningkatkan kesejahteraan para
anggotanya. Keadaan tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah dan ragam koperasi,
jumlah dan ragam dalam bidang koperasi, jumlah simpanan anggota, jumlah modal
usaha, serta jumlah nilai usaha koperasi. Kemajuan pembangunan koperasi ini telah
menunjukkan bahwa koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat dan badan usaha semakin
berperan aktif dan terlibat lebih luas dalam berbagai kegiatan ekonomi serta sekaligus
telah meningkatkan kesejahteraan para anggotanya yang pada umumnya masih terbatas
kemampuan ekonominya. Keadaan ini merupakan hasil dari berbagai kebijaksanaan
perkoperasian, kebijaksanaan makro dan sekaligus peran tersebut ditempuh melalui
program pembinaan kelembagaan koperasi dan pelatihan magang, penyuluhan dan
penerangan, pembinaan dan konsultasi, serta ditunjang pula dengan berbagai kegiatan
penelitian perkoperasian serta kebijaksanaan makro, baik di bidang fiskal-moneter
maupun sektor riil, berupa perkreditan, substitusi, atau proteksi.
Sesuai dengan tahapan pembangunan nasional dalam Pembangunan Jangka Panjang
Pertama, peranan pemerintah dalam pembangunan koperasi pada masa itu masih besar,
terutama ada kegiatan yang bersifat perintis dan kegiatan perekonomian lainnya yang
belum sepenuhnya mampu dilaksanakan sendiri oleh gerakan koperasi. Kebijaksanaan
pembinaan usaha koperasi sejak Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama, yang
diprioritaskan untuk mendukung keberhasilan program pengadaan pangan nasional
melalui Koperasi Unit Desa, didukung dengan pemberian kredit pengadaan pangan beserta
penyediaan jaminan kreditnya yang kemudian telah memberikan sumbangan besar bagi
tercapainya swasembada beras sejak tahun 1984.
Adapun kebijakan pemerintah dalam pembangunan Koperasi dalam pelita IV secara
terinci adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan akses pangsa pasar
b. Memperluas akses terhadap sumber permodalan, memperkukuh struktur
permodalan dan meningkatkan kemampuan pemanfaatan modal koperasi
c. Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen
d. Meningkatkan akses terhadap teknologi dan meningkatkan kemampuan
memanfaatkannya
e. Mengembangkan kemitraan
Sejalan dengan perkembangan pembangunan nasional yang ditandai oleh kemajuan yang
pesat di berbagai sektor di luar sektor pertanian, bidang usaha koperasi juga turut
berkembang. Dewasa ini, lingkup bidang usaha koperasi mencakup baik usaha pertanian
maupun usaha non-pertanian, seperti industri pangan, penyaluran pupuk, pemasaran
kopra, pemasaran cengkeh, pemasaran susu, pemasaran hasil perikanan, petemakan,
pertambangan rakyat, kerajinan rakyat, penyaluran BBM, penyaluran semen, usaha
pakaian jadi, usaha industri logam dan tambang rakyat, pemasaran jasa telekomunikasi,
pemasaran jasa kelistrikan pedesaan, penyaluran kredit candak kulak (KCK), penyaluran
kredit tebu rakyat intensifikasi (TRI) dan lain sebagainya. Sumbangan koperasi secara
nasional dalam pengadaan maupun penyaluran beberapa komoditas penting cukup
besar.
Kemudian, gerakan koperasi Indonesia telah memiliki organisasi tunggal, yaitu Dewan
Koperasi Indonesia (Dekopin) yang berfungsi sebagai wadah perjuangan dan
pembawaan aspirasi bagi kepentingan gerakan koperasi. Selain itu, selama PJP I juga
telah terbentuk prasarana penunjang bagi PJP II. Prasarana penunjang tersebut di
antaranya adalah Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) dan Akademi Koperasi
(Akop) sebagai lembaga pendidikan pencetak sarjana dan kader pembangunan koperasi
yang ahli di bidang manajemen koperasi. Pada saat itu, telah berdiri pula Koperasi Jasa
