Anda di halaman 1dari 7

William

| Penyakit Jantung Reumatik

Penyakit Jantung Reumatik



William Doktrian Julius
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung akibat demam reumatik akut sebelumnya. Prevalensi PJR di
Indonesia sebesar 0,3-0,8% dengan rentang usia 5-15 tahun. Penyakit jantung reumatik (PJR) memiliki mortalitas yang
tinggi sebesar 1-10%. Anak, laki-laki, 14 tahun dengan keluhan sesak napas yang hilang timbul dan memberat sejak 1
minggu sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS). Keluhan disertai dada berdebar dan kaki bertambah bengkak. Pasien
mengalami demam tinggi yang disertai dengan batuk pilek sejak 2 minggu SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
o
keadaan umum tampak sakit sedang, komposmentis, nadi 100 x/menit, pernapasan 30 x/menit, suhu tubuh 36,8 C. JVP
meningkat 5+4 cmH20, iktus kordis di ICS V garis midclavicula sinistra, auskultasi jantung BJ I-II irreguler dan ditemukan
gallop. Pada ekstremitas inferior terdapat edema. Pemeriksaan lab didapatkan anemia dengan trombisitosis, ASTO positif,
CRP kuantitatif >24 mg/l, rontgen toraks AP didapatkan kardiomegali dengan CTR >50%, EKG pemanjangan interval PR.
Echocardiograf didapatkan MR severe e.c RHD, TR severe, PH moderate. Diagnosis gagal jantung e.c Rheumatic Heart
Disease. Pasien diberikan terapi IVFD RL X tetes/menit (mikro), benzatin penisilin 1,2 juta unit, furosemide tab 1x40 mg,
captopril tab 2x12,5mg, prednison 5 mg (5-5-4).

Kata kunci: ASTO, gagal jantung, penyakit jantung rematik

Rheumatic Heart Disease

Abstract
Rheumatic heart disease is a heart valve abnormalities due to acute rheumatic fever. It is prevalence in Indonesia is 0.3-
0.8% with range of 5-15 years old. It had high mortality that count 1-10%. A 14 years old boy complaint shortness of breath
that become heavier since first week before enetering hospital. Furthermore,he also felt chest thumping and swelling of
the leg. He had high fever that accompanied by cough and sniffles since 2 weeks before enetering hospital. Physical
o
examination found moderate sick in general condition, composmentis, pulse 100 x/min, RR 30 x/min, T 36,8 C. Jugular vein
pressure increased 5+4 cmH20, cardiac iktus is on ICS V of left midclavicula line, Heart sound I-II irregular and gallop. In the
lower extremity found edema. Lab examination found anemia with thrombocytosis, positiive of ASTO,CRP >24 mg/l, chest
X-rays AP potition found cardiomegaly with CTR >50%, ECG found PR interval prolongation. Echocardiography
showedsevere mitral regurgitation e.c rheumatic heart disease, severe tricuspid regurgitation, moderate pulmonary
hypertension. Diagnosis is heart failure e.c. rheumatic heart disease. Patients received IVFD RL X drops/minute (micro),
benzathine penicillin 1.2 million units, furosemide tab 1x40 mg, captopril tab 2x12.5 mg, prednisone 5 mg (5-5-4).

Keyword : ASTO, heart failure, rheumatic heart disease

Korespondensi: William Doktrian Julius, S.Ked, alamat Jl. Landak No. 64, HP 082182084042, e-mail
william_sky64@yahoo.co.id

Pendahuluan dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas


Penyakit jantung reumatik merupakan yang signifikan. Dengan 60% dari 470.000
kelainan katup jantung yang menetap akibat kasus DRA pertahun akan menambah jumlah
demam reumatik akut sebelumnya. Penyakit kejadian PJR yang 15 juta jiwa. Penderita PJR
ini terutama mengenai katup mitral (75%), akan berisiko untuk kerusakan jantung akibat
aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid infeksi berulang dari DRA dan memerlukan
dan tidak pernah menyerang katup pulmonal.1 pencegahan. Morbiditas akibat gagal jantung,
Setiap tahunnya rata-rata ditemukan 55 kasus stroke dan endokarditis sering pada penderita
dengan demam reumatik akut (DRA) dan PJR.2 PJR dengan sekitar 1.5% penderita rheumatic
Diperkirakan prevalensi PJR di Indonesia carditis akan meninggal pertahun.6,7 DRA dan
sebesar 0,3-0,8 anak sekolah 5-15 tahun.3 PJR diperkirakan berasal dari respon
DRA merupakan penyebab utama autoimun, tetapi patogenesa pastinya belum
penyakit jantung didapat pada anak usia 5 jelas. Di seluruh dunia DRA diperkirakan
tahun sampai dewasa muda di negara terjadi pada 5-30 juta anak anak dan dewasa
berkembang dengan keadaan sosio ekonomi muda. 90.000 akan meninggal setiap
rendah dan lingkungan buruk.4-5 Keterlibatan tahunnya. Mortalitas penyakit ini didunia
jantung menjadi komplikasi terberat dari DRA adalah sebesar 1-10%.3,8

