Anda di halaman 1dari 18

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

POLITEKNIK NEGERI AMBON

Disusun oleh

Kelompok D

1. Icang Essy ( 1317154015 )


2. Theresia Margareth Sapasuru ( 1317154007 )
3. Desti ( 1317154005 )
4. Fanesa Lorensi Nunumete ( 1317154010 )
5. Rukia Hukul ( 1317154021 )

JURUSAN TEKNIK SIPIL


PRODI MANAJEMEN PROYEK KONSTRUKSI
POLITEKNIK NEGERI AMBON
2020
BENTUK BENTUK KORUPSI DAN CONTOH KASUS

1. Kerugian keuangan Negara


Contoh kasus:
 Kotawaringin Timur
KPK resmi menetapkan Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi sebagai tersangka
atas kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambanga (IUP) di daerah itu. Dalam
kasus ini, negara tercatat mengalami kerugian hingga Rp 5,8 triliun dan 711 ribu dolar
AS.

Supian yang juga kader PDIP ini diduga menguntungkan diri sendiri dan korporasi
dalam pemberian IUP kepada tiga perusahaan yakni PT. Fajar Mentaya Abadi (PT.
FMA), PT. Billy Indonesia (PT. BI) dan PT. Aries Iron Maining (PT. AIM) pada
periode 2010-2015.

Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menyebut kasus korupsi


Bupati Kotawaringin Timur menjadi salah satu kasus orupsi terbesar yang ditangani
oleh KPK.

 Kasus Korupsi BLBI, KPK: Kerugian Negara Rp 3,7 Triliun


Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan perbuatan tersangka kasus korupsi
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin A. Tumenggung,
menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 3,7 triliun.
"Hasil restrukturisasi adalah Rp 1,1 triliun dinilai sustainable dan ditagihkan.
Sedangkan yang Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses
restrukturisasi, sehingga seharusnya masih ada kewajiban obligor sebesar Rp 3,7
triliun yang belum ditagihkan," kata Basaria Pandjaitan, Wakil Ketua KPK, di
kantornya, Jakarta, Selasa, 25 April 2017.

Basaria menjelaskan, kasus tersebut berawal ketika Syafruddin menjabat Ketua


Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada April 2002. Lalu, pada Mei
2002, Syafruddin menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas
proses likuidasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban
penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

Namun, ucap Basaria, pada April 2004, Syafruddin malah mengeluarkan surat
pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL (surat keterangan lunas) terhadap
Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional
Indonesia (BDNI) yang memiliki kewajiban kepada BPPN.

"Namun, pada April 2004, tersangka SAT selaku Ketua BPPN mengeluarkan surat
pemenuhan kewajiban pemegang saham terhadap Sjamsul Nursalim atas
kewajibannya terhadap BPPN, padahal seharusnya waktu itu ada kewajiban Sjamsul
yang saya sebutkan tadi," ujar Basaria.

KPK menjerat Syafruddin dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang


Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebelumnya, KPK secara resmi menetapkan Syafruddin sebagai tersangka dalam


kasus tindak pidana korupsi BLBI.

Kasus korupsi penerbitan SKL yang dikeluarkan BPPN berdasarkan Instruksi


Presiden Nomor 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati
Soekarnoputri terus bergulir setelah ekonom Kwik Kian Gie diperiksa Kamis lalu.
Keputusan penerbitan SKL itu telah mendapatkan masukan dari Menteri Keuangan
periode 2001-2004, Boediono; Menteri Koordinator Perekonomian periode 2001-
2004, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti; dan Laksamana Sukardi.

Dari Rp 144,5 triliun dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional,
Rp 138,4 triliun di antaranya tidak dikembalikan sehingga merugikan negara.
Sebelum pimpinan KPK periode 2011-2015 lengser, gelar perkara BLBI telah
dilakukan. Hasilnya, beberapa pihak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Namun belum ada surat perintah penyidikan (sprindik) mengenai penetapan
tersangka kasus tersebut.

