Disusun oleh
Kelompok D
Supian yang juga kader PDIP ini diduga menguntungkan diri sendiri dan korporasi
dalam pemberian IUP kepada tiga perusahaan yakni PT. Fajar Mentaya Abadi (PT.
FMA), PT. Billy Indonesia (PT. BI) dan PT. Aries Iron Maining (PT. AIM) pada
periode 2010-2015.
Namun, ucap Basaria, pada April 2004, Syafruddin malah mengeluarkan surat
pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap
Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional
Indonesia (BDNI) yang memiliki kewajiban kepada BPPN.
"Namun, pada April 2004, tersangka SAT selaku Ketua BPPN mengeluarkan surat
pemenuhan kewajiban pemegang saham terhadap Sjamsul Nursalim atas
kewajibannya terhadap BPPN, padahal seharusnya waktu itu ada kewajiban Sjamsul
yang saya sebutkan tadi," ujar Basaria.
Dari Rp 144,5 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional,
Rp 138,4 triliun di antaranya tidak dikembalikan sehingga merugikan negara.
Sebelum pimpinan KPK periode 2011-2015 lengser, gelar perkara BLBI telah
dilakukan. Hasilnya, beberapa pihak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Namun belum ada surat perintah penyidikan (sprindik) mengenai penetapan
tersangka kasus tersebut.
2. Suap menyuap
Contoh kasus:
Jakarta, 16 Maret 2019. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tiga orang
tersangka dalam kasus dugaan suap Seleksi Jabatan di Lingkungan Kementerian
Agama Tahun 2018/2019.
Penetapan tersangka ini adalah hasil dari peristiwa tangkap tangan yang dilakukan
KPK pada Jumat, 15 Maret 2019 .Setelah melakukan pemeriksaan selama 1x24 jam,
KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tiga tersangka
dalam dugaan suap ini. Tiga tersangka tersebut adalah RMY (Anggota DPR Periode
2014-2019), HRS (Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur), dan MFQ
(Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik).
RMY bersama-sama dengan pihak Kementerian Agama diduga menerima suap untuk
mempengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi, yaitu: Kepala Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Gresik, dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi Jawa Timur. Dua tersangka lain yakni HRS dan MFQ diduga
memberi suap untuk melancarkan proses mereka menduduki jabatan yang diinginkan.
Seleksi jabatan diduga diatur sedemikian rupa supaya HRS terpilih sebagai Kepala
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dan MFQ terpilih sebagai
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik.
Sebagai pihak yang diduga penerima, RMY dkk disangkakan melanggar Pasal 12
huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
MFQ yang diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a
atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk HRS yang diduga sebagai pemberi, disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1)
huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam kasus suap RAPBD Jambi 2018, Arfan sudah berstatus tersangka. Selain
Arfan, KPK juga menetapkan Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi Jambi
Erwan Malik dan Asisten Daerah III Provinsi Jambi Saipudin. Adapun seorang
tersangka penerima suap adalah Supriono selaku anggota DPRD Jambi. Uang suap
untuk DPRD Jambi ini yang sebelumnya diungkap KPK dengan istilah uang ketok
palu. Dalam kasus ini pula, KPK menemukan uang Rp 4,7 miliar. Uang tersebut
diduga bagian dari total Rp 6 miliar yang akan diberikan kepada sejumlah anggota
DPRD Jambi. "Untuk membayar, untuk memberikan kemarin 4 sekian miliar itu,
apakah mungkin dari kantong Pak Gubernur, kan enggak. Pasti diterima, dimintakan,
dari para pengusaha. Bentuk pemberian ini tidak boleh karena berlawanan dengan
jabatannya," ujar Basaria
Mengenai vonis atau putusan yang dibacakan Majelis Hakim, yang lebih ringan dari
tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang, Dimas
Adji Wibowo selama empat tahun, pihak JPU masih pikir-pikir mengenai putusan
tersebut.
"Kami masih pikir-pikir dulu," bebernya dalam persidangan.
Sementara itu, dari pihak terdakwa dan kuasa hukumnya, Thomas Zachrias
mendengar vonis atau putusan hukuman tersebut juga mengatakan akan pikir-pikir
terlebih dahulu.
"Kami pikir-pikir dahulu," ungkap kuasa hukum terdakwa dalam proses sidang.
Juru bicara Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Djuanto, mengungkapkan vonis
yang diputuskan dari tuntutan empat tahun, menjadi dua tahun oleh Majelis Hakim,
telah melalui berbagai pertimbangan.
Pertimbangan yang memberatkan bagi terdakwa, adalah pihak korban yang dalam hal
ini merupakan rekan kerja korban dalam satu CV, telah mengalami kerugian kurang
lebih Rp 900 juta.
