Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
RANGKUMAN BAB 2
Filsafat, Agama, Etika, dan Hukum
HAKIKAT FILSAFAT
Filsafat berasal dari dua kata Yunani, yaitu philo dan sophia. Philo berarti cinta dan
sophia berarti bijaksana. Dengan demikian, philosophia berartui cinta terhadap
kebijaksanaan. Karakteristik utama berpikir filsafat adalah sifatnya yang menyeluruh ,
sangat mendasar, dan spekulatif. Sifatnya yang menyeluruh, artinya mempertanyakan
hakikat keberadaan dan kebenaran tentang keberadaan itu sendiri sebagai satu
kesatuan secara keseluruhan, bukan dari perspektif bidang per bidang, atau sepotong-
sepotong. Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi, yaitu apa yang
disebut benar dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana
yang dianggap buruk (etika), serta apa yang dianggap indah dan apa yang dianggap
jelek (estetika). Itulah sebabnya, filsafat dikatakan sebagai induk dari seluruh cabang
ilmu pengetahuan dan seni. Sifatnya yang mendasar berarti bahwa filsafat tidak begitu
saja percaya bahwa itu adalah benar. Sifartnya yang spekulatif karena filsafat selalu
ingin mencari jawab bukan saja pada suatu hal yang sudah diketahui, tetapi juga
segalah sesuatu yang belum diketahui.
Objek filsafat bersifat universal dan mencakup segala sesuatu yang dialami manusia.
Unsur-unsur filsafat :
A. Kegiatan Intelektual (pemikiran)
B. Mencari makna yang hakiki (interprestasi)
C. Segala fakta dan gejala (objek)
D. Dengan cara refleksi, metodis, dan sistematis (metode)
E. Untuk kebahagiaan manusia (tujuan)
HAKIKAT AGAMA
Agama adalah pegangan atau pedoman bagi manusia untuk mencari hidup kekal.
Fatwa, dogma, atau filsafat ketuhanan merumuskan tentang hakikat Alat (Tuhan)
dikenal, dialami, diyakini, dan dipercaya serta kehendak-Nya bagi umat manusia dan
dunia. Susila, etika, atau norma perilaku yang menjadi pedoman perilaku yang sesuai
dan yang tidak sesuai menurut kehendak Allah (Tuhan). Ritual, upacara, atau tata cara
beribadat menetapkan bagaimana seharusnya metode dan tata cara manusia
berhubungan dengan Allah (Tuhan). Tujuan semua agama adalah memuntun umat
manusia agar memperoleh kebahagiaan (di dunia) dan kehidupan kekal di akhirat.
HAKIKAT ETIKA
Etika berasal dari kata Yunanu ethos yang berarti tempat tinggal, padang ru,put,
kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Kata etika sama
pengertiannya dengan moral. Moral berasal dari kata mos (bentuk tunggal) atau mores
(bentuk jamak).
Beberapa pengertian etika :
1. Ada dua pengertian etika, yaitu sebagai praksis dan sebagai refleksi. Etika sebagai
praksis sama artinya dengan moral atau moralitas, yaitu apa yang harus dilakukan,
tidak boleh dilakukan, pantas dilakukan, dan sebagainya. Etika sebagai refleksi adalah
pemikiran moral.
2. Etika secara etimologis adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan, atau ilmu
tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup yang baik dan yang buruk.
3. Etika adalah susila, yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu
perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta hungungan
yang baik di antara sesama manusia.
4. Menurut KBBI, etika dirumuskan dalam pengertian sebagai berikut :
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak)
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut dan suatu golongan atau masyarakat.
5. Menurut Webster’s Collegiate Dictionary, terdapat empat arti etika :
Theresia Agustina
Etika dan Tata Kelola/ GY
a. The discipline dealing with what is good and bad and with moral duty and
obligation
b. A set of moral principles or values
c. A theory or system of moral values
d. The principles of conduct governing an individual or group
6. Menurut Lawrence, Weber, dan Post, etika adalah suatu konsepsi tentang perilaku
benar dan salah.
7. Menurut David P. Baron, etika adalah suatu pendekatan sistematis atas penilaian
moral yang didasarkan atas penalaran, analisi, sintesis, dan reflektif.
Secara garis besar etika dapat dilihat dari dua hal berikut :
A. Etika sebagai praksis, sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok atau
masyarakat.
B. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran/ penilaian moral. Etika sebagai
pemikiran moral bisa saja mencapai taraf ilmiah bisa saja mencapai taraf ilmiah bila
proses penalaran terhadap moralitas tersebut bersifat kritis, metodis, dan sistematis.
HAKIKAT NILAI
Istilah nilai bukan hal yang asing bagi hampir setiap orang dalam kehidupan sehari-
hari. Bagi setiap ibu rumah tangga yang berbelanja ke pasar tahu persis berapa nilai
(uang) dari setiap barang yang dibeli di pasar. Dalam hal ini, nilai barang sama
pengertiannya dengan harga barang yang dibayar. Nilai uang (harga) yang dibayar
untuk memperoleh barang tersebut sering disebut sebagai nilai ekonomis. Sesuatu
mempunyai nilai ekonomis karena sesuatu tersebut dapat bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan hidup secara fisik, atau memberi kenikmatan rasa dan fisik, atau untuk
meningkatkan citra/ gengsi.
Untuk memahami pengertian nilai secara lebih mendalam, di bawah ini dikutip
beberapa definisi tentang nilai :
1. Doni Koesoema A. (2007) mendefinisikan nilai sebagai kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai sehingga dapat
menjadi semacam objek bagi kepentingan tertentu. Nilai juga merupakan sesuatu
yang memberi makna dalam hidup yang memberikan titik tolak, isi, dan tujuan dalam
hidup.
Theresia Agustina
Etika dan Tata Kelola/ GY
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) merumuskan nilai sebagai
standar atau akuran (norma) yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu. Ada
nilai matertalis yang berkaitan dengan ukuran harta pada diri kita, ada nilai kesehatan
yang mengungkapkan tentang signifikansi kesehatan dalam pandangan kita, ada nilat
ideal yang mengungkapkan tentang kedudukan keadilan dan kesetiaan dalam hati kita,
serta ada ilai-nilai sosiologis yang menunjukkan signifikansi kesuksesan dalam
kehidupan praktis, dan nilai-nilai yang lain.
3. Sorokin dalam Capra (2002) mengungkapkan tiga sistem nilai dasar yang
melandasi semua manifestasi suatu kebudayaan, yaitu: nilai indriawi, ideasional, dan
idealistis. Sistem nilai indriawi menekankan bahwa nilai-nilai indriawi (materi)
merupakan realitas akhir (ultima), dan bahwa fenomena spiritual hanyalah suatu
manifestasi dari materi. Sistem nilai ideasional berada pada ekstrem lain di mana
realitas sejati berada di luar dunia materi (berada dalam alam spiritual), dan bahwa
pengetahuan sejati dapat diperoleh melalui pengalaman batin. Sistem idealistis yang
merupakan perpaduan harmonis dan seimbang antara kedua nilai ekstifn indriawi dan
ideasional tersebut.
4. Esensi dari pendapat Max Scheller sekitar persoalan nilai dapat dirangkum sebagai
berikut:
A. la membantah anggapan Immanuel Kant bahwa hakikat moralitas terdiri atas
kehendak untuk memenuhi kewajiban. Kewajiban bukanlah unsur primer, melainkan
mengikuti apa yang bernilai. Jadi, bukan asal memenuhi kewajiban, melainkan
realisasi nilai-nilai merupakan inti tindakan moral.
B. Nilai-nilai itu bersifat material (berisi, lawan dari formal) dan apriori.
C. Harus dibedakan dengan tajam antara nilai-nilai itu sendiri (werte, values) dan apa
yang bernilai/realitas bernilai (guter, goods). Seperti warna merah yang muncul pada
sebuah realitas berwarna; ada dinding merah, baju merah, dan sebagainya. Begitu pula
nilai yang muncul pada suatu benda, perbuatan, atau orang, misalnya: hutan indah,
perbuatan mulia, orang jujur.
D. Cara menangkap nilai bukan dengan pikiran, melainkan dengan suatu perasaan
intensional(tidak dibatasi dengan perasaan fisik atau emosional, melainkan dengan
keterbukaan hati atau budi).
E. Ada empat gugus nilai yang mandiri dan jelas berbeda antara satu dengan lainnya,
yaitu: (1) gugus nilai-nilai sekitar yang enak dan vang tidak enak, (2) gugus nilai-nilai
vital sekitar yang funur dan yang hina, (3) gugus nilaj-nilai rohani, dan (4) gugus
Theresia Agustina
Etika dan Tata Kelola/ GY
nilai-nilai tertinggi sekitar yang kudus dan yang profane yang dihayati manusia dalam
pengalaman religius. Keempat gugus nilai ini membentuk suatu tatanan atau hierarki;
ada yang lebih rendah dan ada yang lebih tinggi. Gugus nilai enak dan tidak enak
yang paling rendah, diikuti gugus nilai vital, selanjutnya gugus nilai rohani, dan yang
paling tinggi gugus nilai-nilai sekitar kudus. Hierarki sekitar gugus nilai ini bersifat
apriori, artinya terlepas dari segala pengalaman.