2. Suap menyuap
Contoh kasus:
 Jakarta, 16 Maret 2019. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tiga orang
tersangka dalam kasus dugaan suap Seleksi Jabatan di Lingkungan Kementerian
Agama Tahun 2018/2019.
Penetapan tersangka ini adalah hasil dari peristiwa tangkap tangan yang dilakukan
KPK pada Jumat, 15 Maret 2019 .Setelah melakukan pemeriksaan selama 1x24 jam,
KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tiga tersangka
dalam dugaan suap ini. Tiga tersangka tersebut adalah RMY (Anggota DPR Periode
2014-2019), HRS (Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur), dan MFQ
(Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik).
RMY bersama-sama dengan pihak Kementerian Agama diduga menerima suap untuk
mempengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi, yaitu: Kepala Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Gresik, dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi Jawa Timur. Dua tersangka lain yakni HRS dan MFQ diduga
memberi suap untuk melancarkan proses mereka menduduki jabatan yang diinginkan.
Seleksi jabatan diduga diatur sedemikian rupa supaya HRS terpilih sebagai Kepala
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dan MFQ terpilih sebagai
Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik.

Sebagai pihak yang diduga penerima, RMY dkk disangkakan melanggar Pasal 12
huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

MFQ yang diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a
atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk HRS yang diduga sebagai pemberi, disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1)
huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Selanjutnya, untuk kepentingan pemeriksaan, KPK menahan tiga tersangka tersebut


selama 20 hari ke depan. RMY ditahan di Rumah Tahanan Cabang KPK Gedung
Merah Putih. MFQ ditahan di Rumah Tahanan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.
HRS ditahan di Rumah Tahanan KPK Gedung C1.

 KPK: Suap Rp 6 M Dikumpulkan Zumi Zola untuk Menyuap DPRD Jambi.


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga suap Rp 6 miliar yang diterima
Gubernur Jambi Zumi Zola Zulkifli dan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan
Umum Provinsi Jambi Arfan, digunakan untuk menyuap anggota DPRD Jambi. Suap
diberikan kepada anggota DPRD Jambi untuk bersedia hadir dalam pengesahan
RAPBD Provinsi Jambi 2018. Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan,
uang suap untuk DPRD Jambi itu diduga dikumpulkan Zumi Zola dan Arfan dari para
kontraktor pada proyek-proyek di Jambi.
"Logikanya apakah para Plt ini sendiri punya kepentingan untuk memberikan sesuatu
kepada DPRD agar ketok palu terjadi penetapan APBD 2018. Cara berpikir seperti
ini, apapun alasannya, pasti ada keikutsertaan dari kepala daerah dalam hal ini
gubernur," kata Basaria dalam jumpa pers di gedung KPK, Jumat (2/2/2018).

Dalam kasus suap RAPBD Jambi 2018, Arfan sudah berstatus tersangka. Selain
Arfan, KPK juga menetapkan Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi Jambi
Erwan Malik dan Asisten Daerah III Provinsi Jambi Saipudin. Adapun seorang
tersangka penerima suap adalah Supriono selaku anggota DPRD Jambi. Uang suap
untuk DPRD Jambi ini yang sebelumnya diungkap KPK dengan istilah uang ketok
palu. Dalam kasus ini pula, KPK menemukan uang Rp 4,7 miliar. Uang tersebut
diduga bagian dari total Rp 6 miliar yang akan diberikan kepada sejumlah anggota
DPRD Jambi. "Untuk membayar, untuk memberikan kemarin 4 sekian miliar itu,
apakah mungkin dari kantong Pak Gubernur, kan enggak. Pasti diterima, dimintakan,
dari para pengusaha. Bentuk pemberian ini tidak boleh karena berlawanan dengan
jabatannya," ujar Basaria

3. Penggelapan dalam jabatan


Contoh kasus:
 Kasus penipuan dalam jabatan dengan terdakwa Thomas Zachrias mantan Direktur
CV Mitra Sejahtera Abadi (MSA), warga Lembah Dieng, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang, memasuki sidang pembacaan vonis atau putusan hukuman (16/8/2019).
Dalam persidangan yang dipimpin Majelis Hakim Noor Ichwan Ichlas Ria Adha,
dikatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan penggelapan
uang perusahaaan sebesar Rp 900 juta.
"Terdakwa melanggar pasal 374 KUHP, terbukti secara sah dan meyakinkan telah
melakukan penggelapan uang perusahaaan dan diputus dengan hukuman dua tahun
penjara dikurangi masa tahanan.

