Anda di halaman 1dari 5

TRI LINDA SANGESPI / 1821030

PRODI D3 KEBIDANAN SEMESTER VI

ASUHAN KEBIDANAN 6 KEGAWATDARURATAN

HIPOTERMIA

1. PEMBAHASAN :
Dikatakan bayi BBLR karena berat badan lahir bayi <2500 gram, di mana rentan
mengalami permasalahan pada peningkatan kehilangan panas dan ketidakmampuan
mempertahankan suhu pada tubuh bayi di karenakan sumber panas masih sedikit atau
bahkan belum terbentuk sehingga dapat berpotensi terjadi komplikasi seperti
hipotermia. Namun tidak hanya faktor BBLR saja, dimungkinkan ada faktor pemicu
lainnya seperti faktor perawatan bayi saat persalinan, yang juga dapat mempengaruhi
kesehatan bayi serta keamanan bayi.

KESIMPULAN :
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan BBLR dengan kejadian
hipotermia, Sehingga menunjukkan perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan
kebidanan tentang perawatan yang benar pada bayi baru lahir. Khususnya pada bayi
dengan berat <2500 gram (BBLR) serta lebih memperhatikan faktor pemicu untuk
terjadinya hipotermia.

SUMBER : Hikmah, Roudatul. 2016. Hubungan BBLR Dengan Kejadian Hipotermia


Pada Bayi. Jurnal Ilmiah Kebidanan. 3(6).

2. PEMBAHASAN :
Hipotermia menyebabkan perubahan mekanisme paru bahkan menghambat produksi
surfaktan. Saat janin, produksi panas tubuh janin akan lebih hangat sebesar 0,50C dari
tubuh ibu, namun saat terjadi proses kelahiran, bayi akan kehilangan panas sangat
cepat karena adanya evaporasi dengan lingkungan luar dan terpapar udara luar yang
berbeda dengan kondisi janin saat dikandungan, sedangkan bayi berat lahir rendah
tidak mempunyai kompensasi yang baik terhadap kehilangan panas. Kehilangan panas
berkisar 2-4 0C selang waktu 20-40 menit (Trevisanuto, dkk., 2018). Menurut Rustina
(2015) menyatakan bahwa kehilangan panas bisa terjadi dari 4 hal, yaitu:
1. Evaporasi: kehilangan panas karena penguapan atau badan bayi basah, contonya
bayi mandi tapi tidak segera dikeringkan.
2. Konduksi: kehilangan panas karena kontak langsung dengan objek yang lebih
dingin, contohnya tangan perawa menyentuh bayi dalam keadaan lembap/bash.
3. Radiasi: kehilangan panas karena perpindahan panas dari bay ke objek lain tanpa
kontak langsung, contohnya bayi ditempatkan di ruangan dingin.
4. Konveksi: terjadi karena hembusan angina, contoh bayi tidur di depan kipas angin.
Skin wrap secara harfiah berarti menyelimuti/membungkus kulit, ada dua jenis skin
wrap yang bisa dipakai, plastik bisa langsug membungkus tubuh bayi (vynil isolation
bag/plastic bag) maupun menyelimuti bayi (polyethylene plastic). Penggunaan plastik
pada bayi prematur juga dapat mengurangi risiko saat transfer, baik itu dari kamar
operasi (persalinan caesaria) dan dari kamar bersalin (persalinan normal). Ke-empat
cara kehilangan panas pun dapat dihindari karena tubuh bayi terlindungi oleh plastik.
Plastic bag/wrap efektif mengurangi evaporasi pada bayi dengan cara memberikan
perlindungan epidermal sehingga luas tubuh yang terpapar udara luar berkurang. Hal
ini efektif mengurangi pelepasan panas tubuh bayi, dimana jenis plastik yang
digunakan adalah polyethylene. (Trevisanuto, dkk., 2018). Plastik polyethylene
memiliki sifat fleksibel, kedap air dan kedap udara. Selain itu, plastik biasanya
transparan sehingga mudah untuk melakukan pemantauan pada bayi.

KESIMPULAN :
Penggunaan plastik terbukti efektif mengurangi hipotermia. Intervensi baik
menggunakan plastik steril ataupun non steril, disarungkan ataupun dilekatkan tidak
terlalu mempengaruhi keefektifan. Namun, tubuh bayi lebih efektif tidak dibersihakan
terlebih dahulu sebelum plastik digunakan. Kombinasi penggunaan plastik dengan
metode mengurangi kehilangan panas pun dapat dilakukan untuk memperkuat hasil,
misalnya kombinasi excothermic mattresses.

SUMBER : Casman, 2018. Efektifitas Skin Wrap Dalam Mencegah Hipotermia Pada
Kelahiran Bayi Prematur. jurnal Kesehatan Holistic. 2(2)

3. PEMBAHASAN :

Hasil analisis suhu tubuh pada bayi berat lahir rendah (BBLR) sebelum dilakukan
metode kanguru yaitu dengan nilai rata-rata 34,7 dengan standar devias1,211.
Suhu lingkungan bayi sewaktu didalam kandungan sebesar 36°C-37°C dan segera
setelah lahir bayi dihadapkan padasuhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Hal
ini menyebabkan bayi akan kehilangan panas pada tubuh bayiatau yang disebut
hipotermia.Hipotermiapada bayi terjadi karena ketidak mampuan untuk
mempertahankan produksi panaspada tubuh bayi dan menggigil, sedikitnya lemak
subkutan(lemak coklat) yang tidak memadai,dan sistem saraf pengatur suhu tubuh
yang belum matang(Surasmi, 2012).Selain itu, daerah permukaan bayi akan
menurun sehingga mempercepat hilangnya panas.Bayi BBLR terdapat jaringan
adiposa sedikit dan kelenturan menurun sehingga memerlukan suhu lingkungan
yang lebih panas untuk mencapai suhu yang normal(Proverawati, 2012).

KESIMPULAN :

Rata-rata suhu tubuh bayi sebelum dilakukan perawatan metode kanguru 34,7 dengan
standar deviasi 1,211. Suhu tubuh bayi antara kulit bayi dengan kulit ibu untuk
membantu perkembangan kesehatan bayi melalui peningkatan kontrol suhu, menyusui
dan pencegahan infeksi (Proverawati, 2012). Sesudah dilakukan perawatan metode
kanguru rata-rata memiliki suhu 36,9 dengan standar deviasi 0,349. Ada perbedaan
suhu tubuh sebelum dan sesudah perawatan metode kanguru pada bayi berat lahir
rendah(BBLR).

SUMBER : Saputri, Nur Ika. 2019. Pengaruh Perawatan Metode Kanguru Terhadap
Peningkatan Suhu Tubuh Bayi Berat Lahir Rendah Di NICU Rumah Sakit Grandmed
Lubuk Pakam Tahun 2018. Jurnal Penelitian Kebidanan Dan Kespro. 1(2)

4. PEMBAHASAN :
Hasil penelitian menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan
PMK dengan hipotermia pada bayi baru lahir dengan nilai p value 0,000 < α 0,05. Hal
ini menunjukan bahwa semakin baik pelaksanaan PKM semakin baik suhu bayi
BBLR.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pada kelompok ibu yang
melaksanakan PKM dengan baik tidak ada bayi yang menderita hipotermia sebaliknya
pada ibu yang tidak melaksanakan PKM dengan baik sebagian besar bayinya
mengalami hipotermia sehingga hal ini menegaskan bahwa ibu yang melaksanakan
PKM tidak baik lebih beresiko bayinya mengalami hipotermia dibandingkan dengan
ibu yang melaksanakan PKM dengan baik.

Hasil uji analisis menunjukan adanya perbedaan yang nyata suhu tubuh bayi
baik pada kelompok ibu yang melaksanakan PKM dengan baik dan kelompok ibu
yang melaksanakan PKM tidak baik, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelompok
ibu yang melaksanakan PKM dengan baik adalah 37,082 yang menunjukan bahwa
rata-rata suhu tubuh bayi pada kelompok ibu yang melaksanakan PKM dengan baik
tidak ada yang menderita hipotermia yaitu apabila suhu tubuh bayi < 36,5˚C. Nilai
standar deviasi pada kelompok ibu yang melaksanakan PKM dengan baik adalah
0,1991 sementara pada kelompok ibu yang melaksanakan PKM tidakbaik adalah
0,9025, berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa nilai standar deviasi pada
kelompok yang melaksanakan PKM baik lebih kecil dibandingkan nilai standar
deviasi pada kelompok yang melaksanakan PKM tidak baik.

KESIMPULAN :

Ada hubungan pelaksanaan PMK de-ngan kejadian hipotermi pada Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR).

SUMBER : Nurlaila. 2017. Hubungan Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru


(PMK) Dengan Kejadian Hipotermi Pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Jurnal
Husada Mahakam.

5. PEMBAHASAN :
Peningkatan rerata bayi berat lahir rendah ( BBLR ) di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gombong pada bayi yang diberikan metode kanguru. Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatkan yang signifikan penerapan
metode kanguru terhadap peningkatan berat badan bayi. Hal ini dibuktikan dengan uji
t berpasangan pretest eksperimen dengan posttest eksperimen, yang diketahui rata-rata
pretest sebesar 2285,71 gram, pada saat posttest meningkat menjadi 3543,21 gram,
sehingga peningkatannya sebesar 1257,50 gram. Selanjutnya berdasarkan uji t
diperoleh nilai t hitung sebesar 41,734 dengan signifikansi 0,000. Nilai t tabel dengan
db=13 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,160, oleh karena nilai t hitung > dari t tabel
(41,734 > 2,16) dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 Sehingga dapat dinyatakan
bahwa terdapat peningkatan berat badan yang signifikan setelah dilakukan metode
kanguru.Bayi berat badan rendah dapat dengan cepat terjadi hipotermi dan untuk
menghangatkan kembali membutuhkan waktu yang lama. Risiko komplikasi dan
kematian meningkat secara bermakna bila suhu lingkungan tidak optimal. Menurut
Departemen Kesehatan RI (2003) ada lima cara menghangatkan dan mempertahankan
suhu tubuh pada bayi berat lahir rendah salah satunya adalah dengan metode kanguru.

KESIMPULAN :
Rata-rata peningkatan metode kanguru berdasarkan uji statistik dinyatakan signifikan,
hal ini berarti metode kanguru pantas dijadikan rekomendasi bagi orang tua,
pelayanan kesehatan untuk menangani masalah BBLR dengan menerapkan metode
kanguru. Selain itu dalam penelitian ini penerapan metode kanguru dilakukan hanya
30 menit/hari, hal itu saja mampu meningkatkan berat badan bayi lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi yang tidak diterapkan metode kanguru, jika bila diterapkan
metode ini selama 24 jam/harinya.

SUMBER : Astuti, Dyah Puji. 2015. Pengaruh Penerapan Metode Kanguru Dengan
Peningkatan Berat Badan Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) Di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmu Kebidanan. 5(9).
DAFTAR PUSTAKA

Hikmah, Roudatul. 2016. Hubungan BBLR Dengan Kejadian Hipotermia Pada Bayi.
Jurnal Ilmiah Kebidanan. 3(6).

Casman, 2018. Efektifitas Skin Wrap Dalam Mencegah Hipotermia Pada Kelahiran
Bayi Prematur. jurnal Kesehatan Holistic. 2(2)

Saputri, Nur Ika. 2019. Pengaruh Perawatan Metode Kanguru Terhadap Peningkatan
Suhu Tubuh Bayi Berat Lahir Rendah Di NICU Rumah Sakit Grandmed Lubuk
Pakam Tahun 2018. Jurnal Penelitian Kebidanan Dan Kespro. 1(2)

Nurlaila. 2017. Hubungan Pelaksanaan Perawatan Metode Kanguru (PMK) Dengan


Kejadian Hipotermi Pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Jurnal Husada
Mahakam.

Astuti, Dyah Puji. 2015. Pengaruh Penerapan Metode Kanguru Dengan Peningkatan
Berat Badan Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) Di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmu Kebidanan. 5(9).

Anda mungkin juga menyukai