Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)


a. Definisi
Systemic Inflammatory Response Syndrome adalah suatu bentuk
respon peradangan terhadap adanya infeksi bakteri, fungi, ricketsia,
virus, dan protozoa. Respon peradangan ini timbul ketika sistem
pertahanan tubuh tidak cukup mengenali atau menghilangkan infeksi
tersebut9.
b. Kriteria SIRS
SIRS adalah pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria
sebagai berikut9:
1) Suhu > 38 0C atau < 36 0C
2) Denyut jantung > 90 kali / menit
3) Respirasi > 20 kali / menit atau Pa CO2 < 32 mmHg
4) Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau > 10 % sel immature.
c. Etiologi
Penyebab SIRS dapat dikelompokkan menjadi dua yakni SIRS
yang disebabkan oleh infeksi dan SIRS yang disebabkan oleh noninfeksi.
Infeksi bakteri, infeksi pada luka (luka bakar, luka bekas operasi, diabetic
foot), kolesistitis, kolangitis, infeksi saluran cerna, pneumonia, infeksi
saluran kencing, serta meningitis merupakan beberapa penyakit infeksi
yang dapat menimbulkan SIRS. Sindrom respons inflamasi sistemik tidak
hanya disebabkan oleh infeksi. Beberapa keadaan noninfeksi juga dapat
menyebabkan SIRS antara lain trauma, luka bakar, infark myokard,
perdarahan, sirosis, penyakit autoimun, serta reaksi hipersensitivitas baik
terhadap obat maupun alergen yang lain9.
Pengetahuan, sikap dan tindakan perawat terhadap juga bisa
berdampak pada kejadian SIRS di rumah sakit. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga

http://repository.unimus.ac.id
menunjukan bahwa perilaku patuh perawat terhadap kejadian SIRS
dipengaruhi oleh pengetahuan. Pengetahuan merupakan salah satu dari
tiga komponen pembentuk sikap yaitu kognitif. Bila pengetahuan dan
sikap perawat kurang maka akan menyebabkan terhadap tindakan
pencegahan kejadian SIRS berkurang pula. Hal ini akan menyebabkan
asuhan keperawatan yang kurang bermutu yang akan menyebabkan
terjadinya infeksi dan SIRS.11
Sebuah penelitian dilakukan oleh National Hospital Ambulatory
Medical Care Survey (NHAMCS) di Amerika Serikat pada tahun 2007
hingga 2010 yangmelibatkan 30.650 rumah sakit. Penelitian tersebut
mendapatkan angka kejadianSIRS pada anak berusia < 18 tahun yang
datang ke rumah sakit adalah 18,1%.Penyebab SIRS terbanyak yang
didapatkan pada penelitian tersebut adalah infeksi(53%)2.

d. Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Terjadinya SIRS


Beberapa faktor risiko penyebab timbulnya kejadian SIRS,
diantaranya adalah
1) Faktor Pasien
Faktor yang didapat dari pasien berupa system imun yang
lemah, adanya keterbatasan mobilisasi sehingga mengakibatkan
bagian tertentu dari tubuh mengalami nekrosis karena adanya
gangguan vaskularisasi jaringan atau organ. Nekrosis pada bagian ini
akan menyebabkan ulkus yang jika tidak mendapatkan perawatan
secara intensif maka dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi
dan sepsis.11
2) Usia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi
Semarang usia seseorang menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi kejadian SIRS. Anak – anak kecil dan orang berusia
lanjut mempunyai faktor risiko lebih besar mendapatkan infeksi dan
SIRS.11