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|138


William | Penyakit Jantung Reumatik

KASUS
Pasien anak, laki-laki, usia 14 tahun, BB
35 kg, datang dengan keluhan sesak napas
yang hilang timbul, sesak dipengaruhi aktivitas
dan tidak dipengaruhi cuaca maupun emosi.

Pasien mengalami sesak saat berjalan ±20

meter, sesak berkurang ketika beristirahat.
Pasien mengeluh jantung berdebar-debar,
tidak terdapat keluhan nyeri dada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU
tampak sakit sedang, kesadaran
composmentis, nadi 100 x/menit, pernafasan
30 x/menit, suhu 36,8 ºC. Kepala
normocephal, leher ditemukan peningkatan
JVP 5+4 cmH20, dan pulmo tidak ditemukan
kelainan. Jantung dari inspeksi terlihat iktus
kordis, teraba iktus kordis di ICS V garis Gambar 1. Hasil Echocardiography Pasien
midclavicula sinistra, perkusi redup, auskultasi
terdengar BJ I-II irreguler, gallop (+). Abdomen Kesan: MR severe e.c RHD, TR severe, PH
dari inspeksi terlihat datar, teraba hepar 1/3- moderate
1/2 konsistensi lunak, spleen tidak teraba, Pasien di diagnosis gagal jantung e.c
nyeri tekan (+) auskultasi didapatkan bising Rheumatic Heart Disease. Pasien diberikan
usus (+), turgor baik. Edema pada ekstremitas terapi IVFD RL X tetes permenit (mikro),
inferior. Pemeriksaan neurologis tidak Benzatin penisilin 1,2 juta unit, furosemide tab
ditemukan kelainan, refleks fisiologi (+), 1x40 mg, captopril tab 2x12,5 mg, Prednison 5
refleks patologis (-), tanda rangsang mg 5-5-4.
meningeal (-). Status gizi berdasarkan WHO
Growth Chart Standart 2006 BB/U, TB/U dan Pembahasan
BB/TB berada dalam batas normal. Pada kasus ini, pasien di diagnosis gagal
Pemeriksaan darah lengkap didapatkan jantung e.c Rheumatic Heart Disease.
Hb 9,0 g/dl, Ht 28,6%, eritrosit 3,6 jt/µl, LED Penegakkan diagnosis didasarkan pada
80 mm/jam, leukosit 8700/ul, neutrofil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
segmen 64 , limfosit 32 %, monosit 4%, pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis yang
trombosit 536000/ul. Pada pemeriksaan dilakukan secara alloanamnesis, didapatkan
imunologi dan serologi didapatkan ASTO satu minggu SMRS pasien merasakan sesak
positif, CRP kuantitatif >24 mg/l. Pada nafas bertambah hebat, semakin sering
pemeriksaan rontgen toraks AP didapatkan terbangun pada malam hari karena sesak
kardiomegali dengan CTR >50%. Pada nafas. Sesak nafas timbul walaupun pasien
pemeriksaan EKG didapatkan pemanjangan sedang istirahat, pasien lebih nyaman jika
interval PR pada EKG menggunakan 2 bantal. Demam tidak ada.
Berikut adalah hasil pemeriksaan Mual ada, muntah tidak ada. Pasien mengeluh
echocardiography pasien. jantung berdebar-debar, nyeri dada (-). Kaki
bertambah bengkak. BAK sedikit-sedikit dan
BAB tidak ada keluhan. Kemudian os berobat
ke RS Daerah dan dirawat selama 3 hari, diberi
obat tablet berwarna putih tetapi tidak ada
perubahan kemudian dirujuk ke RS Provinsi.
Berdasarkan keluhan pasien, sesak yang
dialami mengarah kepada penyakit gagal
jantung, karena sesak tetap timbul walaupun
pasien istirahat dan lebih nyaman jika posisi
kepala ditinggikan kemudian adanya bengkak
pada kedua kaki. Berdasarkan pemeriksaan
fisik pada pasien ini, menunjukkan penyakit

