Anda di halaman 1dari 22

KIMIA FARMASI ANALISIS 2

“ VALIDASI ”

Disusun Oleh :

Ni Luh Tu Widya Adnyani (19089016025)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

TAHUN AJARAN 2020

S-1 FARMASI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “ Validasi ” ini
tepat pada waktunya.

Penulis sadar bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan
tugas ini di masa yang akan datang. Penulis juga berharap tugas ini dapat berguna
bagi pembaca.

Singaraja, Desember 2020

Penulis,

i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Proses validasi........................................................................................... 3
2.2. Kualitatif ................................................................................................... 4
2.3. Pengembangan metode optimasi, optimasi dan pendekatan validasi........ 5
2.4. Validasi metode analisis............................................................................ 9
2.5. Elemen data untuk uji validasi................................................................... 11
2.6. Protokol validasi metode........................................................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 18
3.2 Saran........................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Bagian dari program Penjaminan Mutu (Quality Assurance) sebagai
upaya untuk memberikan jaminan terhadap khasiat (efficacy), kualitas
(quality) dan keamanan (safety) produk-produk industri farmasi disebut
dengan validasi. Validasi mencakup paling tidak 4 (empat) bidang utama
dalam industri farmasi, yaitu Hardware, terdiri dari instrument, peralatan
produksi dan sarana penunjang; Software, berupa seluruh dokumen dan
sistem/mekanisme kerja dalam industri farmasi; Metode Analisa; dan
Kesesuaian sistem.
Dari definisi validasi, validasi memiliki cakupan yang sangat luas dan
hampir meliputi seluruh bidang (area) di industri farmasi, mulai dari
personalia, bahan awal (bahan aktif, bahan tambahan maupun bahan
pengemas), fasilitas, peralatan, mesin, bangunan hingga sistem atau prosedur
kerja. Sedemikian luasnya cakupan validasi ini, mengakibatkan beragamnya
pengertian dan pendekatan dalam pelaksanaan validasi. Beberapa kalangan di
industri farmasi banyak pula yang memberi pengertian bahwa yang dimaksud
validasi adalah validasi proses produksi. Artinya, pelaksanaan validasi
dibatasi hanya yang dilaksanakan di dalam ruang lingkup produksi
pembuatan obat saja, sedangkan lainnya merupakan pelengkap
(komplementer) dari pelaksanaan validasi proses, sehingga disebut dengan
Pharmaceutical Process Validation.
1. 2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses metode validasi?

2. Bagaiamana proses metode kualifikasi?

3. Bagaiamana pengembangan metode optimasi dan pendekatan validasi?

4. Apa saja validasi metode analisis?

5. Apa saja elemen data yang di butuhkan untuk uji validasi?

1
6. Apa saja protokol validasi metode?

1. 3 Tujuan
1. Menjelaskan proses metode validasi

2. Menjelaskan proses metode kualifikasi

3. Menjelaskan pengembangan metode optimasi dan pendekatan validasi

4. Menjelaskan validasi metode analisis

5. Menjelaskan elemen data yang di butuhkan untuk uji validasi

6. Menjelaskan protokol validasi metode

2
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Proses validasi

Validasi merupakan suatu proses yang terdiri atas paling tidak empat
langkah nyata, yaitu :

1. Validasi perangkat lunak


2. Validasi perangkat keras atau instrument
3. Validasi metode
4. Kesesuaian sistem.

Proses validasi di mulai dari perangkat lunak yang tervalidasi dan sistem
yang terjamin, lalu metode yang di validasi mengguakan sistem yang terjamin di
kembangkan. Akhirnya, validasi total di peroleh dengan melakukan kesesuaian
sistem. Masing-masing tahap dalam proses validasi ini merupakan suatu proses
yang secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai kesuksesan validasi.

kualifikasi merupakan bagian proses palidasi yang akan memverifikasi


modul dan kinerja sistem sebelum suatu instrument di letakan secara on line. Jika
instrument tidak terjsimpan dengan baik sebelum di gunakan, maka akan muncul
suat masalah sulit untuk di identifikasi.