Audit (KJA) yang tersebar di dua puluh provinsi dan berfungsi sebagai pusat
pelayanan jasa audit, jasa bimbingan dan manajemen, serta jasa pelatihan. Di bidang
asuransi, gerakan Koperasi juga telah memiliki Koperasi Asuransi Indonesia (KAI). Di
bidang keuangan, telah dibentuk Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan Koperasi
(Perum PKK) yang merupakan penyempurnaan dari Lembaga Jaminan Kredit Koperasi
(LJKK) dan berfungsi memberikan jaminan atas kredit kepada koperasi yang diberikan
oleh bank. Selain itu, telah pula dibentuk Bank Umum Koperasi Indonesia (Bank
Bukopin) dan lembaga keuangan lainnya, seperti Koperasi Pembiayaan Indonesia (KPI),
Koperasi Bank Perkreditan Rakyat (KBPR), dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP).
Modal penting lainnya dalam pengembangan koperasi pada Pembangunan Jangka Panjang
Kedua adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang
memberikan landasan hukum yang kuat bagi pembangunan koperasi yang selaras dengan
pembangunan di sektor-sektor lainnya dalam upaya membangun koperasi yang maju dan
mandiri. Pada prinsipnya, undang-undang perkoperasian yarig baru memberikan
keleluasaan yang lebih besar kepada gerakan koperasi untuk menentukan arah
pengembangan usaha agar makin sesuai dengan kcbutuhan dan kepentingan para
anggota. Di samping itu, pemerintah tetap memberikan bimbingan, kemudahan, dan
perlindungan dalam rangka memandirikan koperasi.
Pembangunan koperasi selama PJP I masih jauh dari sempurna. Berbagai kelemahan
mendasar masih tetap mewarnai wajah koperasi. Kelemahan-kelemahan mendasar itu
misalnya adalah kelemahan manajerial, kelemahan sumber daya manusia, kelemahan
modal, dan kelemahan pemasaran. Selain itu, iklim usaha yang ada juga terasa masih
kurang kondusif bagi perkembangan koperasi. Akibatnya, walaupun secara kuantitatif
dan kualitatif koperasi telah mengalami perkembangan, namun perkembangannya
tergolong masih sangat lambat. Bertolak dari pengalaman pembagunan koperasi dalam
era PJP I itu, maka pelaksanaan pembangunan koperasi dalam era PJP II diharapkan lebih
ditingkatkan, sehingga selain koperasi tumbuh menjadi bangun perusahaan yang sehat
dan kuat, peranannya dalam berbaai aspek kehidupan bangsa dapat lebih ditingkatkan
pula. Hal itu sejalan dengan salah satu sasaran pembangunan ekonomi era PJP II, yaitu
pertumbuhan koperasi yang sehat dan kuat.
Implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah telah membawa paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah
serta dalam hubungan antara Pusat dengan Daerah. Kebijakan Otonomi Daerah
memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah untuk mengurus dan mengatur
kepentingan masyarakatnya atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undang yang berlaku.
Dalam rangka implementasi kebijakan Otonomi Daerah, pembinaan terhadap kelompok
usaha kecil, menengah dan koperasi perlu menjadi perhatian. Pembinaan terhadap
kelompok usaha kecil, menengah dan koperasi bukan hanya menjadi tanggung jawab
Pusat tetapi juga menjadi kewajiban dan tanggung jawab Daerah untuk mengembangkan
koperasi menjadi makin maju, makin mandiri, dan makin berakar dalam masyarakat,
serta menjadi badan usaha yang sehat dan mampu berperan di semua bidang usaha,
terutama dalam kehidupan ekonomi rakyat, dalam upaya mewujudkan demokrasi
ekonomi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk itu, maka pembangunan koperasi
diselenggarakan melalui peningkatan kemampuan organisasi, manajemen,
kewiraswastaan, dan permodalan dengan di dukung oleh peningkatan jiwa dan semangat
berkoperasi menuju pemantapan perannya sebagai sokoguru perekonomian nasional.

2. Pembangunan Koperasi dan Perundang-undangan


Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan sidang paripurna  untuk membahas pergantian
UU Koperasi No.25 tahun 1992 menjadi UU No.17  tahun 2012. Dalam rapat tersebut
Mentri koperasi dan UKM  Syarifuddin hasan mendorong percepatan  realisasi atau revisi
Undang – Undang No.25 tahun 1992 dengan dasar pengembangan dan pemberdayaan
koperasi nasional dalam kebiakan pemerintah selayaknya mencerminkan  nilai dan
prinsip perkoperasian sebagai wadah  usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan
kebutuhan para anggotanya.
Ada enam substansi penting yang harus disosialisasikan kepada masyarakat dan gerakan
koperasi yang dirumuskan bersama antara Kementerian Koperasi dan UKM,
Kementerian Hukum Dan HAM serta Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu :
a. Nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, menjadi dasar penyelarasan bagi rumusan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, sesuai dengan hasil kongres International
Cooperative Alliance (ICA).
b. Untuk mempertegas legalitas koperasi sebagai badan hukum, maka pendirian
koperasi ha-rus melalui akta otentik. Pemberian status dan pengesahan perubahan
anggaran dasar merupakan wewenang dan tanggungjawab Menteri.
c. Dalam hal permodalan dan selisih hasil usaha, telah disepakati rumusan modal
awal Koperasi, serta penyisihan dan pembagian cadangan modal. Modal Koperasi
terdiri dari setoran pokok dan sertifikat modal koperasi sebagai modal awal.
d. Ketentuan mengenai Koperasi Simpan Pinjam (KSP) mencakup pengelolaan
maupun penjaminannya. KSP ke depan hanya dapat menghimpun simpanan dan
menyalurkan pinjaman kepada anggota.
e. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi akan lebih diintensifkan. Dalam
kaitan ini pemerintah juga diamanatkan untuk membentuk Lembaga Pengawas
Koperasi Simpan Pinjam (LP-KSP) yang bertanggung jawab kepada Menteri
melalui peraturan pemerintah.
f. Dalam rangka pemberdayaan koperasi, gerakan koperasi didorong membentuk
suatu lembaga yang mandiri dengan menghimpun iuran dari anggota serta
membentuk dana pembangunan, sehingga pada suatu saat nanti. Dewan Koperasi
Indonesia (DEKOPIN) akan dapat sejajar dengan organisasi Koperasi di negara-
negara lain, yang mandiri dapat membantu Koperasi dan anggotanya.

1) Pada tahun 1949, pemerintah Indonesia mengganti UU No. 91 tahun 1927 dengan
UU No. 179 tahun 1949 yang pada dasarnya adalah penerjemahan UU No. 21
tahun 1927
2) Pada tahun 1958, pemerintah mengeluarkan UU No. 79 tahun 1958 dan mencabut
UU No. 179 tahun 1949. UU No. 79 ini adalah UU yang dibuat berdasarkan
UUDS pasal 38 (kemudian menjadi UUD 1945 pasal 33)
3) Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah mengeluarkan PP No. 60 tahun
1959 untuk menyesuaikan fungsi UU No. 79 tahun 1958 dengan haluan
pemerintah dalam rangka melaksanakan demokrasi ekonomi terpimpin
4) Pada tahun 1965, pemerintah mengganti PP No. 60 1959 dengan UU No. 14 tahun
1965. UU baru ini sangat dipengaruhi oleh konsep komunisme. Hal ini tampak
dari konsepsi dan aktivitas koperasi yang harus mencerminkan gotong royong
berporos NASAKOM. UU No. 14 tahun 1965 hanya bertahan dua bulan karena
setelah itu terjadi peristiwa G-30S/PKI dan lahirnya Orde Baru
5) Setelah dua tahun koperasi dikembangkan tanpa Undang-Undang karena
pengganti Undang-Undang yang lama belum ada, makan pada tahun 1967
pemerintah mengeluarkan  UU No. 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok
perkoperasian. Pada tahun 1992 pemerintah mencabut UU No. 12 tahun 1967
karena dianggap sudah tidak relevan lagi. Kemudian pemerintah mengeluarkan
UU No. 25 tahun 1992 tentang pekoperasian yang berlaku hingga sekarang.
UU nomor 25 tahun 1992 berisi:
a. Bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai
badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju,
adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
b. Bahwa koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi
kuat dan mandiri berdasarkan prinsip koperasi sehingga mampu berperan
sebagai sokoguru perekonomian nasional
c. Bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab
Pemerintah dan seluruh rakyat
d. Bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan untuk menyelaraskan
dengan perkembangan keadaan , perlu mengatur kembali ketentuan
tentang perkoperasian dalam suatu Undang-Undang sebagai pengganti
Undang-Undang nomor 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok
perkoperasian

3. Tantangan, kendala, dan peluang dalam pembangunan dan Koperasi


a. Tantangan dalam Pembangunan Koperasi
Meskipun banyak hasil yang telah dicapai dalam pembangunan koperasi
selama Pembangunan Jangka Panjang Pertama, masih banyak pula masalah yang
belum terselesaikan, yang harus dilanjutkan dan ditingkatkan penanganannya
dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua, sebagai tantangan untuk
mewujudkan cita-cita perkoperasian seperti yang diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar 1945. Hingga saat ini, karena berbagai alasan ekonomi dan
nonekonomi, koperasi pada umumnya belum dapat melaksanakan sepenuhnya
prinsip koperasi sebagaimana yang telah dicita-citakan, sehingga koperasi
sebagai badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat belum dapat mengembangkan
sepenuhnya potensi dan kemampuannya dalam memajukan perekonomian
nasional dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Di samping itu, berbagai
kondisi struktural dan sistem yang ada masih menghambat koperasi untuk
sepenuhnya dapat menerapkan kaidah ekonomi guna meraih dan memanfaatkan
berbagai kesempatan ekonomi secara optimal.
Sementara itu, terbukanya perekonomian nasional terhadap perkembangan
perekonomian dunia diperkirakan akan menghadirkan perubahan-perubahan
besar dalam tatanan kehidupan ekonomi nasional. Persaingan usaha akan
makin ketat, peranan ilmu pengetahuan dan teknologi meningkat, tuntutan akan
sumber daya manusia yang berkualitas untuk mengantisipasi dan merencanakan
masa depan meningkat pula. Kedudukan dan keberadaan koperasi makin
terintegrasi dan berperan menentukan ke dalam perekonomian nasional. Oleh
karena itu, tantangan dalam pembangunan koperasi adalah mengembangkan
koperasi menjadi badan usaha yang sehat, kuat, maju, mandiri, dan memiliki daya
saing sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya yang berujung
pada meningkatnya perekonomian nasional. Dengan memperhatikan kedudukan
koperasi, baik sebagai soko guru perekonomian nasional maupun sebagai bagian
integral dari tatanan perekonomian nasional, peran koperasi sangat penting
dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Dalam hal ini,
koperasi sebenarnya memiliki ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas,
terutama dalam hal yang menyangkut kepentingan kehidupan ekonomi rakyat.
Namun dalam kenyataannya, koperasi masih menghadapi beberapa hambatan
struktural dan sistem untuk dapat berfungsi dan berperan sebagaimana yang
diharapkan, antara lain dalam memperkukuh perekonomian rakyat sebagai dasar
kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional. Dengan demikian, yang menjadi
tantangan adalah mewujudkan koperasi, baik sebagai badan usaha maupun
sebagai gerakan ekonomi rakyat agar mampu berperan secara nyata dalam
kegiatan ekonomi rakyat. Inti kekuatan koperasi terletak pada anggota yang
berpartisipasi aktif dalam organisasi koperasi dan kesadaran masyarakat untuk
bergabung dalam wadah koperasi. Sebenarnya, kepercayaan masyarakat terhadap
koperasi sudah semakin meningkat, tetapi belum cukup memadai, antara lain
disebabkan oleh adanya berbagai hambatan untuk meningkatkan manfaat
koperasi bagi anggotanya. Hal ini telah menyebabkan lambatnya koperasi
mengakar dalam masyarakat. Sebagai gerakan ekonomi rakyat, koperasi masih
harus meningkatkan kemampuannya dalam menggerakkan dan menampung
peran serta masyarakat secara luas. Oleh karena itu, mewujudkan koperasi
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berakar dalam masyarakat juga merupakan
tantangan dalam pembangunan koperasi di Indonesia.

b. Kendala dalam Pembangunan Koperasi


Pengalaman pembangunan koperasi dalam Pembangunan Jangka Panjang Pertama
telah memberikan petunjuk bahwa untuk menjawab berbagai tantangan dalam
Pembangunan Jangka Panjang Kedua, masih terdapat beberapa kendala yang
membutuhkan perhatian dalam rangka menggariskan kebijaksanaan dan menyusun
program untuk mencapai sasaran yang dikehendaki. Adapun kendala-kendala yang
dimaksud, diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia koperasi
yang pada umumnya belum memadai. Kendala ini menjadi faktor yang
mempengaruhi kemampuan koperasi dalam menjalankan fungsi dan
peranannya yang berakibat pada kurang efektif dan efisiennya organisasi
dan manajemen koperasi. Hal ini tercermin pada pengelolaan koperasi
dan tingkat partisipasi anggota yang belum optimal.
2) Lemahnya struktur permodalan koperasi dan terbatasnya akses koperasi ke
sumber permodalan dari luar.
3) Terbatasnya penyebaran dan penyediaan teknologi secara nasional bagi
koperasi, yang berpengaruh pada rendahnya kemampuan koperasi untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas usahanya sehingga menyebabkan
pula terbatasnya daya saing koperasi.
4) Mekanisme kelembagaan dan sistem koperasi yang belum berjalan dengan
baik. Hal ini disebabkan oleb kurangnya kesadaran anggota akan hak dan
kewajibannya serta belum berfungsinya mekanisme kerja antar pengurus
dan antar pengurus dengan pengelola koperasi secara menyeluruh.
5) Masih kurangnya kepercayaan dalam bekerja sama bagi terwujudnya
jaringan usaha antara koperasi dengan pelaku ekonomi lainnya.
6) Kurang memadainya sarana dan prasarana yang tersedia di wilayah
tertentu, terutama kelembagaan keuangan baik bank maupun bukan bank,
produksi dan pemasaran, khususnya di daerah tertinggal.
7) Kurang efektifnya koordinasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan program
pembinaan koperasi antarsektor dan antardaerah.
8) Kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang koperasi, serta
kurangnya kepedulian dan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi,
yang tercermin pada masih rendahnya peran serta dan dukungan
masyarakat dalam pembangunan koperasi.

c. Peluang dalam Pembangunan Koperasi


Selaras dengan perkembangan pembangunan yang dinamis dan pertumbuhan
ekonomi dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam, terbuka berbagai
peluang usaha yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan koperasi.
Pembangunan nasional dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua khususnya
Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam yang mendahulukan aspek
pemerataan akan membuka peluang yang lebih besar bagi pembangunan
koperasi. Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sebagai
landasan hukum baru, juga memberikan peluang yang diharapkan akan mampu
mendorong koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih kuat dan
mandiri. Koperasi primer yang berskala kecil diharapkan berhimpun dalam
koperasi sekunder secara lebih mantap, sehingga lebih terkonsolidasi menjadi
kekuatan ekonomi yang besar dan tangguh serta mampu memanfaatkan peluang
keterbukaan perekonomian Indonesia terhadap perekonomian dunia. Selain itu,
terdapat juga berbagai peluang lainnya dalam pembangunan koperasi dalam
Rencana Pembangun-an Lima Tahun Keenam, di antaranya adalah kemauan
politik yang kuat dari pemerintah dan berkembangnya tuntutan masyarakat
untuk lebih banyak membangun koperasi dalam rangka mewujudkan
perekonomian yang sehat yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebagai hasil pembangunan yang
berkelanjutan akan menciptakan peluang bagi berkembangnya usaha koperasi di
masa depan. Sementara itu, makin terbukanya perekonomian dunia turut pula
menciptakan berbagai peluang baru bagi koperasi, diantaranya adalah makin
terbukanya pasar internasional bagi hasil produksi koperasi Indonesia serta makin
terbukanya kesempatan kerja sama interna-sional antargerakan koperasi di
berbagai bidang. Perubahan struktur perekonomian nasional menciptakan peluang
untuk lebih berkembangnya koperasi pedesaan atau Koperasi Unit Desa (KUD)
yang berusaha di bidang agrobisnis, agroindustri, dan industri pedesaan lainnya.
Sementara undang-undang tentang sistem budidaya tanaman akan mendorong
diversifikasi usaha koperasi sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat.
Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua, tuntutan terhadap perlindungan
dan jaminan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi tenaga kerja, yang telah mulai
dirasakan saat ini, diperkirakan akan semakin meningkat. Di samping itu, akan
diperkirakan pula terjadi pertumbuhan yang pesat di sektor industri yang akan
meningkatkan jumlah dan jenis perusahaan. Keadaan ini menciptakan peluang
bagi tumbuhnya peluang kerja bagi calon karyawan baru.

4. Arahan, Sasaran, dan Kebijaksanaan Pembangunan Koperasi


a. Arahan Pembangunan Koperasi
Pembangunan koperasi sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat diarahkan agar
makin memiliki kemampuan menjadi badan usaha yang efisien serta menjadi
gerakan rakyat yang tangguh dan berakar dalam masyarakat agar mampu
memajukan kesejahteraan ekonomi anggotanya. Pembangunan koperasi juga
diarahkan menjadi gerakan ekonomi rakyat yang didukung oleh jiwa dan
semangat yang tinggi dalam mewujudkan demokrasi ekonomi berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan hal tersebut,
koperasi di pedesaan, khususnya, perlu dikembangkan mutu dan kemampuannya
serta ditingkatkan peranannya dalam kehidupan ekonomi di pedesaan. Pelaksanaan
fungsi dan peranan koperasi ditingkatkan melalui upaya peningkatan semangat
kebersamaan dan manajemen yang lebih profesional. Selain itu, peran aktif
masyarakat dalam menumbuhkembangkan koperasi juga perlu terus ditingkatkan
dengan meningkatkan kesadaran, kegairahan, dan kemampuan berkoperasi di
seluruh lapisan masyarakat melalui upaya penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan.
Fungsi dan peran koperasi juga menjadi tanggung jawab lembaga gerakan
koperasi sebagai wadah perjuangan kepentingan dan pembawa aspirasi gerakan
koperasi yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai pembina dan
pelindungnya. Pengembangan koperasi didukung melalui pemberian kesempatan
berusaha yang seluas-luasnya di segala sektor kegiatan ekonomi, baik di dalam
negeri maupun di luar negeri dengan menciptakan iklim usaha yang mendukung
kemudahan memperoleh permodalan. Untuk mengembangkan dan melindungi
usaha rakyat yang diselenggarakan dalam wadah koperasi demi kepentingan
rakyat, dapat ditetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan
oleh koperasi. Kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan
koperasi diupayakan agar tidak dimasuki oleh badan usaha lainnya dengan
memperhatikan kesadaran dan kepentingan ekonomi nasional dalam rangka
pemerataan kesempatan usaha dan kesempatan kerja. Kerja sama antar koperasi,
antara koperasi dengan usaha negara dan usaha swasta sebagai mitra usaha
dikembangkan secara lebih nyata untuk mewujudkan semangat dan asas
kekeluargaan, kebersamaan, kemitraan usaha dan kesetiakawanan, serta saling
mendukung dan saling menguntungkan. Potensi koperasi untuk tumbuh menjadi
usaha skala besar terus ditingkatkan, antara lain melalui perluasan jaringan
usaha koperasi, pemilikan saham, serta keterkaitan usaha dengan usaha hulu
dan usaha hilir, baik dalam usaha negara maupun usaha swasta.

b. Sasaran Pembangunan Koperasi


Garis-garis Besar Haluan Negara 1993 menetapkan bahwa sasaran koperasi
dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua adalah terwujudnya koperasi
sebagai badan usaha dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat,
tangguh, kuat dan mandiri serta sebagai soko guru perekonomian nasional yang
merupakan wadah untuk menggalang kemampuan ekonomi rakyat di semua
kegiatan perekonomian nasional, sehingga mampu berperan utama dalam
meningkatkan kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Sasaran
pembangunan di bidang ekonomi dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun
Keenam di antaranya adalah tertata serta mantapnya kelembagaan dan
sistem koperasi agar koperasi makin efisien serta berperan utama da lam
perekonomian rakyat dan berakar dalam masyarakat. Sesuai dengan sasaran
tersebut di atas, maka pemerintah kemudian menetapkan sasaran operasional
pembangunan koperasi dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Makin meningkatnya kualitas sumber daya manusia koperasi yang
berdampak pada makin meningkatnya kemampuan organisasi dan
manajemen koperasi.
2) Makin meningkatnya pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan
teknologi tepat guna.
3) Makin kukuhnya struktur permodalan dan jaringan usaha koperasi secara
horizontal dan vertikal.
4) Makin berfungsi dan berperannya lembaga gerakan koperasi.
Dengan demikian, diharapkan daya saing koperasi dan kesejahteraan anggota
koperasi makin meningkat. Selain sasaran operasional yang bersifat umum
tersebut, ditetapkan juga sasaran pengembangan koperasi di pedesaan dan
perkotaan. Sasaran pengembangan koperasi di pedesaan, diantaranya adalah
sebagai berikut.
1) Makin berkembangnya koperasi di pedesaan atau Koperasi Unit Desa
yang mampu memberikan kesempatan dan menumbuhkan prakarsa
masyarakat pedesaan untuk meningkatkan usaha yang sesuai dengan
kebutuhan mereka dan sekaligus mampu memberikan pelayanan yang
bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan mereka.
2) Makin menyebarnya Koperasi Unit Desa yang mandiri di seluruh pelosok
tanah air.
3) Makin meningkatnya kualitas Koperasi Unit Desa mandiri yang ada.
4) Makin meningkatnya kemampuan usaha dan peran koperasi di pedesaan
atau Koperasi Unit Desa untuk mendorong berkembangnya agribisnis,
agroindustri, industri pedesaan, jasa keuangan, dan jasa lainnya termasuk
penyediaan kebuluhan pokok.
5) Makin berkembangnya koperasi sekunder yang menangani komoditas
tertentu, terutama yang mempunyai nilai komersial tinggi untuk pasar
dalam dan luar negeri sesuai dengan potensi masyarakat setempat.
6) Makin meningkatnya kualitas pelayanan usaha koperasi di pedesaan atau
Koperasi Unit Desa kepada para anggotanya dan masyarakat di daerah
tertinggal, terisolasi, terpencil di perbatasan dan permukiman transmigrasi.
7) Makin luas dan kukuhnya jaringan kerja sama antar koperasi dan
kemitraan usaha dengan badan usaha lainnya.
Secara kuantitatif, berdasarkan pemaparan di atas, sasaran pembangunan koperasi
di pedesaan adalah terwujudnya 2.700 Koperasi Unit Desa mandiri baru dalam
rangka terwujudnya minimal satu buah Koperasi Unit Desa mandiri pada setiap
kecamatan; makin mantapnya 5.000 Koperasi Unit Desa mandiri yang
berfungsi sebagai pusat perekonomian di pedesaan sehingga mampu
menggerakkan, mengelola, dan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada
secara optimal dalam rangka meningkatkan pendapatan, kesempatan usaha,
dan lapangan kerja di pedesaan; serta terwujudnya minimal satu buah Koperasi
Unit Desa mandiri inti yang mampu mengelola komoditas andalan di setiap
kabupaten dan berperan sebagai pusat pengembangan koperasi lain di sekitarnya.
Selanjutnya, yang menjadi sasaran pengembangan koperasi di perkotaan,
diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Makin berkembangnya koperasi berbasis konsumen yang mampu
melayani kebutuhan pokok para anggota dan masyarakat di daerah
permukiman rakyat.
2) Makin berkembangnya koperasi karyawan, koperasi pegawai negeri, dan
koperasi di lingkungan TNI atau Polri.
3) Makin berkembangnya koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam
koperasi dan koperasi jasa keuangan lainnya.
4) Makin berkembangnya koperasi jasa di berbagai bidang.
5) Makin meningkatnya kualitas pelayanan koperasi kepada anggota dan
masyarakat di daerah perkotaan yang tertinggal.
6) Makin luas dan kukuhnya jaringan kerja sama antar koperasi dan
kemitraan usaha dengan badan usaha lainnya.
Secara kuantitatif sasaran pembangunan koperasi di perkotaan adalah
tumbuhnya 8.000 koperasi karyawan baru pada perusahaan yang belum
memiliki koperasi karyawan; terwujudnya 3.000 koperasi karyawan mandiri;
serta makin terkonsolidasi dan mantapnya 4.000 koperasi pegawai negeri dan
koperasi di lingkungan ABRI, 1.500 koperasi di bidang industri dan
ketenagalistrikan, dan 1.000 koperasi pedagang pasar, perumahan, jasa, wisata dan
profesi.

c. Kebijaksanaan Pembangunan Koperasi


Secara umum, kebijaksanaan umum pembangunan koperasi dalam Rencana
Pembangunan Lima Tahun Keenam adalah meningkatnya prakarsa, kemampuan,
dan peran gerakan koperasi melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia,
pemanfaatan, pengembangan, serta penguasaan ilmu pcngetahuan dan teknologi
dalam rangka mengembangkan dan memantapkan kelembagaan, usaha, dan sistem
koperasi untuk mewujudkan peran utamanya di segala bidang kehidupan ekonomi
rakyat. Secara khusus, kebijaksanaan pembangunan koperasi dalam Rencana
Pembangunan Lima Tahun Keenam adalah meningkatkan akses dan pangsa pasar
yang dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Meningkatkan keterkaitan usaha, kesempatan usaha dan kepastian usaha,
memperluas akses terhadap informasi usaha, mengadakan pencadangan
usaha, membantu penyediaan sarana dan prasarana usaha yang memadai,
serta menyederhanakan perizinan. Upaya ini ditunjang dengan menyusun
berbagai peraturan perundang-undangan yang mendukung pengembangan
koperasi dan menghapus peraturan perundang-undangan yarg
menghambat perkembangan koperasi serta mengembangkan sistem
pelayanan informasi pasar, harga, produksi, dan distribusi yang memadai.
2) Memperluas akses terhadap sumber permodalan, memperkukuh struktur
permodalan dan meningkatkan kemampuan pemanfaatan modal koperasi,
antara lain dengan meningkatkan jumlah pagu dan jenis pinjaman untuk
koperasi, mendorong pemupukan dana internal koperasi, menciptakan
berbagai kemudahan untuk memperoleh pembiayaan dan jaminan
pembiayaan, mengembangkan sistem perkreditan yang mendukung dan
sesuai dengan kepentingan koperasi pada khususnya dan perekonomian
rakyat pada umumnya, mengembangkan sistem pembiayaan termasuk
lembaga pengelola yang sesuai untuk itu, dalam rangka menyebarkan dan
mendayagunakan sumber dana yang tersedia bagi koperasi dan gerakan
koperasi, yaitu antara lain yang berasal dari penyisihan laba bersih Badan
Usaha Milik Negara, penyertaan modal pemerintah, imbalan jasa (fee)
yang diterima Koperasi Unit Desa dari pelaksanaan program pemerinlah,
serta dana lainnya yang berasal dari gerakan koperasi, serta
mengembangkan berbagai lembaga keuangan yang mendukung gerakan
koperasi, antara lain Perum PKK, lembaga asuransi usaha koperasi,
lembaga pembiayaan koperasi dan lembaga modal ventura, agar makin
mampu melayani kebutuhan keuangan untuk pengembangan usaha
anggota koperasi. Kebijaksanaan ini mencakup upaya pendayagunann
lembaga-lembaga keuangan lainnya yang sudah ada.
3) Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen, antara lain dengan
meningkatkan kemampuan kewirausahaan dan profesionalisme para
anggota, pengurus, pengawas dan karyawan koperasi.
4) Mendorong koperasi agar benar-benar menerapkan prinsip koperasi dan
kaidah usaha ekonomi, mendorong proses pengembangan karier
karyawan koperasi, mendorong terwujudnya tertib organisasi dan tata
hubungan kerja yang efektif, mendorong berfungsinya perangkat
organisasi koperasi, meningkatkan partisipasi anggota, mendorong
terwujudnya keterkaitan antar koperasi, baik secara vertikal maupun
horizontal dalam bidang informasi, usaha dan manajemen.
5) Meningkatkan kemampuan memperjuangkan kepentingan dan membawa
aspirasi koperasi dan meningkatkan pemahaman terhadap nilai-nilai dan
semangat koperasi melalui peningkatan pendidikan, pelatihan dan
penyuluhan perkoperasian, baik bagi anggota koperasi, pengelola
koperasi maupun masyarakat.
6) Meningkatkan akses terhadap teknologi dan lainnya dengan
meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan, pemanfaatan hasil
penelitian atau pengkajian lembaga lain, meningkatkan kegiatan alih
teknologi, memberikan kemudahan untuk modernisasi peralatan, serta
mengembangkan dan melindungi teknologi yang telah dikuasai oleh
anggota koperasi secara turun-temurun.
7) Mengembangkan kemitraan, antara lain dengan mengembangkan kerja
sama antar koperasi, baik secara horizontal, vertikal maupun kerja sama
internasional; mendorong koperasi sekunder agar lebih mampu
mengonsolidasi dan memperkukuh jaringan keterkaitan dengan koperasi
primer serta mendorong kemitraan usaha dengan badan usaha lainnya,
baik dengan bentuk dagang, subkontrak, usaha patungan maupun bentuk
kemitraan lainnya, yang dilandasi oleh prinsip yang saling
membutuhkan, saling menunjang, dan saling menguntungkan.
Mengingat lingkup pembangunan koperasi sangat luas dan terkait dengan
berbagai sektor pembangunan lainnya, maka pelaksanaan dan kebijaksanaan di
atas hendaknya dilakukan secara terpadu dan selaras dengan pelaksanaan
kegiatan pembinaan dan pengembangan perkoperasian di sektor tersebut.

Anda mungkin juga menyukai