Selain itu, dalam memberikan keterangan, terdakwa kerap berbelit-belit, bahkan tidak
mengakui perbuatannya kendati saksi-saksi memberatkannya.
" Yang meringankan karena terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya, kemudian
terdakwa juga mempunyai tanggungan keluarga," bebernya.
Dari pihak korban Megawati, yang diwakili oleh suaminya, yakni Herman,
menanggapi putusan Hakim selama dua tahun terhadap terdakwa, pihaknya mengaku
menerima dan menghormati putusan tersebut.
Namun, setelah kasus ini selesai dan putusan sudah berkekiatan hukum tetap,
pihaknya akan kembali menuntut secara perdata dan pidana terhadap Thomas
Zachrias dalam kasus yang lain.
"Terlapornya nanti juga sama, kami akan tuntut perdata maupun pidana dalam kasus
berbeda, namun setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap," pungkasnya.
Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, kasus ini bermula Kerjasama antara
Thomas Zachrias, warga Perum Bumi Mas, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau,
Kabupaten Malang dan Megawati, warga Jalan Kedondong, Kota Malang pada tahun
2009.
Saat itu, Megawati beperan sebagai persero pasif fan Thomas sebagai persero aktif.
Thomas sendiri memiliki jabatan sebagai Direktur pada perusahaan percetakan
tersebut.
Namun, setelah lama berjalan transparansi keuangan dan pertanggung jawaban,
dirasakan ada kejanggalan oleh Megawati.
Thomas tak pernah memberikan laporan Keuangan selama beberapa tahun. Setelah
diaudit, terdapat kerugian sebesar Rp 900 juta. Sampai akhirnya, setelah beberapa
kali, hingga melakukan somasi ke Thomas tak ada itikad baik, akhirnya melaporkan
Thomas ke polisi.
Setelah melewati sekian waktu yang cukup lama, dalam penanganan kasusnya
kemudian sampai pada tahap 2 penyerahan tersangka dan barang bukti dari Polres
Malang Kota ke Kejaksaan hingga berproses sampai persidangan saat ini.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono
mengatakan polisi telah memeriksa kuasa hukum OSO, Serfasius Serbaya Manek
yang juga merupakan pelapor dalam kasus dugaan penggelapan jabatan tersebut.
Pemeriksaan itu dilakukan pada Kamis (1/2).
Pada pemeriksaan itu, Argo mengatakan, polisi mempertanyakan soal kronologi dan
kerugian yang dialami OSO. Polisi juga mempertanyakan tindakan-tindakan Sudding
dalam dugaan penggelapan jabatan tersebut.
Pasal penggelapan jabatan diatur dalam pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP).
Menurut keterangan Serfasius kepada polisi, Argo menjelaskan, susunan DPP Partai
Hanura yang sah adalah yang dipimpin oleh OSO. Hal itu berdasarkan hasil verifikasi
KPU dan berdasarkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang
restrukturisasi, reposisi dan revitalisasi pengurus pimpinan Partai Hanura periode
2015-2020.
"Pelapor juga mengaku sejak diterbitkannya keputusan Menkumham, pihak terlapor
tidak menjabat apa-apa," tuturnya.
Selain itu, Sudding juga diduga telah memalsukan keterangan dalam akta autentik
seperti daftar susunan kepanitiaan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) II
Partai Hanura. Tak hanya itu, surat keputusan yang ditandatangani oleh Sudding
sebagai sekretaris Jenderal dan Daryatmo sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Dihubungi terpisah, Serfasius mengatakan, tindakan Sudding memalsukan keterangan
itu merugikan OSO. Sebab itu, dia melaporkan Sudding dan semua yang hadir dalam
Munaslub Partai Hanura di bawah kendali Sudding.
"Kerugian materiil adalah Partai Hanura dibawah kepemimpinan Pak OSO harus
mengeluarkan biaya untuk menghadirkan DPD dan DPC seluruh Indonesia datang ke
Jakarta untuk konsolidasi dan sosialisasi struktur ditingkat daerah bahwa gerakan
yang dilakukan saudara Sudding dan teman-temannya itu inkonstitusional," ujarnya
saat dihubungi CNN Indonesia.com.
Selain itu, kata Serfasius, tindakan Sudding membuat masyarakat tidak percaya pada
Partai Hanura.
Menurut dia, tindak lanjut laporan itu untuk memastikan seluruh anggota daerah
untuk konsentrasi menghadapi verifikasi faktual yang telah dijadwalkan KPU.Jakarta,
CNN Indonesia - Polisi akan melanjutkan penyelidikan kasus dugaan penggelapan
jabatan yang diduga dilakukan politikus Hanura Sarifuddin Sudding, karena polisi
belum menerima pencabutan laporan yang dilakukan oleh kuasa hukum Oesman
Sapta Odang.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono
mengatakan polisi telah memeriksa kuasa hukum OSO, Serfasius Serbaya Manek
yang juga merupakan pelapor dalam kasus dugaan penggelapan jabatan tersebut.
Pemeriksaan itu dilakukan pada Kamis (1/2).
Pasal penggelapan jabatan diatur dalam pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP).
Menurut keterangan Serfasius kepada polisi, Argo menjelaskan, susunan DPP Partai
Hanura yang sah adalah yang dipimpin oleh OSO. Hal itu berdasarkan hasil verifikasi
KPU dan berdasarkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang
restrukturisasi, reposisi dan revitalisasi pengurus pimpinan Partai Hanura periode
2015-2020.
"Pelapor juga mengaku sejak diterbitkannya keputusan Menkumham, pihak terlapor
tidak menjabat apa-apa," tuturnya.
Selain itu, Sudding juga diduga telah memalsukan keterangan dalam akta autentik
seperti daftar susunan kepanitiaan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) II
Partai Hanura.
Tak hanya itu, surat keputusan yang ditandatangani oleh Sudding sebagai sekretaris
Jenderal dan Daryatmo sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Dihubungi terpisah, Serfasius mengatakan, tindakan Sudding memalsukan keterangan
itu merugikan OSO. Sebab itu, dia melaporkan Sudding dan semua yang hadir dalam
Munaslub Partai Hanura di bawah kendali Sudding.
"Kerugian materiil adalah Partai Hanura dibawah kepemimpinan Pak OSO harus
mengeluarkan biaya untuk menghadirkan DPD dan DPC seluruh Indonesia datang ke
Jakarta untuk konsolidasi dan sosialisasi struktur ditingkat daerah bahwa gerakan
yang dilakukan saudara Sudding dan teman-temannya itu inkonstitusional," ujarnya
saat dihubungi CNN Indonesia.com.
Selain itu, kata Serfasius, tindakan Sudding membuat masyarakat tidak percaya pada
Partai Hanura.
Menurut dia, tindak lanjut laporan itu untuk memastikan seluruh anggota daerah
untuk konsentrasi menghadapi verifikasi faktual yang telah dijadwalkan KPU.
4. Pemerasan
Contoh kasus:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan para tersangka kasus dugaan
pemerasan terkait restitusi lebih bayar pajak PT Edmi Meter lndonesia (EDMl). Ada
tiga orang yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
Para pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru lll, Jakarta itu ditahan
selama 20 hari ke depan. Penahanan ini dilakukan penyidik untuk kepentingan
penyidikan. Ditahan di Rutan Guntur untuk 20 hari pertama," ucap Pelaksana Harian
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati dalam pesan singkatnya,
Senin (16/5/2016).
Ketiga orang tersangka tersebut diketahui merupakan tim pemeriksa pajak. Herry
sebagai Supervisor, lndarto sebagai Ketua Tim, dan Slamet sebagai anggota tim.
"Ketiganya diduga telah memaksa seseorang memberikan sesuatu atau membayar
terkait dengan restitusi lebih bayar pajak atas PPh Badan 2012, dan PPn 2013 PT
EDMI," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha,
beberapa waktu lalu.
Priharsa menjelaskan bahwa berdasarkan perhitungan, ada kelebihan bayar pajak dari
PT EDMl, sehingga kemudian ada pengembalian uang sebesar Rp 1 miliar. Namun,
ketiganya kemudian memaksa perusahaan untuk membayar sejumlah uang."Nilai
hasil pemerasannya diduga Rp 75 juta," kata Priharsa.
Namun Tubagus belum terjerat KPK. Basaria pun meminta Tubagus menyerahkan
diri.
"Dalam OTT ini, KPK mengamankan uang Rp 1.556.700.000 dalam mata uang
rupiah pecahan 100 ribu, 50 ribu, dan 20 ribu," imbuh Basaria.
Keempat tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf e
atau Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal
55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal 12 huruf f
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang
kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang
Pasal 12 huruf e
Menurut dia, KPU telah melakukan perbuatan curang terkait dengan penambahan
daftar pemilih tetap (DPT) di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
"Sekarang bandingkan angka-angka DPT Pilkada Jatim 2018 dan data Pilkada Jateng
2018, itu dari 1,43 persen hanya sekitar 500 ribu tambahan untuk DPT. Tapi, data
yang ada di Jatim dan Jateng itu sampai belasan juta," ujar Abdullah di Jalan Medan
Merdeka Barat, Rabu (26/6).