3
2. 2 Kualifikasi

Sebagai mana di jelaskan oleh gambar validasi di awali dari sisi pemasok
sebagai bagian struktur pada tahap validasi pada tahap ini, instrument dan
perangkat lunak di kembangkan, di desain, dan di hasilkam suatu lingkungan yang
tervalidasi sesuai dengan praktek laboratorium dan atau standar ISO 9000. Selama
tahap kualifikasi atau validasi fungsional, maka di lakukan kualifikasi instalasi,
kualifikasi oprasional, dan kualifikasi, setelah instrument di letakan secara on line
dan setelah instrument di gunakan dalam waktu tertentu maka alat harus di
kalibrasi dan di lakukan standardisasi, yang mana proses ini kadang-kadang di
rujuk sebagai kualifikasi peralatan.

1. Kualifikasi instalasi
Proses kualifikasi instalasi dapat di bagi menjadi 2 langkah yaittu pre
instalasi dan instalasi fisik. Selama pre instalasi semjua informasi yang
berhubungan, operasionalisasi, dan perwatan instrument harus di kaji.
Selama instalsi fisik, nomor seri harus di catat dokumentasi yang
menggambarkan bagaimana instrument di instal siapa yang melakukan
instalasi dan rincian lain yang terkait dengan instrument harus diarsipkan.
2. Kualifikasi operasional (operational qualification, OQ)
Proses OQ menjamin bahwa modul-modul yang menjelaskan secara
spesifik sistem operasional instrumen telah sesuai dengan spesifikasi yang
ditentukan, misal akurasinya, linieritasnya, dan presisinya. Proses ini
mungkin merupakan suatu verifikasi terhadap modul itu sendiri.
3. Kualifikasi kinerja (performance qualification, PQ)

4
Proses PQ memverifikasi kinerja sistem. Uji PQ dilakukan di bawah
kondisi penggunaan instrumen yang sebenarnya pada kisaran kerja yang
telah diantisipasi. Meskipun demikian, pada prakteknya antara OQ dan PQ
seringkali dilakukan secara ber sama-sama, khususnya untuk uji linieritas
dan presisi (repitibilitas atau keterulangan).
2. 3 pengembangan metode, optimasi dan pendekatan validasi
1. Pengembangan Metode

Pengembangan metode analisis biasanya didasarkan pada literatur yang


sudah ada menggunakan instrumen yang sama atau hampir sama. Saat ini jarang
kita temui pengembangan suatu metode (misal KCKT) yang tidak menggunakan
pendekatan dengan menghubungkan atau membandingkan metode yang sedang
eksis, Sebagai contoh, suatu metode yang dibutuhkan untuk menetapkan kadar
toluen dalam air mungkin diambil dari metode yang sudah ada untuk penetapan
kadar benzen dalam air. Matriks sampel adalah sama, dan kedua analit
mempunyai sifat-sifat yang hampir sama sehingga memungkinkan untuk
menggunakan cara isolasi, identifikasi, dan kuantifikasi benzen untuk selanjutnya
digu nakan pada analisis toluen. Di sisi lain, suatu metode yang dibutuh kan untuk
menetapkan kadar benzen dalam tanah maka meng adopsinya untuk penetapan
kadar benzen dalam air bukanlah suatu pilihan terbaik. Adopsi metode penetapan
senyawa organik lain dalam tanah mungkin merupakan langkah awal yang lebih
baik. Pengembangan metode biasanya membutuhkan pemilihan syara syarat
metode tertentu dan memutuskan jenis alat apa yang akan digunakan dan kenapa.
Pada tahap pengembangan, keputus an yang terkait dengan pemilihan kolom, fase
gerak, detektor, dan metode kuantifikasi harus diperhatikan. beberapa alasan valid
untuk mengembangkan metode analisis baru, yaitu:

 Tidak ada metode yang sesuai untuk analit tertentu dalam matriks sampel
tertentu.
 Metode yang ada terlalu banyak menimbulkan kesalahan atau metode yang
sudah ada tidak reliabel (presisi dan akurasinya rendah)
 Metode yang sudah ada terlalu mahal, membutuhkan waktu banyak,
membutuhkan banyak energi, atau tidak dapat diotomatisasikan.

