Anda di halaman 1dari 7

MODUL 3: Identitas Budaya

CPMK :
Mahasiswa mampu memahami dan mengembangkan kompetensi antarbudaya meliputi identitas
budaya, komunikasi verbal dan nonverbal kaitannya dengan perbedaan budaya (C3, A4)

SUB-CPMK:
Mahasiswa mampu mengaplikasikan kompetensi komunikasi antarbudaya (M2)

ESTIMASI WAKTU :
120 menit belajar mandiri dan 60 menit pengerjaan tugas.

PRASYARAT : Pengantar Ilmu Komunikasi


Pengetahuan maupun ketrampilan awal yang diperlukan sebelum pengerjaan modul ini adalah:
A. Bangunan konsep Komunikasi Antarbudaya termasuk definisi, pendekatan-pendekatan, dan
cultural value patterns.
B. Konsep identitas, Bahasa verbal dan non verbal sebagai penanda group belonging

SUMBER REFERENSI/LINK MATERI :


Ting-Toomey, S. & Chung, L.C. (2012). Understanding intercultural communication. Oxford: Oxford
University Press.
Pujarama, W. (2016). “Me and my indonesianness: How Kaskusers express their in-group feelings.”
Jurnal Ilmu Komunikasi Atmajaya. 13 (1).

INSTRUKSI PENGERJAAN & PENUGASAN


1. Baca chapter 4 “What are the Keys to Understand Cultural and Ethnic Identities” lalu jawab
pertanyaan-pertanyaan berikut sesuai dengan petunjuk yang ada!
a. Kerjakan Poin 4.1 di halaman 67 lalu identifikasi diri apakah personal atau social identity anda
yang dominan. Renungkan pengalaman hidup anda dan petakan alasan mengapa anda lebih
cenderung merupakan individu sosial atau personal (max 300 kata).

Jawaban: Setelah mengerjakan poin 4.1 saya termasuk tipe orang yang lebih
mengedepankan identitas sosial. Salah satu pengalaman saya saat pertama kuliah di
pulau Jawa (Universitas Brawijaya), saya banyak sekali kenal teman orang Jawa yang
sebelumnya tidak pernah terjadi dalam kehiupan saya, karena saya berasal dari
Sumatera Selatan. Saya pernah disinggung teman saya karena cara saya berbicara
sering menggunakan nada yang tinggi, itu terjadi karena budaya atau etnis
(Sumatera Selatan) dan interaksi sosial sehari-hari di tempat kelahiran saya yang
membentuk diri saya. Saya cenderung merupakan individu sosial karena bagi saya
identitas sosial itu bisa mendefinisikan siapa diri saya, saya berasal darimana.
Dengan hal tersebut, teman saya yang berasal dari Jawa lebih bisa memahami cara
saya berbicara, karena saya berasal dari Sumatera Selatan yang mayoritas orangnya
berbicara dengan nada tinggi “sedikit kasar”. Keluarga dan lingkungan kehidupan
saya juga menjadi salah satu alasan saya lebih mengedepankan identitas sosial,
didalam keluarga dan lingkungan kehidupan, saya sudah terbiasa dengan nada
berbicara tinggi yang berbeda jauh dengan kebiasaan yang ada di Jawa yang
cenderung berbicara lebih halus. Menurut saya, identitas sosial sangat melekat pada
diri saya, terkadang orang yang baru kenal dengan saya merasa aneh, karena saya
punya nama orang jawa “Kuncoro” tetapi sedikit pun saya tidak seperti orang Jawa,
nada berbicara saya yang tinggi telah menjadi identitas saya, terutama bagi teman-
teman saya di kampus bahwa saya asli orang Sumatera Selatan.

b. Tulis dengan kata-kata anda sendiri, apa yang dimaksud dengan group affiliation dan bagaimana
in-group/out-group feeling terbentuk (max 200 kata).

Jawaban: Group affiliation atau afiliasi kelompok merupakan merupakan hubungan


antara beberapa kelompok yang berada di dalam sebuah sistem kelompok utama
atau induk. Contoh sederhana menurut saya disini salah satunya adalah fisip
universitas Brawijaya, dimana FISIP selaku kelompok utama memiliki cabang-cabang
seperti ilmu komunikasi, HI, ilmu politik, sosiologi, psikologi, dan ilmu pemerintahan.
Bisa kita lihat bahwa kelompok cabang (jurusan) tetap bisa berdiri sendiri walaupun
tetap berada di dalam sebuah sistem kelompok utama.
In group feeling, merupakan sebuah perasaan dimana kita sadar bahwa kita
merupakan bagian dari sebuah kelompok. Hal ini dapat terbentuk karena kita
memiliki keterikatan perasaan yang sama terhadap suatu kelompok, adanya rasa
simpati dan rasa kedekatan diantara anggota-anggota kelompok. Kelompok sosial
merupakan tempat di mana individu mengidentifikasi dirinya sebagai "kita" atau
"kami.

Out group feeling, sebuah perasaan yang terbentuk karena kelompok di luar in
group, diluar "kami" atau "kita". Hal ini dapat terbentuk karena kita merupakan
bagian dari sebuah kelompok, dan kelompok luar kita angap sebagai out group yang
ditandai adanya prasangka atau antipati. Kelompok diluar itu adalah mereka. Kita
cenderung menganggap kebiasaan kelompok kita lebih baik daripada kebiasaan
kelompok lain (diluar kita/out group).

c. Perhatikan Figure 4.1. Cultural-Ethnic Identity Typological Model, lalu renungkan anda masuk ke
dalam kuadran yang mana, dan jelaskan mengapa (max 300 kata)

Jawaban: Setelah saya memahami dan membaca mengenai figure 4.1 Cultural-Ethnic
Identity Typological Model. Saya merenungkan bahwa pribadi saya termasuk ke
dalam kuadran Ethnic Identity, dimana saya tipe orang yang sangat mengedepankan
nilai-nilai yang berorientasi etnis/tradisional. Pada saat kuliah di kota Malang
(Universitas Brawijaya), nilai etnis dari tempat asal saya masih sangat melekat pada
diri saya. Saya sering sekali menghindari interaksi dengan kelompok dominan yang
ada di kampus. Saya lebih suka pulang ke kostan dan berinteraksi dengan teman
saya yang sama-sama berasal dari Sumatera Selatan. Saya merasa sedikit stres pada
saat kuliah di Malang, karena saya sangat tidak terbiasa dengan gaya hidup teman-
teman baru saya, yang mayoritas berasal dari Jakarta dan Jawa. Saya sangat merasa
kurang dalam berinteraksi di kampus, saya hanya berteman dekat dengan beberapa
orang yang bagi saya mereka sefrekuensi dengan apa yang saya rasakan. Ethnic
Identity saya sangat kuat karena bagi saya budaya tradisional yang sudah terbentuk
dalam diri saya tidak bisa dipisahkan dan dilupakan. Hal tersebut bagi saya
merupakan salah satu motivasi agar saya tidak masuk kedalam kebiasaan-kebiasaan
yang sebelumnya tidak pernah saya lakukan di tempat kelahiran saya.
2. Baca dan kemudian pahami konsep Identitas Kolektif dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya
dalam Artikel Jurnal “Me and my indonesianness: How Kaskusers express their in-group feelings”
(Jurnal 1 Perceived Discrimination and Intergroup Behaviors, The Role of Muslim and American
Identity Integration (Jurnal 2) bandingkan keduanya dengan menjawab mengisi tabel di bawah
ini dan mengembangkannya dalam bentuk narasi (max 220 kata).

a. Identifikasilah identitas yang Anda observasi


Item Artikel Jurnal 1 Artikel Jurnal 2
Argumen mengenai Penelitian ini menyoroti gagasan Penelitian tentang identitas sosial
identitas kolektif "glokalisasi” (Devereux 2007, h. (kelompok/kolektif tempat kita
69) yang mencoba membahas berada dan melalui mana kita
bagaimana orang Indonesia mendefinisikan siapa kita) secara
membentuk identitas tradisional berfokus pada
kolektif/bersama mereka, yang keanggotaan seseorang dalam
dapat diamati dengan kelompok sosial seperti agama, rasa
menganalisis bagaimana tau jenis kelamin. Selama dekade
Kaskusers membangun diri di terakhir, telah ada literatur yang
halaman profil komunitas online berkembang yang meneliti proses
Kaskus. Syarat "glokalisasi” psikologis yang digunakan individu
Mengacu pada akulturasi yang untuk mengelola mereka banyak
terjadi setelah budaya barat identitas, atau keanggotaan dalam
(atau global) berasimilasi dengan beberapa kelompok social.
budaya lokal (kebanyakan negara
berkembang).

Kata kunci Identitas kolektif, komunitas Diskriminasi, integrasi identitas,


online, semiotika sosial dinamika antarkelompok, Muslim
Amerika
Temuan penelitian Ditemukan bahwa 49,35% dari Temuan dari penelitian ini serta
total 622 Kaskusers yang penelitian ini konsisten dengan
memposting di Kaskus Regional gagasan bahwa integrasi identitas
Melbourne Lounge tetap tidak dikaitkan dengan motivasi
berubah. Selanjutnya, 99,34% penghindaran, dan yang terpenting,
tetap anonim, dengan: (a) integrasi identitas menyangga,
Menjaga Bio informasi default, mengurangi, atau melemahkan efek
memposting kata-kata yang tidak peristiwa negatif.
berarti, menunjukkan keberatan
untuk menuliskan informasi Hasil dari penelitian ini
pribadi, menekankan perasaan mengungkapkan bahwa integrasi
ingroup terhadap Kaskus, identitas yang rendah berkaitan
mempromosikan produk atau dengan niat untuk menghindari
situs web mereka, atau kelompok budaya yang dominan.
menyapa, dan; (b) Niat perilaku ini secara teoritis dan
Menghubungkan diri dengan empiris memprediksi perilaku yang
nilai budaya atau informasi yang sebenarnya.
berkaitan erat dengan diri
sendiri utama dan situasional
identitas.

Konsep teoretis yang Penelitian ini menggunakan teori Studi ini juga memperluas
digunakan semiotika sosial yang pendekatan teoritis saat ini dalam
berpendapat, tanda, atau lebih literatur manajemen identitas.
baik lagi sumber daya, bekerja Identity integration diteorikan
karena orang dengan minat dan dalam literatur untuk memainkan
strategi tertentu menghasilkan peran penting dalam memahami
tanda untuk mencapai tujuan hubungan antarkelompok.
mereka.

Metode penelitian Penelitian ini menggunakan Penelitian ini menggunakan metode


paradigma interpretif yang pada “Participants”. Dimana partisipan
umumnya bersifat kualitatif. direkrut melalui pusat kesehatan
remaja yang melayani komunitas
Studi ini menggunakan besar Arab di Midwest.
konstruksionisme sebagai
epistemologinya karena berfokus Partisipan diminta untuk
pada negosiasi atau interpretasi berpartisipasi dalam studi survei
aktif dan reproduksi sumber daya "Menjelajahi pengalaman sosial
semiotik berbasis teknologi yang Muslim Amerika." Untuk
tersedia bagi pengguna di situs diikutsertakan dalam penelitian ini,
online Kaskus. partisipan harus mengidentifikasi
diri mereka sebagai seorang Muslim
Penelitian ini juga menggunakan dan terdaftar di sekolah menengah.
analisis data semiotik sosial, yang
dikumpulkan via Metode
observasi yang digunakan adalah
teknik observasi naturalistik.

Kelemahan Kelemahan penelitian ini ada Desain korelasional dari penelitian


penelitian pada bagian data yang ini membatasi kesimpulan dari arah
ditemukan, data yang ditemukan kausalitas. Kami berpendapat bahwa
tidak dijelaskan secara lebih integrasi identitas menopang efek
mendalam dan detail. negatif diskriminasi pada perilaku
antarkelompok, tetapi masuk akal
juga bahwa remaja dengan tingkat
integrasi identitas yang rendah lebih
cenderung melihat diskriminasi.
Namun, ini tidak konsisten dengan
penelitian teoritis dan empiris saat
ini yang menunjukkan bahwa
pengalaman diskriminasi lebih
cenderung membentuk identitas
minoritas daripada sebaliknya.

b. Narasi Komparatif
Deskripsi perbandingan dua artikel yang Anda baca (220kata):

Setelah membaca kedua jurnal tersebut, terdapat perbandingan diantara dua jurnal: pada
Jurnal “Me and my indonesianness: How Kaskusers express their in-group feelings”, peneliti
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan paradigma interpretif, sedangkan jurnal
”Perceived Discrimination and Intergroup Behaviors, The Role of Muslim and American Identity
Integration” menggunakan metode participants dengan melakukan metode penelitian survei.
Perbandingan juga terdapat pada teori-teori yang digunakan, pada jurnal 1 menggunakan teori
semiotika sosial, upaya seseorang untuk menciptakan tanda agar dapat mencapai tujuan
tertentu. Sedangkan pada jurnal 2 menggunakan teori identity integration. Pada jurnal 1,
membahas mengenai kebanyakan orang di forum online bertindak sebagai versi ideal dari diri
mereka sendiri (daripada individu yang sangat berbeda). Identitas alternatif ini telah membuat
banyak orang dapat dengan mudah mengubah versi dirinya, karena tidak seperti tubuh fisik,
didalam forum online kita dapat menjadi siapa saja. Singkatnya, komunitas virtual, khususnya,
telah menciptakan "persona baru dari diri sendiri" di lingkungan baru. Budaya kartun Dalam
masyarakat tertentu dapat dilihat dari sumber emoticon yang tersedia di situs. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa emoticon memiliki dimensi budaya yang mencerminkan masyarakat pada
umumnya. Pada jurnal kedua dibahas mengenai bagaimana Muslim Amerika mengelola
ketegangan antara identitas Muslim dan Amerika mereka. Seperti bikultural, birasial, atau
wanita dalam profesi yang didominasi pria, Muslim Amerika termasuk dalam kelompok
identitas dengan nilai-nilai yang dianggap bertentangan. Seperti disebutkan, tidak jarang
Muslim Amerika dianggap "tidak Amerika" dan kesetiaan mereka kepada Amerika
dipertanyakan.

Sumber referensi yang digunakan:

Pujarama, W. (2016). Me and my indonesianness: How Kaskusers express their in-group


feelings. Jurnal Ilmu Komunikasi Atmajaya, 13(1), 49-60.

Saleem, M., Dubow, E., Lee, F., & Huesmann, R. (2018). Perceived discrimination and intergroup
behaviors: The role of Muslim and American identity integration. Journal of Cross-
Cultural Psychology, 49(4), 602-617.

c. Dalam 200 kata, jelaskan dan argumentasikan bagaimana identitas berhubungan dengan
kompetensi komunikasi antarbudaya!

Penjelasan dan argumentasi:

Identitas berhubungan dengan kompetensi komunikasi antarbudaya memiliki hubungan satu


sama lain. Sebelumnya, kita akan membahas mengenai identitas sosial, dimana seseorang
memiliki pengetahuan terhadap dirinya bahwa ia bagian dari lingkungan atau kelompok sosial.
Identitas mencakup banyak karakteristik yang mewakili diri kita, seperti usia, jenis kelamin,
agama, ras, konsep diri, dll. Kompentensi komunikasi antarbudaya merupakan sebuah
kemampuan seseorang untuk menjalankan berbagai perilaku komunikasi secara efektif dan
sesuai, dimana dengan memadukan beberapa identitas dalam lingkungan kebudayaan yang
berbeda-beda.

Identitas sosial/budaya seseorang dibentuk bersama akibat interaksi serta lingkungannya, dan
diperkuat melalui komunikasi. Oleh karena itu, identitas sosial/budaya berfungsi sebagai
penentuan peran komunikasi antarbudaya (KAB). Identitas muncul dan datang dalam konteks
komunikasi. Identitas memiliki hubungan yang sangat erat terhadap kompetensi komunikasi
antarbudaya, dimana identitas seseorang berguna sebagai gambaran siapa dirinya didalam
sebuah budaya yang berbeda, identitas dapat menjadi alat agar kita dapat memahami budaya
yang berbeda dengan budaya kita. Identitas dan kompetensi komunikasi antarbudaya yang kuat
dimiliki seseorang akan dapat menciptakan relasi yang baik antara dirinya dengan orang yang
memiliki kebudayaan yang berbeda dengannya. Individu harus memiliki kapasitas dalam
kompetensi komunikasi antarbudaya, seperti mengetahui nilai-nilai budaya dan identitas budaya
sendiri dan orang lain, menunjukkan perasaan positif, menghargai orang lain, dan dapat
menerima perbedaan budaya serta dapat bersikap pantas dan sesuai dalam konteks interaksi
sosial.

Sumber referensi yang digunakan:

Iskandar, D. (2004). Identitas Budaya Dalam Komunikasi Antar-Budaya: Kasus Etnik Madura dan
Etnik Dayak. Jurnal masyarakat dan Budaya, 6(2), 119-140.

Maukar, D., C. (2013). Hubungan Konformitas Remaja dan Identitas Sosial Dengan Brand Loyalty
Pada Merek Starbucks Coffee. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(2), 1-15.

Moulita. (2019). Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal
Simbolika, 5(1), 23-34.

FEEDBACK:
Aspek Saran dan Komentar
Pemilihan artikel
pembanding

Hasil analisis kelompok


terhadap argumentasi
maupun temuan artikel
jurnal

Kemampuan untuk
mengelaborasikan konsep
identitas dalam konteks KAB

INSTRUMEN PENILAIAN
No. Aspek Penilaian Skor
Tinggi Cukup Rendah
(80– 100) (60-79) (40-61)
1 Ketepatan dalam
menjelaskan/mendeskripsikan
konsep identitas dalam konteks
KAB
2 Kemampuan memberikan
deskripsi komparatif mengenai
argument mengenai identitas
dalam artikel jurnal
3 Kemampuan dalam memberikan
contoh bagaimana komunikasi
verbal dan non verbal, dan
dampaknya pada komunikasi
antarbudaya

4 Kreativitas dalam dalam


mengembangkan kompetensi
antarbudaya dalam bentuk
memahami konsep diri dari
perspektif KAB

Anda mungkin juga menyukai