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|139



William | Penyakit Jantung Reumatik

gagal jantung. Manifestasi lain gagal jantung Pada pemeriksaan penunjang


adalah kelelahan otot, pembesaran jantung, didapatkan kadar Hb 9,0 mg/dl dan trombosit
takikardia, bunyi jantung ketiga (S3) gallop, 536.000 mg/dl yang menandakan anemia dan
ronki basah halus di basal paru, karena aliran trombositosis. Anemia dapat merupakan
udara yang melewati alveolus yang penyebab atau komplikasi dari gagal jantung.
edematosa. Gagal jantung dapat disebabkan Mekanisme terjadinya anemia pada gagal
oleh antara lain infark miokardium, miopati jantung meliputi disfungsi sumsum tulang
jantung, defek katup, malformasi kongenital karena penurunan curah jantung dan aktivasi
dan hipertensi kronik. Penyebab gagal jantung sitokin. Aktivitas TNF-α dapat menyebabkan
pada pasien ini dicurigai adalah penyakit depresi sumsum tulang, insensitivitas
jantung rematik.9,10 terhadap eritropoietin (EPO) dan mengganggu
Gagal jantung dapat memengaruhi pelepasan dan penggunaan besi tubuh.
jantung kiri, jantung kanan, atau keduanya Trombositosis merupakan salah satu faktor
(biventrikel). Manifestasi tersering dari gagal risiko terjadinya aterosklerosis dikemudian
jantung kiri adalah dispnea atau perasaan hari. Aterosklerosis ditandai dengan adanya
kehabisan napas. Hal ini terutama disebabkan penebalan pada tunika intima media arteri
oleh penurunan compliance paru akibat karotis yang mengakibatkan iskemik pada otot
edema dan kongesti paru dan oleh jantung, sehingga dapat memicu gagal jantung
peningkatan aktivitas reseptor regang otonom berupa disfungsi diastolik maupun sistolik
di dalam paru. Dispnea paling jelas sewaktu ventrikel.3,9,12
aktivitas fisik (dyspneu d’effort). Dispnea juga Berdasarkan hasil pemeriksaan
jelas saat pasien berbaring (ortopnea) karena penunjang, diagnosis mengarah kepada
meningkatnya jumlah darah vena yang penyakit jantung rematik. Penyakit jantung
kembali ke toraks dari ekstremitas bawah dan rematik adalah cacat jantung akibat sisa
karena pada posisi ini diafragma terangkat. demam rematik akut tanpa disertai
Dispnea nokturnal paroksismal adalah bentuk keradangan akut. Cacat dapat terjadi pada
dispnea yang dramatik, pada keadaan semua bagian jantung terutama katup mitral
tersebut pasien terbangun dengan sesak dan katup aorta. Penyakit ini didahului oleh
napas hebat mendadak disertai batuk, sensasi demam rematik akut yaitu sindroma
tercekik, dan mengi. Klasifikasi gagal jantung peradangan yang timbul setelah sakit
menurut New York Heart Association (NYHA) tenggorokan oleh Streptokokus B hemolitikus
dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi. Berdasarkan grup A yang cenderung dapat kambuh.13-15
anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada pasien Gejala klinis yang timbul berupa subfebril,
ini termasuk gagal jantung NYHA derajat IV, anoreksia, tampak pucat atralgia, dan sakit
karena pasien masih merasa sesak walaupun perut. Peneggakan diagnosa menggunakan
dalam kondisi sedang beristirahat dan tidak kriteria Jones.16
melakukan aktivitas.10,11

16
Tabel 1. Kriteria Jones Untuk Demam Rematik Akut
Kriteria Mayor Kriteria Minor
1. Karditis 1. Demam
2. Polyarthritis 2. Polyatralgia
3. Chorea 3. Laboratorium:Peningkatan acute phase
reactan (LED atau leukosit)
4. Erythema marginatum 4. PR interval memanjang
5. Subcutaneous nodul