5
 Metode yang telah ada tidak memberikan sensitifitas atau spektifikasi yang
mencukupi pada sampel yang dituju
 Instrumentasi dan teknik yang lebih baru memberikan kesempatan dengan
meningkatkan kinerja metode tersebut, yang meliputi peningkata
identifikasi analit, peningkatan batas deteksi, serta akurasi dan presisi yang
lebih baik.
 Ada suatu kebutuhan untuk mengembangkan metode alternatif, baik untuk
alasan legal atau alasan saintifik.
2. Optimasi

Selama tahap optimasi, serangkaian kondisi awal yang mun cul pada tahap
pertama pengembangan metode harus dimaksi malkan (resolusi, bentuk puncak,
jumlah lempeng, asimetri, kapa sitas, waktu elusi, batas deteksi, batas
kuantifikasi, dan keseluruhan kemampuan untuk melakukan kuantifikasi analit
tertentu yang dikehendaki).

Optimasi metode dapat mengikuti 2 pendekatan yang umum yaitu: (1)


manual, dan (2) dengan mendasarkan pada komputer. Pendekatan manual
melibatkan variasi satu variabel percobaan dalam satu waktu, sedangkan variabel
yang lainnya dibuat tetap lalu respon yang terjadi dicatat. Variabel-variabel
tersebut dapat berupa: kecepatan alir, komposisi fase diam dan atau fase gerak,
suhu, panjang gelombang deteksi, dan pH. Pendekatan ini terhadap sistem
optimasi bersifat lambat, membutuhkan waktu yang lama. dan berpotensi
membutuhkan biaya yang banyak (mahal). Meski pun demikian, pendekatan ini
dapat memberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip dan teori yang terlibat dan
juga interaksi interaksi berbagai variabel.

Pada pendekatan kedua (dengan komputer), efisiensi diopti masi, akan


tetapi input eksperimental menjadi minimal. Pendekatan secara otomatis dengan
komputer ini secara signifikan akan mengurangi waktu, energi, dan biaya.

3. Pendekatan Validasi Metode

Sangat sulit untuk membedakan secara sempurna antara pengembangan


metode dan optimasi dari validasi, karena wilayah ketiganya saling tumpang

6
tindih. Meskipun demikian, masih di mungkinkan untuk membedakan validasi
dengan optimasi. Pada tahap validasi, suatu usaha harus dikerahkan untuk
mendemons trasikan bahwa metode bekerja dengan sampel yang mengandung
analit tertentu, pada suatu konsentrasi yang diharapkan dalam suatu matriks
sampel, dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Validasi metode yang
sempurna hanya dapat terjadi jika metode tersebut sudah dikembangkan dan
sudah dioptimasi.

Ada beberapa pendekatan untuk melakukan validasi metode yaitu metode


spiking buta nol (zero-blind spiking), spiking buta tunggal (single-blind spiking),
dan metode spiking buta ganda (double-blind spiking); pendekatan kolaboratif
antar laboratorium (interlaboratory collaborative studies); dan pendekatan dengan
membandingkan metode baru yang diterima.