F. Pada gugus ketiga (nilai-nilai rohani) dan gugus keempat (sekitar nilai-nilai yang
kudus), yang keduanya mempunyai ciri khas yaitu tidak mempunyai acuan apa pun
pada perasaan fisik di sekitar tubuh kita. Ada tiga macam nilai rohani, yaitu (1) nilai
estetik, (2) nilai-nilai yang benar dan yang tidak benar, dan (3) nilai-nilai pengertian
kebenaran murni, yaitu bernilainya pengetahuan karena pengetahuan itu sendiri dan
bukan karena ada manfaatnya.
G. Corak kepribadian, baik orang per orang maupun sebuah komunitas, akan
ditentukan oleh nilai-nilai mana yang dominan.
Dari penjelasan tentang nilai tersebut, sebenarnya dapat disimpulkan tiga hal, yaitu:
A. Nilai selalu dikaitkan dengan sesuatu (benda, orang. hal).
B. Ada bermacam-macam (gugus) nilai selain nilai uang (ekonomis) yang sudah
cukup dikenal.
C. Gugus-gugus nilai itu membentuk semacam hierarki dari yang terendah sampai
dengan yang tertinggi.
bukan saja oleh kualitas peribadatan (kualitas hubungan manusia dengan Tuhan),
tetapi juga oleh kualitas moral/etika (kualitas hubungan manusia dengan manusia
lain dalam masyarakat dan dengan alam). Dapat dikatakan bahwa nilai ibadah
menjadi sia-sia tanpa dilandasi oleh nilai-nilai moral.
Akhirnya, tingkat keyakinan dan kepasrahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
tingkat/kualitas peribadatan, dan tingkat/kualitas moral seseorang akan menentukan
gugus/hierarki nilai kehidupan yang telah dicapai. Tujuan semua agama adalah untuk
merealisasikan nilai tertinggi, yaitu hidup kekal di akhirat (agama Hindu menyebut
Moksa, agama Budha menyebut Nirwana). Dari sudut pandang semua agama,
pencapalan mlai-mlat kehidupan duniawi (nilai-nilai yang lebih rendah) bukan
merupakan tuyuan akhlr, tetapi hanya merupakan tu)uan sementara atau tuyuan
antara, dan dianggap hanya sebagai media atau alat (means) untuk mendukung
pencapaian tuyuan akhir (nilai tertinggi kehidupan).
Iain: karakter, kepribadian, kecerdasan, etika, gelombang Otak, tujuan hidup, agama,
dan meditasi/zikir.
Menurut Chopra (2005) bahwa karakter/sifat-sıfat yang dimiliki oleh mereka yang
telah mencapai tingkat kesadaran Tuhan sebenarnya sama persis dengan
karakter/sifat-sifat yang dimiliki oleh sel tubuh manusia.
Chopra menyebutkan ada 10 karakter sel (IOC) yang seharusnya dapat dijadikan
sebagai karakter umat manusia.
Theresia Agustina
Etika dan Tata Kelola/ GY
1. Ada maksud yang lebih tinggi. Setiap sel dalam tubuh menyadari bahwa masing-
masing sel bekerja bukan untuk kepentingan sendiri-sendiri, melainkan demi
kesejahteraan tubuh secara keseluruhan. Sikap mementingkan diri sendiri (untuk
kehidupan/kesejahteraan sel itu sendiri ) bukanlah pilihan.
2. Kesatuan (keutuhan). Semua sel saling berhubungan dan berkomunikasi dengan
segala jenis sel lainnya. Menarik diri atau tidak mau berkomunikasi bukanlah pilihan.
3. Kesadaran. Sel-sel beradaptasi dari saat ke saat. Mereka cerdas dan tetap fleksibel
terhadap situasi yang ada. Terperangkap dalam kebiasaan kaku bukanlah pilihan.
4. Penerimaan. Sel-sel saling mengenal satu dengan yang lain sebagai bagian yang
sama pentingnya. Setiap sel saling memahami aüanya saling ketergantungan antara
satu dengan yang lain. Berfungsi sendirian bukanlah pilihan.
5. Kreatifitas. Walaupun setiap sel mempunyai fungsi unik, mereka mampu
menggabungkan atau menemukan cara-cara baru yang kreatif. Berpegang kepada
perilakıı lama bukanlah pilihan.
