Oleh :
EKO SUMANTRI
NIM. 1806111331
Asisten:
SYAFITRI HARYANI
RAHYENI MILIA SUNDARI
PRODUK
Produk pangan merupakan olahan yang berasal dari hasil pertanian termasuk hasil ternak
atau perikanan. Produk pangan menurut Istianah et al. (2019) merupakan produk oalahan hasil
pertanian, hasil peternakan, hasil perikanan dan hasil perhutanan yang diperuntukkan sebagai
makanan bagi manusia. Produk olahan hasil pertanian sangat beragam meliputi beras, tepung
beras hingga bubur instan dan produk olahan hasil pertanian lainnya seperti olahan buah dan sayur
menjadi ju, sirup, dodol dan selai. Hasil perikanan dan peternakan juga bervariasi seperti ikan
segar, daging beku, ayam atau ikan fillet, ikan sarden, bakso, sosis, susu uht, permen susu, susu
Suatu proses pengolahan pangan pada umumya bertujuan untuk memperpanjang umur
simpan, meningkatkan nilai ekonomis serta meningkatkan atau mempertahankan mutu. Produk
pangan yang akan disebarkan kepada konsumen terlebih dahulu akan melalui proses penyimpanan
yang bisa saja terjadi kerusakan sehingga terjadi penurunan kualitas. Oleh karena itu diperlukan
Pengemasan merupakan salah satu cara menghambat uap air lingkungan terserap oleh
produk pangan kering. Kemasan juga dapat mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi
bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan
getaran (Wulandari et al. 2013). Perlakuan dengan pengemasan dapat memperpanjang masa
simpan produk. Menurut Herawati (2008), faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan
mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat
dengan kadar air. Aktivitas air atau water activity (aw) sering disebut juga air bebas, karena
mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi pada bahan
pangan. Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air
yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan persentase bobot air
terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar
air basis basah. Perubahan kadar air bahan dalam kemasan dipengaruhi oleh permeabilitas
kemasan. Permeabilitas uap air kemasan adalah kemampuan uap air untuk menembus suatu
kemasan pada kondisi suhu dan RH tertentu, sehingga semakin kecil permeabilitas air kemasan
maka daya tembus uap air semakin kecil, begitupun sebaliknya. Nilai permeabilitas sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat kimia polimer, struktur dasar polimer, sifat komponen
permanen. Umumnya nilai permeabilitas film kemasan berguna untuk memperkirakan daya
simpan produk yang dikemas. Penambahan kadar air pada bahan juga dipengaruhi oleh
Bahan pangan memiliki sifat atau karakteristik tertentu dimana hal ini yang menjadi salah
satu faktor terjadinya kerusakan bahan pangan. Menurut Nur (2009), kerusakan bahan pangan
dapat disebabkan oleh dua hal yaiut kerusakan oleh sifat alamiah dari produk yang berlangsung
secara spontan dan kerusakan karena pengaruh lingkungan. Buah – buahan yang telah dipanen
masih bersifat hidup sehhingga mutu dan komposisinya masih dapat mengalami perubahan akibat
kegiatan metabolisme seperti respirasi, transpirasi serta kegiatan mikroorganisme dan selama
proses pengangkutan buah mengalami perubahan fisiko kimiayaitu terjadi keruskan karena
gesekan dan tekanan yang disebabkan karena adanya penanganan dan pengemasan yang kurang
optimal (Amanto, 2004). Kerusakan makanan kering biasanya terjadi karena adanya penyerapan
uap air yang menyebabkan adanya peningkatan kadar air pada produk pada penyimpanan
Bahan pangan sangat mudah sekali mengalami kerusakan yang biasanya terjadi karena
adanya penigkatan kadar air pada bahan pangan itu sendiri. Menurut Solihin et al. (2015), terdapat
enam faktor yang dapat menyebabkan kerusakan yaitu massa oksigen, uap air, cahaya,
mikroorganisme, bantingan, dan bahan kimia yang bersifat racun. Kerusakan tersebut dapat
menyebabkan terjadinya penurunan mutu lebih lanjut seperti terjadinya oksidasi lipid, kerusakan
vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencokelatan, perubahan sifat organoleptik
bahkan terbentuknya racun. Menurut Lindriati et al. (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi
umur simpan bahan yang dikemas diantaranya jenis bahan pengemas dan kondisi lingkungan.
Bahan pengemas menentukan permeabilitas gas-gas yang berpengaruh terhadap kerusakan pangan.
Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh adalah kelembaban relatif. Faktor-faktor yang
berpengaruh dalam proses pengeringan antara lain adalah suhu, kelembaban dan waktu. Semakin
besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan bahan) maka akan semakin cepat proses
pindah panas berlangsung sehingga mengakibatkan proses penguapan semakin cepat pula.
Semakin lembab udara di dalam ruang pengering maka akan semakin lama proses pengeringan
Kelambaban relatif memiliki hubungan dengna kadar air kesetimbangan pada bahan
pangan, hal ini dapat dianalisis menggunakan beberapa metode salah satunya adalah pengguanaan
metode kurva sorpsi isothermis. Kurva sorpsi isothermis dapat diperoleh dengan membuat grafik
hubungan antara kelembaban relatif atau awlingkungan dengan kadar air kesetimbangan. Kadar air
kesetimbangan bahan pangan akan bervariasi tergantung pada kondisi bahan tersebut maka setiap
bahan juga mempunyai tipe kurva sorpsi isothermis yang berbeda (Lindriati et al. 2016).
Menurut Wijaya et al. (2014), isotermis sorpsi air bahan pangan sangat diperlukan untuk
menentukan kualitas, stabilitas dan umur simpan dari bahan pangan tersebut. Isotermis sorpsi air
menjelaskan tentang hubungan antara kadar air bahan dengan kelembaban relatif (RH)
kesetimbangan pada suhu tertentu. Kurva ini menggambarkan sifat-sifat hidratasi bahan pangan,
yaitu kemampuan bahan pangan secara alami dapat menyerap air dari udara di sekelilingnya dan
sebaliknya dapat melepaskan sebagian air yang terkandung di dalamnya ke udara. Bentuk kurva
isotermis sorpsi air menjadi tiga tipe yaitu tipe I, II, dan III. Tipe I adalah bentuk kurva yang khas
untuk antikempal. Bahan ini menyerap air pada sisi spesifik dengan energi pengikatan yang tinggi
dan mampu menahan air dengan jumlah yang cukup besar pada aw rendah. Tipe II adalah kurva
yang paling banyak dijumpai pada produk pangan terutama produk pangan kering. Bentuk kurva
pada tipe ini disebabkan oleh kombinasi efek koligatif, kapiler dan interaksi air permukaan. Tipe
III adalah kurva yang banyak dijumpai pada bahan-bahan kristal seperti sukrosa.
DAFTAR PUSTAKA
Amanto, B.S. 2004. Pengaruh kemasan dan susunan terhadap sifat fisik buah selama transportasi.
Jurnal Caraka Tani. Vol. 19(1) : 1-6
Herawati, H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang Pertanian.
Vol.27(4) : 124-130
Herlina, E dan F. Nuraeni. 2015. Stabilitas kandungan gizi dan pendugaan umur simpan flakes
berbahan baku tepung singkong fortifikasi tepung kacang merah. Prosiding Seminar
Nasional Pangan Lokal, Bisnis dan Eko-Industri. 89 - 94
Istianah, N., H. Fitriadinda dan E.S. Murtini. 2019. Perancangan Pabrik Untuk Indusri Pangan.
UB-Press. Malang
Lindriati, T dan Maryanto. 2016. Aktisvitas air, kurva sorpsi isothermis serta perkiraan umur
simpan flake ubi kayu dengan variasi penambahan koro pedang. Jurnal Agroteknologi.
Vol. 10(2) : 129-136
Nur, Muhammad. 2009. Pengaruh cara pengemasan, jenis bahan pengemas dan
lamapenyimpanan terhadap sifat kimia, mirobiologi dan organleptik sate bandeng.
Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. Vol. 14(1) : 1-11
Rahayuningtyas, A dan S.I. Kuala. 2016. Pengaruh suhu dan kelembaban udara pada proses
pengeringan singkong. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Vol. 4(1) : 99 -
104.
Solihin, Muhtarudin dan R. Sutrisna. 2015. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air
kualitas fisik dan sebaran jamur wafer limbah sayuran dan umbi – umbian. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu. Vol. 3(2) : 48 – 54
Wulandari, A., S. Waluyo dan D.D. Novita. 2013. Prediksi umur simpan krupuk kemplang
kemasan plastik polipropilen beberapa ketebalan. Jurnal Teknik Pertanian Lampung.
Vol. 2(2) : 105-114