a. Metode spiking
 Metode spiking buta nol (zero-blind spiking method) Pendekatan metode
spiking buta nol ini melibatkan analis tung gal menggunakan suatu metode
yang akan divalidasi untuk melaku kan analisis suatu sampel yang
mengandung level analit tertentu yang sudah diketahui, untuk dapat
didemonstrasikan perolehan kembali (recovery)-nya, presisinya, dan
akurasinya. Secara umum, pendekatan ini cepat, sederhana, dan berguna
akan tetapi rentan terjadi hasil yang subjektif.
 Metode spiking buta tunggal (single-blind spiking method)
Pendekatan metode spiking buta tunggal ini melibatkan satu analis yang
menyiapkan sampel pada konsentrasi yang bervariasi yang tidak diketahui
konsentrasinya untuk diberikan kepada analis kedua yang juga melakukan
analisis sampel. Hasil analisis kedua analis ini selanjutnya dikumpulkan
dan dibandingkan. Meskipun pendekatan ini tidak bias di awalnya, akan
tetapi pendekatan ini dapat kehilangan kebutaannya pada tahap yang
paling krusial yakni ketika 2 hasil analisis dibandingkan.
 Metode spiking buta ganda (double-blind spiking method)
Pendekatan metode spiking buta ganda ini melibatkan tiga analis. Analis
pertama menyiapkan sampel pada konsentrasi yang diketahui, analis kedua

7
melakukan analisis sampel, dan analis ke. tiga (atau administrator)
membandingkan kedua data yang diha. silkan oleh kedua analis. Baik
analis pertama maupun analis kedua tidak dapat mengakses data yang
dihasilkan oleh masing-masing analis. Pendekatan metode spiking buta
ganda ini merupakan pendekatan yang paling objektif dengan asumsi tidak
ada bias yang disebabkan oleh analis ketiga (administrator),
b. Metode Pendekatan dengan analisis bahan rujukan terstandar (standard
reference material, SRM)
Analisis dengan bahan referens baku atau sampel otentik pada umumnya
merupakan pendekatan validasi yang diterima. USP, NIST (National
Institute of Standards and Technology) dan organisasi lain telah
menyiapkan, menjamin, dan memasarkan berbagai macam spesies analit
dalam berbagai matriks sampel yang berbeda. Ketika menggunakan SRM,
analis harus menunjukkan bahwa metode yang digunakan memberikan
pengukuran analit yang akurat dan teliti dalam matriks sampel tertentu.
Dengan pendekat an ini, bias juga dapat terjadi, terutama jika analis
mengetahui banyaknya kandungan analit dalam SRM.
c. Pendekatan kolaboratif antar laboratorium
Uji banding antar laboratorium mungkin merupakan prosedur yang paling
diterima untuk melakukan validasi metode analisis baru. Pendekatan ini
sangat mahal dan membutuhkan waktu yang lama, bahkan bisa sampai
tahunan mulai dari permulaan validasi sampai akhir validasi. Selama
melakukan validasi dengan pendekatan ini, analis harus mengeluarkan
segala usahanya untuk mengkoordinasikan proses validasi, membagi
sampel, menerima hasil, menganalisis hasil dengan cara statistik,
menginterpretasi hasil, dan akhirnya melaku kan interpretasi dan verifikasi
data. Metode ini jarang dilakukan ketika suatu metode untuk pertama
kalinya muncul di literatur.
d. Pendekatan dengan membandingkan metode baru yang diterima
Membandingkan metode analisis yang akan divalidasi dengan metode
analisis yang sudah ada yang telah diterima merupakan suatu pendekatan
lain untuk mengembangkan metode analisis. Pendekatan ini biasanya

8
dilakukan oleh analis tunggal, akan tetapi dapat juga dilakukan oleh 2
orang analis yang mana sampel yang akan dikerjakan dipecah menjadi
dua. Pendekatan ini juga meng. gunakan hasil-hasil yang diperoleh dari
metode analisis yang telah ada sebagai verifikasi untuk metode analisis
baru yang akan diva lidasi. Adanya kesesuaian hasil antara metode baru
dengan metode yang telah ada mengarahkan bahwa metode baru tersebut
akan valid, sebaliknya ketidaksesuaian hasil antara metode baru dengan
metode yang telah ada merupakan masalah serius untuk menjadi kan
metode baru tersebut dapat diterima dan digunakan. Meski pun demikian,
adanya ketidaksesuaian ini juga dapat dimaknai adanya kemungkinan
bahwa metode yang telah ada tidak valid dan menimbulkan kesalahan. Jika
seorang analis dapat membukti kan bahwa metode yang telah ada tidak
valid, maka analis harus memulai suatu pendekatan lain untuk melakukan
validasi metode baru. Pertanyaan yang sering muncul adalah berapa
banyak sampel yang harus dianalisis dalam pendekatan validasi ini. Secara
umum, semakin banyak sampel maka semakin baik, dan semakin
bervariasi konsentrasi sampel maka semakin baik. Idealnya, suatu metode
harus divalidasi untuk suatu analit menggunakan berbagai macam jenis
sampel yang berbeda.
2. 4 Validasi analisis

Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan


untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan
pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi
untuk melakukan verifi kasi bahwa parameter parameter kinerjanya cukup mampu
untuk mengatasi problem analisis, karenanya suatu metode harus divali dasi,
ketika:

 Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu


 Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau
karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku
tersebut harus direvisi

9
 Panjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah
berubah seiring dengan berjalannya waktu.
 Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh
analis yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda
 Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara
metode baru dan metode baku.

Menurut USP (United States Pharmacopeia), ada 8 langkah dalam validasi metode
analisis, yaitu :

Sementara itu ICH (International Conference on Harmanization) membagi


karakteristik validasi metode yang sedikit berbeda dengan USP sebagaimana
dalam gambar dibawah :

10
2. 5 Elemen elemen data yang di butuhkan untuk uji validasi

Baik USP maupun ICH telah memperkenalkan bahwa tidak selamanya


parameter untuk mengevaluasi validasi metode diuji. USP membagi metode-
metode analisis ke dalam kategori yang terpisah, yaitu :

1. Penentuan kuantitatif komponen-komponen utama atau bahan aktif


2. Penentuan pengotor (impurities) atau produk-produk hasildegradasi
3. Penentuan karakteristik-karakteristik kinerja
4. Pengujian identifikasi

Untuk uji kategori 1, evaluasi nilai LOD dan LOQ tidak begitu penting
karena komponen utama atau bahan aktif pada umumnya berada dalam jumlah
yang besar. Pengujian kategori 2 dapat dibagi lagi menjadi 2 sub kategori, yaitu
analisis kuantitatif dan uji batas. Jika yang diharapkan adalah informasi
kuantitatifnya maka pa rameter LOD tidak begitu penting, tetapi parameter yang
lain dibutuhkan. Keadaan yang berlawanan berlaku untuk uji batas, karena
informasi kuantitatifnya tidak dibutuhkan maka peng ukuran LOD, spesifisitas,
dan kekasaran sudah mencukupi. Untuk mengetahui elemen-elemen data yang
dibutuhkan untuk uji validasi dapat dilihat pada tabel diatas, sementara itu
karakteristik validasi menurut ICH dan jenis prosedur analisisnya dapat dilihat
pada table :

11
2. 6 Protokol validasi metode

Contoh protokol ini adalah pengujian senyawa obat dalam sediaan tablet
dengan KCKT fase terbalik. Meskipun demikian, prinsip prinsip umum dapat
diaplikasikan untuk analisis yang lain dan metode yang lain, misalnya pengujian
kemurnian suatu obat dengan KCKT, dan juga penentuan pengotor dalam jumlah
sekelumit dengan KCKT atau dengan kromatografi gas.

Pengujian komponen utama (bahan aktif dalam jumlah banyak) suatu sediaan
farmasi.

A. Spesifisitas
1. Injeksikan sampel yang mengandung analit dan semua senyawa-senyawa
yang terkait dengan analit. Senyawa senyawa ini juga meliputi
kontaminan, reagen-reagen. prekursor sintetik, dan hasil-hasil degradasi
yang paling mungkin ada dalam reaksi. Semua senyawa yang dipisahkan
dari puncak analit harus mempunyai Resolusi (Rs) > 2.
2. Injeksikan sampel dan bahan-bahan tambahan lain (misalkan yang
digunakan dalam suatu sediaan tablet). Semua senyawa yang dipisahkan
dari puncak analit harus mempunyai Resolusi (Rs) >   2.
3. Perlakukan bahan aktif senyawa obat pada kondisi-kondisi berikut (supaya
waktunya efisien) sehingga suatu obat akan terdegradasi 10-30 %.
 HCI 0,1 N (kondisi asam)
 NaOH 0,1 N (kondisi basa)
 Dipanaskan sampai 50°C Csba.
 Disinari dengan lampu ultraviolet

12
 Ditambah dengan larutan hidrogen peroksida 3%
jika kondisi-kondisi perubahan berlangsung sangat ekstrim
(degradasinya > 30%), maka faktor-faktor yang menyebabkan
degradasi harus diturunkan. Kondisi kondisi ekstrim harus
dihindari, kecuali jika senyawa tersebut akan diperlakukan pada
keadaan ekstrim. Semua senyawa yang dipisahkan dari puncak
analit harus mempunyai Resolusi (Rs) > 2.
4. Kumpulkan puncak analit senyawa obat yang dituju, dan:
a. sampel diinjeksikan kembali pada kromatografi yang berbeda (misalkan
dengan KLT, KG, elektroforesis, dll)
b. Puncak dianalisis dengan menggunakan teknik spektra yang lain (IR, MS,
NMR, dll) Tidak ada bukti munculnya senyawa lain gl
5. Kumpulkan puncak analit senyawa obat dalam 3 bagian
(awal, tengah, dan akhir) dan lakukan analisis lagi dengan KCKT. Tidak
ada bukti munculnya (bentuk puncak) senyawa senyawa tambahan.
6. Rubahlah kondisi-kondisi metode KCKT (persen pelarut organik dalam
fase terbalik, jenis pelarut, kemiringan gradien dalam elusi bergradien,
suhu, kekuatan ionik dan atau bufer) dan lihatlah puncak-puncak tambahan
yang terpisah dari puncak analit. Tidak ada bukti munculnya (bentuk
puncak ) senyawa-senyawa tambahan.

B. Akurasi
7. Ke dalam larutan matriks blanko suatu tablet (yang me ngandung semua
bahan tambahan kecuali senyawa obat) di-spiking dengan senyawa obat
pada level 50, 75,100, 125, dan 150 % dari target konsentrasi obat yang
akan dianalisis. Prosedur ini harus dilakukan paling tidak 3 kali
menggunakan matriks blangko yang disiapkan secara terpisah dari
senyawa obat dan lebih terpilih jika dilaku kan dalam 2 hari atau lebih.
Hasil analisis dengan KCKT harus dibandingkan dengan baku senyawa uji
yang ditambahkan pada masing-maisng level spiking. Rata-rata perolehan
kembali (recovery) analit harus antara 99-101 % pada tiap level.

13
C. Linieritas
8. Karakteristik ini haruslah dievaluasi sebagai bagian dari studi akurasi di
atas.  Linieritas dapat diuji dengan menyiapkan larutan baku senyawa obat
sendiri, lebih terpilih jika menggunakan fase geraknya sebagai pelarut
pada kisaran konsentrasi analisis rutin. Suatu kisaran yang diperluas dapat
juga diuji (misalkan < 50 % dan > 150 % dari target konsentrasi analit)
jika diharapkan untuk jenis analisis yang lain. Metode harus menunjukkan
linieritas dalam kisaran yang diharapkan. Linieritas harus diukur dan
dilaporkan sebagai suatu konstanta faktor respon pada kisaran pengukuran
pengukuran yang diharapkan.
D. Presisi: Pengulangan injeksi
9. Siapkan larutan baku senyawa obat (lebih terpilih dalam pelarut fase
gerak). Injeksikan suatu sampel larutan baku DE paling sedikit 10 kali
(lebih terpilih jika dilakukan injeksi lebih dari 10 kali, misalkan 30-40
kali). Hitunglah respon masing-masing injeksi dan hitunglah RSD nya.
Nilai standar deviasi relatif (RSD) respon s 1,0%.
E. Presisi: Pengulangan (antar pengujian)
10. Secara individual, siapkan larutan senyawa obat dengan konsentrasi yang
berbeda-beda (lebih terpilih dalam pelarut fase gerak). Injeksikan masing-
masing sampel 3 mal kali (lebih terpilih jika dilakukan injeksi lebih dari
10 kali lelang misalkan 30-40 kali). Hitunglah respon masing-masing
injeksi dan hitunglah RSD nya. Nilai standar deviasi relatif (RSD) respon
< 2,0%.
F. Presisi: antara
11. Ujilah suatu sampel senyawa obat beberapa kali dalam kisaran waktu yang
berbeda, paling tidak dalam beberapa hari (lebih terpilih dalam pelarut fase
gerak). Uji juga dengan larutan baku yang sesuai dan gunakanlah kondisi
percobaan yang sama akan tetapi analis, alat, dan lain-lain yang digunakan
berbeda. Hitunglah nilai uji masing-masing sampel dan hitunglah
presisinya. Nilai standar deviasi relatif (RSD) harus < 2,0%.

