Anda di halaman 1dari 7

3.

Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa, beliau adalah pahlawan yang berasal dari provinsi Banten. Lahir pada tahun
1631. Beliau putra dari Sultan Abdul Ma’ali Ahmad dan Ratu Martakusuma yang menjadi Sultan
Banten periode 1640 - 1650.

 Perjuangan

Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651-1683, ia


memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian
monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Sultan menolak
perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka. Saat itu Sultan Ageng
Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan islam terbesar.Di bidang ekonomi, ia
berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan
mengembangkan irigasi. Dibidang Keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti
kerajaan dan penasehat Sultan. Ketikaterjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan Haji dan
Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan sekutu dengan Sultan Haji untuk
menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa.
1. Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada 12 Januari 1631. Dia lahir dari pasangan Sultan
Malikussaid, Raja Gowa ke-15, dengan I Sabbe To’mo Lakuntu.

 Perjuangan

Sultan Hasanuddin melanjutkan perjuangan ayahandanya melawan VOC yang menjalankan


monopoli perdagangannya di Indonesia bagian timur. VOC menganggap orang - orang
Makasar dan Kerajaan Gowa sebagai penghalang dan saingan berat. Bahkan VOC
menganggap sebagai musuh yang sangat berbahaya. 

Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa ketika Belanda sedang berusaha menguasai
hasil rempah-rempah dan memonopoli hasil perdagangan wilayah timur Indonesia. Salah satu
caranya adalah melarang orang Makasar berdagang dengan musuh-musuh Belanda seperti
Portugis dsb.

Tentu saja keinginan Belanda ditolak mentah-mentah Raja Gowa. Kerajaan Gowa menentang
dengan keras hak monopoli yang hendak dijalankan VOC. Sultan Alaudin, Sultan
Muhammad Said, dan Sultan Hasanuddin berpendirian sama. Bahwa Tuhan menciptakan
bumi dan lautan untuk dimiliki dan dipakai bersama.

Itu sebabnya Kerajaan Gowa menentang usaha monopoli VOC dan ini yang membuat VOC
berusaha untu menghancurkan dan menyingkirkan Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa pada saat
itu merupakan kerajaan terbesar yang menguasai jalur perdagangan.
4. Tuanku Imam Bonjol

Bernama asli Muhammad Shahab, Tuanku Imam Bonjol lahir pada 1772. Ayahnya
merupakan seorang alim ulama dari Nagari Sungai Rimbang, Kecamatan Suliki, Kabupaten
Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Imam Bonjol belajar agama di Aceh dan mendapat gelar
Malin Basa dari sana.

 Perjuangan

Sejak 1800 hingga 1802, Imam Bonjol menimba dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam di
Aceh. Usai menuntaskan masa pendidikannya, ia pun mendapat gelar Malin Basa, yakni gelar
untuk tokoh yang dianggap besar atau mulia. Sebelum berperang melawan pasukan Hindia-
Belanda, Imam Bonjol terlebih berseteru dengan kaum adat.

Ketika itu, kaum Padri yang di dalamnya juga termasuk Imam Bonjol hendak membersihkan
dan memurnikan ajaran Islam yang cukup banyak diselewengkan. Kala itu, kalangan ulama
di Kerajaan Pagaruyung menghendaki Islam yang sesuai dengan ahlus sunnah wal jamaah
dan berpegang teguh pada Alquran serta sunah-sunah Rasulullah SAW.

Dalam proses perundingan dengan kaum adat, tidak didapatkan sebuah kesepakatan yang
dirasa adil untuk kedua belah pihak. Seiring dengan macetnya perundingan, kondisi pun kian
bergejolak. Hingga akhirnya, kaum Padri di bawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang
Pagaruyung pada 1815. Pertempuran pun pecah di Koto Tangah, dekat Batu Sangkar.
2. Pangeran Dipenogoro

Pangeran Diponegoro merupakan salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia yang
memiliki nama asli Mustahar. Dia lahir di Ngayogyakarta Hadiningrat atau Yogyakarta pada
11 November 1785. dari pasangan Sultan Hamengkubuwana III, raja ketiga Kesultanan
Yogyakarta dan selir bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri selir)
yang berasal dari Pacitan.

 Perjuangan

Diponegoro secara terbuka menentang Belanda hingga sikapnya mendapat simpati dan
dukungan rakyat. Kemudian, atas saran GPH Mangkubumi, pamannya, Diponegoro
menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah gua yang bernama Gua Selarong.
Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan
menghadapi kaum kafir. 

Semangat perang yang didengungkan Diponegoro kemudian pengaruhnya semakin meluas


hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu. Tidak hanya itu, salah seorang tokoh agama di
Surakarta, Kiai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Gua Selarong. Kiai
Mojo yang lahir di Desa Mojo di wilayah Pajang, dekat Kota Surakarta tertarik berjuang
bersama Pangeran Diponegoro karena Pangeran Diponegoro ingin mendirikan kerajaan yang
berlandaskan Islam. 

Kiai Mojo merupakan seorang ulama besar yang masih memiliki tali kekerabatan dengan
Diponegoro. Ibu Kyai Mojo, R.A. Mursilah, adalah saudara perempuan dari Sultan
Hamengkubuwana III. Akan tetapi, Kyai Mojo yang aslinya bernama Muslim Mochamad
Khalifah semenjak lahir tidak mencicipi kemewahan gaya hidup keluarga istana. 

Perjuangan Diponegoro juga mendapat dukungan dari Sunan Pakubuwono VI dan Raden
Tumenggung Prawiradigdaya Bupati Gagatan. Meski demikian, pengaruh dukungan Kyai
Mojo terhadap perjuangan Diponegoro begitu kuat karena dia memiliki banyak pengikut dari
berbagai lapisan masyarakat. 
5. Kapitan Pattimura

Thomas Matulessy atau yang biasa kita dengar sebagai Kapitan Pattimura adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Maluku. Ia berasal dari Pulau Seram lahir
pada 8 Juni 1783 dari keluarga keturunan bangsawan Pulau Seram di masa itu. Perihal yang
paling kita ingat tentang Pattimura adalah perjuangannya melawan penjajahan Belanda yang
masuk ke tanah Maluku untuk menguasai perdagangan rempah-rempah.

 Perjuangan

Kapitan Pattimura adalah seorang pemimpin yang berwibawa dan penuh kharisma. Dalam
perlawanannya melawan penjajahan Belanda, Pattimura dikenal cerdik dan mampu
menghimpun kekuatan besar rakyat Maluku sehingga mempersulit pergerakan Belanda di
Maluku. Bahkan, namanya pun disegani oleh para pemimpin VOC kala itu yang harus
memutar otak untuk menghadapi perlawanan rakyat Maluku. Tidak heran jika Pattimura
sangat piawai dalam pertempuran dan menghimpun pasukan, menurut sejarah ia pernah
menjadi tentara berpangkat Sersan dalam kekuatan militer Inggris di tanah Ambon.

Jasa dan perjuangan Pattimura sangat berdampak bagi kemerdekaan Indonesia yang kita
rasakan bersama saat ini. Walaupun sudah ratusan tahun berlalu, namun nama Pattimura tetap
dikenal oleh Bangsa Indonesia hingga masa kini. Pemerintah pun menganugerahi gelar
Pahlawan Nasional pada Pattimura dengan harapan dapat menjadi teladan positif bagi
generasi penerus Bangsa Indonesia. Tidak hanya sampai disitu, pemerintah lokal kota Ambon
pun mengapresiasi perjuangan mulia Pattimura dengan membuat sebuah taman di tengah
pusat Kota Ambon dengan patung Pattimura yang gagah berdiri di tengahnya.

Taman Pattimura, begitulah taman itu biasa dikenal oleh warga kota Ambon terdapat di
samping lapangan merdeka yang menjadi pusat kegiatan kota Ambon. Taman ini berada di
sekitar wilayah perkantoran pemerintah Ambon dan menjadi pusat kegiatan warga Ambon
khususnya anak-anak muda yang biasa berolahraga di tempat tersebut baik pada pagi hari
maupun sore hari. Tempat ini tidak hanya untuk berolahraga, bahkan para wisatawan pun
tertarik untuk mendatanginya karena sudah menjadi salah satu obyek wisata.
7. I Gusti Ketut Jelantik

I Gusti Ketut Jelantik (meninggal pada tahun 1849) adalah pahlawan nasional Indonesia
yang berasal dari Karangasem, Bali. Ia merupakan patih Kerajaan Buleleng. Ia berperan
dalam Perang Bali I, Perang Jagaraga, dan Perang Bali III yang terjadi di Bali pada tahun
1849. Ia gugur ketika peperangan berakhir, yaitu pada tahun 1849.[2]

 Perjuangan

Bentuk perjuangan I Gusti Ketut Jelanti adalah melawan upaya Belanda menaklukkan
pulau Bali. Sebagai pemimpin rakyat Bali, Ketut Jelantik melakukan perlawanan terhadap
ekspedisi Belanda di Bali yang diadakan pada tahun 1846, 1848 dan 1849. Pada pertempuran
ini, Belanda gagal mengalahkan pasukan Bali.
6. Teuku Umar

Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh, 11 Februari 1899) adalah pahlawan asal Aceh
yang berjuang dengan cara berpura-pura bekerja sama dengan Belanda dan terkenal akan
strategi perang gerilyanya. Ia melawan Belanda ketika telah mengumpulkan senjata dan uang
yang cukup banyak.

 Perjuangan

Plot kabaret mendeskripsikan perjuangan Teuku Umar bersama Cut Nyak Dhien melawan
tentara kolonial Kerajaan Belanda yang menduduki Aceh. Kendati mengalami berbagai
kendala, pasangan suami-istri itu memunyai komitmen kuat untuk mengusir Belanda dari
tanah Aceh. Menyadari kalah kekuatan, Teuku Umar beserta pasukannya memilih
melaksanakan strategi spionase, berlagak tunduk pada Kerajaan Belanda. Demi meraih
kepercayaan Christoffel Deykerhoff (Gubernur Kerajaan Belanda yang bertugas di Aceh),
mereka terpaksa menyerang warga pribumi, dan melumpuhkan sejumlah hulubalang
setempat. Aksi tersebut terlihat oleh salah seorang warga pribumi yang kebetulan sedang
melewat ke lokasi penyerangan. Alhasil, Teuku Umar beserta pasukannya mendapat tuduhan
penghianat oleh masyarakat Aceh, termasuk Cut Nyak Dhien. Bahkan, pasangan suami-istri
itu sempat bentrok pada medan pertempuran. Meski mengalami gejolak batin karena
menyakiti hati masyarakat Aceh, Teuku Umar tetap meneruskan strategi spionase. Ketika
merasa aman, Teuku Umar memerintahkan pasukannya untuk menjalankan taktik
sesungguhnya, merampas persenjataan, dan menguping rapat tertutup para petinggi Kerajaan
Belanda yang sedang menyusun strategi penyerangan massal ke Meulaboh. Setelah itu, dia
mengirimkan hasil pengintaian, surat klarifikasi tindakannya, serta sepaket senjata hasil
rampasan kepada Cut Nyak Dhien. Mengetahui kejadian sebenarnya, Cut Nyak Dhien
memaafkan tindakan Teuku Umar, lalu mengajak para warga guna ikut melakukan
penyerangan ke markas Belanda. Beroleh lebih banyak bantuan, Teuku Umar, dan Cut Nyak
Dien berhasil mengalahkan banyak tentara Belanda. Pada sisi lain, Gubernur Hindia-Belanda
Yohannes Benedictus van Heutsz menugaskan seorang intelijen untuk memata-matai
pergerakan Teuku Umar. Pasukan Kerajaan Belanda yang tersisa menunggu momentum pas
untuk mengepung Teuku Umar beserta pasukannya saat menjalankan taktik gerilya di
Meulaboh. Teuku Umar gugur dalam peperangan, setelah terdesak akibat sergapan
mendadak. Aktor kabaret merupakan anggota ekstrakulikuler teater SMP, dan SMA masing-
masing. Selain menguasai keterampilan acting memukau, sebagian aktor tampak lihai
memeragakan gerakan akrobatik.

Anda mungkin juga menyukai