Mengenai vonis atau putusan yang dibacakan Majelis Hakim, yang lebih ringan dari
tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang, Dimas
Adji Wibowo selama empat tahun, pihak JPU masih pikir-pikir mengenai putusan
tersebut.
"Kami masih pikir-pikir dulu," bebernya dalam persidangan.
Sementara itu, dari pihak terdakwa dan kuasa hukumnya, Thomas Zachrias
mendengar vonis atau putusan hukuman tersebut juga mengatakan akan pikir-pikir
terlebih dahulu.

"Kami pikir-pikir dahulu," ungkap kuasa hukum terdakwa dalam proses sidang.

Juru bicara Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Djuanto, mengungkapkan vonis
yang diputuskan dari tuntutan empat tahun, menjadi dua tahun oleh Majelis Hakim,
telah melalui berbagai pertimbangan.

Pertimbangan yang memberatkan bagi terdakwa, adalah pihak korban yang dalam hal
ini merupakan rekan kerja korban dalam satu CV, telah mengalami kerugian kurang
lebih Rp 900 juta.

Selain itu, dalam memberikan keterangan, terdakwa kerap berbelit-belit, bahkan tidak
mengakui perbuatannya kendati saksi-saksi memberatkannya.

" Yang meringankan karena terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya, kemudian
terdakwa juga mempunyai tanggungan keluarga," bebernya.

Dari pihak korban Megawati, yang diwakili oleh suaminya, yakni Herman,
menanggapi putusan Hakim selama dua tahun terhadap terdakwa, pihaknya mengaku
menerima dan menghormati putusan tersebut.

Namun, setelah kasus ini selesai dan putusan sudah berkekiatan hukum tetap,
pihaknya akan kembali menuntut secara perdata dan pidana terhadap Thomas
Zachrias dalam kasus yang lain.

"Terlapornya nanti juga sama, kami akan tuntut perdata maupun pidana dalam kasus
berbeda, namun setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap," pungkasnya.

Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, kasus ini bermula Kerjasama antara
Thomas Zachrias, warga Perum Bumi Mas, Desa Kalisongo, Kecamatan Dau,
Kabupaten Malang dan Megawati, warga Jalan Kedondong, Kota Malang pada tahun
2009.

Saat itu, Megawati beperan sebagai persero pasif fan Thomas sebagai persero aktif.
Thomas sendiri memiliki jabatan sebagai Direktur pada perusahaan percetakan
tersebut.
Namun, setelah lama berjalan transparansi keuangan dan pertanggung jawaban,
dirasakan ada kejanggalan oleh Megawati. 

Thomas tak pernah memberikan laporan Keuangan selama beberapa tahun. Setelah
diaudit, terdapat kerugian sebesar Rp 900 juta. Sampai akhirnya, setelah beberapa
kali, hingga melakukan somasi ke Thomas tak ada itikad baik, akhirnya melaporkan
Thomas ke polisi.

Setelah melewati sekian waktu yang cukup lama, dalam penanganan kasusnya
kemudian sampai pada tahap 2 penyerahan tersangka dan barang bukti dari Polres
Malang Kota ke Kejaksaan hingga berproses sampai persidangan saat ini.

 Kasus Dugaan Penggelapan Jabatan Hanura

Jakarta, CNN Indonesia -- Polisi akan melanjutkan penyelidikan kasus dugaan


penggelapan jabatan yang diduga dilakukan politikus Hanura Sarifuddin Sudding,
karena polisi belum menerima pencabutan laporan yang dilakukan oleh kuasa hukum
Oesman Sapta Odang.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono
mengatakan polisi telah memeriksa kuasa hukum OSO, Serfasius Serbaya Manek
yang juga merupakan pelapor dalam kasus dugaan penggelapan jabatan tersebut.
Pemeriksaan itu dilakukan pada Kamis (1/2).

"Penyelidikan berlanjut, pelapor sudah diperiksa," ujarnya saat dihubungi CNN


Indonesia.com, Jumat (2/2).

Pada pemeriksaan itu, Argo mengatakan, polisi mempertanyakan soal kronologi dan
kerugian yang dialami OSO. Polisi juga mempertanyakan tindakan-tindakan Sudding
dalam dugaan penggelapan jabatan tersebut.

Pasal penggelapan jabatan diatur dalam pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP).

Menurut keterangan Serfasius kepada polisi, Argo menjelaskan, susunan DPP Partai
Hanura yang sah adalah yang dipimpin oleh OSO. Hal itu berdasarkan hasil verifikasi
KPU dan berdasarkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang
restrukturisasi, reposisi dan revitalisasi pengurus pimpinan Partai Hanura periode
2015-2020.
"Pelapor juga mengaku sejak diterbitkannya keputusan Menkumham, pihak terlapor
tidak menjabat apa-apa," tuturnya.

Selain itu, Sudding juga diduga telah memalsukan keterangan dalam akta autentik
seperti daftar susunan kepanitiaan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) II
Partai Hanura. Tak hanya itu, surat keputusan yang ditandatangani oleh Sudding
sebagai sekretaris Jenderal dan Daryatmo sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Dihubungi terpisah, Serfasius mengatakan, tindakan Sudding memalsukan keterangan
itu merugikan OSO. Sebab itu, dia melaporkan Sudding dan semua yang hadir dalam
Munaslub Partai Hanura di bawah kendali Sudding.

"Kerugian materiil adalah Partai Hanura dibawah kepemimpinan Pak OSO harus
mengeluarkan biaya untuk menghadirkan DPD dan DPC seluruh Indonesia datang ke
Jakarta untuk konsolidasi dan sosialisasi struktur ditingkat daerah bahwa gerakan
yang dilakukan saudara Sudding dan teman-temannya itu inkonstitusional," ujarnya
saat dihubungi CNN Indonesia.com.

Selain itu, kata Serfasius, tindakan Sudding membuat masyarakat tidak percaya pada
Partai Hanura.

Menurut dia, tindak lanjut laporan itu untuk memastikan seluruh anggota daerah
untuk konsentrasi menghadapi verifikasi faktual yang telah dijadwalkan KPU.Jakarta,
CNN Indonesia - Polisi akan melanjutkan penyelidikan kasus dugaan penggelapan
jabatan yang diduga dilakukan politikus Hanura Sarifuddin Sudding, karena polisi
belum menerima pencabutan laporan yang dilakukan oleh kuasa hukum Oesman
Sapta Odang.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono
mengatakan polisi telah memeriksa kuasa hukum OSO, Serfasius Serbaya Manek
yang juga merupakan pelapor dalam kasus dugaan penggelapan jabatan tersebut.
Pemeriksaan itu dilakukan pada Kamis (1/2).

"Penyelidikan berlanjut, pelapor sudah diperiksa," ujarnya saat dihubungi CNN


Indonesia.com, Jumat (2/2).
Pada pemeriksaan itu, Argo mengatakan, polisi mempertanyakan soal kronologi dan
kerugian yang dialami OSO. Polisi juga mempertanyakan tindakan-tindakan Sudding
dalam dugaan penggelapan jabatan tersebut.

Pasal penggelapan jabatan diatur dalam pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP).

Menurut keterangan Serfasius kepada polisi, Argo menjelaskan, susunan DPP Partai
Hanura yang sah adalah yang dipimpin oleh OSO. Hal itu berdasarkan hasil verifikasi
KPU dan berdasarkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang
restrukturisasi, reposisi dan revitalisasi pengurus pimpinan Partai Hanura periode
2015-2020.
"Pelapor juga mengaku sejak diterbitkannya keputusan Menkumham, pihak terlapor
tidak menjabat apa-apa," tuturnya.

Selain itu, Sudding juga diduga telah memalsukan keterangan dalam akta autentik
seperti daftar susunan kepanitiaan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) II
Partai Hanura.

Tak hanya itu, surat keputusan yang ditandatangani oleh Sudding sebagai sekretaris
Jenderal dan Daryatmo sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Dihubungi terpisah, Serfasius mengatakan, tindakan Sudding memalsukan keterangan
itu merugikan OSO. Sebab itu, dia melaporkan Sudding dan semua yang hadir dalam
Munaslub Partai Hanura di bawah kendali Sudding.

"Kerugian materiil adalah Partai Hanura dibawah kepemimpinan Pak OSO harus
mengeluarkan biaya untuk menghadirkan DPD dan DPC seluruh Indonesia datang ke
Jakarta untuk konsolidasi dan sosialisasi struktur ditingkat daerah bahwa gerakan
yang dilakukan saudara Sudding dan teman-temannya itu inkonstitusional," ujarnya
saat dihubungi CNN Indonesia.com.