Pada kasus ini tanda manifestasi mayor yang 2. Poliartritis migran akut, karena
ditemukan yaitu: pasien mengeluh nyeri sendi pada kedua
1. Karditis, karena pada rontgen toraks lutut dan siku, dimana nyeri tersebut
ditemukan gambaran kardiomegali, dan berpindah–pindah (tidak menetap).
pasien menunjukkan klinis adanya gagal Pada kasus ini tanda manifestasi minor yang
jantung. ditemukan yaitu:
1. Demam

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|140


William | Penyakit Jantung Reumatik

2. Peningkatan reaktan fase akut (C-reactive Demam Rematik & Penyakit Jantung Rematik
proteine, laju endap darah) (berdasarkan revisi kriteria Jones) yaitu:9,13
3. Pemanjangan interval PR pada EKG •
Demam Rematik serangan pertama: 2
kriteria major atau 1 kriteria major dan
Karditis dapat dibagi menjadi karditis 2 minor + Streptokokus B hemolitukus
ringan, karditis sedang dan karditis berat. grup A bukti infeksi sebelumnya
Dikatakan karditis ringan adalah apabila •
Demam Rematik serangan rekuren
diragukan adanya kardiomegali, karditis tanpa Penyakit Jantung Rematik : 2
sedang apabila terdapat kardiomegali ringan major atau 1 major dan 2 minor + bukti
dan karditis berat adalah apabila didapatkan Streptokokus B hemolitukus grup A
adanya kardiomegali yang nyata atau gagal sebelumnya
jantung. Pada pasien ini termasuk ke dalam •
Demam Rematik serangan rekuren
kriteria karditis berat karena terdapat adanya dengan Penyakit Jantung Rematik: 2
gambaran kardiomegali yang nyata dan gagal minor + bukti Streptokokus B
jantung.8,10 hemolitukus grup A sebelumnya
Pemanjangan interval PR pada EKG •
Korea Syndenham: tidak perlu kriteria
merupakan salah satu kriteria minor dari major lainnya atau bukti Streptokokus B
demam rematik. Interval PR yang memanjang hemolitukus grup A
biasanya menunjukkan adanya keterlambatan •
Penyakit Jantung Rematik (stenosis
abnormal sistem konduksi pada nodus mitral murni atau kombinasi dengan
atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai insufisiensi dan atau gangguan aorta):
pada demam rematik, perubahan gambaran tidak perlu kriteria lain
EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik.
Selain itu, interval PR yang memanjang juga Pada kasus ini diagnosis sudah tepat,
bukan merupakan pertanda yang memadai yaitu Penyakit Jantung Rematik, karena sudah
akan adanya karditis rematik.1,10 memenuhi kriteria Jones, baik kriteria mayor
Pada pemeriksaan tambahan juga maupun kriteria minor, ditambah adanya
didapatkan bukti adanya infeksi steptokokus pemeriksaan tambahan yaitu bukti adanya
sebelumnya, yaitu titer ASTO positif. Titer infeksi streptokokus sebelumnya.
antistreptolisin O (ASTO) merupakan Penatalaksanaan pada kasus ini meliputi tirah
pemeriksaan diagnostik standar untuk demam baring, IVFD RL X tetes permenit (mikro),
rematik, sebagai salah satu bukti yang Benzatin penisilin 1,2 juta unit, furosemide tab
mendukung adanya infeksi Streptokokus. Titer 1x40 mg, captopril tab 2x12,5 mg,
ASTO dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai spironolacton 25 mg (1/2-0-0), Prednison 5 mg
80% kasus demam rematik akut.1,3,14 5-5-4. Lama dan tingkat tirah baring
Penegakkan diagnosa menurut Kriteria tergantung sifat dan keparahan serangan.
WHO Tahun 2002-2003 utuk diagnosis

16-17
Tabel 2. Panduan Aktivitas pada Penderita Penyakit Jantung Rematik
Aktivitas Artritis Karditis Minimal Karditis Sedang Karditis Berat
Tirah baring 1-2 minggu 2-4 minggu 4-6 minggu 2-4 bulan/selama
masih terdapat
gagal jantung
kongestif
Aktivitas dalam 1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan
rumah
Aktivitas di luar 2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan
rumah
Aktivitas penuh Setelah 6- Setelah 6- Setelah 3- bervariasi
10 minggu 10 minggu 6 minggu

Pasien ini termasuk ke dalam karditis jantung kongestif. Antibiotika yang diberikan
berat, yaitu karditis yang disertai dengan pada pasien ini sudah tepat, yaitu benzatin
kardiomegali. Lamanya tirah baring adalah 2-4 penisilin 1,2 juta IU. Penisilin Benzatin 600.000
bulan atau selama masih terdapat gagal IU diberikan untuk anak dengan berat badan

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|141



William | Penyakit Jantung Reumatik

kurang dari 30 kg dan 1,2 juta IU untuk berat ketika bakteri mencoba untuk membelah
badan lebih dari 30 kg, diberikan sekali, diri.18-20
intramuskular. Mekanisme aksi dari golongan Terapi anti inflamasi pada pasien ini
antibiotik β-lactam ini adalah menghambat sudah tepat yaitu dengan pemberian
pembentukan peptidoglikan di dinding sel. β- prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2-6 minggu,
lactam akan terikat pada enzim sehingga diberikan dengan dosis 70 mg yang
transpeptidase yang berhubungan dengan dibagi dalam 4 dosis. Dosis prednisone di
molekul peptidoglikan bakteri, dan hal ini akan tapering off pada minggu terakhir pemberian
melemahkan dinding sel bakteri ketika dan mulai diberikan aspirin. Aspirin diberikan
membelah. Dengan kata lain, antibiotika ini dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, dibagi 4-6
dapat menyebabkan perpecahan sel (sitolisis) dosis. Setelah minggu ke 2, dosis aspirin
diturunkan menjadi 60 mg/kgBB/hari.21,22

17
Tabel 3. Panduan Antiinflamasi pada Penderita Penyakit Jantung Rematik
Artritis Karditis Minimal Karditis Sedang Karditis Berat
Prednison - - 2-4 minggu 2-6 minggu
Aspirin 1-2 minggu 2-4 minggu 6-8 minggu 2-4 bulan

Terapi dengan agen anti inflamasi harus prostaglandin dan nitric oxyde. Peningkatan
dimulai sedini mungkin saat demam rematik bradikinin meningkatkan efek penurunan
akut sudah didiagnosis. Untuk karditis ringan tekanan darah dari ACE inhibitor dan juga
hingga sedang, penggunaan aspirin saja mengurangi mortalitas hampir 20% pada
sebagai anti inflamasi direkomendasikan pasien dengan gagal jantung yang
dengan dosis 90-100 mg/kgBB perhari yang simptomatik serta mengurangi gejala. ACE
dibagi dalam 4 sampai 6 dosis. Kadar salisilat inhibitor harus diberikan pertama kali dalam
yang adekuat di dalam darah adalah sekitar dosis yang rendah untuk menghindari resiko
20-25 mg/100 mL. Dosis ini dilanjutkan selama hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi
4 sampai 8 minggu, tergantung pada respon ginjal dan serum pottasium harus diawasi
klinis. Setelah perbaikan, terapi dikurangi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan
secara bertahap selama 4-6 minggu selagi terutama setelah dilakukan peningkatan dosis.
monitor reaktan fase akut. Untuk poliartritis, Dosis inisial yaitu 6,25-12,5 mg sebanyak 2-3
terapi aspirin dilanjutkan selama 2 minggu dan kali/hari dan diberikan dengan pengawasan
dikurangi secara bertahap selama lebih dari 2 yang tepat.25-27
sampai 3 minggu. Adanya perbaikan gejala Pemberian furosemide tab 1x40 mg
sendi dengan pemberian aspirin merupakan untuk mengatasi retensi cairan sehingga
bukti yang mendukung poliartritis migrans mengurangi beban volume sirkulasi yang
akut pada demam rematik akut. Pemberian menghambat kerja jantung. Pada pemberian
prednisone (2 mg/kgBB perhari dalam 4 dosis diuretik ini harus diawasi kadar kalium dalam
untuk 2 sampai 6 minggu) diindikasikan hanya darah karena hipokalemia mudah terjadi
pada kasus karditis berat.23,24 sebagai efek samping dari obat ini. Pemberian
Pada pasien ini juga diberikan captopril diuretik biasanya dikombinasikan dengan ACE
2x12,5 mg untuk mengurangi beban kerja inhibitor. Kombinasi dari kedua obat ini akan
jantung yang disebabkan karena gagal memiliki efek tambahan pada miokardium
jantung. Mekanisme kerja dari captopril yang untuk mencegah perkembangan jaringan
termasuk dalam golongan ACE inhibitor yaitu parut miokard dan pembesaran miokard.10,16-17
menghambat sistem renin-angiotensin- Prognosis pada pasien ini adalah dubia
aldosteron dengan menghambat perubahan ad bonam yang berarti bila karditis sembuh
Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga pada permulaan serangan akut demam
menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi rematik. Selama 5 tahun pertama perjalanan
retensi sodium dengan mengurangi sekresi penyakit demam rematik dan penyakit
aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat jantung rematik tidak membaik bila bising
dalam degradasi bradikinin maka ACE inhibitor organik katup tidak menghilang. Prognosis
menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu memburuk bila gejala karditisnya lebih berat,
vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan dan ternyata demam rematik akut dengan