14
G. Kisaran
12. Kisaran metode yang digunakan dapat ditentukan dari uji akurasi,
linieritas, dan presisi di atas. Kisaran harus mencakup semua level analisis
rutin. Linieritas, akurasi, dan presisi harus sesuai dengan syarat-syarat
yang disebut di atas untuk semua kisaran level.
H. Batas Deteksi
13. Dengan menggunakan larutan baku senyawa obat yang menghasilkan rasio
signal to noise (S/N) paling sedikit 30, lakukan pengenceran dan ukur
dengan metode analisis, misalkan dengan KCKT. Lanjutkan pengenceran
hingga diperoleh rasio S/N kurang lebih 3.
I. Batas kuantifikasi
14. Dengan menggunakan larutan baku senyawa obat yang menghasilkan rasio
signal to noise (S/N) paling sedikit 30, lakukan pengenceran sampel dan
buatlah pengukuran berlipat (paling sedikit 6 kali injeksi masing-masing
larutan yang konsentrasinya berbeda) dengan metode analisis, misalkan
dengan KCKT. Lanjutkan proses ini sampai salah satu keadaan berikut
terjadi:
 Rasio S/N kurang lebih 10.
 Presisi (SD) terhitung untuk serangkaian 6 pengukuran < 3%.
J. Stabilitas
15. Stabilitas sampel. Siapkan larutan baku senyawa obat pada matriks tablet
dan analisislah larutan yang sama beberapa kali. Jika hanya stabilitas
jangka pendek yang dikehendaki, maka analisis dilakukan dalam 1 hari.
Stabilitas jangka panjang larutan sampel yang sama dapat ditentukan
dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Stabilitas sampel harus
mencukupi untuk dilakukannya metode analisis secara rutin di bawah
kondisi percobaan laboratorium yang normal.
16. Stabilitas reagen. Cek stabilitas reagen-reagen yang kritis yang meliputi
(tapi tidak hanya terbatas pada):
 Pelarut-pelarut
 Bufer-bufer
 Tambahan-tambahan lainnya