Selain itu, kata Serfasius, tindakan Sudding membuat masyarakat tidak percaya pada
Partai Hanura.

Menurut dia, tindak lanjut laporan itu untuk memastikan seluruh anggota daerah
untuk konsentrasi menghadapi verifikasi faktual yang telah dijadwalkan KPU.
4. Pemerasan
Contoh kasus:
 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan para tersangka kasus dugaan
pemerasan terkait restitusi lebih bayar pajak PT Edmi Meter lndonesia (EDMl). Ada
tiga orang yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
Para pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru lll, Jakarta itu ditahan
selama 20 hari ke depan. Penahanan ini dilakukan penyidik untuk kepentingan
penyidikan. Ditahan di Rutan Guntur untuk 20 hari pertama," ucap Pelaksana Harian
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati dalam pesan singkatnya,
Senin (16/5/2016).

Sebagai informasi, KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka kasus dugaan


pemerasan terkait restitusi lebih bayar pajak atas PPh Badan 2012, dan PPn tahun
2013 PT EDMI. Yakni, Herry Setiadji, lndarto Catur Nugroho, dan Slamet Riyana.

Ketiga orang tersangka tersebut diketahui merupakan tim pemeriksa pajak. Herry
sebagai Supervisor, lndarto sebagai Ketua Tim, dan Slamet sebagai anggota tim.
"Ketiganya diduga telah memaksa seseorang memberikan sesuatu atau membayar
terkait dengan restitusi lebih bayar pajak atas PPh Badan 2012, dan PPn 2013 PT
EDMI," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha,
beberapa waktu lalu.

Priharsa menjelaskan bahwa berdasarkan perhitungan, ada kelebihan bayar pajak dari
PT EDMl, sehingga kemudian ada pengembalian uang sebesar Rp 1 miliar. Namun,
ketiganya kemudian memaksa perusahaan untuk membayar sejumlah uang."Nilai
hasil pemerasannya diduga Rp 75 juta," kata Priharsa.

 KPK Tetapkan Bupati Cianjur Tersangka Pemerasan Kepala SMP


Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar ditetapkan sebagai tersangka berkaitan dengan
Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan. Irvan meminta kepala sekolah di
wilayahnya menyetorkan uang.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan


empat orang tersangka," ucap Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di kantornya,
Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (12/12/2018).
Empat orang tersangka itu adalah:

1. Irvan Rivano Muchtar selaku Bupati Cianjur

2. Cecep Sobandi selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur

3. Rosidin selaku Kepala Bidang SMP di Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur

4. Tubagus Cepy Sethiady selaku kakak ipar Irvan.

Namun Tubagus belum terjerat KPK. Basaria pun meminta Tubagus menyerahkan
diri.
"Dalam OTT ini, KPK mengamankan uang Rp 1.556.700.000 dalam mata uang
rupiah pecahan 100 ribu, 50 ribu, dan 20 ribu," imbuh Basaria.
Keempat tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf e
atau Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal
55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Berikut bunyi pasal-pasal tersebut:

Pasal 12 huruf f

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang
kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang

Pasal 12 huruf e

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan


diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
5. Perbuatan curang
Contoh kasus:
 Koorlap Tahlil 266 Sindir Kecurangan Pemilu Bagian Korupsi
Koordinator Lapangan Aksi Halalbihalal dan Tahlil Akbar 226, Abdullah Hehamahua
meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan untuk melakukan audit
terhadap kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Menurut dia, KPU telah melakukan perbuatan curang terkait dengan penambahan
daftar pemilih tetap (DPT) di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Sekarang bandingkan angka-angka DPT Pilkada Jatim 2018 dan data Pilkada Jateng
2018, itu dari 1,43 persen hanya sekitar 500 ribu tambahan untuk DPT. Tapi, data
yang ada di Jatim dan Jateng itu sampai belasan juta," ujar Abdullah di Jalan Medan
Merdeka Barat, Rabu (26/6).

Perbuatan curang, menurut Abdullah, merupakan salah satu golongan dari tindak
pidana korupsi. Oleh karena itu, mantan penasihat KPK ini meminta lembaga
antirasuah tersebut turun tangan untuk mengaudit kecurangan yang dilakukan KPU.
Dia melanjutkan, KPK memiliki kewenangan mengaudit jika berkaca pada Undang-
undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001.

"Dalam UU Tindak Pidana Korupsi, itu korupsi ada 7 golongan. Salah satunya adalah
perbuatan curang. Jadi, apa yang dilakukan KPU itu adalah (perbuatan) curang," tutur
dia.
"Oleh karena itu, maka, kalau Bawaslu tidak melakukan investigasi forensik terhadap
IT KPU, saya mohon kepada teman-teman saya, junior saya di KPK melakukan
investigasi forensik terhadap IT KPU," sambungnya.

Seruan mantan penasihat KPK ini pun lantas disambut teriakan setuju peserta massa
aksi.
"Setuju, setuju. Pemerintah pembohong," ungkap mereka.

Sesuai jadwal rangkaian sidang, Mahkamah Konstitusi sedianya mengumumkan hasil


putusan sengketa Pilpres pada 28 Juni. Namun demikian, Juru Bicara MK, Fajar
Laksono memastikan pengumuman putusan sidang maju sehari, atau pada 27 Juni
2019.
Fajar Laksono menyampaikan keputusan untuk memajukan sidang putusan
mempertimbangkan aturan tata laksana sidang.

"Ada ketentuan hukum acara yang harus menyampaikan panggilan itu tiga hari
sebelum sidang. Artinya, tidak bisa sekali lagi MK tiba-tiba diputuskan, oke hari ini
kita mengadakan sidang, tidak bisa seperti itu," kata Fajar kepada wartawan di
Gedung MK, Jakarta, Selasa (25/6).

Fajar menyebut percepatan jadwal sidang putusan juga dilakukan karena kesiapan
para hakim konstitusi. Ia menyebut para hakim yakin bisa menuntaskan kajian pada
27 Juni mendatang.

 Produsen Beras Cap Ayam Jago Dijerat Pasal Perbuatan Curang


Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Rikwanto
mengatakan Satgas Pangan Bareskrim menyiapkan pasal untuk menjerat
pemilik produsen beras PT Indo Beras Unggul. Produsen beras Cap Ayam Jago yang
berlokasi di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, ini diketahui menimbun 1.116 ton beras
siap edar.
Beras sebanyak itu diduga hasil oplosan yang siap dipasarkan. "Beras siap edar itu
dikemas dalam paket 5 kilogram, 10 kilogram, dan 25 kilogram," ujar Rikwanto di
Mabes Polri, Jumat, 21 Juli 2017. PT Indo Beras Unggul, menurut Rikwanto,
melanggar Pasal 382 KUHP tentang Perbuatan Curang dalam Usaha dan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. "Jadi bisa dijerat dua
aturan itu."
Modus kejahatan yang dilakukan pemilik PT Indo Beras Unggul, kata Rikwanto,
adalah manajemen perusahaan membeli gabah dari petani dalam jumlah besar dengan
harga murah. Gabah tersebut lantas diolah dengan cara dikeringkan, kemudian
digiling.
Selesai digiling dan menjadi beras, PT Indo Beras Unggul mengoplos dengan beras
lain dan diberi merek, sehingga tampak beras ini kualitas premium. "Antara label dan
kualitas beras tidak sama. Ini pelanggarannya," kata Rikwanto.
Rikwanto menambahkan, label yang dibuat PT Indo Beras Unggul meliputi Super
Pandan, Cianjur, Rojo Lele, Segon, Bangkok, Ulen, Pandan Wangi, Lele Dumbo, dan
Ayam Jago Merah. Diduga semua kemasan beras yang dibikin di gudang itu hasil
oplosan.
PT Indo Beras Unggul digerebek tim Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus
Bareskrim Polri di Jalan Rengas kilometer 60, Karangsambung, Kedungwaringin,
Bekasi, pada Kamis malam, 20 Juli 2017. "Berdasarkan hasil penyidikan diperoleh
fakta bahwa perusahaan ini membeli gabah di tingkat petani dengan harga Rp 4.900
per kilogram," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri
Brigadir Jenderal Agung Setya.
Menurut Agung, produsen beras ini punya andil menetapkan harga pembelian gabah
di tingkat petani yang jauh di atas harga pemerintah. Sehingga pelaku usaha lain tidak
sanggup bersaing. "Pelaku usaha lain dirugikan," katanya.
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengatakan gudang PT Indo Beras Unggul
sudah disegel. Produsen beras ini diduga melakukan penipuan dengan menjual beras
medium bersubsidi menjadi beras premium. "Ini enggak main-main. Masyarakat dan
negara dirugikan sampai ratusan triliun rupiah," ujar Tito.

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan


Contoh kasus :
 KPK Periksa Ratu Atut Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Alkes di Banten.
Penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan mantan Gubernur Banten Ratu Atut
Chosiyah. Ratu Atut akan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan
alat kesehatan (alkes) di Provinsi Banten.
"RAC (Ratu Atut Chosiyah), mantan Gubernur Banten, diperiksa sebagai tersangka
dalam tindak pidana korupsi pengadaan alkes di Pemprov Banten," kata Kabiro
Humas KPK, Febri Diansyah, Jumat (23/12/2016).

Kasus korupsi pengadaan alkes ini terjadi di Banten pada tahun anggaran 2011-2013.
Diketahui, Atut bersama adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan,
sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2014.

Keduanya disangka telah memperkaya diri, orang lain, atau korporasi. Dalam kasus
ini, Wawan telah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Serang.
Atut diduga telah mengatur pemenang lelang pengadaan alkes di Banten dan
menerima uang dari perusahaan yang dimenangkannya. Sedangkan Wawan, pemilik
PT Bali Pasifik Pragama sebagai perusahaan pemenang lelang, diduga
menggelembungkan anggaran proyek ini. Khusus untuk Atut, KPK juga menjerat
gubernur nonaktif itu dengan pasal pemerasan. Atut disangka telah memeras beberapa
kepala dinas di lingkungan Pemprov Banten. Atas perbuatan yang dilakukannya,
keduanya dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Atut juga merupakan terpidana korupsi dan kini mendekam di Lapas Wanita
Tangerang. Ia menghuni bui untuk waktu 7 tahun penjara karena menyuap Ketua MK
Akil Mochtar.Sebelumnya diberitakan, LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia
(MAKI) mengajukan gugatan praperadilan kepada KPK. MAKI meminta KPK
meneruskan kasus ini. Kuasa hukum MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan,
berdasarkan audit BPK, negara mengalami kerugian sekitar Rp 30,2 miliar dalam
kasus ini.

 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan PT Tradha sebagai tersangka


dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memaparkan, temuan ini merupakan hasil
pengembangan penyidikan dari kasus Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad
dalam dugaan penerimaan suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek yang
menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2016.

"Dugaan penerimaan suap, gratifikasi dan benturan kepentingan dalam pengadaan


tersebut diduga sebagai tindak pidana asal dalam penyidikan ini, dalam penyidikan
dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka PT Tradha," papar Laode
dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/5/2018).

Laode menuturkan, KPK menemukan fakta-fakta dugaan Fuad sebagai pengendali PT


Tradha, baik secara langsung maupun tidak Iangsung.

Fuad diduga dengan sengaja turut serta dalam pengadaan proyek di Pemerintahan
Kabupaten Kebumen.

PT Tradha meminjam identitas 5 perusahaan lain untuk menyembunyikan atau


menyamarkan identitas.
"Sehingga, seolah-olah bukan PT Tradha yang mengikuti lelang. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan menghindari dugaan tindak pidana korupsi berupa benturan
kepentingan dalam pengadaan," kata Laode.

Adapun sejumlah dugaan pencucian uang yang dilakukan terjadi pada tahun 2016-
2017. PT Tradha diduga menggunakan identitas 5 perusahaan lain untuk
memenangkan 8 proyek di Kabupaten Kebumen dengan nilai total proyek Rp 51
miliar.

"Selain itu, PT Tradha juga diduga menerima uang dari para kontraktor yang
merupakan fee proyek di lingkungan Pemkab Kebumen setidaknya senilai sekitar Rp
3 millar seolah-olah sebagai utang," kata dia.

Laode menjelaskan, KPK menduga uang yang diperoleh dari proyek-proyek itu
bercampur dengan sumber lainnya dalam catatan keuangan PT Tradha. Uang tersebut
diduga menjadi keuntungan yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi Fuad.

7. Gratifikasi
Contoh kasus :
 Kasus Gratifikasi Anggota DPR, KPK Panggil Direktur Operasional PT Pupuk
Indonesia Logistik.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Operasional PT Pupuk
Indonesia Logistik, Budiarto. Dia diperiksa terkait kasus gratifikasi yang diterima
oleh anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso.

Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Budiarto diperiksa
untuk tersangka Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia, Taufik Agustono.
Yang bersangkutan diagendakan diperiksa sebagai saksi," ujar Ali di Jakarta, Kamis
(30/1/2020).

Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis


1 tahun 6 bulan penjara terhadap Manajer Umum Komersial PT Humpuss
Transportasi Kimia, Asty Winasty. Vonis tersebut didapat Asty karena dinilai terbukti
menyuap anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso,
sebesar 158.733 dolar AS dan Rp311 juta.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Asty Winasty dengan pidana
penjara selama 1 tahun 6 bulan dan pidana denda sejumlah Rp50 juta subider 4 bulan
kurungan,” kata Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh, saat membacakan
putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Asty bersama dengan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia, Taufik Agustono,
dinilai terbukti memberikan uang suap kepada Bowo sebesar 158.733 dolar AS dan
Rp311.022.932 karena telah membantu PT Humpuss Transportasi Kimia
mendapatkan kerja sama pekerjaan pengangkutan dan atau sewa kapal dengan PT
Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Uang kepada Bowo itu direalisasikan secara
bertahap.
 KPK Tetapkan Bupati Mojokerto Tersangka Dua Kasus Gratifikasi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan status Bupati


Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) sebagai tersangka dua kasus pidana korupsi.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, mengatakan Mustofa diduga terlibat
dalam penerimaan hadiah terkait izin pembangunan menara telekomunikasi di
Kabupaten Mojokerto pada 2015.
Dalam kasus pertama ini, KPK menetapkan Permit and Regulatory Divison Head PT
Tower Bersama Infrastructure Ockytanto (OKY) dan Direktur Operasi PT Profesional
Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) Onggo Wijaya (OW) sebagai tersangka. MKP
diduga menerima hadiah dari OKY dan OW terkait perizinan izin mendirikan
bangunan (IMB) pembangunan menara telekomunikasi di Mojokerto," kata Laode di
gedung KPK, Jakarta, Senin (30/4).
Lalu untuk kasus kedua, Mustofa dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang (PUPR) Mojokerto Zainal Abidin (ZAB) diduga bersama-sama menerima
gratifikasi.
"ZAB juga ditetapkan sebagai tersangka. MAK dan ZAB diduga menerima fee dari
proyek-proyek jalan dan lainnya di lingkungan Pemkab Mojokerto," kata Laode.
Bupati Mojokerto masa aktif 2016-2021 disangkakan melanggar pasal 12 huruf a dan
pasal 12 huruf b, atau pasal 11 dalam Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sebagaimana telah diubah Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1.
Laode mengatakan mulai hari ini Mustofa Kamal Pasa ditahan di Rumah Tahanan
Kelas I Jakarta Timur demi kepentingan penyelidikan selama 20 hari.
"Untuk kepentingan penyidik perkaranya, penyidik juga telah melakukan penahanan
terhadap MKP untuk 20 hari ke depan," kata Laode.
Dugaan suap yang diterima oleh Mustofa Kamal Pasa terkait perijinan pembangunan
tower telekomunikasi sebesar Rp2,7 miliar dan dugaan gratifikasi bersama Zainal
dilingkungan pemerintahan Kabupaten Mojokerto sebesar Rp3,7 miliar.
Sebelumnya KPK melakukan penggeledahan di 31 titik lokasi penggeledahan yang
tersebar di Kabupaten Mojokerto, Surabaya dan Malang (Jawa Timur). Seperti ruang
kerja Bupati Mojokerto, ruang kerja Wakil Bupati dan Sekda, dan semua kantor
Bagian Sekretariat Pemkab Mojokerto serta OPD di lingkungan pemkab Mojokerto.
Kamis lalu (26/4) KPK juga melakukan penggeledahan dan penyitaan harta benda
milik Bupati Mojokerto. KPK menyita enam unit mobil, lima unit jetsky dan dua unit
motor, serta uang sejumlah Rp 4 miliar dan dokumen-dokumen terkait ijin
pembangunan menara telekomunikasi.

Anda mungkin juga menyukai