Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH MENULIS KARYA SASTRA

Visi dan Gaya Pengarang


(Dosen Pengampu : Suarni Syam Saguni, M.Hum)

Kelompok 4
Karmiati
Zulfa Arianti
Sunaely
Ilda Isdayanti Amir
Andi Nurul Fitriyani
Husnul Mufidah
Shuci Rika Pratiwi

PRODI BAHASA DAN SASTRA


FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sastra tidak jatuh begitu saja dari langit sana; ia dihasilkan oleh
sastrawan dan dimaksudkan untuk dibaca orang lain. Tentunya sastra juga
mempunyai asal-usul; ia berasal dari masyarakat yang mencakup si sastrawan
sebagai anggotanya. Lebih lanjut lagi --terutama oleh pembacanya– sastra
juga dikait-kaitkan dengan kenyataan. Karena ilmu sastra bertugas
menafsirkan makna yang ada dalam karya sastra, tersedia berbagai cara yang
bisa ditempuh untuk maksud tersebut. Secara garis besar, ada dua pendekatan
yang lazim dilaksanakan, yakni pendekatan intrinsik dan pendekatan
ekstrinsik (Wellek, 1985:87).
Pada dasarnya, pendekatan intrinsik menganggap karya sastra sebagai
keutuhan yang bisa berdiri sendiri, yang penafsirannya tidak tergantung pada
faktor-faktor di luar karya sastra itu sendiri. Sebaliknya pendekatan ekstrinsik
menggarisbawahi pentingnya faktor-faktor di luar karya sastra untuk
membantu penafsirannya. Faktor-faktor luar itu bisa berupa pengarang,
zaman, masyarakat, dan kenyataan yang telah menghasilkannya. Dalam
pengertian terbatas, menafsirkan karya sastra berarti menjelaskan makna
bahasanya dengan cara uraian, parafrase, dan komentar.
Tafsir atau interpretasi semacam itu biasanya memusatkan perhatian
pada bagian-bagian yang sulit atau ”gelap”, dalam pengertian bermakna
ganda, dalam suatu karya sastra. Dalam pengertian yang lebih luas,
menafsirkan karya sastra berarti menjelaskan makna keseluruhan karya seni
yang mediumnya bahasa. Dalam pengertian ini, interpretasi menyangkut
pengungkapan genre karya sastra itu sendiri, unsur-unsur, stuktur, tema, dan
dampaknya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana visi pengarang karya sastra ?
2. Bagaimana gaya pengarang karya sastra ?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui visi pengarang karya sastra
2. Agar mengetahui gaya pengarang karya sastra
BAB II
PEMBAHASAN

A. Visi Pengarang
Karya sastra itu adalah karya seni yang bermedium bahasa. Bahasa
adalah bahan sastra, sebelum menjadi karya sastra bahasa sudah merupakan
yang mempunyai arti (meaning) arti bahasa menjadi arti sastra, maka arti
sastra ini disebut significancs atau makna (Preminger dalam Pradopo, 2007:
226)
Pengarang adalah dalang dari penciptaan sebuah karya sastra.
Dikatakan sebagai dalang, sebab pengarang yang melahirkan karyanya, tanpa
pengarang karya sastra tidak pernah terlahir. Ibaratnya pengarang adalah ibu
dari karyanya, sebagai ibu, pengarang sengaja maupun tidak, tetap
menyelipkan idenya. Ide yang berasal dari pembacaan subjektif pengarang
mengenai kondisi sosial masyarakat.
Terlepas dari itu, seorang pengarang pasti memiliki sebuah visi besar
kenapa ia menciptakan suatu karya sastra. Berdasarkan beberapa sumber yang
kami dapatkan, dapat disimpulkan bahwa pengarang memiliki visi sebagai
berikut ;
1. Pengarang harus memperlakukan karya sastra sebagai sastra
dan bukan yang lainnya. Maksudnya adalah kita tidak
seharusnya memperlakukan atau menghadapi karya sastra
sebagai kitab suci, sumber sejarah, informasi mengenai cuaca,
panduan peristiwa, dan sebagainya. Sastra seharusnya
diperlakukan sebagai obyek yang bebas dan bisa memenuhi
kebutuhan sendiri. Karya sastra itu otonom dan adanya adalah
demi dirinya sendiri; artinya maknanya tidak tergantung pada
apapun yang berada di luarnya.
2. Menyangkut prosedur, langkah-langkah utama yang harus di
tempuh adalah uraian yang terperinci dan berhati-hati atas
hubungan-hubungan yang rumit antara unsur-unsur yang ada
dalam karya sastra terutama yang menyangkut ambiguitas atau
ketaksaan. Dalam puisi, misalnya, unsur-unsur seperti rima,
metafora, lambang, citra, dan paradoks membentuk jaringan
makna. Jaringan tersebut mungkin saja sangat rumit dan
menghasilkan makna yang tidak hanya satu atau taksa.
Langkah-langkah yang harus diambil bukan sekedar
menguraikan unsur-unsur tersebut secara terpisah-pisah, tetapi
hubungan-hubungan yang ada antara semua unsur.
3. Menganggap bahwa pada dasarnya karya sastra itu jenis bahasa
khusus yang ciri-cirinya dibedakan dari bahasa ilmiah dan
wacana logis. Sejalan dengan prinsip kedua, prinsip ini
menggaris-bawahi anggapan bahwa makna karya sastra tidak
bisa dipisahkan dari jaringan yang diciptakan oleh unsur-
unsurnya, yakni majas, lambang, citra dan sebagainya.
Ditekankan adanya kesatuan organis antara makna dan jaringan
unsur, atau struktur kerja karya sastra.
4. Menganggap bahwa unsur-unsur penting dalam karya sastra
adalah kata, citraan dan lambing.
B. Gaya Pengarang
Selain memiliki visi, pengarang juga memiliki gaya dalam karya
sastra. Yaitu sebagai berikut ;
1. Gaya bahasa, gaya bahasa berhubungan dengan makna dan
ideologi pengarang. Penggunaan suatu gaya bahasa dalam
karya sastra tidak terlepas dari makna karena ia berhubungan
dengan proses pemaknaan (signification process).
2. Sudut pandang, gaya pengarang juga dapat diliat dari
bagaimana mereka menampilkan tokoh-tokohnya. Sudut
pandang merupakan cara suatu cerita dikisahkan atau
pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan tokoh, tidakan, latar, dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam suatu karya kepada pembaca
(Abrams, 1981: 142).
Pada intinya, setiap pengarang memiliki gaya yang berbeda-beda. Dan
perbedaan itu dapat dilihat dari gaya bahasa dan sudut pandang yang
digunakan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengarang adalah dalang dari penciptaan sebuah karya sastra.
Dikatakan sebagai dalang, sebab pengarang yang melahirkan karyanya, tanpa
pengarang karya sastra tidak pernah terlahir. Tentunya pengarang memiliki
visi dan gaya. Visi pengarang sudah dijabarkan di atas pembahasan tadi, dan
gaya setiap pengarang itu dapat di lihat dari gaya bahasa dan sudut pandang.
DAFTAR PUSTAKA

Harjana, Andre. (1985). Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarata : Gramedia

Rustapa, Anita.K, dkk. (1997). Antologi Bigrafi Pengarang Sastra Indonesia 1920—
1950. Jakarta : Pusat Bahasa.

Musfeptial. (2003). Biografi Pengarang Kalimantan Barat, Laporan Penelitian.


Pontianak: Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Barat.

Anda mungkin juga menyukai