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|142


William | Penyakit Jantung Reumatik

payah jantung akan sembuh 30% pada 5 tahun A streptococcal diseases. Lancet Infect
pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data Dis. 2005; 5(11):685–94.
penyembuhan ini akan bertambah bila 5. Seckeler MD, Hoke TR. The worldwide
pengobatan pencegahan sekunder dilakukan epidemiology of acute rheumatic
secara baik.16,17 fever and rheumatic heart disease.
Pemberian edukasi pada pasien ini Clin Epidemiol. 2011; 3:67–84.
dirasa perlu terutama kepada kedua orangtua 6. Marijon E, Ou P, Celermajer DS.
pasien, maka kami mengedukasi pengobatan Prevalence of rheumatic heart disease
berkelanjutan pada pasien ini berupa detected by echocardiographic
penjelasan mengenai pemberian obat screening. N Engl J Med. 2007;
benzatin penisilin 1,2 juta IU secara 357:470–6.
intramuskular sebanyak 1 kali kemudian 7. Bhaya M, Panwar S, Beniwal R,
pemberian diulang pada minggu ke 4 Panwar RB. High prevalence of
diberikan selama minimal 10 tahun tiap 4 rheumatic heart disease detected by
minggu karena pasien ini termasuk dalam echocardiography in school children.
kategori demam rematik dengan karditis Echocardiography. 2010; 27(4):448–
tetapi tanpa penyakit jantung residual (tidak 53.
ada kelainan katup) maka disarankan kepada 8. Turi BSRZG. Rheumatic fever. Dalam:
pasien untuk kontrol rutin ke poli anak Braunwald E, Bonow RO, editors.
sehingga perkembangan dari penyakit jantung Braunwald’s heart disease a textbook
rematik ini mengarah kepada prognosis yang of cardiovascular medicine.
lebih baik.16,19,20 Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.
9. Mishra TK. Acute rheumatic fever and
Simpulan rheumatic heart disease: current
Pada kasus ini penegakkan diagnosis scenario. JIACM. 2007; 8(4):324-30.
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, 10. Wahab, Samik. Kardiologi anak:
dan pemeriksaan penunjang sudah sesuai. penyakit jantung kongenital yang
Penatalaksaan pada pasien ini juga sudah tidak sianotik. Jakarta: Penerbit Buku
cukup sesuai dengan kepustakan. Penyakit Kedokteran EGC; 2009. hlm. 58-92.
jantung rematik merupakan kelainan katup 11. Panggabean, Marulam M. Gagal
jantung akibat demam rematik akut Jantung. Dalam: Panggabean,
sebelumnya. Pengobatan bergantung pada Marulam M. Buku ajar ilmu penyakit
tingkat keparahan penyakit dan pemantauan dalam jilid III. Edisi ke-4. Jakarta:
harus dilakukan secara ketat agar mengarah Penerbit Departemen Ilmu Penyakit
kepada prognosis yang lebih baik. Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. hlm.
Daftar Pustaka 1503-4.
1. Kliegman RM, Stanton B, Joseph SG, 12. Settin A, Abdel-Hady H, El-Baz R,
Schor N, Behrman RE. Rheumatic Saber I. Gene polymorphisms of TNF-
heart disease. Dalam: Kliegman RM, alpha(-308), IL-10(-1082), IL-6(-174),
Stanton B, Joseph SG, Schor N, and IL-1Ra(VNTR) related to
Behrman RE. Nelson text book of susceptibility and severity of
pediatric. Edisi ke-19. Philadelphia: rheumatic heart disease. Pediatr
Saunders Elsevier; 2011. hlm. 1961- Cardiol. 2007; 28(5):363–71.
63. 13. Guilherme L, Ramasawmy R, Kalil J.
2. Rahayuningsih SE, Farrah A. Role of Rheumatic fever and rheumatic heart
echoacardiography in diagnose of disease: genetics and pathogenesis.
acute rhematic fever. Paediatrica Scand J Immunol. 2007; 66(2-3):199–
Indonesiana. 2010; 50(2):1-9. 207.
3. Madyono B. Epidemiologi penyakit 14. Braunwald E. Heart failure and cor
jantung reumatik di Indonesia. J pulmonale. Dalam: Kasper DL,
Kardiol Indones. 2005; 200:25-33. Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL,
4. Carapetis JR, Steer AC, Mulholland EK, editors. Harrison’s principle of internal
Weber M. The global burden of group

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|143



William | Penyakit Jantung Reumatik

medicine. Edisi ke-16. Chicago: 21. You JJ, Singer DE, Howard PA.
McGraw-Hill; 2005. hlm. 1367. Antithrombotic therapy for atrial
15. Price, Anderson S, Wilson LM. fibrillation: antithrombotic therapy
Patofisiologi konsep klinis proses- and prevention of thrombosis, 9th ed:
proses penyakit. Jakarta: Penerbit American College of Chest Physicians
Buku Kedokteran EGC; 2005. hlm. evidence-based clinical practice
613-27. guidelines. Chest. 2012; 141(2
16. Bonow RO, Carabello BA, Kanu C. Suppl):e531S–57S.
ACC/AHA 2006 guidelines for the 22. Hoes JN, Jacobs JW, Boers M. EULAR
management of patients with valvular evidence-based recommendations on
heart disease: a report of the the management of systemic
American College of glucocorticoid therapy in rheumatic
Cardiology/American Heart diseases. Ann Rheum Dis. 2007;
Association Task Force on Practice 66(12):1560–7.
Guidelines (writing committee to 23. Da Silva JA, Jacobs JW, Kirwan JR.
revise the 1998 Guidelines for the Safety of low dose glucocorticoid
Management of Patients With treatment in rheumatoid arthritis:
Valvular Heart Disease): developed in published evidence and prospective
collaboration with the Society of trial data. Ann Rheum Dis. 2006;
Cardiovascular Anesthesiologists: 65(3):285–93.
endorsed by the Society for 24. Buttgereit F, Doering G, Schaeffler A.
Cardiovascular Angiography and Targeting pathophysiological rhythms:
Interventions and the Society of prednisone chronotherapy shows
Thoracic Surgeons. Circulation. 2006; sustained efficacy in rheumatoid
114(5):e84–231. arthritis. . Ann Rheum Dis. 2010;
17. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, 69(7):1275–80.
Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati 25. Essop MR, Nkomo VT. Rheumatic and
ED, editors. Pedoman pelayanan nonrheumatic valvular heart disease:
medis ikatan dokter anak Indonesia. epidemiology, management, and
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; prevention in Africa. Circulation. 2005;
2011. hlm. 54-72. 112(23):3584–91.
18. Robertson KA, Volmink JA, Mayosi 26. McMurray J, Cohen-Solal A, Dietz R,
BM. Antibiotics for the primary Eichhorn E, Erhardt L, Hobbs FD, et al.
prevention of acute rheumatic fever: a Practical recommendations for the
meta-analysis. BMC Cardiovasc use of ACE inhibitors, beta-blockers,
Disord. 2005; 5:11. aldosterone antagonists and
19. RHDAustralia (ARF/RHD writing angiotensin receptor blockers in heart
group). The Australian guideline for failure: putting guidelines into
prevention, diagnosis and practice. Eur J Heart Fail. 2005;
management of acute rheumatic fever 7(5):710–21.
and rheumatic heart disease. Edisi ke- 27. Verdecchia P, Sleight P, Mancia G.
2. Australia: National Heart Effects of telmisartan, ramipril, and
Foundation of Australia and the their combination on left ventricular
Cardiac Society of Australia and New hypertrophy in individuals at high
Zealand; 2012. vascular risk in the ongoing
20. Siswanto BB, Dharma S, Juzan DA, telmisartan alone and in combination
Sukmawan R. Pedoman tatalaksana with ramipril global end point trial and
penyakit kardiovaskular di Indonesia. the telmisartan randomized
Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis assessment study in ACE intolerant
Kardiovaskular Indonesia; 2009. hlm. subjects with cardiovascular disease.
267-8. Circulation. 2009; 120(14):1380–9.

J Medula Unila|Volume 4|Nomor 3|Januari 2016|144

Anda mungkin juga menyukai