Anda di halaman 1dari 8

Demokrasi Terpimpin (1959–1965)

Sejarah Indonesia (1959–1965) adalah masa ketika sistem Demokrasi Terpimpin sempat
berjalan di Indonesia. Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi yang
seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, kala itu Presiden
Soekarno.[butuh rujukan]

Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno
dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956.

Demokrasi Terpimpin menurut ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 yakni kerakyatan


yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang
berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong di antara semua kekuatan
nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan pada Nasakom.

Daftar isi

1Latar belakang

2Gerakan Politik PKI

3Intervensi Ameriika Serikat

4Dampak ke situasi politik

5Peristiwa Penting Masa Demokrasi terpimpin

6Kondisi Ekonomi

7Kondisi Sosial Budaya

8Penyimpangan

Latar belakang

Pada 9 Juli 1959, Kabinet Djuanda dibubarkan dan diganti menjadi Kabinet Kerja yang
dilantik pada 10 Juli 1959. Kabinet ini memiliki program kerja yang disebut Tri Program
yang meliputi:

(1) masalah-masalah sandang dan pangan,


(2) keamanan dalam negeri, dan

(3) pengembalian Irian Barat

Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno

1.  Dari segi keamanan nasional: Banyaknya gerakan separatis pada masa demokrasi
liberal, menyebabkan ketidakstabilan negara.
2.  Dari segi perekonomian: Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi
liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat
dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.

3.  Dari segi politik: Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan
UUDS 1950.

Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran
Soekarno agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950
adalah UUD 1945. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota
konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara yang diikuti
oleh seluruh anggota Konstituante. Pemungutan suara ini dilakukan pada 30 Mei, 1 Juni,
dan 2 Juni 1959 dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan
Presiden Soekarno tersebut.

Hasil pemungutan suara hari pertama menunjukan bahwa: 269 orang setuju untuk
kembali ke UUD 1945 dan 119 orang menolak untuk kembali ke UUD 1945. Meskipun
suara terbanyak menyetujui opsi kembali ke UUD 1945, suara tersebut belum mencapai
2/3 dari jumlah suara, yaitu 312 suara sehingga pemungutuan suara harus diulangi.[3]
Pemilihan hari kedua menunjukan bahwa: 264 setuju dan 204 menolak. Adapun
pemilihan hari ketiga menunjukan bahwa: 263 setuju dan 203 menolak.[4]

Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan.
Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut
tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.

Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekret yang disebut
Dekret Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959:[5]

1.            Tidak berlaku kembali UUDS 1950

2.            Berlakunya kembali UUD 1945

3.            Dibubarkannya konstituante

4.            Pembentukan MPRS dan DPAS

Setelah diberlakukannya Dekrit Presiden diberlakukan, keterlibatan militer dalam politik


dan lembaga politik kian meluas. Pada 10 Juli 1959, Sukarno mengumumkan Kabinet
Kerja, sepertiganya menteri berasal dari militer.[6]

Gerakan Politik PKI


Partai Komunis Indonesia (PKI) menyambut "Demokrasi Terpimpin" Soekarno dengan
hangat dan anggapan bahwa Soekarno mempunyai mandat untuk mengakomodasi
persekutuan konsepsi yang sedang marak di Indonesia kala itu, yaitu antara  yang
dinamakan NASAKOM.

Pada 19 Desember 1961, Soekarno mengumandangkan Tri Komando Rakyat (TRIKORA). 

TRI KORA( Tiga Komando Rakyat)

1. Bubarkan negara boneka papua buatan Belanda

2. Kibarkan sang merah putih di Irian barat tanah air Indonesia

3. Bersiaplah memobilisasi umum untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia

Soekarno kemudian membentuk Komando Mandala Pembebasan irian Barat yang


dipimpin Soeharto.[8] Menurut Aco Manafe, PKI menjadi pendukung utama Trikora
untuk meraih simpati Soekarno.[9] PKI juga mendukung penekanan terhadap
perlawanan penduduk adat yang tidak menghendaki integrasi dengan Indonesia.
Presiden Sukarno kemudian menunjuk DN Aidit dan Nyoto dari PKI sebagai anggota
Front Nasional untuk memperjuangkan Irian Barat.[10]

Intervensi Amerika Serikat

Di era Demokrasi Terpimpin, antara tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat
memberikan 64 juta dollar dalam bentuk bantuan militer untuk jenderal-jenderal militer
Indonesia. Menurut laporan di media cetak "Suara Pemuda Indonesia": Sebelum akhir
tahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon angkatan bersenjata
Indonesia. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun
1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan ratusan
perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk Pembangunan
Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja bukan
untuk mendukung Soekarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira
angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk kesatuan militer untuk
membuat Indonesia sebuah "negara bebas".[11]

Dampak ke situasi politik

Era "Demokrasi Terpimpin" diwarnai kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum
borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan
petani Indonesia. Kolaborasi ini tetap gagal memecahkan masalah-masalah politis dan
ekonomi yang mendesak Indonesia kala itu. Pendapatan ekspor Indonesia menurun,
cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi kaum birokrat dan militer
menjadi wabah sehingga situasi politik Indonesia menjadi sangat labil dan memicu
banyaknya demonstrasi di seluruh Indonesia, terutama dari kalangan buruh, petani, dan
mahasiswa.

Kehidupan Indonesia di masa Demokrasi Terpimpin ini memicu terjadinya berbagai


peristiwa penting
KONDISI EKONOMI

Kondisi ekonomi pada masa awal Demokrasi Terpimpin sangat terpuruk akibat
pemberontakan-pemberontakan yang terjadi. Untuk mengatasi keadaan ekonomi pada
masa ini, sistem ekonomi berjalan dengan sistem komando, di mana alat-alat produksi
dan distribusi yang vital harus dimiliki dan dikuasai negara atau minimal di bawah
pengawasan negara.

1. Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Badan Perancangan


Pembangunan Nasional (Bappenas)

Upaya perbaikan perekonomian Indonesia dilakukan dengan pembentukan Dewan


Perancang Nasional (Depernas) pada 15 Agustus 1959 yang dipimpin Moh. Yamin.
Dapernas kemudian menyusun program kerjanya berupa pola pembangunan nasional
yang disebut sebagai Pola Pembangunan Semesta Berencana dengan
mempertimbangkan faktor pembiayaan dan waktu pelaksanaan pembangunan. Pola
Pembangunan Semesta dan Berencana terdiri atas Blueprint tripola yaitu proyek
pembangunan, pola penjelasan pembangunan dan pola pembiayaan pembangunan.

Pada tahun 1963, juga dibentuk Badan Perancangan Pembangunan Nasional


(Bappenas) yang dipimpin Presiden Soekarno sebagai pengganti Depernas. Tugas
Bappenas adalah menyusun rencana pembangunan jangka panjang maupun pendek.

2. Penurunan nilai uang

Untuk membendung inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat,
pada tanggal 25 Agustus 1950 pemerintah mengumumkan penurunan nilai
uang. Gimana sih  penurunan nilai uang tersebut? Sebagai contoh, untuk uang kertas
pecahan Rp500 nilainya akan berubah menjadi Rp50 begitu seterusnya. Selain itu, semua
simpanan di bank yang melebihi Rp25.000 akan dibekukan.

3. Melaksanakan Deklarasi Ekonomi (Dekon)

Pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru bagi perbaikan ekonomi secara
menyeluruh yaitu Deklarasi Ekonomi (Dekon). Tujuan dibentuknya Dekon adalah untuk
menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari imperialisme.
Meski begitu, dalam pelaksanaannya Dekon tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi
dan masalah inflasi, Dekon justru mengakibatkan perekonomian Indonesia stagnan.
Masalah perekonomian diatur atau dipegang oleh pemerintah sedangkan prinsip-prinsip
dasar ekonomi banyak diabaikan.

4. Pembangunan Proyek Mercusuar

Keadaan perekonomian semakin buruk karena pembengkakan biaya proyek mercusuar.


Proyek Mercusuar Soekarno adalah proyek pembangunan ibukota agar mendapat
perhatian dari luar negeri. Untuk memfasilitasi Ganefo (Games of the New Emerging
Forces) sebagai tandingan dari Olimpiade, pemerintah membangun proyek besar seperti
gedung CONEFO yang sekarang dikenal sebagai DPR, MPR, DPD DKI Jakarta, Gelora
Bung Karno, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, pembangunan Monumen Nasional
(Monas), dan pusat pertokoan Sarinah.

Pembangunan Kompleks Olahraga di Senayan, termasuk Gelora Bung Karno merupakan


proyek yang ambisius pada saat itu. (Sumber: sejarahri.com).

KONDISI SOSIAL BUDAYA

1. Larangan pedagang asing di luar ibukota daerah

Dalam bidang sosial, pada masa Demokrasi Terpimpin pernah terjadi konflik antar
pedagang asing, terutama Cina. Pada 1 Januari 1960, para pedagang asing dilarang
berdagang di pedesaan. Akibatnya, banyak di antara mereka yang dipindahkan ke kota.
Atas kebijakan tersebut pemerintah di Beijing memberikan reaksi keras terhadap usaha
tentara Indonesia melarang warga negara asing (etnis Cina) bergerak dalam bidang
usaha eceran diluar kota-kota besar.

2. Kerusuhan di Jakarta

Pada masa Konfrontasi Indonesia-Malaysia, keadaan sosial Indonesia mulai kacau.


Kedutaan besar Inggris dan 21 rumah stafnya dibakar habis di Jakarta. Sebagai balasan,
kedutaan besar Indonesia di Malaysia juga mengalami kerusakan. Hal ini berujung pada
pemutusan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura.

3. Konflik Lekra dengan Manikebu

Dalam bidang kebudayaan, juga terdapat konflik Lekra dan Manikebu. Lekra (Lembaga
Kebudayaan Rakyat) kelompok pendukung ajaran Nasakom sementara Manikebu
(Manifesto Kebudayaan) adalah sekelompok cendekiawan yang anti dengan ajaran
tersebut. Kelompok Manikebu mendukung Pancasila, namun tidak mendukung ajaran
Nasakom. Manikebu tidak ingin kebudayaan nasional didominasi ideologi tertentu.
Manikebu kemudian dilarang oleh pemerintah RI karena dianggap menunjukkan sikap
ragu-ragu terhadap revolusi. Tokoh-tokoh dalam Manikebu antara lain H.B. Jassin dan
Taufiq Ismail.

4. Pelarangan musik dan tarian ala Barat

Squad, sekarang kamu tentu bisa dengar berbagai musik dan menarikan berbagai tarian
dengan bebas, ‘kan? Berbeda dengan masa Demokrasi Terpimpin, segala aspek
kehidupan masyarakat berada di bawah dominasi politik. Bahkan, kelompok seniman
Koes Bersaudara (Koes Plus) juga pernah ditahan oleh pihak Kejaksaan karena dianggap
memainkan musik yang kebarat-baratan. Melalui pidato-pidatonya, Presiden Soekarno
mengecam kebudayaan Barat berupa musik “rock and roll”, dansa ala “cha-cha”, musik
pop.

Penyimpangan

Kebijakan-kebijakan politik Soekarno tentunya tidak lepas dari berbagai kecaman karena
adanya penyimpangan. Seperti penetapan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. 
Waktu itu masih bisa, karena waktu itu UUD 1945 belum diamandemen, dan di Pasal 7
saat itu hanya disebutkan bahwa presiden memegang jabatan selama lima tahun dan
sesudahnya boleh dipilih kembali.  Selain itu, keberadaan MPRS (Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung
Sementara) juga menuai kontroversi. Kenapa? Tidak lain karena pembentukannya dibuat
langsung oleh presiden, bahkan diketuai olehnya. Padahal seharusnya, badan seperti
MPRS dipilih melalui Pemilu (Pemilihan Langsung). ditambah lagi pembubaran DPR hasil
Pemilu 1955 yang menciderai demokrasi, karena DPR adalah aspirasi perwakilan dari
rakyat.

Anda mungkin juga menyukai