Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum Kimia Dasar

KESETIMBANGAN ASAM BASA

SAIDIL (M021201008)

UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA KULIAH UMUM


LABORATORIUM KIMIA DASAR
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kimia asam basa menjadi inti kimia sejak dari zaman kuno sampai zaman

modern kini dan memang sebagian besar kimia yang dilakukan di laboratorium di

zaman dulu adalah kimia asam basa. Ketika kimia mulai menguat di bidang studi

teoritisnya di akhir abad ke-19, topik pertama yang ditangani adalah kimia asam

basa. Sebagian besar bahan kimia yang umum dapat jumpai adalah asam dan basa.

Namun, para kimiawan dapat menyimpan dan menggunakan dengan bebas

berbagai asam basa dalam raknya di laboratorium (Yuko 2006).

            Satu-satunya asam yang diketahui di zaman dulu yakni asam asetat yang

tak murni dan basa yang berupa kalium karbonat kasar yang didapatkan dari abu

tanaman. Pada abad pertengahan, kimiawan Arab mengembangkan metode untuk

menghasilkan asam mineral semacam asam hidroklorat atau asam nitrat. Pada

zaman modern, peningkatan populasi juga membuat kebutuhan berbagai bahan

meningkat. Misalnya sabun, awalnya merupakan barang mewah dan mahal, kini

menjadi tersedia luas. Akibatnya kebutuhan natrium karbonat meningkat dengan

tajam (Yuko, 2016).

Arrhenius mengusulkan teori disosiasi elektrolit, dengan teori ini ia

mendefinisikan asam sebagai zat yang melarut dan mengion dalam air

menghasilkan proton (H+) sedangkan basa adalah zat yang melarut dan mengion

dalam air menghasilkan ion hidroksida (OH-). Teori Arrhenius yang baru dan
persuasif ini gagal untuk  menjelaskan fakta bahwa senyawa semacam gas amonia

dan yang semacamnya tidak memiliki gugus hidroksida dan dengan demikian

tidak dapat menghasilkan ion hidroksida menunjukkan sifat basa (Yuko, 2006).

            Menurut teori Bronsted dan Lowry, zat dapat berperan dengan baik

sebagai asam maupun basa. Bila zat tertentu lebih mudah melepaskan proton, zat

ini akan berperan sebagai asam Sebaliknya, bila suatu zat lebih mudah menerima

proton, zat ini akan berperan sebagai basa. Dalam suatu larutan asam dalam air,

air berperan sebagai basa (Yuko, 2006).

            Pada tahun 1923 ketika Bronsted dan Lowry mengusulkan teori asam

basa, Lewis juga mengusulkan teori asam basa yang baru. Lewis mendefinisikan

asam sebagai zat yang dapat menerima pasangan elektron dan basa adalah zat

yang dapat mendonorkan pasangan elektron. Semua zat yang didefinisikan

sebagai asam dalam teori Arrhenius juga merupakan asam dalam kerangka teori

Lewis karena proton adalah akseptor pasangan elektron (Zumdahl dan Zumdahl,

2014).

           Keuntungan utama teori asam basa Lewis terletak pada fakta yang

menjelaskan bahwa beberapa reaksi yang tidak dianggap sebagai reaksi asam basa

dalam kerangka teori Arrhenius dan Bronsted Lowry terbukti sebagai reaksi asam

basa dalam teori Lewis. Semua basa Bronsted dan Lowry mendonasikan pasangan

elektronnya pada proton, basa ini juga merupakan basa Lewis (Yuko, 2006).

            Asam umumnya dibentuk oleh padatan dan gas dengan menerima elektron

valensi yang dibutuhkan. Mungkin berbagi atau mentransfer elektron dari satu zat

ke zat lain. Molekul yang memiliki elektron valensi yang mengandung kation
melibatkan sumbangan elektron ke molekul Gas. Gas sebagian besar penting

untuk pembentukan Ikatan Asam. Gas-gas semacam itu seperti Hidrogen,

Nitrogen, Oksigen, Flour dan Klorin tanpa gas-gas ini tidak ada pembentukan

ikatan asam, gas menerima elektron jadi gas disebut sebagai akseptor (Kalyan ,

2014).

            Titrasi asam-basa memerlukan indikator untuk menunjukkan perubahan

warna pada setiap interval derajat keasaman (pH). Indikator sintetis yang

digunakan selama ini mempunyai beberapa kelemahan seperti polusi kimia,

ketersediaan dan biaya produksi mahal. Indikator herbal tersebut dibuat dengan

cara mengekstrak mahkota bunga Hibiscus rosa-sinensis L. mengunakan pelarut

metanol-asam asetat. Kemudian dievaluasi dengan indikator pembanding

fenolftalein dan metil orange untuk titrasi asam-basa yaitu asam kuat-basa kuat,

basa lemah-asam kuat dan asam lemah-basa kuat (Nuryanti dkk., 2010).

            Pada eksperimen asam-basa, khusunya pada penentuan sifat asam, basa

atau netral suatu larutan dibutuhkan alat bantu atau media pembelajaran yang

dikenal dengan larutan atau kertas indikator. Indikator asam-basa dapat dibuat dari

bahan alami dengan mengekstrak bagian dari tanaman. Beberapa tanaman telah

digunakan sebagai indikator alami. Semua sumber tersebut memiliki karakteristik

warna yang memberikan perubahan warna pada lingkungan pH yang berbeda,

bahkan dapat dijadikan dasar penentuan pH suatu larutan (Sukemi dkk., 2017).

           Beragam jenis indikator asam basa yang biasanya digunakan di

laboratorium kimia, diantaranya adalah lakmus, indikator lakmus, larutan

indikator dan indikator alam. indikator alam meupakan jenis indikator yang dibuat
dari tumbuhan, baik dari bagian daun, bunga, buah, dan batang. Berbagai jenis

tumbuhan yang telah dimanfaatkan menjadi indikator alam diantaranya adalah

bunga sepatu, bougenvil, kunyit, rosella dan kubis ungu (Indira, 2015).

            Indikator sintesis dapat diganti dengan alternatif lain, salah satu indikator

yang telah dikembangkan diantaranya adalah bunga yang mengandung antosianin.

Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki kemampuan

untuk bereaksi baik dengan asam maupun dalam basa. Dalam media asam

antosianin berwarna merah seperti halnya saat dalam vakuola sel dan berubah

menjadi ungu dan biru jika media bertambah basa (Maulika dkk., 2019).

            pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat

keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH didefinisikan

sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas

ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya

didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut bersifat

relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan

persetujuan internasional (Apriani dkk., 2016).

            Oleh karena itu, akan dilakukan percobaan mengenai kesetimbangan asam 

basa agar diketahui secara terperinci hal-hal yang berkaitan tentang

kesetimbangan asam basa,seperti menentukan pH suatu larutan, mengetahui sifat

asam dan basa, mengetahui kekuatan asam dan basa dan lain sebagainya.

Kimia sangat erat kaitannya dengan jurusan rekayasa kehutanan. Misalnya

pada kesetimbangan asam basa tentunya akan sangat berguna bagi para

mahasiswa jurusan rekayasa kehutanan ketika akan melakukan pengukuran


keasaman tanah memilih bibit sesuai dengan derajat keasaman tanah. Selain itu,

kimia juga sangat berperan dalam proses menciptakan bibit unggul melalui proses

rekaysa genetik. Paling penting dengan belajar kimia dapat membedakan zat-zat

apa saja yang dapat membahayakan lingkungan serta pencegahannya.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masaalah dalam percobaan ini adalah

1. Bagaimana cara menentukan pH dalam kertas pH universal dan pH meter

2. Bagaimana cara mengetahui pengaruh terhadap nilai pH, tetapan

kesetimbangan ionisasi dan derajat ionisasi larutas asam lemah.

3. Bagaimana cara menentukan derajat ionisasi asam lemah berdasarkan nilai

pH.

1.3 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.3.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari cara

menentukan pH larutan asam lemah, pengaruh pengenceran terhadap nilai pH,

tetapan kesetimbangan dan derajat ionisasi asam lemah berdasarkan nilai pH.

1.3.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah

1. Menentukan pH larutan asam lemah dengan menggunakan kertas pH

Universal, dan pH meter.

2. Menentukan pengaruh pengenceran terhadap nilai pH, tetapan kesetimbangan

ionisasi dan derajat ionisai larutan asam lemah.