6. Keberadaan. Sel-sel ltu patuh kepada siklus universal berupa adanya saat istirahat
dan saat aktIf dalam kegiatannya. Semua makhluk memerlukan istirahat/tidur Dalam
keheningan tidur, tubuh berinkubasi. Begitu pun sel memerlukan istirahat dalam
keheningan total. Dengan demikian, terlalu aktif atau agresif bukanlah pilihan.
7. Efisiensi. Dalam menjalankan fungsinya, sel-sel mengeluarkan energi sekecil
mungkin. Mereka sepenuhnya percaya bahwa mereka akan dipelihara. Dengan
dernikian, menumpuk/menimbun makanan, udara, atau air berlebihan bukanlah
pilihan.
8. Pembentukan ikatan. Karena kesamaan genetika, sel-sel itu tahu bahwa mereka
itu pada dasarnya sama. Mereka menyadari saling tergantung dan saling memerlukan
satu dengan lainnya. Bagi mereka menjadi sel buangan bukanlah pilihan.
9. Memberi. Kegiatan sel yang utama adalah memberi dan memelihara integritas sel-
sel lainnya. Hanya menerima bukanlah pilihan.
10. Keabadian. Sel-sel bereproduksi untuk meneruskan pengetahuan, pengalaman,
dan talenta mereka tanpa menahan apa pun untuk generasi sel berikutnya. Jurang
antar generasi bukanlah pilihan.
masalah aku dengan aku, sosio etika menyangkut masalah aku dengan orang lain, dan
teo etika menyangkut masalah aku dengan Tuhan. Masing-masing golongan etika ini
ditandai oleh tiga karakter sehingga secara keseluruhan ada sembilan karakter.
terhadap empat kemampuan manusia, yaitu: tubuh (PQ), intelektual (IQ), hati (EQ),
dan jiwa/roh (SQ). kunci pembangunan karakter adalah integritas.
Ketika pikiran berada dalam keadaan sadar (aktif), berarti pikiran sedang berada
dalam gelombang beta. Dalam gelombang ini, pikiran sangat aktif sehingga akan
memaksa Otak untuk mengeluarkan hormon kortisol dan norepinephrin Yang
menyebabkan timbulnya rasa cemas. Oleh karena itu, pikiran harus selalu dilatih
untuk memasukl gelombang alpha untuk membangun karakter positif, seperti: tenang,
sabar, nyaman, ikhlas, bahagia, dan sejenisnya.
Kunci untuk membangun karakter adalah melatih Pikaran untuk memasuki
geiombang alpha. Latihan meditasi, Yoga, zikir, retret, dan sejenisnya sangat efektlf
untuk memasuki gelombang alpha ini. Pengembangan karakter-karakter positif secara
efektif Meditasi (termasuk zikir dan sejenisnya) sebenarnya adalah upaya untuk
mendIamkan suara percakapan dalam pikiran dan menemukan ruang yang tenang
(Rodenbeck, 2007). Dengan ketenangan, pikiran akan memasuki gelombang alpha.
untuk mencapai kebahagiaan dapat diwujudkan hanya bila karakter positif ini dapat
dikembangkan.
Paradigma Materialisme
Pola hidup masyarakat modern dewasa ini dilandasi oleh paradigma hakikat manusia
yang tidak utuh. Manusia lebih berorientasi mengejar kekayaan materi, kesenangan
indriawi, dan kekuasaan sehingga lupa untuk Mengembangkan kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual. konsekuensinya, walaupun dengan kemajuan iptek manusia
telah berhasil meningkatkan produksi barang dan jasa, namun berbagai persoalan
muncul sebagai akibat dari tindakan tidak etis atau kealpaan mengembangkan EQ dan
SQ tersebut.
Untuk mengatasi hal ini, perlu dikembangkan paradigma hakikat manusia seutuhnya
dengan mengembangkan sikap dan perilaku hidup etis dalam arti luas, yaitu dengan
memadukan dan menyeimbangkan kualitas kesehatan fisik, pengetahuan intelektual
(psiko etika), kematangan emosional dan kerukunan sosial (sosio etika), dan
kesadaran spiritual (teo etika). Meditasi, zikir, retret, dan sejenisnya terbukti dapat
melengkapi praktik keagamaan guna meningkatkan kecerdasan emosional dan
spiritual. Dengan menyeimbangkan pengembangan pada lapısan fısik, intelektual,
emosional, dan spiritual ini akan memunculkan karakter positif. Pada gilirannya
kualitas karakter ini akan memengaruhi kualitas kebahagiaan seseorang.
KASUS
Maggha Karaneya, Sosok 'Rumah' Aman Bagi Ibu & Bayi Terlantar di Bali
Ketika sejak kecil kita sudah dipupuk rasa kasih, cinta dan terbiasa melihat orangtua
berbagi, maka hal positif itu pula akan tertanam di benak manusia ketika ia beranjak
dewasa. Seperti ada istilah dalam bahasa Inggris, "Monkey see, monkey do", yang
berarti menirukan tindakan seseorang, hal serupa juga yang terjadi dalam hubungan
orangtua dengan anak.
Theresia Agustina
Etika dan Tata Kelola/ GY
Maggha berasal dari garis panjang keluarga filantropis. Neneknya, Ibu Erlina Kang,
terkenal di masyarakat Bali atas kegiatan amalnya untuk berbagai tujuan. Orang
tuanya, Cahyadi dan Vivi Monata, juga melibatkan ketiga anak perempuan mereka
dalam kegiatan amal sejak usia yang sangat muda.
Alih-alih memanjakan ketiga anak gadisnya dalam pesta ulang tahun yang meriah,
Cahyadi dan Vivi justru membawa mereka ke rumah orang-orang yang kurang
beruntung dan merayakannya dengan sumbangan makanan. Misi mereka adalah
membimbing putri mereka untuk menjadi manusia yang penuh kasih dan bersyukur.
Bagi remaja usia belasan tahun, biasanya yang menjadi keresahan adalah urusan
sekolah atau ujian. Namun, bagi Maggha Kareneya Kang, keresahan yang
dirasakannya lebih luas.
Di usia 14 tahun, si sulung ini mulai tertarik dengan keberadaan dan nasib bayi-bayi
tanpa orangtua di sekitarnya. Saat itu ia tergugah kala melihat bayi-bayi itu ketika
tengah merayakan ulang tahun adiknya di sebuah yayasan di Bali. Saat itu pula,
Maggha langsung mengutarakan niat ingin bisa merawat mereka kepada ibunya.
Meski awalnya niat Maggha tak dianggap serius, namun karena terus diutarakan
dengan konsisten, Vivi akhirnya melakukan riset dan membantu Maggha mengurus
izin ke dinas sosial.
Izin untuk yayasan yang diberi nama Metta Mama dan Maggha, akhirnya resmi
beroperasi pada Maret 2015.
Demi mengurus yayasannya yang semakin berkembang, gadis kelahiran 3 Maret 1999
tersebut, mengambil keputusan besar. Ia melanjutkan pendidikannya lewat
jalur homeschooling, agar bisa mengurus yayasan yang menampung bayi-bayi
terlantar itu.
Meski dibantu oleh sang ibu untuk mengurus masalah administrasi, izin pendirian
yayasan dan masih banyak lagi, Maggha justru bertindak sebagai kepala yayasan. Ia
secara aktif terlibat di lapangan dengan bayi-bayi, memandu program dan rencana,
serta terlibat erat dengan semua proses yang dilakukan ketika bayi baru membutuhkan
tempat berlindung. Semua ini ia lakoni sambil tetap bersekolah.
Sejak ijin yayasan keluar pada tanggal 26 jan 2015, dua hari setelahnya, yayasan
Maggha dipercaya oleh Dinsos Provinsi untuk merawat bayi yang ditemukan di dalam
kardus di Mengwi. Beberapa hari kemudian kedatangan lagi bayi dari RS Sanglah
yang diserahkan ibunya, kemudian ditambah bayi ke 3 yang juga ditemukan dalam
kardus di Negare.
Theresia Agustina
Etika dan Tata Kelola/ GY
Sejak saat itu hingga hari ini, bayi di yayasan Metta Mama Maggha sudah
menampung 25 bayi di yayasan dan sudah 40 bayi yang berhasil diadopsi.
Maggha percaya, bahwa setiap anak setara dan setiap individu adalah unik dengan
kepribadian mereka sendiri. Sehingga, yayasan ini menjadi tempat perlindungan bagi
individu untuk diterima dan dibina untuk tumbuh menjadi individu yang bahagia,
penuh kasih, serta percaya pada diri mereka sendiri.
"Kami tidak hanya mengajari anak-anak, dasar-dasar untuk bertahan hidup. Tetapi,
kami juga mencoba mengembangkan kecintaan anak-anak dalam membantu orang
lain dan bekerja sama," tulis yayasan ini pada situs mereka.
https://www.popbela.com/career/inspiration/nurul-ayu-utami/maggha-karaneya-
sosok-rumah-aman-bagi-ibu-bayi-terlantar-di-bali/4