http://repository.unimus.ac.id
3) Jenis kelamin
Hasil penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. Kariadi
Semarang menunjukan bahwa pasien dewasa jenis kelamin laki-laki
dua kali berisiko menderita sepsis dibanding dengan pasien dewasa
berjenis kelamin perempuan. Hal ini diperkuat penelitan yang
dilakukan yang menyatakan bahwa perempuan kurang mungkin
untuk mengalami kematian yang berhubungan dengan sepsis
dibandingkan dengan laki-laki. Diindikasikan bahwa female sex
steroid menghasilkan zat-zat yang bersifat immunoprotektif apabila
terjadi trauma atau perdarahan.11
4) Perawat
Faktor yang ditimbulkan akibat dari tindakan keperawatan
diantaranya adalah :
1) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu dari tiga komponen
pembentuk sikap yaitu kognitif. Dalam teori Rosenberg,
pengetahuan dan sikap berhubungan secara konsisten. Bila
komponen kognitif (pengetahuan) berubah, maka akan diikuti
perubahan sikap. Jika pengetahuan perawat tentang kejadian
infeksi dan sepsis kurang maka akan menyebabkan upaya
pencegahan infeksi yang berkurang pula. Hal ini dapat
menyebabkan pelaksanaan asuhan keperawatan yang kurang
bermutu yang akan menimbulkan terjadinya infeksi dan sepsis.11
2) Praktik mencuci tangan
Tindakan mencuci tangan dapat mengurangi
pertumbuhan bakteri yang mengakibatkan kejadian infeksi dan
sepsis. Jika praktik mencuci tangan tidak dilaksanakaan sesuai
dengan pedoman yang benar maka dapat memicu timbulnya
kejadian infeksi dan sepsis.10

http://repository.unimus.ac.id
3) Penggunaan sarung tangan
Penggunaan sarung tangan yang dimaksud adalah ketika
seorang perawat sudah melakukan tindakan kepada satu pasien
maka seharusnya pada saat berpindah melakukan tindakan
kepada pasien lain sarung tangan tersebut tidak digunakan lagi,
hal ini akan berdampak pada penyebaran infeksi dan kejadian
sepsis.10
4) Tindakan pencegahan
Perawat dalam melakukan praktik keperawatan tidak
jauh dari penerapan prinsip aseptik. Tindakan ini dapat
mencegah timbulnya infeksi dan kejadian sepsis. Bila praktik
aseptik tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar maka
akan berdampak pada potensi kejadian infeksi dan sepsis.10
5) Lingkungan
Lingkungan disekitar ruang rawat pasein juga berisiko
terhadap kejadian sepsis. Kebersihan lingkungan dan tempat
tidur pasien menjadi hal yang sangat krusial, dikarenakan
kotoran yang ada di lingkungan tempat perawatan pasien
mengandung kuman dan bisa menyebar sehingga
memungkinkan kejadian sepsis.11

2. Pencegahan SIRS
a. Strategi Pencegahan
Sebagian infeksi dapat dicegah dengan strategi yang telah tersedia
secara relatif murah, yaitu:
1) Mentaati praktik pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama
kebersihan dan kesehatan tangan serta pemakaian sarung tangan.
2) Memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat
untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang
kotor, diikuti dengan sterilisasi atau desinfektan tingkat tinggi.

http://repository.unimus.ac.id
3) Meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area berisiko tinggi
lainnya sebagaiman kecelakaan perlukaan yang sangat serius dan
paparan pada agen penyebab infeksi sering terjadi.5
b. Perilaku cuci tangan
Mencuci tangan adalah tindakan pembersihan tangan, baik hanya
dengan menggunakan air biasa, dengan sabun atau dengan handrub.
Mencuci tangan biasa adalah ketika tangan dibersihkan hanya dengan air
atau dengan sabun. Mencuci tangan merupakan suatu tindakan yang
murah, mudah dan jika dilaksanakan dengan benar akan menjadi salah satu
cara yang efektif untuk mencegah infeksi nosokomial. Mencuci tangan
adalah praktek pengendalian infeksi yang dengan jelas menunjukkan
keberhasilan dan tetap menjadi landasan dari upaya untuk mengurangi
penyebaran infeksi. Tidak ada frekuensi yang direkomendasikan untuk
mencuci tangan,tetapi direkomendasikan untuk dilakukan setiap sebelum
dan setelah kontak dengan pasien. Lebih jauh lagi, disarankan bahwa
mencuci tangan menggunakan teknik yang tepat, mencakup seluruh
permukaan tangan pada saat yang tepat, adalah lebih penting daripada
bahan yang digunakan atau lamanya waktu yang dibutuhkan . Jenis cuci
tanga yaitu :28
a) Hand Washing adalah cuci tangan yang menggunakan sabun
antiseptic dengan air mengalir.
b) Handrub adalah cuci tangan yang menggunakan cairan berbasis
alkohol tanpa menggunakan air.
Tahap-tahap cuci tangan yang tepat melakukan cuci tangan dalam
hal ini anda harus ingat tentang “ FIVE MOMENTS” 2 sebelum dan 3
sesudah yaitu :
a) Sebelum kontak dengan pasien
b) Sebelum melakukan tindakan aseptik
c) Sesudah terkena cairan tubuh pasien
d) Sesudah kontak dengan pasien
e) Sesudah kontak dengan lingkungan pasien