15
Stabilitas reagen-reagen, pelarut-pelarut harus mencukupi untuk
dilakukannya metode analisis secara rutin di bawah kondisi
percobaan laboratorium yang normal.
K. Ruggedness (Kekasaran)
17. Dengan cara yang serupa dengan studi stabilitas, larutan baku senyawa
obat dengan matriks-nya harus dianalisis secara sistematis dengan
memvariasi kondisi-kondisi operasional. Nilai terukur senyawa obat dan
pengaruh ubi pengaruhnya pada akurasi, presisi, dan faktor-faktor
pemisahan harus dicatat. Kondisi-kondisi yang diuji harus nelga mencakup
(tapi tidak hanya terbatas pada):
a. Operator-operator yang berbeda pada laboratorium yang sama
b. Alat-alat yang berbeda pada laboratorium yang sama
c. Laboratorium-laboratorium yang berbeda
d. Pengubahan sumber reagen dan pelarut
e. Pengubahan kolom dengan yang baru (dengan jenis dan pabrik
pembuat yang sama)
Metode harus cukup kasar terkait dengan semua parameter kritis
sehingga memungkinkan untuk digunakan analisis secara rutin.
L. Robustness (Ketahanan)
18. Rubahlah sedikit parameter-parameter pemisahan yang meliputi persentase
pelarut organik († 2 sampai 5 %), kemiringan gradien yang digunakan
dengan 2 sampai 5 %), suhu kolom (+1 sanpai 5°C), pH bufer (sampai 0,5
unit pH), kekuatan ionik bufer, konsentrasi bahan-bahan tambahan dalam
larutan bufer dalam fase gerak. Kroma togram yang representatif harus
disiapkan untuk menun jukkan pengaruh-pengaruh variabel yang diukur
diban dingkan dengan kondisi normal. Plotkan atau buatlah tabel hasil-
hasil uji (faktor respon, nilai yang diukur, dll). Metode harus cukup kuat
terkait dengan semua parameter kritis sehingga memungkinkan untuk
digunakan analisis secara rutin.

M. Verifikasi Metode

16
Verifikasi metode pada dasarnya berbeda dengan validasi metode.
Verifikasi metode dilakukan pada semua metode standar (metode baku)
atau metode yang telah divalidasi pada waktu mula mula digunakan dan
pada jarak waktu tertentu secara berkala.

Tujuan verifikasi metode antara lain:

 Untuk memastikan bahwa analis dapat menerapkan metode analisis


dengan baik
 Untuk menjamin mutu hasil uji.

Verifikasi dilakukan dengan menetapkan presisi, akurasi, dan batas deteksi (jika
perlu) pada suatu metode analisis. Penetapan presisi dapat dilakukan dengan salah
satu pengujian berikut:

 Pengujian berulang pada sampel yang ada


 Pengujian berulang pada sampel formulasi sintetik
 Pengujian berulang pada bahan rujukan bersertifikat (CRM)

Penetapan akurasi sampel dapat dilakukan dengan salah satu pengujian berikut:

 Pengujian sampel dengan penambahan baku (spiking)


 Pengujian sampel yang telah diketahui komposisinya, yang secara tepat
meniru jenis sampel yang menggunakan metode ini

17
BAB III

PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

Validasi merupakan bagian dari program Penjaminan Mutu


(Quality Assurance) sebagai upaya untuk memberikan jaminan terhadap
khasiat (efficacy), kualitas (quality) dan keamanan (safety) produk-produk
industri farmasi.

3. 2 Saran

Diharapkan kita sebagai mahasiswa dapat memahami materi


tentang Validasi. Meskipun begitu saya sadar akan banyaknya kekurangan
dalam pembuatan makalah ini, penulis mengharapkan para pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Abdelwahab, S. I. , Abdul A. B, Zain, Z. N. and Abdul, A. H, 2012, Zerumbone


inhibits interleukin-6 and induces apoptosis and cell cycle arrest in ovarian
and cervical cancer cells, International Immunopharmacology. 12 (4) : 594-
602

Anonima , 2012, High Performance Liquid Chromatograph, (online),


(http://www.standardbase.com/tech/HPLC.pdf, diakses tanggal 14 april
2012).

Achmad, M dan Abdul, R. (Editor), 2006, Pengantar Kimia Farmasi Analisi:


Volumetri dsn Gravimetri, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Gandjar, I. G., 1991, Kimia Anaisis Instrumental. Fakultas Farmasi, Universits
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mulya, M., dan Suherman, 1995, Analisis instrumen, Airlangga University Press,
Surabaya.
Munson, J.W., 1981, Pharmaceutical Analysis: Modern Methods, Part A dan B,
diterjemahkan oleh Harjana dan Soemadi, Airlangga University Press,
Surabaya.
Rivai, H., 2006, Asas Pemeriksaan Kimia, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Sudarmadji, S, Haryono, B dan Suhardi, 1997, Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian, Penerbit Lyberty, Yogyakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai