Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

NEUROSAINS DALAM PEMBELAJARAN ANAK


“Brain Based Learning untuk Anak Usia Dini”

Disusun Oleh:
1. Nur Faizah (1811250035)
2. Titik Wulandari (1811250023)

Dosen Pembimbing:
Elly Agustina M.TPd

PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, wr, wb.


Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat
dan salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Serta sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam
menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam
kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran-saran yang dapat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen kami Ibu
Elly Agustina M.TPd yang telah memberikan pembelajaran dan ilmu pengetahuan
kepada kami. Serta penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua rekan-
rekan yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata semoga apa yang telah disampaikan dalam makalah ini dapat
menjadi referensi serta bermanfaat bagi khalayak pembaca.
Wassalamu’alaikum, wr, wb

Bengkulu, 26 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Perkembangan Otak Pada Anak Usia Dini ..........................................4
B. Sel-Sel Otak Dan Proses Koneksi Antar Sel........................................6
C. Pengertian Braind Based Learning.......................................................8
D. Prinsip-Prinsip Brain Based Learning .................................................11
E. Pembelajaran Berbasis Otak Bagi Anak Usia Dini..............................15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua
orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia bayi sampai ke liang lahat.
Proses belajar selalu eksis dalam proses kehidupan dari awal hingga akhir. 1
Salah satu pertanda seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan
tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut
perubahan bersikap pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik)
maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses formal di sekolah
yang di dalamnya terjadi interaksi antara berbagai komponen di sekolah,
komponen tersebut dikelompokkan atas tiga kategori utamayaitu guru, materi,
dan siswa. interaksi antara tiga komponen utama melibatkan sarana dan
prasarana seperti metode, media, lingkungan tempat belajar sehingga tercipta
situasi belajar mengajar yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah
direncanakan, dengan demikian guru memegang peranan penting dalam
proses belajar mengajar.
Banyak inovasi yang telah dilakukan dalam dunia pendidikan dalam
meningkatkan mutu pendidikan khususnya siswa, baik yang berkaitan dengan
kurikulum, bahan ajar, media pembelajaran, model pembelajaran dan lain-
lain. Brain based learning atau pembelajaran berbasis otak sebagai salah satu
model pembelajaran sebenarnya mempunyai daya tawar tersendiri yang
menarik untuk dikemukaan terlebih jika penerapannya diterapkan pada
Pendidikan Anak Usia Dini.
Brain based learning merupakan pembelajaran yang
menekankan pada pengelolaan otak. Pembelajaran yang merefleksikan
dengan cara otak manusia dirancang secara alami untuk belajar.

1
A.M Sardiman, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), h.1
Pembelajaran berbasis otak adalah system pembelajaran yang bersifat
alami bagi otak dan bagaimana otak dipengaruhi oleh lingkungan, maksudnya
bagaimana seorang guru dapat memberikan pembelajaran kepada peserta
didiknya agar dapat lebih kreatif dalam proses pembelajaran yang
berlangsung dikelas. Disini guru tidak hanya mengacu pada buku-buku
pelajaran saja tetapi guru juga harus selektif dalam memilih metode serta
memikirkan cara agar dalam proses pembelajaran dapat tercipta suasana
yang menyenangkan, sehingga anak didik merasa tidak bosan.2
Pada pembelajaran berbasis otak belajar anak didik disesuaikan
dengan fungsi otak mereka, dan tidak melebihi batas kemampuan otak anak
didik sehingga anak didik tidak bosan, jenuh atau merasa terkekang dan
terforsir dalam proses pembelajaran. Mereka belajar atau melakukan
proses pembelajaran itu sesuai dengan minat anak didik tersebut,
sehingga apa yang mereka pelajari itu dapat ditangkap atau disimpan oleh
memori otak mereka. Di dalam teori ini guru dan anak didik juga ditekankan
untuk kreatif dan inovatif, serta berpikir kritis dalam menciptakan proses
belajar yang seimbang antara otak kanan dan otak kiri, sehingga materi
yang di terima oleh anak didik dapat diserap menjadi memori jangka
panjang dan mereka tidak merasa takut atau malas untuk belajar dikelas
ataupun dirumah, dikarenakan suasana kelas yang menyenangkan dan materi
yang disampaikan masuk kedalam memori otak mereka jadi mereka
mempunyai stimulasi untuk belajar, dan rangsangan itu menjadi minat
bagi mereka untuk belajar atau mengerjakan apa yang diperintahkan oleh
guru disekolah.

2
Suyono, Implementasi Belajar Dan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2015), h.2.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Otak Pada Anak Usia Dini?
2. Sebutkan Sel-Sel Otak Dan Proses Koneksi Antar Sel?
3. Jelaskan Pengertian Braind Based Learning? Sebutkan Prinsip-Prinsip
Brain Based Learning?
4. Bagaimana Pembelajaran Berbasis Otak Bagi Anak Usia Dini?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Perkembangan Otak Pada Anak Usia Dini.
2. Untuk Mengetahui Sel-Sel Otak Dan Proses Koneksi Antar Sel.
3. Untuk Mengetahui Pengertian Braind Based Learning.
4. Untuk Mengetahui Prinsip-Prinsip Brain Based Learning.
5. Untuk Mengetahui Pembelajaran Berbasis Otak Bagi Anak Usia Dini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Otak Pada Anak Usia Dini


Kata brain dalam bahasa Inggris yang berarti otak berasal dari kata
Anglo Saxon, braegen. Orang Yunani menyebutnya enkephalos dari kata
encephalon yang kemudian digunakan sebagai istilah kedokteran untuk
menyebut otak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, otak diartikan sebagai
kumpulan saraf-saraf yang menjadi isi kepala alat berpikir. Mufidah,
menyatakan bahwa otak manusia adalah massa protoplasma yang paling
kompleks yang pernah dikenal di alam semesta ini. Otak mempunyai cara
kerja yang sungguh menakjubkan. Struktur otak yang ada akan berpengaruh
pada perilaku, metabolisme, pelepasan hormon dan aspek fisiologi tubuh
lainnya. Struktur dan fungsi otak terdiri dari:3
1. Pangkal otak (disebut juga sebagai reptilian brain)
Pangkal otak terdiri dari: kerak dalam (pon dan system reticular)
yang berfungsi untuk mengatur kehidupan, medulla-berfungsi mengatur
organ-organ utama; tidur dan jaga (arousal), Serebelumkeseimbangan
/pergerakan. Bagian otak ini bertanggungjawab atas fungsi-fungsi motor
sensor yakni pengetahuan tentang realitas fisik yang berasal dari panca
indra.
2. Otak bawah (system limbic)
Otak bawah merupakan kendali untuk motivasi, emosi dan
ingatan; terdiri dari thalamus pusat sensori/rangsangan, hipotalamus-
mengatur suhu badan, lapar/dahaga, kegiatan system saraf, dan pusat
kesenangan, amigdala-pusat keagresifan, dan hipokampuslokasi
pembentukan ingatan.
Bagian otak ini fungsinya bersifat emosional dan kognitif yaitu
menyimpan perasaan, pengalaman yang menyenagkan, memori dan

3
Luk-luk Mufidah, Brain Based Teaching and Learning, pembelajaran berbasis otak,
(Yogyakarta: Teras, 2014), h.3.
kemampuan belajar. Selain itu sistem limbic juga mengendalikan
bioritme seperti pola tidur, lapar, haus, tekanan darah, detak jantung,
gairah seksual, temperature dan kimia tubuh dan system kekebalan.
System limbic adalah panel control utama yang menggunakan
informasi dari indra penglihatan, pendengaran, sensasi tubuh, indra
peraba sebagai inputnya. Kemudian informasi tersebut didistribusikan be
bagian pemikir otak.
3. Otak luar (korteks cerebrum) - the thinking brain
Otak luar terdiri dari; korteks-lokasi kecerdasan, dan neokorteks
mengatur penglihatan, pendengaran, percakapan, pemikiran dan reka
cipta; terdiri dari beberapa bagian (lobes). Bagian otak ini merupakan
tempat bersemayamnya kecerdasan. Bagian ini juga mengatur pesan-
pesan yang diterima melalui penglihatan, pendengaran, dan sensasi
tubuh. Proses yang berasal dari pengaturan ini adalah penalaran, berfikir
secara intelektual, perilaku waras, bahasa, kendali motorik sadar, dan
ideasi (penciptaan gagasan) non verbal.
Lily menyebutkan Sistem saraf janin dan bayi berbeda dengan orang
dewasa, baik struktur maupun fungsinya. Perkembangan otak janin pada
beberapa minggu sampai 6 bulan pertama kehamilan, sangat pesat karena
peningkatan jumlah sel otak yang menyebabkan kenaikan berat otak. Pada
manusia bagian terbesar dari periode perkembangan pesat terjadi pada masa
postnatal (setelah lahir) yang berlanjut sampai anak berusia 3 tahun.
Kecepatan berkembangnya otak pada periode ini dapat diamati dari
cepatnya otak bertambah berat yaitu dari 400 gr atau 25 persen waktu lahir
menjadi hampir 3 x lipatnya atau 75 persen setelah tahun kedua. Myelinasi
terjadi saat anak masih dalam kandungan dan berlanjut setelah kelahiran.
Myelinasi jalan visual terjadi sesaat setelah kehiran hingga bulan pertama,
sedangkan myelinasi auditori berlangsung hingga usia 4 atau 5 tahun dan
beberapa aspek myelinasi lainnya pada masa remaja. Dalam dua tahun
pertama juga terjadi peningkatan drastis hubungan sinapsis, yang diikuti oleh
pemutusan secara bertahap di tahun pertengahan hingga akhir prasekolah.
Daerah-daerah otak tidak matang dengan serta-merta ketika baru lahir,
myelinasi pada lobus frontal di tahun pertama memungkinkan anak memiliki
kendali psikologis terhadap dirinya seperti aktivitas tidur dan gerakan refleks.
Di usia 2 bulan, pusat kendali motoriknya berkembang hingga
memungkinkannya secara tiba-tiba mampu mengenggam objek yang dekat
dengannya, usia 4 terbentuk hubungan neural yang memungkinkan
terbentuknya kedaalaman persepsi dan di bulan ke 12 pusat bicara anak mulai
diseimbangkan sehingga memungkinkan berbagai keajaiban seperti
pengucapan kata pertamanya. Myelinasi bagian otak yang berhubungan
dengan perhatian yang terfokus tidak lengkap hingga usia 4 tahun. Antara
umur 3-6 tahun, area lobus frontal tumbuh cepat yang menimbulkan
kemampuan perencanaan, pengaturan tindakan baru dan kemampuan
kosentrasi dan baru di usia 6 hingga masa puber, terjadi perkembangan lobus
temporal dan pariental yang memainkan peran bahasa dan hubungan spasial
pada anak.
Stimulasi lingkungan sangat diperlukan karena adaptasi otak dengan
stimulus lingkungan inilah yang akan menimbulkan “dendritic sprouting”,
makin banyak anak diberi stimulus dengan lingkungan maka anak tersebut
akan semakin cerdas. Jadi pada 2 tahun pertama merupakan kesempatan emas
untuk bagi orangtua dan guru namun dengan adanya teori yang menyebutkan
bahwa sel neuron dapat terus tumbuh sampai usia berapapun.
B. Sel-Sel Otak Dan Proses Koneksi Antar Sel
Sel otak atau neuron merupakan bagian terkecil dalam anatomi otak.
Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa otak manusia
terdiri dari 100 milyar sel otak (neuron). Sebagian sel otak yang lain adalah
sel glial, yang menyatukan neuron dan bertindak sebagai filter untuk menjaga
agar neuron terhindar dari substansi-substansi berbahaya. Studi terbaru
bidang neurosains menunjukkan bahwa sel glial juga berperan dalam
mengatur kecepatan sinyal neuron.4

4
Suyadi, Teori Pembelajaran Anak Usia Dini, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h.93.
Neuron merupakan pusat fungsional bagi otak dan seluruh sistem
saraf. Neuron memiliki puluhan ribu cabang yang muncul dari pusat selnya.
Cabang-cabang ini disebut dendrit. Dendrit berfungsi menerima impuls
elektrik/denyut listrik dari neuron lain dan mentransmisikannya sejauh serat
panjang yang disebut akson. Lapisan yang disebut selaput myelin
menyelubungi setiap akson. Selaput ini mengisolasi akson dari sel lainnya
dan meningkatkan kecepatan transmisi impuls. Impuls ini berjalan dengan
jarak enamkaki orang dewasa dalam waktu seperlima detik. Neuron mampu
mentransmisikan impuls antara 250 sampai 2500 per detik.5
Neuron tidak memiliki kontak secara langsung dengan yang lainnya.
Antara tiap dendrit dan akson terdapat celah sempit selebar satu per milyar
inci. Celah sempit ini disebut dengan istilah sinapsis. Neuron ini
mengumpuljan atau menangkap sinyal dan neuron lainnya melalui dendrit,
yang membungkus sinapsis dengan ribuan bintil-bintil kecil yang disebut
spines. Neuron mengirimkan getaran-getaran aktivitas listrik (impuls) melalui
akson menuju sinapsis, yang dalam aktivitas ini dilepaskan zat-zat kimia yang
tersimpan dalam kantung- kantung sinaptik yang terletak di ujung akson. Zat
kimia ini disebut neurotransmiter, bersifat baik memacu maupun menghambat
neuron bersebalahan. Proses pembelajaran berlangsung dengan mengubah
sinapsis sehingga terjadi pengaruh antara neuron satu dengan yang lainnya.
Koneksi langsung tampaknya terjadi antara dua dunia fisik otak dan
kegiatan pemilik otak. Studi terbaru tentang neuron pada orang-orang dengan
berbagai jenis pekerjaan berbeda, menunjukkan bahwa semakin kompleks
ketrampilan yang dibutuhkan suatu jenis pekerjaan, semakin banyak pula
dendrit yang ditemukan pada neuron. Peningkatan jumlah dendrit ini
membuat koneksi antar neuron lebih banyak trerjadi sehingga lebih banyak
bagian dalam otak yang terlibat dalam pembelajaran.

5
Ibid, h.94.
C. Pengertian Braind Based Learning
Brain based learning atau pembelajaran berbasis otak merupakan
sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada
upaya pemberdayaan potensi otak. Menurut Jensen yang merupakan pionir
model pembelajaran berbasis otak ini,“Pendidikan Berbasis-Otak adalah
belajar sesuai dengan cara otak dirancang secara alamiah untuk belajar”.6
Selain itu menurut Sapa’at menyatakan bahwa “Brain based learning
menawarkan sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan
berorientasi pada upaya pemberdayaan potensi otak siswa”.7 Kemudian
menurut Yulvinamaesari, pembelajaran berbasis otak menawarkan sebuah
konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada upaya
pemberdayaan potensi otak siswa.8
Berdasarkan beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan
pembelajaran berbasis otak adalah suatu model pembelajaran yang
berorientasi pada optimalisasi peran dan fungsi otak siswa dalam proses
pembelajaran.
Pembelajaran berbasis otak menerangkan pentingnya individu sebagai
pembelajar, sebagai penterjemah makna dan pembuat keputusan dalam proses
pembelajaran.9 Eric Jansen mengungkapkan tentang tahap-tahap
pembelajaran Brain Based Learning. Beliau menyampaikan bahwa
pembelajaran yang optimal meliputi lima tahapan yaitu pra pemaparan,
akuisisi, elaborasi, formasi memori dan Intregrasi Fungsional.10

a. Tahap Pra Pemaparan atau Persiapan


6
Eric Jansen, Brain Based Learning, Pembelajaran Berbasis Otak, Cara Baru dalam
Pengajaran dan Pelatihan, (Yogyakarta: Purtaka Pelajar, 2008),h.12.
7
Asep Sapa’at, Brain Based Learning, 2007. http://matema-tika.upi.edu/artikel/ brain
based.htm, (diakses 26 Maret 2021)
8
Yulvina Maesari, Pembelajaran Berbasis Otak (Brain Based Learning), Gaya Kognitif
Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Hasil Belajar, Jurnal Pendidikan Indonesia Vol. 6, No.1, April
2017, h.3.
9
Luk-luk Mufidah, Brain Based Teaching and Learning, Pembelajaran Berbasis Otak,
(Yogyakarta: Teras, 2014), h.50.
10
Eric Jansen, Brain Based Learning…”, h.50-62.
Tahap ini terjadi kerangka kerja bagi pembelajar baru untuk
mempersiapkan otak pembelajar dengan koneksi-koneksi yang
memungkinkan. Semakin banyak latar belakang yang dimiliki
pembelajar mengenai suatu subjek, semakin cepat mereka menyerap dan
memproses informasi baru. Strategi pra pemaparan ini sering digunakan
oleh para mahasiswa sebelum memasuki perkuliahan. Mereka seringkali
meninjau atau mempelajari teks-teks yang akan digunakan dosen atau
profesor sebelum menghadiri kelas.
b. Tahap Akuisisi
Tahap ini dapat dicapai baik melalui sarana langsung seperti
dengan penyediaan lembar informasi atau tidak langsung seperti dengan
menempatkan visual-visual yang terkait. Kedua pendekatan ini dapat
berjalan dan saling melengkapi. Tahap akuisisi adalah sebuah tahap
penciptaan koneksi atau pada saat neuron-neuron itu saling
“berbicara”satu sama lain. Sumber akuisisi meliputi diskusi, perkuliahan,
peralatan visual, stimulasi lingkungan, pengalaman praktis, manipulatif,
video, refleksi, proyek-proyek kelompok, aktivitas-aktivitas berpasangan.
Tahap pertama penciptaan koneksi sangat tergantung pada pengetahuan
sebelumnya.
c. Tahap Elaborasi
Tahap ini terjadi eksplorasi interkoneksi dari topik-topik tersebut
dan mendorong terjadinya pemahaman lebih mendalam. Untuk
memastikan bahwa otak tetap menjaga koneksi-koneksi sinaptik yang
diciptakan dari pembelajaran baru, biasanya diperlukan elaborasi
tambahan. Ada celah yang amat besar antara apa yang dijelaskan oleh
guru dan apa yang dipahami oleh para pembelajar. Untuk mengurangi
celah ini, para guru melibatkan siswa melalui pemahaman lebih
mendalam melalui umpan balik dengan strategi pembelajaran eksplisit
dan implisit. Strategi-strategi eksplisit seperti kunci jawaban,
pemeriksaan oleh teman, tanya jawab atau pemutaran dapat memberikan
umpan balik yang sangat berharga bagi siswa. Umpan balik dapat
diberikan dengan cara yang lebih halus melalui strategi strategi implisit
seperti simulasi, permainan peran, model peran, kunjungan lapangan,
game-game kompleks serta oengalaman langsung. Elaborasi memberikan
kesempatan pada orak untuk menyortir, menyelidiki, menganalisis,
menguji dan memeprdalam pembelajaran.
d. Tahap Formasi Memori
Tahap ini terjadi pembelajaran yang merekatkan, supaya apa yang
telah dipelajari pada hari ini masih tetap ada pada hari berikutnya.
Faktor-faktor tambahan yang berkontribusi terhadap pembangkit kembali
meliputi istirahat yang cukup, intetnsitas memori, konteks, nutrisi,
kuantitas dan kualitas penggabungan, tahap pengembangan, kondisi
pembelajar, dan pembelajaran sebelumnya. Faktor-faktor tersebut
berpengaruh pada proses kimiawi memori, yaitu sebuah impluls elektrik
bergerak menurun menuju axon yang akan memicu pelepasan
neurotransmiter ke dalam celah sinaptik.
Dalam proses yang hanya memakan waktu dalam hitungan
mikrodetik, proses kimiawi terus berjalan melewati celah dan diserap ke
dalam wilayah reseptor di permukaan dendrit penerima. Neurotransmiter
tersebut dilepaskan, dan diserap kembali melalui ribuan implus yang
bergetar sangat cepat yang diaktifkan setiap detik.
e. Tahap Integrasi Fungsional
Dimana proses pembelajaran digunakan proses pembelajaran baru
supaya semakin diperkuat dan diperluas. Hamruni mendefinisikan
tahapan ini sebagai tahap penampilan hasil.25 Tahap ini membantu
pembelajar nemerapkan dan memperluas pengetahuan atau ketrampilan
baru mereka pada pekerjaan sehingga belajar akan semakin melekat dan
penampakan hasil akan terus meningkat.
Hal ini dapat dilakukan melalui penerapan di dunia nyata dalam
tempo segera, penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi, aktivitas
penguatan penerapan, materi penguatan pascasesi, pelatihan terus
menerus, umpan balik dan evaluasi kinerja, aktivitas dukungan lawan,
dan perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
Proses tahapan pembelajaran bisa dilakukan siapa saja, dimana saja,
dan kapan saja. Proses ini dapat diterapkan pada bayi yang belajar bermain
dengan mainannya, anak yang belajar naik sepeda, remaja yang belajar
komputer ataupun pegawai yang belajar menjadi manajer sukses. Menyalahi
proses belajar ini bisa terjadi ketika salah satu dari tahapan pembelajaran
tidak ada, maka belajar pun akan merosot atau terhenti sama sekali.
D. Prinsip-Prinsip Brain Based Learning
Menurut Renate and Geoffrey Caine (Making Connection, 1994),
terdapat dua belas prinsip Brain-based Learnin, antara lain:11
1. Belajar Melibatkan Proses Fisiologi (Learning engages the physiology)
Otak akan bekerja dengan baik bila tersedia proses fisiologi
yang mendukungnya. Proses belajar yang dilakukan otak akan
memengaruhi seluruh bagian tubuh lainnya. Demikian juga proses
bagian tubuh memengaruhi proses belajar.
a. Ketersediaan air minum
Dehidrasi dapat mengurangi konsentrasi dan kemampuan
intelektual. Bila tubuh kehilangan dua persen cairan tubuhnya,
akibatnya terjadi penurunan kinerja mental dan fisik sampai dua
puluh persen. Penyediaan air minum adalah penting bagi anak yang
berangkat ke sekolah. Aturan yang masih membolehkan
tersedianya air minum di dalam kelas sangatlah membantu anak
dalam meningkatkan gairah belajar.
b. Terpenuhinya multivitamin bagi anak
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan
nonverbal meningkat ketika anak diberikan suplemen multivitamin
dan mineral yang memadai. Minum multivitamin dapat
meningkatkan skor IQ anak sampai naik 25 min Vitamin B dan zat
besi sangat penting meningkatkan aktivitas otak. Kekurangan

11
Ibid, h.65.
vitamin B mengakibatkan konsentrasi dan ingatan buruk, kurang
energi' insomnia, dan mudah marah.
c. Terpenuhinya jenis lemak yang baik. Campuran lemak seperti
omega tiga dan omega enam menjaga keseimbangan otak.
d. Mineral lain. Sumber-sumber mineral penting Iainnya:
1) Boron, yang terdapat pada kacang-kacangan, apel, brokoli,
anggur, dan polong-polongan.
2) Choline, yang terdapat pada kuning telur, sardine, hati, kacang-
kacangan dan padi-padian.
3) Chromium, yang terdapat pada daging merah, telur, keju,
seafood, padipadian utuh.
4) Kalsium, yang terdapat pada produk susu, almond, apricot,
biji-bijian, sarden dan sayuran daun hijau, dll.
e. Aktivitas, pencahayaan, dun penyakit
Pelajar memerlukan aktivitas bergerak. Aktivitas bergerak
berbentuk: role play, strectching, merubah posisi tempat duduk.
Pencahayaan juga penting bagi pebelajar. Pencahayaan ruangan
yang ideal adalah yang sesuai dengan tingkat lumens yang sesuai,
yakni yang lembut dan alami. Penyakit dapat menghambat
pembelajaran.
f. Bahan kimia dan kerja memori otak
Beberapa bahan kimia makanan (Eric Jensen, 2008) dapat
memengaruhi kerja memori otak antara lain:
1) Asetikolin, memperkuat otak dalam membentuk memori
jangka panjang pada neurotransmitter.
2) Lesitin yang menghasilkan kolin. Kolin dapat meningkatkan
ingatan. Kolin terdapat dalam telur, ikan salmon, dan daging
tanpa lemak.
3) Fenilalanin membantu memperbanyak norepinefrin yang dapat
meningkatkan kesiagaan dan atensi.
4) Adrenalin dapat melindungi dan memperbaiki memori, juga
menyimpan memori yang menyenangkan atau traumatis.
5) Konsumsi coklat pada saat belajar akan dapat membuat
pebelajar mengingat lebih banyak pada saat ujian dengan
kondisi tertentu.
2. Otak atau Akal Budi Bersifat Sosial (The brain/mind is social)
Versi awalnya the brain is a paralel processor. Otak selalu
berusaha untuk membedakan dan memahami kejadian yang ada.
Apabila dirasa tidak bermakna maka otak tidak akan memprosesnya.
3. Pembelajaran Bermakna akan Terus Menetap (The search for meaning
is innate)
Otak selalu mencari hal-hal yang memiliki makna dan secara
otomatis akan bereaksi terhadap informasi yang datang.
4. Pembelajaran Bermakna sering melalui Pola-pola (The search for
meaning occurs through patterning)
Pemahaman dan ingatan dapat terjadi melalui pola, atau melalui
cara yang alamiah. Informasi dapat berupa belajar hal yang baru, yang
membangkitkan emosi dan keselamatan hidup. Pembelajaran tentang
keselamatan hidup lebih mendapat perhatian dan lebih bermakna.
Terdapat istilah KWL (what you Know, Want, Learn), pembelajaran
terintegrasi’ field trip, hands on learning, pembelajaran matematika
generalisasi (pola), visualisasi komunikasi (implementasi).
5. Emosi merupakan Bagian Kritikal (Bagian Penentu) untuk Memahami
pola (Emotion are critical to patterning)
Kegiatan belajar yang dilakukan otak sangat dipengaruhi oleh
emosi atau perasaan. Oleh karena itu, ciptakanlah suasana belajar yang
menyenangkan dan kondusif, dalam ekspektasi yang positif.
6. Otak Berproses Sebagian dan Menyeluruh Secara Simultan (The
mind/brain processes parts and whales simultaneous)
Otak bekerja secara simultan memproses bagian per bagian
sekaligus juga secara keseluruhan. Otak bagian kiri dan kanan memiliki
fungsi yang berbeda dan bekexja secara simultan melengkapi satu sama
lain.
7. Belajar Menuntut Pemfokusan Perhatian dan Persepsi Periferal
(learning involves both focused attention and peripheral perception)
Otak selalu menyerap informasi secara langsung pada saat
perhatian kita terfokus maupun saat tidak terfokus. Kita perlu
menciptakan lingkungan mangan yang mendukung.
8. Belajar Selalu Berproses Secara Sadar dan Bawah Sadat (Learning
always involves conscious and unconscious processes)
Secara sadar dan tidak sadar proses belajar yang dilakukan oleh
otak berlangsung terns menerus. Oleh karena itu, kita dapat
memberikan waktu yang cukup untuk siswa mengkonsolidasikan apa
yang mereka pelajari dengan menngunakan intonasi yang berbeda,
kecepatan yang berbeda, dan volume yang berbeda.
9. Sedikitnya ada dua cara menata memori atau ingatan, yang berdasarkan
pengalaman (system memori spasial) dan berdasarkan ingatan (rote
learning)
Penataan memori pada manusia ada yang bermakna dan tidak
bermakna. Efektifran cara menghapal. Berikan keterampilan pada siswa
untuk menghapal sesuatu, dengan cara:
a. Mnemonic-mejikihibiniu (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila,
ungu pada warna pelangi).
b. Chungking information. Gunakan tangan yang dikepal untuk
mengetahui jumlah hari dalam satu bulan, dengan menggunakan
lagu.
10. Belajar adalah perkembangan (learning is development)
Pembelajarn merupakan bagian dari perkembangan. Untuk
beberapa topiktertentu, siswa dapat berpikir secara abstrak, sementara
yang lain terbatas dan masih berpikir pada tingkat konkret.
Pembelajaran akan membangun hubungan antar saraf. Untuk itu,
pembelajaran membutuhkan paparan, pengulangan, makna, dan praktik
penting bagi siswa.
11. Pembelajaran Kompleks Ditingkatkan melalui Tantangan dan Dihambat
Oleh Ancaman (Complex learning is enhanced by a challenge and
inhibited by thread)
Pembelajaran dapat terjadi dengan maksimal bila ada tantangan
yang sesuai, Jangan terlalu mudah dan jangan terlalu sulit.
12. Setiap Otak Memiliki Penataan yang Unik (Each brain is uniquely
organized)
Pilihkan variasi pembelajaran yang melibatkan proses berbagai
indera bagi instruksipembelajaran yang berbasis otak.
E. Pembelajaran Berbasis Otak Bagi Anak Usia Dini
Perkembangan otak manusia terpusat pada umur anak usia dini yaitu
0-6 tahun dan pra konsepsi, Bagian terbesar dari periode perkembangan pesat
terjadi pada masa post- natal (setelah lahir) yang berlanjut sampai anak
berusia 3 tahun.12
Kecepatan berkembangnya otak pada periode ini dapat diamati dari
cepatnya otak bertambah berat yaitu dari 400 gr atau 25 persen waktu lahir
menjadi hampir 3 x lipatnya atau 75 persen setelah tahun kedua. Myelinasi
terjadi saat anak masih dalam kandungan dan berlanjut setelah kelahiran.
Myelinasi jalan visual terjadi sesaat setelah kehiran hingga bulan pertama,
sedangkan myelinasi auditori berlangsung hingga usia 4 atau 5 tahun dan
beberapa aspek myelinasi lainnya pada masa remaja. Dalam dua tahun

12
Chamidiyah, Pembelajaran Melalui Brain Based Learning Dalam Pendidikan Anak Usia
Dini, Vol. 10 No. 2, Agustus 2015, Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, h. 291.
pertama juga terjadi peningkatan drastis hubungan sinapsis, yang diikuti oleh
pemutusan secara bertahap di tahun pertengahan hingga akhir prasekolah.
Daerah-daerah otak tidak matang dengan serta-merta ketika baru lahir,
myelinasi pada lobus frontal di tahun pertama memungkinkan anak memiliki
kendali psikologis terhadap dirinya seperti aktivitas tidur dan gerakan refleks.
Di usia 2 bulan, pusat kendali motoriknya berkembang hingga
memungkinkannya secara tiba-tiba mampu mengenggam objek yang dekat
dengannya, usia 4 terbentuk hubungan neural yang memungkinkan
terbentuknya kedaalaman persepsi dan di bulan ke 12 pusat bicara anak mulai
diseimbangkan sehingga memungkinkan berbagai keajaiban seperti
pengucapan kata pertamanya. Myelinasi bagian otak yang berhubungan
dengan perhatian yang terfokus tidak lengkap hingga usia 4 tahun. Antara
umur 3-6 tahun, area lobus frontal tumbuh cepat yang menimbulkan
kemampuan perencanaan, pengaturan tindakan baru dan kemampuan
kosentrasi dan baru di usia 6 hingga masa puber, terjadi perkembangan lobus
temporal dan pariental yang memainkan peran bahasa dan hubungan spasial
pada anak.
Masa anak usia dini yang disebut golden age tak ayal karena
perkembangan otak anak yang begitu pesat pada masa itu, Hal ini senada
dengan yang diungkapkan oleh Deborah Stipek yang menyebutkan bahwa
anak usia 0 sampai tujuh tahun selalu berhasil mempelajari segala hal yang
diberikan kepadanya, bahkan hampir tidak mengalami kesulitan.13 Sama
halnya dengan seorang pakar anak usia dini maria Montessori yang
merupakan seorang dokter spesialis saraf menyebutkan bahwa anak usia dini
bagaikan spon yang dapat menyerap apapun yang berada disekitarnya dengan
cara yang begitu menakjubkan.14

13
Lawrence. E Shapiro, Ph.D., “ Mengajarkan Emosional Intelegenci pada anak “, alih
bahasa oleh Alex Tri Kentjono, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 4
14
Suyadi, Teori pembelajaran anak Usia Dini Dalam Kajian Neurosains, (Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, 2017), h.184.
Berdasarkan teori pembelajaran berbasis otak, maka dapat
disimpulkan beberapa hal yang menjadi dalam pembelajaran berbasis otak
pada anak usia dini.
1. Desain sekolah dan ruangan kelas seperti warna dinding, aroma ruangan
dan tatanan sarana pembelajaran di desain agar dapat mensitmulus
perkembangan otak anak secara optimal.
2. Gerakan atau olahraga, salah satu contohnya adalah senam otak bagi
anak sebelum proses pembelajaran, dikemukakan oleh Putranto, bahwa
gerakan-gerakan yang dilakukan dalam senam otak, seperti melalui olah
tangan dan kaki yang dapat memberikan rangsangan atau stimulus ke
otak. Stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif,
misalnya kewaspadaan, konsentrasi, dan kecepatan dalam proses
belajar, serta memori, pemecahan masalah, ataupun kreativitas.
3. Alat permainan Edukatif , berbagai macam model permainana yang
dapat mengebbangkan seluruh aspek kecerdasan anak.
4. Bermain, bersertia dan menyanyi (BCM), melalui ketiga hal tersebut
akan menrangsang seluruh bagian dalam otak agar tefungsinkan secara
optimal .
5. Guru sebagai kreator pembelajaran dengan mengotimalisasikan otak
anak didik dalam proses pembelajaran.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata brain dalam bahasa Inggris yang berarti otak berasal dari kata
Anglo Saxon, braegen. Orang Yunani menyebutnya enkephalos dari kata
encephalon yang kemudian digunakan sebagai istilah kedokteran untuk
menyebut otak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, otak diartikan sebagai
kumpulan saraf-saraf yang menjadi isi kepala alat berpikir. Struktur dan
fungsi otak terdiri dari pangkal otak (disebut juga sebagai reptilian brain),
otak bawah (system limbic), dan otak luar (korteks cerebrum).
Sel otak atau neuron merupakan bagian terkecil dalam anatomi otak.
Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa otak manusia
terdiri dari 100 milyar sel otak (neuron). Sebagian sel otak yang lain adalah
sel glial, yang menyatukan neuron dan bertindak sebagai filter untuk menjaga
agar neuron terhindar dari substansi-substansi berbahaya. Studi terbaru
bidang neurosains menunjukkan bahwa sel glial juga berperan dalam
mengatur kecepatan sinyal neuron. Neuron merupakan pusat fungsional bagi
otak dan seluruh sistem saraf. Neuron memiliki puluhan ribu cabang yang
muncul dari pusat selnya. Cabang-cabang ini disebut dendrit. Dendrit
berfungsi menerima impuls elektrik/denyut listrik dari neuron lain dan
mentransmisikannya sejauh serat panjang yang disebut akson.
Brain based learning atau pembelajaran berbasis otak merupakan
sebuah konsep untuk menciptakan pembelajaran dengan berorientasi pada
upaya pemberdayaan potensi otak. Pembelajaran berbasis otak menerangkan
pentingnya individu sebagai pembelajar, sebagai penterjemah makna dan
pembuat keputusan dalam proses pembelajaran. Menurut Renate and
Geoffrey Caine (Making Connection, 1994), terdapat dua belas prinsip Brain-
based Learnin, antara lain belajar melibatkan proses fisiologi (learning
engages the physiology), otak atau akal budi bersifat sosial (the brain/mind is
social), pembelajaran bermakna akan terus menetap (the search for meaning
is innate), pembelajaran bermakna sering melalui pola-pola (the search for
meaning occurs through patterning), emosi merupakan bagian kritikal
(bagian penentu) untuk memahami pola (emotion are critical to patterning),
otak berproses sebagian dan menyeluruh secara simultan (the mind/brain
processes parts and whales simultaneous), belajar menuntut pemfokusan
perhatian dan persepsi periferal (learning involves both focused attention and
peripheral perception), belajar selalu berproses secara sadar dan bawah sadat
(learning always involves conscious and unconscious processes), sedikitnya
ada dua cara menata memori atau ingatan, yang berdasarkan pengalaman
(system memori spasial) dan berdasarkan ingatan (rote learning), belajar
adalah perkembangan (learning is development), pembelajaran kompleks
ditingkatkan melalui tantangan dan dihambat oleh ancaman (complex
learning is enhanced by a challenge and inhibited by thread), dan setiap otak
memiliki penataan yang unik (each brain is uniquely organized).
Perkembangan otak manusia terpusat pada umur anak usia dini yaitu
0-6 tahun dan pra konsepsi, Bagian terbesar dari periode perkembangan pesat
terjadi pada masa post- natal (setelah lahir) yang berlanjut sampai anak
berusia 3 tahun. Daerah-daerah otak tidak matang dengan serta-merta ketika
baru lahir, myelinasi pada lobus frontal di tahun pertama memungkinkan anak
memiliki kendali psikologis terhadap dirinya seperti aktivitas tidur dan
gerakan refleks.
DAFTAR PUSTAKA

Chamidiyah. 2015. Pembelajaran Melalui Brain Based Learning Dalam


Pendidikan Anak Usia Dini. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam
10(2): 291.
Jansen, Eric. 2008. Brain Based Learning, Pembelajaran Berbasis Otak, Cara
Baru dalam Pengajaran dan Pelatihan. Yogyakarta: Purtaka Pelajar.
Maesari, Yulvina. 2017. Pembelajaran Berbasis Otak (Brain Based Learning),
Gaya Kognitif Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Hasil Belajar. Jurnal
Pendidikan Indonesia 6(1): 3.
Mufidah, Luk-luk. 2014. Brain Based Teaching and Learning, pembelajaran
berbasis otak. Yogyakarta: Teras.
Sapa’at, Asep. 2007. Brain Based Learning. http://matema-tika.upi.edu/artikel/
brain based.htm, (diakses 26 Maret 2021).
Sardiman, A.M. (2001). Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja.
Grafindo Persada.
Suyadi. 2014. Teori Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Suyono. (2015). Implementasi Belajar Dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai