Anda di halaman 1dari 5

Topik dalam bab ini menjelaskan mengenai gambaran singkat sejarah bangsa Eropa di

kepulauan India yang hanya berfokus pada penjelasan mengenai upaya dominasi mereka dalam
mempengaruhi karakter dan takdir masyarakat pribumi dan bukan untuk memberikan penjelasan
detail mengenai intrik colonial yang memuakkan dan menjengkelkan.

Kekuasaan bangsa Eropa telah dirasakan atau tidak dapat di pungkiri telah ada di pulau India

selama lebih dari 3 abad dan meskipun pengaruhnya tidak sebanding dengan durasi

keberadaannya, secara keseluruhan telah menciptakan pengaruh-pengaruh yang esensial dan

penting. Sangat penting untuk merenungkan perbedaan yang menjadi ciri kebijakan yang diambil

oleh bangsa Eropa di negara ini, dan di Amerika, yang dikenal oleh orang Eropa di waktu yang

hampir bersamaan. Ketamakan merupakan motif dari kebijakan mereka terhadap kedua negara

(Amerika dan India), tetapi arahnya berbeda dan diubah sesuai dengan kondisi yang mereka

tergantung negara mana yang mereka tempati. Emas di Amerika akan segera habis, mereka tidak

lagi memiliki hasil dagang untuk di kuasai, tanah mereka tidak lagi dapat menyediakan hasil

produksi seperti yang di perkirakan oleh orang Eropa, sehingga kolonialisasi terpaksa berakhir

lebih cepat dan membuat Amerika relatif lebih cepat makmur dan maju. Sebaliknya, di pulau

India di dapati penduduk yang rajin dan menguntungkan dengan komoditi harga tinggi yang

melimpah yang khas bagi mereka. Akhirnya perlahan perburuan komoditi ini dengan cara

kekerasan telah menjadi tujuan perjalanan bangsa Eropa ke seluruh dunia dibandingkan dengan

mencari emas. Penuntutan atas objek (komoditi) yang sama terus berlanjut hingga periode

terakhir untuk menjalankan kebijakannya; Ketidakadilan sistematis yang dalam setiap periode

hubungan Eropa menghasilkan serangkaian kejahatan dan kemalangan bagi penduduk pribumi

yang terlama sepanjang sejarah umat manusia.

Kekayaan hasil dagang di timur menjadi perbincangan dari mulut ke mulut di Eropa. Orang-

orang Fenisia, Mesir dan Venesia memang juga keuntungan dari timur, akan tetapi monopoli

mereka tidak dilakukan tanpa kekerasan. Karakteristik hubungan perdagangan dengan India
mengalami perubahan saat ditemukannya rute perjalanan ke India melalui Tanjung Harapan.

Sebelumnya cabai-cabaian dan hasil produksi lainnya di Asia begitu sulit mencapai Eropa

dikarenakan rute yang berputar-putar, kebiadaban orang-orang yang membawanya.

Portugis sampai ke pulau-pulau di India 10 tahun setelah Vasco da Gama menggandakan

Tanjung Harapan dan tiba di daratan India. Di tahun 1508, Emanuel, raja Portugal,

memerintahkan sebuah pasukan dari 4 kapal dibawah komando Diego Lopez de Sequeira yang

mana tiba di kepulauan India pada tahun selanjutnya. Mendarat pertama kali di Pedir dan Pase,

Sumatera dan akhirnya mencapai Malaka. Mahmed, Raja Malaka, yang pernah mendengar

kekejaman Portugis dari pedangang2 India Barat bertekad untuk memasang perangkap bagi

Sequeira, yang mana ia berhasil luput dari perangkap tersebut akan tetapi dibayar dengan

kematian dari beberapa anak buahnya dan beberapa lainya menjadi tahanan. Jika mengecualikan

kunjungan Marco Polo, Mandeville dan beberapa lainnya yang tak di sengaja, Sequeira dapat di

anggap sebagai penemu sebenarnya kepulauan India.

Pada tahun 1511, Alphonzo Albuquerque yang terkenal, si raja muda Hindia, bersama dengan 19

armada kapal dan 1400 orang, yang mana 600 diantaranya merupakan penduduk asli Malabar

berlayar menuju ke Malaka dan tiba disana pada tanggal 1 Juli 1511. Albuquerque berpura-pura

datang untuk balas dendam atas pengkhianatan raja Mahmed terhadap Sequeira, tetapi maksud

sebenarnya adalah keinginan untuk menjarah dan menaklukkan Malaka. Mahmed saat itu masih

menjadi raja dan sedang berperang dengan raja Siam yang mengerahkan 40.000 pasukan

melawan dia. Dari invasi yang luar biasa ini, Mahmed menunjukkan kecerdasannya untuk

menyelamatkan dirinya dengan menggunakan siasat (stratagem). Ketakutan pada pembalasan

dendam Portugis atas perbuatannya pada Sequeira, ia meminta bantuan dari raja negara tetangga

Pahang, yang menjadi sekutunya dengan kekuatan yang besar, sehingga saat dia di serang oleh

Alburqueque, dia memiliki garnisun (sebutan untuk sekelompok pasukan yang bertempat di
suatu lokasi, dan bertujuan untuk mengamankannya . Garnisun dapat bertempat di

suatu  kota, kota madya, benteng,  kastil, kapal, dan lain sebagainya. Sebuah kota yang memiliki

banyak instalasi militer biasanya juga disebut "kota garnisun",

seperti Cimahi, Jakarta, Magelang, Malang, dan Surabaya - Wikipedia) dari 30.000 orang

untuk mempertahankan kemerdekaannya.

Sekalipun demikian, ia mencoba untuk bernegosiasi akan tetapi gagal. Albuquerque menuntut

para tahanan-tahanan Portugis dan Mahmed membebaskan mereka. Dia juga menuntut diberikan

tanah/ lahan untuk membangun sebuah benteng dan penggantian biaya yang dia keluarkan saat

ekspedisinya dan ekspedisi dari Sequeira juga. Raja Mahmed menolak perjanjia-perjanjian yang

tidak masuk akal dan tidak beradab ini dan mempersiapkan dirinya untuk skenario terburuk yang

akan terjadi.

24 hari telah berlalu sejak pendaratan Albuquerque di Malaka tanpa membuahkan negoisiasi

yang disepakati, sehingga pada tanggal 24 juli pasukan Portugis melakukan pendaratan. Rencana

penyerangan dilakukan dengan menyerbu kota dalam dua divisi, yang berbaris sepanjang tepi

sungai, yang bergabung di atas jembatan yang menghubungkan dua bagian kota itu. Pertahanan

utama musuh terletak di jembatan yang di telah dibentengi oleh artileri, menara kayu dan parit.

Portugis menemui hambatan kecil hingga mereka di tempat tersebut, yang dijaga oleh Aladin,

pangeran penerus tahta bersama dengan iparnya raja Pahang. Albuquerque memimpin salah satu

divisi secara langsung, menyerbu dan mengambil alih jembatan. Don John de Lima memimpin

divisi yang satunya melawan Aladin dan Raja Pahang, sementara raja Mahmed menunggangi

seekor gajah dan di sertai beberapa orang yang menunggangi gajah juga. Para pasukan portugis

menyerang gajah dengan tombak yang menyebabkan gajah-gajah tersebut ketakutan dan menjadi

tidak terkendali sehingga mengacaukan pasukan portugis itu sendiri. Meskipun Albuquerque

telah menguasai jembatan, dia tidak dalam kondisi di atas angin. Dia tidak memiliki suplai
persediaan dan pasukannya juga sudah kehabisan tenaga karena kepanasan, haus dan kelelahan.

Sehingga akhirnya dia mundur dengan hati-hati dan kembali ke kapalnya untuk selanjutnya

menyusun rencana penyerangan pada kondisi yang memungkinkan. Raja Mahmed, tetap

waspada dengan mundurnya pasukan Portugis sehingga dengan mempergunakan waktu yang ada

untuk memperkuat pertahanan kota dengan membuat parit di seberang jalan dan menaburi jalan

dengan sejenis paku beracun. Setelah beberapa kali penundaan dan persiapan kapal untuk para

pasukan dengan suplai air dan perbekalan, ia memperbarui serangan. Portugis memasuki kubu

pertahanan kota dengan keberanian membara dan melewati jembatan, gubernur jenderal secara

personal menyerbu jalan utama yang dikeliling parit, tempat pasukan utama musuh ditempatkan,

dan di mana mereka membuat perlawanan yang kuat tetapi tidak efektif.

Albuquerque sekarang lebih memusatkan fokusnya untuk memperkuat pertahanan jembatan,

dengan cara mengirimkan detasemen ke kota yang masih terus terjadi perlawanan, dengan

perintah untuk membunuh para penduduk. Perintah ini dijalankan dengan sepenuhnya sehingga

di sepanjang jalan dan sungai dipenuhi oleh mayat-mayat dari penduduk yang dibantai. Raja

Malaka meninggalkan istananya di malam hari dan selama tiga hari kota itu jatuh dalam

penjarahan. Kekayaan yang diperoleh di dalamnya, menurut perhitungan Portugis, sangat besar.

Untuk mengamankan kepunyaannya, ia membangun benteng pertahanan yang kuat dan dengan

semangat religious yang ia miliki, ia memprioritaskan pembangunan gereja. Malaka di saat

terjadinya penjajahan, terdiri dari penduduk Islam pribumi, Pagan pribumi, Islam dari India

Barat dan Islam Jawa


Portugis selalu memprovokasi musuh-musuh serta menganiaya dan membuat muak teman-

teman mereka. Seperti yang dilakukan Albuquerque ketika mengeksekusi Utimus didepan umum

atas dalih persekongkolan bersama putra, menantu dan keponakannya

Albuquerque selama menduduki Malaka di tahun 1511, mengirimkan satu pasukan ke Maluku

dibawah kepemimpinan Antonia D’Abreu yang hanya mencapai pulau Ambon dan dari sana

kembali ke Malaka dengan kapal yang membawa sebuah kargo rempah-rempah. Francis

Serrano, salah satu kapten pasukan dari D’Abreu, terpisah dari komandannya dan terdampar di

pulau tak berpenghuni. Beberapa nelayan lokal yang ramah yang melihat keadaanya, membawa

ia kembali dengan selamat ke Ambon, dimana orang-orang Portugis di terima dengan baik dan

ramah oleh para pribumi, tetapi yang pada akhirnya dibalas dengan kekejaman oleh Portugis

nantinya.

10 tahun setelah Portugis menduduki Malaka, mereka tiba di Maluku. Antonia de Britto

mengomandoi sebuah pasukan yang terdiri dari 9 kapal, tiba di pulau rempah-rempah itu dengan

maksud untuk menjadikan mereka berada di bawah kekuasaan raja Portugal . Para penguasa

Maluku menerima dan memperlakukan mereka dengan ramah dan penuh hormat.

Britto, dengan keheranannya, menemukan di Maluku para kolega Magellan, yang telah sampai

pada mereka dalam perjalanan pertama keliling dunia. Ia ditangkap dan dipenjaraka dan para

pribumi yang belum terlalu mengenai orang2 Eropa langsung disuguhkan dengan tontonan

sejumlah kekerasan dan kekejaman mereka (bangsa Eropa).

Anda mungkin juga menyukai