Perbuatan curang, menurut Abdullah, merupakan salah satu golongan dari tindak
pidana korupsi. Oleh karena itu, mantan penasihat KPK ini meminta lembaga
antirasuah tersebut turun tangan untuk mengaudit kecurangan yang dilakukan KPU.
Dia melanjutkan, KPK memiliki kewenangan mengaudit jika berkaca pada Undang-
undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001.
"Dalam UU Tindak Pidana Korupsi, itu korupsi ada 7 golongan. Salah satunya adalah
perbuatan curang. Jadi, apa yang dilakukan KPU itu adalah (perbuatan) curang," tutur
dia.
"Oleh karena itu, maka, kalau Bawaslu tidak melakukan investigasi forensik terhadap
IT KPU, saya mohon kepada teman-teman saya, junior saya di KPK melakukan
investigasi forensik terhadap IT KPU," sambungnya.
Seruan mantan penasihat KPK ini pun lantas disambut teriakan setuju peserta massa
aksi.
"Setuju, setuju. Pemerintah pembohong," ungkap mereka.
"Ada ketentuan hukum acara yang harus menyampaikan panggilan itu tiga hari
sebelum sidang. Artinya, tidak bisa sekali lagi MK tiba-tiba diputuskan, oke hari ini
kita mengadakan sidang, tidak bisa seperti itu," kata Fajar kepada wartawan di
Gedung MK, Jakarta, Selasa (25/6).
Fajar menyebut percepatan jadwal sidang putusan juga dilakukan karena kesiapan
para hakim konstitusi. Ia menyebut para hakim yakin bisa menuntaskan kajian pada
27 Juni mendatang.
Kasus korupsi pengadaan alkes ini terjadi di Banten pada tahun anggaran 2011-2013.
Diketahui, Atut bersama adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan,
sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2014.
Keduanya disangka telah memperkaya diri, orang lain, atau korporasi. Dalam kasus
ini, Wawan telah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Serang.
Atut diduga telah mengatur pemenang lelang pengadaan alkes di Banten dan
menerima uang dari perusahaan yang dimenangkannya. Sedangkan Wawan, pemilik
PT Bali Pasifik Pragama sebagai perusahaan pemenang lelang, diduga
menggelembungkan anggaran proyek ini. Khusus untuk Atut, KPK juga menjerat
gubernur nonaktif itu dengan pasal pemerasan. Atut disangka telah memeras beberapa
kepala dinas di lingkungan Pemprov Banten. Atas perbuatan yang dilakukannya,
keduanya dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Atut juga merupakan terpidana korupsi dan kini mendekam di Lapas Wanita
Tangerang. Ia menghuni bui untuk waktu 7 tahun penjara karena menyuap Ketua MK
Akil Mochtar.Sebelumnya diberitakan, LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia
(MAKI) mengajukan gugatan praperadilan kepada KPK. MAKI meminta KPK
meneruskan kasus ini. Kuasa hukum MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan,
berdasarkan audit BPK, negara mengalami kerugian sekitar Rp 30,2 miliar dalam
kasus ini.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memaparkan, temuan ini merupakan hasil
pengembangan penyidikan dari kasus Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad
dalam dugaan penerimaan suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek yang
menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2016.
Fuad diduga dengan sengaja turut serta dalam pengadaan proyek di Pemerintahan
Kabupaten Kebumen.
Adapun sejumlah dugaan pencucian uang yang dilakukan terjadi pada tahun 2016-
2017. PT Tradha diduga menggunakan identitas 5 perusahaan lain untuk
memenangkan 8 proyek di Kabupaten Kebumen dengan nilai total proyek Rp 51
miliar.
"Selain itu, PT Tradha juga diduga menerima uang dari para kontraktor yang
merupakan fee proyek di lingkungan Pemkab Kebumen setidaknya senilai sekitar Rp
3 millar seolah-olah sebagai utang," kata dia.
Laode menjelaskan, KPK menduga uang yang diperoleh dari proyek-proyek itu
bercampur dengan sumber lainnya dalam catatan keuangan PT Tradha. Uang tersebut
diduga menjadi keuntungan yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi Fuad.
7. Gratifikasi
Contoh kasus :
Kasus Gratifikasi Anggota DPR, KPK Panggil Direktur Operasional PT Pupuk
Indonesia Logistik.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Operasional PT Pupuk
Indonesia Logistik, Budiarto. Dia diperiksa terkait kasus gratifikasi yang diterima
oleh anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso.
Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Budiarto diperiksa
untuk tersangka Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia, Taufik Agustono.
Yang bersangkutan diagendakan diperiksa sebagai saksi," ujar Ali di Jakarta, Kamis
(30/1/2020).