3. Menentukan derajat ionisasi asam lemah berdasarkan nilai pH.


1.4 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan ini adalah pada asam formiat dan asam asetat

diencerkan dengan pengenceran tertentu, yakni dengan konsentrasi lalu

mengukuer pH-nya menggunakan kartas universal. Setelahnya dibandingkan

pengaruh pengenceran terhadap perubahan pH, tetapan kesetimbangan asam

lemah dan derajat ionisasinya.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengamatan

Tabel 1. Pengukuran pH Asam Formiat (HCOOH)

Larutan Asam Formiat


pH Suhu (°C)
(HCOOH)
HCOOH 0,5 M 2 26
HCOOH 0,04 M 3 28,5
HCOOH 0,003 M 5 27
HCOOH 0,0002 M 6 28
HCOOH 0,00001 M 7 28

Tabel 2. Pengukuran pH Asam Asetat (CH3COOH)

Larutan asam asetat


pH Suhu (°C)
(CH3COOH)
CH3COOH 0,5 M 3 25
CH3COOH 0,04 M 4 26
CH3COOH 0,003 M 5 27
CH3COOH 0,0002 M 6 27
CH3COOH 0,00001 M 7 27

Tabel 3. Hasil Pengamatan Asam Formiat (HCOOH)

 HCOOH  (M) pH Suhu (°C) Indikator Perubahan warna


0,5 M 2 26 Metil violet Ungu kehitaman
0,004 M 3 28,5 Metil orange Jingga kemerahan
0,0003 M 5 27 Bromocresol Hijau tua
0,00002 M 6 28 Bromocresol green Biru tua
0,000001 M 7 28 Metil merah Kuning

Tabel 4. Hasil Pengamatan pH Asam Asetat (CH3COOH)


Suhu Perubahan
CH3COOH (M) pH Indikator
(°C) warna
0,5 M 3 25 Metil violet Merah bata
0,004 M 4 26 Metil orange Jingga
0,0003 M 5 27 Bromocresol green Hijau tua
0,00002 M 6 27 Bromocresol green Biru tua
0,000001 M 7 27 Metil merah Kuning
2.2 Perhitungan
2.3 Reaksi

HCOOH + H2O → HCOO- + H3O+

CH3COOH + H2O → CH3COO- + H3O+

2.3 Pembahasan

Pengenceran dilakukan dengan mencampur larutan pekat dengan pelarut

agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Pada percobaan diencerkan asam

formiat dan asam asetat sehingga dihasilkan larutan yang mempunyai konsentrasi

lebih rendah dari sebelumnya. Percobaan pertama yaitu mengetahui pengaruh

pengenceran HCOOH terhadap nilai pH. Pengenceran yang dilakukan terhadap

HCOOH berpengaruh ke konsentrasi HCOOH, sehingga konsentrasi larutan


HCOOH beragam. Larutan hasil pengenceran pertama yaitu larutan HCOOH

dengan konsentrasi 0,5 M. Larutan tersebut diukur pH-nya dengan indikator metil

violet yang memiliki rentang pH 0,15-3,2. Hasil pengamatan didapatkan bahwa

terjadi perubahan warna menjadi ungu kehitaman sehingga diperoleh bahwa pH

larutan HCOOH dengan konsentrasi 0,5 M sebesar 2. Selanjutnya, dilakukan

pengukuran pH terhadap larutan HCOOH dengan konsentrasi yang berbeda

dengan menggunakan larutan indikator yang berbeda pula, sesuai dengan range

pH-nya. didapatkan bahwa HCOOH 0,04 M diukur pH-nya dengan menggunakan

indikator metil orange diperoleh pH 3. HCOOH 0,003 M diukur pH-nya dengan

menggunakan indikator bromocresol diperoleh pH 5. HCOOH 0,0002 M diukur

pH-nya dengan menggunakan indikator bromocresol green diperoleh pH 6.

HCOOH 0,00001 M diukur dengan menggunakan indikator metil merah diperoleh

pH 7.

Percobaan kedua yaitu pengaruh pengenceran CH3COOH terhadap nilai

pH. Adapun cara kerjanya sama dengan percobaan pertama. Pengamatan

dilakukan menghasilkan data yaitu HCOOH 0,5 M diukur pHnya dengan

menggunakan indikator metil violet diperoleh pH 3; CH3COOH 0,04 M diukur

pH-nya dengan menggunakan indikator metil orange diperoleh pH 4. CH3COOH

0,003 M diukur pH-nya dengan menggunakan indikator bromocresol green

diperoleh pH 5. CH3COOH 0002M diukur pH-nya dengan menggunakan

indikator bromocresol green diperoleh pH 6. CH3COOH 0,00001 M diukur

dengan menggunakan indikator metil merah diperoleh pH 7.


Berdasarkan percobaan, di dapatkan bahwa konsentrasi sangat

berpengaruh terhadap nilai pH. Semakin pekat konsentrasi suatu larutan asam

maka pH-nya semakin menjauhi 7 (pH netral). Selain itu, semakin besar

konsentrasi larutan maka semakin besar nilai Ka. Sedangkan pada hasil

perhitungan derajat ionisasi, tampak bahwa semakin besar konsentrasi larutan,

maka akan semakin besar pula derajat ionisasinya. Maka data yang diperoleh dari

hasil percobaan telah berhasil membuktikan hukum Le Châtelier bahwa jika

tekanan eksternal diterapkan pada sistem kesetimbangan, maka sistem akan

menyesuaikan sedemikian rupa sehingga sebagian tegangan diimbangi karena

mencoba untuk membangun kembali keadaan setimbang. Tekanan eksternal yang

diberikan pada larutan adalah berupa perubahan konsentrasi sehingga tetapan

kesetimbangan pun semakin kecil sedangkan derajat ionisasi semakin besar.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan pada percobaan ini adalah

1. Semakin rendah konsentrasi suatu larutan asam lemah, maka nilai pH akan

semakan tinggi.

2. Semakin banyak jumlah pengenceran yang diberikan, maka semakin rendah

harga konsentrasi suatu asam lemah dan hal ini menyebabkan tingginya nialai

pH larutan tersebut.

3. Derajat ionisasi suatu larutan asam lemah dapat di tentukan berdasarkan nilai

pH.

3.2 Saran

Sebaiknya pada saat percobaan dilakukan praktikan lebih aktif dalam

melakukan percobaan meskipun praktikum dilakukan secara online.

3.2.1 Saran Laboratorium

Sebaiknya laboratorium lebih memperinci semua langkah-langkah dalam

praktikum kali ini agar praktikan lebih paham tentang praktikum kali ini.

3.2.2 Saran Untuk Asisten

Saat melakukan praktikum sebaiknya asisten laboratorium

menjelaskan tentang percobaan lebih rinci lagi agar praktikan dapat

mengerti lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Apriani, F., Idiawati, N. dan Destiarti.L., 2012, Ektrak Metanol Buah Lakum

(Cayratia trifolia (L.) Domin) Sebagai Indikator Alami pada Titrasi Basa

Kuat Asam Kuat, JKK, 5 (2) : 32.

Indira, C., 2015, Pembuatan Indikator Asam basa Karamunting, Jurnal Penelitian.

Kalyan Charakravarthy Thadaka, 2014, Acids-Bases Theory, International

Journal of Mathematics and Physical Sciences Research (IJMPSR), 1

(1):18-20.

Maulika, F., Rizmahardian, Kurniasih, D., 2016, Pengembangan Media

Pembelajaran Indikator Asam Basa Alami Berbasis Bioselulosa, Jurnal

Penelitian, 7 (1):69-83.

Nueryanti, S., Matsjeh, S., Anwar, C. dan Raharjo, T. J., 2010, Indikator Titrasi

Asam-Basa Dari Ekstrak Bunga Sepatu (Hibiscus Rosa Sinensis L), Jurnal

Penelitian, 30 (3):178.

Sukemi, Usman, Putra, B. I., Purwati, W., Rahmawati, N. N., dan Pradani, S. D.

A., 2017, Indikator Asam Basa Dari Ekstrak Etanol Pucuk Daun Pucuk

Merah (Syzygium oleana), Jurnal Penelitian, 2 (3):139-140.

Yuko Takeuchi, 2006, Buku Teks Pengantar Kimia, Iwanami Publishing

Company, Tokyo.

Zumdahl, S. dan Zumdahl, S. A., 2014, Chemistry Ninth Edition, Boston, USA.

Anda mungkin juga menyukai