10

http://repository.unimus.ac.id
Terdapat 6 langkah membersihkan tangan menurut standar WHO
yaitu telapak tangan bertemu dengan telapak tangan. Telapak tangan kiri
telungkupkan ke dorsum tangan kanan dan sebaliknya ke 2 telapak tangan
mengatup dan jari terjalin letakkan bagian belakang jari ke telapak dengan
jari terkunci. Gosok dan putar ibu jari tangan kanan dan sebaliknya
telungkupkan ke lima ujung jari tangan kiri diatas telapak tangan kanan,
putar maju dan mundur, lakukan sebaliknya.
Langkah-langkah untuk mencuci tangan dengan menggunakan
handrub yang benar adalah: a) Ambil produk handscrub secukupnya.
b)Gosokkan kedua telapak tangan c) Gosokkan telapak tangan kiri diatas
punggung tangan kanan dan sebaliknya. d)Gosokkan kedua telapak tangan
dengan jari saling menyilang. e) Gosokkan ruas tangan dengan posisi jari
saling mengunci. f) Gosokkan ibu jari kanan secara melingkar di dalam
telapak tangan kiri yang berada dalam posisi mengepal,dan sebaliknya. g)
Gosokkan ujung jari kiri pada telapak tangan kanan dan sebaliknya.
3. Alat Pelindung Diri (APD)
a. Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai
kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi
sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.19Alat
pelindung diri merupakan salah satu peralatan yang digunakan oleh
tenaga kesehatan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
Melindungi penderita dari kemungkinan terjadinya infeksi dimulai dari
pasien masuk, mendapatkan asuhan keperawatan dan tindakan medis
sampai pasien pulang dari rumah sakit. Pemakaian alat pelindung diri
dalam kegiatan sehari hari lebih banyak berfungsi untuk pelindung pasien
dibanding untuk pelindung perawat.18
b. Tujuan penggunaan alat pelindung diri
Adalah untuk melindungi kulit dan selaput lendir perawat dari
pajanan semua cairan tubuh dari kontak langsung dengan pasien. Alat
Pelindung diri meliputi sarung tangan, masker dan pelindung mata,topi,

11

http://repository.unimus.ac.id
gaun dan apron. Salah satu alat pelindung diri yang digunakan untuk
mencegah kontaminasi antara perawat dengan pasien saat melakukan
tindakan adalah pemakaian sarung tangan dan masker.20
c. Permasalahan Pemakaian Alat Pelindung Diri
Masalah yang sering dihadapi bagi pekerja yang menggunakan
APD.18
1) Sering kali perawat tidak mengerti/sadar resiko yang akan terjadi
jika tidak menggunakan APD.
2) Perawat merasa panas jika menggunakan APD.
3) Perawat menggunakan APD yang tidak sesuai dengan ukurannya
sehingga merasa sesak menjadikan tidak memakainya.
4) Merasa tidak nyaman atau tidak enak dipandang apabila memakai
baju APD dengan ukuran yang besar yang tidak sesuai dengan
ukuran baju.
5) Bahan APD yang dipakai terlalu berat sehingga perawat tidak
memakianya.
6) Ketidakbiasaan pemakaian APD seperti sarung tangan, masker dapat
mengganggu pekerjaan.
7) Perawat yang tidak menggunakan APD tidak ada sanksi dari
pimpinan yang berpengaruh pada ketidakpatuhan perawat dalam
menggunakan APD.
8) Tidak adanya contoh dari atasan yang membuat perawat mengikuti
untuk tidak menggunakan APD.
d. Pedoman Umum Alat Pelindung Diri
1) Selalu menjaga kebersihan tangan meskipun menggunakan APD
2) Segera melepas dan mengganti APD yang tidak dapat digunakan
kembali setelah mengetahui APD tidak berfungsi secara optimal
seperti sobek atau rusak.
3) Sesegera mungkin melepaskan APD setelah selesai memberikan
pelayanan kepada pasien dan hindari kontaminasi lingkungan diluar
isolasi, para pasien atau pekerja lain, dan diri anda sendiri.

12

http://repository.unimus.ac.id
4) Membuang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera
melakukan cuci tangan.21
e. Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan
APD.21
1) Menggunakan APD sebelum kontak dengan pasien
2) Mengguanakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi
3) Melepas dan membuang APD secara hati-hati ke tempat limbah
infeksius yang telah tersedia
4) Segera membersihkan tangan sesuai dengan langkah-langkah pada
pedoman membersihkan tangan.
f. Jenis – jenis Alat Pelindung Diri (APD)
1) Sarung Tangan
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat
menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme
yang berada ditangan petugas kesehatan. Sarung tangan
merupakanpenghalang (barrier) fisik paling penting untuk
mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara
setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk
menghindarikontaminasi silang.18 Tiga saat petugas memakai sarung
tangan
a) Perlu untuk menciptakan barrier protektif untuk mencegah
kontaminasi yang berat. Disinfeksi tangan tidak cukup untuk
memblok transmisi kontak bila terkontaminasi berat.
Misalnyamenyentuh darah, sekresi, ekresi, mucus membrane,
kulit yang tidak utuh.
b) Dipakai untuk menghindari transmisi mikroba dan tangan
petugas ke pada pasien saat melakukan tindakan terhadap kulit
pasien yang tidak utuh atau mucus membrane.
c) Mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba dari pasien
transmisi kepada pasien lain.18

13

http://repository.unimus.ac.id
Perlu kepatuhan petugas untuk memakai sarung tangan
sesuai dengan standar. Memakaisarung tangan tidak menggantikan
perlunya cuci tangan,karena sarung tangan dapat berlubang
walaupun kecil, tidak nampak selama melepasnya sehingga tangan
terkontaminasi.
Penggunaan sarung tangan perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:17
a) Mencuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan
dan sudah menggunakan sarung tangan
b) Mengganti sarung tangan jika berganti pasien atau sobek
c) Segera mengganti sarung tangan setelah kontak dengan pasien
atau setelah melakukan tindakan dan dibuang ditempat sampah
d) Menggunakan sarung tangan hanya untuk satu tindakan saja
e) Menghindari kontak dengan benda disekitar selain dalam
tindakan
f) Menghindari penggunaan atau mendaur ulang kembali sarung
tangan sekali dipakai.
Pemakaian sarung tangan sangat efektif untuk mencegah
kontaminasi, tetapi pemakaian sarung tangan tidak menggantikan
kebutuhan untuk mencuci tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks
dengan kualitas terbaikpun, mungkin mengalami kerusakan kecil
yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin robek pada saat
digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung
tangan. Pemakaian sarung tangan dilakukana saat ada kemungkinan
kontak dengan darah atau cairan tubuh, sekresi, ekresi, membran
mukosa atau kulit yang terlepas, saat akan melakukan prosedur
medis yang bersifat invasive (misalnya pemasangan infuse, kateter),
saat menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi
atau menyentuh permukaan yang tercemar, serta memakai sarung
tangan bersih atau tidak steril saat akan memasuki ruangan pasien
yang telah dicurigai mengidap penyakit menular.18

14

http://repository.unimus.ac.id
Melepas sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan dan
segera melakukan cuci tangan untuk mencegah transfer
mikroorganisme. Sarung tangan harus digunakan untuk setiap
pasien, sebagai upaya menghindari kontaminasi silang. Pemakaian
sarung tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung
tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien laianatau ketika
melakukan perawatan dibagian tubuh yang kotorkemudian
berpindah dibagian tubuh yang bersih, bukan merupakanpraktik
yang aman. Doebbeling Collaegues (1988) menemukan bakteri
dalam jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci
tangan dalam keadaan masih memakai sarung tangan dan tidak
mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien
lain.18
Reaksi alergi terhadap pemakaian sarung tangan akan muncul
gejala seperti warna merah pada kulit, hidung berair dan gatal-gatal
pada mata yang mungkin berulang atau semakin parah seperi
gangguan pernapasan.
2) Masker
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut,
bagian bawah dagu dan rambut pada wajah (jenggot). Penggunaan
masker bertujuan untuk menghindari cipratan yang sewaktupetugas
berbicara, batuk, atau bersin serta mencegah cairan atau percikan
darah dan mikroorganisme memasuki hidung atau mulut petugas
kesehatan.Perawat dianjurkan untuk menggunakan masker saat
melakukan tindakan kesemua pasien terutama pada pasien dengan
TB. Perawat yang menggunaan masker diharapkan mampu
memberikan perlindungan terhadap transmisi infeksi melalui
udara.18
Masker terbuat dari berbagai bahan sepeti katun ringan, kain
kasa, kertas dan bahan sintetik yang beberpa lainnya tahan cairan.
Masker yang terbuat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi

15

http://repository.unimus.ac.id
tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter.Masker yang
terbuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari
tetesan partikel berukuran besar yang terseber melalui batuk atau
bersin ke orang yang berada didekat pasien(kurang dari 1 meter).17
Fungsi masker akan terganggu / tidak efektif apabila tidak
dapat melekat pada wajah secara sempurna, seperti adanya janggut,
cambang atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah atau
adanya gagang kacamata, ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua
sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian wajah masker, apabila
klip hidung dari logam dipencet/ dijepit, karena akan menyebabkan
kobocoran. Ratakan klip tersebut diatas hidung setelah memasang
masker, menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan
menyusuri bagian atas masker, jika mungkin, dianjurkan fit test
dilakukan setiap saat sebelum memakai masker.Masker harus
terpasang erat di wajah menutupi hidung dan mulut pemakai dan
harus segera dibuang setelah dipakai. Bila masker tersebut basah
atau kotor terkena skret,masker tersebut harus segera diganti.18
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menggunakan
masker yaitu:18
a) Memasang masker sebelum memasang sarung tangan.
b) Tidak diperbolehkan/dianjurkan menyentuh masker ketika
menggunakannya.
c) Melepas masker dilakukan setelah melepas sarung tangan dan
cuci tangan.
d) Tidak membiarkan masker menggantung pada leher.
e) Segera melepas masker jika sudah tidak digunakan kembali.
f) Penggunaan masker sekali pakai sehingga tidak dianjurkan.
kembali menggunakan masker yang sudah dipakai.
4. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan faktor predisposisi dalam perilaku positif,
karena dengan pengetahuan seseorang akan mulai mengenal dan mencoba

16

http://repository.unimus.ac.id
atau melakukan suatu tindakan. Cara lain untuk menambah pengetahuan
adalah dengan jalan diskusi antar perawat pelaksana, dengan melaksanakan
komunikasi dua arah, diskusi partisipasi merupakan salah satu cara yang
paling efektif dalam memberikan informasi dan pesan kesehatan.15
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Hal ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu subjek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia yakni indera penglihatanan, pendengaran,
penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan melalui mata dan
telinga. Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (over behavior).22
a. Proses adopsi perilaku
Prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baikdari pada
prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang
mengadopsi prilaku baru (berprilaku baru), didalam orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yaitu :15
1) Awareness (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulasi (objek) terlebih dahulu.
2) Interest yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.
3) Evalution yaitu orang mulai menimbang-nimbang baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya.
4) Trial yaitu orang mencoba prilaku baru.
5) Adoption yaitu subjek btelah berprilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
b. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif
Pengetahuan tercakup dalam domain kognitif yang mempunyai
tingkatan :23
1) Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari
sebelumnya, yang termasuk dalam keadaan pegetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang sepesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

17

http://repository.unimus.ac.id
Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah.
2) Memahami (compherehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat diinterprestasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
meteri harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang
dipelajari.
3) Aplikasi (application)
Orang paham objek yang dimaksud, maka dapat
menggunakan/mengaplikasikan prinsip diketahui tersebut pada
situasi byang lain.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam hubungan yang logis dari komponen-
komponen pengetahuan yang dimiliki.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian
itu berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria yang ada.
c. Faktor – Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu:
1) Tingkat pendidikan, dimana tingkat pendidikan seseorang akan
berpengaruh dalam memberi respon yang datang dari luar. Orang yang

18

http://repository.unimus.ac.id
berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional
terhadap informasi yang datang dan akan berfikir sejauh mana
keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut.
2) Informasi, dimana seseorang yang mempunyai sumber informasi
banyak akan memberikan pengetahuan yang lebih jelas. Paparan
Media Massa Melalui berbagai media cetak maupun elektronik,
berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga
seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio,
majalah, pamphlet, dll) akan memperoleh informasi media ini, berarti
paparan media massa mempunyai tingkat pengetahuan yang dimiliki
seseorang.
3) Kultur budaya, sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
seseorang karena informasi yang baru akan disaring sesuai dengan
budaya dan agama yang dianut.
4) Pengalaman, dimana berkaitan dengan umur yang bertambah dan
pendidikan yang lebih baik akan memudahkan dalam menyerap
informasi yang diberikan serta bersikap lebih bijak. Pengalaman
seseorang individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari lingkungan
kehidupan dalam proses perkembangannya, misal sering mengikuti
kegiatan yang mendidik, misalnya seminar. Organisasi dapat
memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan
tersebut informasi tentang satu hal dapat diperoleh.
5) Sosial ekonomi, tingkatan pendapatan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Ekonomi dalam memenuhi kebutuhan primer
maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi lebih
baik mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi
rendah. Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang
termasuk kebutuhan sekunder.
6) Mitos, merupakan kepercayaan yang dipunyai oleh seseorang, dan
biasanya terjadi pada daerah tertentu dan dijadikan kebiasaan.

19

http://repository.unimus.ac.id
7) Nilai agama, dimana kemampuan berpikir abstrak remaja
memungkinkannya untuk dapat mentransformasikan keyakinan
beragamanya (Nototmodjo, 2010).
d. Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan
seperangkat alat tes/kuesioner tentang obyek pengetahuan yang mau
diukur. Selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiapjawaban yang
benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 jika salah diberi nilai
0.17 Selanjutnya pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1) Baik : bila responden menjawab dengan 76%-100% dari seluruh
pertanyaan.
2) Cukup : bila responden menjawab benar 56-75% dari seluruh
pertanyaan.
3) Kurang : bila responden menjawab < 56% dari seluruh pertanyaan.

5. Sikap (attitude)
a. Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorangterhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial.11 Sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bereaksi atau bertindak terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.15

b. Komponen Sikap
Komponen sikap mempunyai 3 (tiga) komponen pokok, yaitu11
1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosiaonal atau evaluasi terhadap suatu objek

20

http://repository.unimus.ac.id
3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap
yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang
peranan penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan :15
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2) Merespon(responding)
Memberikan jawaban apa bila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas ang diberikan adalah suatu indikasi daraia
sikap, karena ada usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas berarti bahwa orang itu menerima ide tersebut.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat
atau pertanyyan responden terhadap suatu objek.

c. Pengukuran sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan
bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu obyek.
Misalnya, bagaimana pendapat responden tentang kegiatan posyandu,
atau juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan
menggunakan setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan-pernyataan
obyek tertentu, dengan menggunakan skala likert.15

21

http://repository.unimus.ac.id
6. Praktik
a. Pengertian
Defenisi tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang
muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu
tindakan. Tindakan mempunyai beberapa tingkatan yaitu :
1) Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai objek
yang akan dilakukan yang merupakan praktik tingkat pertama.
2) Respon terpimpin (Guided Respons) yaitu melakukan segala sesuatu
sesuai dengan urutan yang benar dengan contoh adalah indikator
praktik tingkat dua.
3) Mekanisme (Mekanism) yaitu melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia
sudah mencapai praktik tingkat tiga.
4) Adaptasi (Adaptation) yaitu suatu praktek atau tindakan yang yang
sudah berkembang dan dilakukan dengan baik artinya tindakan itu
sudah dimodifikasikan sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.15
b. Perilaku
1) Pengertian
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut
pandang biologis semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan,
binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka
mempunyai aktifitasmasing-masing.17 Menurut Skiner seorang ahli
psikologi, merumuskan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini menjadi
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini
disebut teori “S-O-R” atau stimulus organisme respons. Skinner
membedakan adanya dua respon.24 Dalam teori Skiner dibedakan
adanya dua respon:

22

http://repository.unimus.ac.id
a) Respondent respons atau flexi, yakni respon yang ditimbulkan
oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus
semacam ini disebut eleciting stimulalation karena
menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
b) Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer,
karena mencakup respon.
2) Bentuk Perilaku
Menurut Notoatmodjo dilihat dari bentuk respon stimulus ini
maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:17
a) Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang
terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum
dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
atau praktik (practice) yang dengan mudah diamati atau dilihat
orang lain.
3) Domain perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam
memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor
faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang
membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda yang disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan
menjadi dua, yakni:
a) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya

23

http://repository.unimus.ac.id
tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan
sebagainya.
b) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan
sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor
yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.17
4) Faktor-Faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut Lawrence Green ,perilaku diperilaku oleh 3 faktor
utama, yaitu:23
a) Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan
masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan,sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan, pengetahuan,
sikap, mitos dll.
b) Faktor pendukung (enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air
bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja,
ketersediaan makanan bergizi, dsb. Termasuk juga fasilitas
pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik,
posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek
swasta, dsb. Termasuk juga dukungan sosial, baik dukungan
suami maupun keluarga.
c) Faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat (toma), tokoh agama (toma), sikap dan perilaku
pada petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang
peraturan peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah
daerah yang terkait dengan kesehatan.

24

http://repository.unimus.ac.id
5) Pengukuran perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan
melalui dua cara, secara langsung, yakni dengan pengamatan
(obsevasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka
memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung
menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini
dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan terhadap subyek tentang
apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu.1

7. Perawat
a. Pengertian
Perawat Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/
MenKes/ SK/ XI/ 2001, perawat adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perawat adalah
seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu
dan melindungi seseorang karena sakit, cedera dan proses penuaan.
Aktivitas ini dilakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan
kemandirian pasien secepat mungkin.
Seorang perawat dikatakan professional jika memiliki ilmu
pengetahuan, keterampilan, keperawatan professional serta memilki
sikap professional sesuai kode etik profesi. Peran perawat adalah cara
untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah
menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan
oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung keperawatan
secara professional sesuai dengan kode etik professional.15
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perawat
Perubahan sikap dan perilaku dimulai dari kepatuhan, identifikasi,
kemudian internalisasi. Menurut Gibson ada tiga kelompok variabel yang
mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja seseorang yaitu: Faktor
individu, faktor organisasi dan faktor psikologi.15,16

25

http://repository.unimus.ac.id
1) Faktor Individu
Faktor individu merupakan faktor yang memiliki dampak langsung
pada kinerja petugas kesehatan. Hal ini didukung oleh Gibson, yang
menyatakan bahwa variabel individu dikelompokkanpada sub
variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan
demografi. Variabel kemampuan dan keterampilan meliputi: fisik,
mental (EQ) dan intelegensi (IQ). 14,15
2) Faktor Organisasi
Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal dari dua orang
atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Karakteristik organisasi yang mempengaruhi perilaku dan kinerja
seseorang yaitu sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan
desain pekerjaan.15,16
3) Faktor Psikologi
Menurut Gibson menjelaskan sikap sebagai perasaaan positif atau
negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari, dan
diatur melalui pengamatan yang memberikan pengaruh khusus pada
respon seseorang terhadap orang, obyek ataupun keadaan.Sikap
adalah determinan perilaku yang berkaitan dengan persepsi,
kepribadian, dan motivasi. Sikap merupakan keadaan siap mental
yang dipelajari dari pengalaman, dan mempengaruhi reaksi
seseorang dalam berinteraksi. Sikap dalam pelayanan keperawatan
sangat memegang peranan penting karena dapat berubah dan
dibentuk sehingga dapat mempengaruhi perilaku pekerja perawat.
Sikap merupakan suatu sikap tertutp dari seseorang untuk bereaksi
terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
tehadap objek.15,16

26

http://repository.unimus.ac.id
8. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka kerangka teoritis dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :

Faktor Prediposisi
1.Pendidikan
2.Pengetahuan
3.Sikap
4.Perilaku
5.Keyakinan
5.Kepercayaan
7.Nilai – nilai

Faktor Pemungkin
1. Fasilitas Fisik : kesehatan: Praktik pencegahan kejadian
Puskesmas, rumah sakit SIRS
2. Fasilitas umum: media
massa (koran, TV, Radio)

Faktor Penguat
1. Sikap Petugas kesehatan
2. Perilaku Petugas kesehatan

Gambar 2.1

Kerangka Teori : Sumber : 2,17

9. Kerangka Konsep

a. Pengetahuan
b. Sikap Praktik pencegahan kejadian
c. Perilaku cuci tangan SIRS
d. Praktik pengunaan sarung
tangan
e.

27

http://repository.unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai