Anda di halaman 1dari 15

A.

Tokoh Pendidikan yang Berpengaruh dari Luar Negeri


1. Pestalozzi
Johann Heinrich Pestalozzi lahir di Zurich, Switzerland pada tanggal 12 Januari
1746. Ayahnya meninggal ketika dia berumur lima tahun, dan ibunya membesarkannya
bersama adiknya sendiri. Pestalozzi mulai mengenyam pendidikan formal pada umur
sembilan tahun, tetapi dia sukses menempuh pendidikan dengan tepat waktu. Dia belajar
di Universitas Zurich di mana dia bertemu dengan Johann Kasper Lavater yang
mempengaruhi dia dalam dunia politik. Kematian Lavater merubah pandangan dia dan
akhirnya dia memutuskan untuk mencurahkan hidupnya pada pendidikan (Heafford,
1967).
Johann Heinrich Pestalozzi adalah seorang ahli dan pembaharu pendidikan Swiss
yang memberikan pengaruh besar pada pembangunan sistem pendidikan di Eropa dan
Amerika bahkan sampai sekarang. Tidak hanya karena dia seorang guru yang inovatif,
tetapi dia juga mempunyai komitmen untuk melakukan reformasi sosial, dan juga
melaksanakan proyek-proyek kemanusiaan yang melibatkan anak-anak yatim selama
perang. Metode pendidikannya menekankan pada pentingnya memberikan cinta dan
kasih sayang, menciptakan lingkungan kekeluargaan dimana anak dapat tumbuh dan
berkembang dengan alami menjadi a whole person dengan keseimbangan intelektual,
fisik, dan kemampuan teknis, dan dengan pertumbuhan emosional, moral, etika, serta
agama.
Melalui asosiasinya dengan para reformis, Pestalozzi menjadi sadar akan masalah-
masalah sosial, yang membantu dia dalam mengembangkan tiga hal, yaitu tujuan
pendidikan, metode pendidikan dan disiplin dalam kelas.

Prinsip dan Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan bukan untuk menanamkan pengetahuan, namun untuk


membentangkan kemampuan alami dan mengembangkan kemampuan yang tersembunyi
dalam setiap orang. Dengan kata lain, pendidik perlu memfokuskan pada human being,
pada anak, dan bukan pada pendidikan itu sendiri.

Pendapat Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro dalam makalah " Sketsa Pendidikan Humanis
Religius"(2008) tentang prinsip-prinsip pendidikan humanis sangat sejalan dengan
pandangan Pestalozzi adalah sebagai berikut:
 Tujuan pendidikan dan proses pendidikan berasal dari anak (siswa). Oleh
karenanya kurikulum dan tujuan pendidikan menyesuaikan dengan kebutuhan,
minat, dan prakarsa anak.
 Siswa adalah aktif bukan pasif. Anak memiliki keinginan belajar dan akan
melakukan aktivitas belajar apabila mereka tidak difrustasikan belajarnya oleh
orang dewasa atau penguasa yang memaksakan keinginannya.
 Peran guru adalah sebagai penasehat, pembimbing, teman belajar bukan
penguasa kelas. Tugas guru membantu siswa belajar, sehingga siswa memiliki
kemandirian dalam belajar. Guru berperan sebagai pembimbing dan yang
melakukan kegiatan mencari dan menemukan pengetahuan bersama siswa.
Tidak boleh ada pembelajaran yang bersifat otoriter, dimana guru sebagai
penguasa dan murid menyesuaikan.
 Sekolah sebagai bentuk kecil dari masyarakat luas. Pendidikan seharusnya
tidak sekedar dibatasi sebagai kegiatan di dalam kelas dengan dibatasi empat
dinding sehingga terpisah dari masyarakat luas. Karena pendidikan yang
bermakna adalah apabila pendidikan itu dapat dimanfaatkan dalam kehidupan
masyarakat
 Aktivitas belajar harus berfokus pada pemecahan masalah, bukan sekedar
mengajarkan mata pelajaran. Pemecahan masalah adalah bagian dari kegiatan
kehidupan oleh karenanya pendidikan harus membangun kemajuan siswa untuk
memcahkan masalah. Kegiatan pendidikan bukan sebagai pemberian informasi
atau data dari guru pada siswa yang terbatas sebagai aktivitas mengumpulkan
dan mengingat kembali pengetahuan statis.
 Iklim sekolah harus demokratis dan kooperatif. Karena kehidupan di
masyarakat selalu hidup bersama orang lain, maka setiap orang harus mempu
membangun kooperasi dengan orang lain. Namun dalam realita pendidikan
tradisional sering siswa dilarang untuk berbicara, berpindah tempat, atau
kerjasama dengan siswa lain. Iklim demokratis dalam kelas adalah dibutuhkan
agar siswa dapat hidup secara demokratis di masyarakat.

Metode Pendidikan
Pestalozzi menekankan bahwa pendidikan harus berpusat pada anak, bukan
pada kurikulum ataupun guru. Karena pengetahuan terletak di dalam human being,
tujuan pembelajaran adalah untuk menemukan cara untuk membentangkan
pengetahuan yang tersembunyi. Pestalozzi mendukung bahwa pengalaman langsung
adalah metode yang paling baik. Dia juga mendukung spontanitas dan aktivitas
pribadi; hal ini berlawanan dengan metode yang berbasis kurikulum, metode berpusat
pada guru yang dulu berlaku.

Kehidupan Kelas
Pestalozzi menganjurkan agar kehidupan kelas seharusnya seperti kehidupan
keluarga. Atmosfer kelas harus mempunyai suasana loving and caring. Sebagaimana
yang terjadi dalam keluarga, harus ada kerjasama, saling mencintai satu sama lain,
baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa.
Untuk menciptakan kehidupan ruang kelas yang baik ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan guru, antara lain:
 Pelajaran dilaksanakan dengan rambu-rambu kurikulum.
 Siswa diberi motivasi agar mempunyai harapan tinggi dan diarahkan agar
berorientasi pada pelajaran.
 Pelajaran jelas dan terfokus, apabila siswa tidak memahami, maka guru
mengulang kembali sampai siswa paham.
 Waktu di kelas digunakan untuk belajar dan tidak terlalu banyak
mengurusi masalah kedisiplinan.
 Kehidupan kelas diciptakan agar siswa senang dan melaksanakan kegiatan
dengan sukses dan efisien.
 Kegiatan rutin dilaksanakan dengan efisien danInteraksi antara guru dan
murid positif.
 Insentif dan reward bagi siswa dilakukan untuk meningkatkan prestasi

Apabila kehidupan ruang kelas bisa baik maka diharapkan tujuan instruksional
bisa dicapai. Akhirnya terwujud perubahan siswa melalui proses yang bermanfaat
bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa, sehingga siswa bisa hidup dalam
masyarakat.
2. Maria Montessori
Maria Montessori lahir di Chiaravalle, Ancona, Italia, 31 Agustus 1870 –
meninggal di Noordwijk, Belanda, 6 Mei 1952 pada umur 81 tahun adalah seorang
pendidik, ilmuwan, dokter Italia. Ia mengembangkan sebuah metode pendidikan anak-
anak dengan memberi kebebasan bagi mereka untuk melakukan kegiatan dan mengatur
acara harian. Metode ini kelak dikenal dengan Metode Montessor
Metode ini menyatakan bahwa anak memiliki kemampuan sendiri untuk belajar
sesuai dengan tingkat kematangannya dan anak belajar dengan cara yang berbeda dengan
orang dewasa. Ada saat dimana anak akan sangat peka terhadap lingkungannya, saat
tersebut dinamakan Montessori sebagai Sensitive periods.
Sensitive periodsc adalah suatu masa dimana anak-anak akan sangat mudah
menguasai tugas-tugas tertentu. Apabila anak dicegah untuk menikmati pengalaman-
pengalaman yang dipandu secara alamiah itu, maka kemampuan-kemampuan yang
harusnya dicapai pada masa peka itu tidak akan dimiliki dan hal ini akan mempengaruhi
perkembangan anak selanjutnya
Ciri khas sekolah Montessori dibanding sekolah konvensional, diantaranya:
 Kemandirian dan Konsentrasi
Montessori percaya bahwa anak-anak dapat belajar dengan sendirinya jika
mereka menemukan hal yang menarik bagi mereka. Guru-guru di sekolah
Montessori hanya sebagai fasilitator dengan menyediakan material-material.
 Pilihan Bebas
Pilihan bebas biasanya membawa anak-anak kepada pengerjaan tugas-tugas
yang paling berkesan bagi anak. Guru percaya kalau anak-anak akan
memilih dengan bebas tugas-tugas yang sesuai dengan kebutuhan batiniah
mereka pada saat itu. Selain itu tugas guru juga memperkenalkan tugas baru
yang disesuaikan dengan kesiapan anak-anak.
 Hukuman dan Penghargaan
Montessori berpendapat bahwa otoritas dari luar justru akan mengganggu
proses belajar mandiri anak, anak-anak akan belajar dengan dorongan
sempurna sesuai dengan kapasitasnya jika mereka menemukan material-
material yang sesuai.

 Mempersiapkan untuk mempelajari keterampilan


Keterampilan yang lebih sulit membutuhkan beberapa keahlian untuk
dikuasai, Montessori mengembangkan material-material yang
memungkinkan anak mempelajari suatu keterampilan secara bertahap.
 Membaca dan Menulis
Anak-anak akan diajari membaca dan menulis secara bertahap, anak akan
diajari menulis pada saat berada di masa peka terhadap bahasa. anak-anak
tidak akan diberikan buku sebelum bisa membaca, hal ini untuk
menghindari rasa frustasi membaca buku.
 Menekan prilaku yang tidak diharapkan
Walaupun hukuman dan penghargaan diharapkan tidak ada, tetapi
Penghargaan terhadap material pelajaran dan penghargaan terhadap anak
lain berusaha dikembangkan secara alamiah, jika seorang anak menggangu
anak lain, maka anak itu akan ditinggalkan/tak diacuhkan agar secara tak
sadar anak itu belajar menghargai keinginan anak lain untuk tidak diganggu,
terkadang guru turut campur dengan mengisolasi anak itu.

Ciri dari metode ini adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada
anak dan pengamatan klinis dari guru (sering disebut “direktur” atau “pembimbing”).
Metode ini menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan
tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep akademis
dan keterampilan praktik. Ciri lainnya adalah adanya penggunaan peralatan otodidak
(koreksi diri) untuk memperkenalkan berbagai konsep.

B. Tokoh Pendidikan yang Berpengaruh di Indonesia


1. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Terlahir
dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga
kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun
menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak
saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini
dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun
hatinya.
Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi
kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda)
Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai
tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara
lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja
Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal.
Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu
membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya. Selain ulet sebagai seorang
wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia
aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah
kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan
kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr.
Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij
(partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember
1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Mereka berusaha mendaftarkan
organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda.
Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha
menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret
1913.
Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari
alat perjuangan meraih kemerdekaan. Ia mendirikan sebuah perguruan yang bercorak
nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa)
pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada
peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk
memperoleh kemerdekaan. Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia
pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis.
Mendekati proses pendidikan dalam sebuah pemikiran cerdas untuk mendirikan
sekolah taman siswanya, jauh sebelum Indonesia mengenal arti kemerdekaan. Konsepsi
Taman Siswa pun coba dituangkan Ki Hajar Dewantara dalam solusi menyikapi
kegelisahan-kegelisahan rakyat terhadap kondisi pendidikan yang terjadi saat itu,
sebagaimana digambarkan dalam asas dan dasar yang diterapkan Taman Siswa. Orientasi
Asas Dan Dasar Pendidikan Dari Ki Hajar Dewantara diupayakan sebagai asas
perjuangan yang diperlukan pada waktu itu menjelaskan sifat pendidikan pada umumnya.
Pengaruh pemikiran pertama dalam pendidikan adalah dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap
orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran
maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan,
berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya dan perlunya kemajuan sejati
untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati. Hak mengatur diri sendiri berdiri
(Zelfbeschikkingsrecht) bersama dengan tertib dan damai (orde en vrede) dan bertumbuh
menurut kodrat (natuurlijke groei).
Ketiga hal ini merupakan dasar alat pendidikan bagi anak-anak yang disebut
“among metode” (sistem-among) yang salah satu seginya ialah mewajibkan guru-guru
sebagai pemimpin yang berdiri di belakang tetapi mempengaruhi dengan memberi
kesempatan anak didik untuk berjalan sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan “Tut
Wuri Handayani”. Menyinggung masalah kepentingan sosial, ekonomi dan politik
kecenderungan dari bangsa kita untuk menyesuaikan diri dengan hidup dan penghidupan
ke barat-baratan telah menimbulkan kekacauan. Menurut Kihajar Dewantara Sistem
pengajaran yang terlampau memikirkan kecerdasan pikiran yang melanggar dasar-dasar
kodrati yag terdapat dalam kebudayaan sendiri. Sementara hal yang menyangkut tentang
dasar kerakyatan untuk memepertinggi pengajaran yang dianggap perlu dengan
memperluas pengajarannya. dan memiliki pokok asas untuk percaya kepada kekuatan
sendiri. Dalam dunia pendidikan mengharuskan adanya keikhlasan lahir-batin bagi guru-
guru untuk mendekati anak didiknya. Sesungguhnya semua hal tersebut merupakan
pengalaman dan pengetahuan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan barat yang
mengusahakan kebahagian diri, bangsa dan kemanusiaan.

2. Mohammad Syafei
Mohammad Syafei lahir tahun 1893 di Ketapang (Kalimantan Barat) dan
diangkat jadi anak oleh Ibarahim Marah Sutan dan ibunya Andung Chalijah, kemudian
dibawah pindah ke Sumatra Barat dan menetap Bukit Tinggi. Marah Sutan adalah
seorang pendidik dan intelektual ternama. Dia sudah mengajar di berbagai daerah di
nusantara, pindah ke Batavia pada tahun 1912 dan aktif dalam Indische Partij.
Pendidikan yang ditempuh Moh. Syafei adalah sekolah raja di Bukit tinggi, dan
kemudian belajar melukis di Batavia (kini Jakarta), sambil mengajar di Sekolah Kartini.
Pada tahun 1922 Moh. Syafei menuntut ilmu di Negeri Belanda dengan biaya sendiri. Di
sini ia bergabung dengan "Perhimpunan Indonesia", sebagai ketua seksi pendidikan.
Di negeri Belanda ini ia akrab dengan Moh. Hatta, yang memiliki banyak
kesamaan dan karakteristik dan gagagasan dengannya, terutama tentang pendidikan bagi
pengembangan nasionalisme di Indonesia. Dia berpendapat bahwa agar gerakan
nasionalis dapat berhasil dalam menentang penjajahan Belanda, maka pendidikan rakyat
haruslah diperluas dan diperdalam. Semasa di negeri Belanda ia pernah ditawari untuk
mengajar dan menduduki jabatan di sekolah pemerintah. Tapi Syafei menolak dan
kembali ke Sumatara Barat pada tahun 1925. Ia bertekad mendirikan sebuah sekolah yang
dapat mengembangkan bakat murid-muridnya dan disesuaikan dengan kebutuhan rakyat
Indonesia, baik yang hidup di kota maupun di pedalaman.
Mohamad Syafei mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama Indonesische
Nederland School (INS) pada tanggal 31 oktober 1926. Di Kayu Tanam, sekitar 60 km di
sebelah Utara Kota Padang. Sekolah ini didirikan di atas lahan seluas 18 hektar dan
dipinggir jalan raya Padang Bukit Tinggi. Ia menolak subsidi untuk sekolahnya, seperti
halnya Thawalib dan Diniyah, tapi ia membiaya sekolah itu dengan menerbitkan buku-
buku kependidikan yang ditulisnya. Sumber keuangan juga berasal dari sumbangan-
sumbangan yang diberikan ayahnya dan simpatisan-simpatisan serta dari berbagai acara
pengumpulan dana seperti mengadakan pertunjukan teater, pertandingan sepak bola,
menerbitkan lotere dan menjual hasil karya seni buatan murid-muridnya. Pengajaran di
dalam kelas menggunanakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai pelajaran
bahasa asing yang pokok, ditekan pada pelajaran-pelajaran yang akan terpakai oleh
murid-murid apabila mereka kelak kembali.
Prinsip pertama yang dipegang teguh oleh M. Syafei dalam pendidikannya adalah
"belajar, bekerja, dan berbuat". Apabila murid hanya mendengarkan saja ilmu
pengetahuan yang diajarkan guru melalui kata-kata yang kadang-kadang tidak
dimengerti, tidak akan berguna bagi murid karena mereka tidak tahu dan tidak akan
pandai mempergunakan pengetahuan tersebut dalam kehidupannya atau untuk
memperbaiki tingkat kehidupannya kelak di kemudian hari sesudah tamat belajar. Murid
hanya akan dipenuhi oleh bermacam pengetahuan yang tinggi dan muluk-muluk, tetapi
apabila sudah memasuki kehidupan masyarakat yang sesungguhnya mereka akan bingung
dan serba tanggung, sebab mereka tidak pandai mempergunakan ilmu yang banyak
mereka miliki itu. Dengan demikian ilmu yang telah diperoleh tidak bermanfaat bagi
murid, dan orang lain, ibarat sepotong emas yang terbenam di dalam lumpur.
Sistem pendidikan yang demikian hanya akan membuat murid menjadi orang
suka meniru, karena sudah dibiasakan barang siapa yang pandai menirukan apa yang
dikatakan gurunya, dialah yang akan mendapatkan nilai yang tinggi atau dianggap tinggi
prestasinya. Orang yang berprestasi demikian di dalam kelas, dalam masyarakat belum
tentu berhasil. Pendidikan yang demikian akan melahirkan bangsa yang suka meniru
tanpa berpikir dan bangsa itu tidak akan dapat menjadi bangsa yang besar. Bangsa yang
demikian tergantung hidupnya terhadap bangsa lain, tidak dapat mengambil inisiatif
sendiri.
M. Syafei menghendaki supaya pendidikan itu didapat melalui pengalaman yang
terus-menerus untuk dapat membentuk kebiasaan. Supaya kebiasaan yang akan diperoleh
murid sesuai dengan yang diharapkan, maka pendidikan yang akan dialaminya itulah
yang diarahkan. Kurikulum sekolah harus disesuaikan dengan kebiasaan murid yang
diharapkan itu. Kebiasaan yang sudah membaku pada diri seorang murid, menyebabkan
mereka terbiasa pula berpikir secara terpola, karena kebiasaan yang sudah membaku itu
didapatnya melalui pengalaman yang sudah direncanakan terlebih dahulu. Jadi, dengan
memberikan pengalaman dengan berulang-ulang akan menimbulkan kebiasaan dan
kebiasaan ini akan menimbulkan cara berpikir yang lebih aktif, karena pikirannya sudah
biasa dilatih melalui pengalaman yang terarah secara terus-menerus.
Dalam sistem pendidikan semacam ini tugas guru hanya sebagai pengontrol saja
sesudah memberi tahukan bagaimana proses mengerjakannya, sedangkan dalam proses
pengerjaannya seluruhnya tergantung kepada aktivitas murid sendiri. Murid diberikan
kebebasan untuk mengerjakan, boleh sama dengan yang diajarkan guru dan boleh juga
berbeda sama sekali. Yang penting adalah bahwa proses pengerjaannya harus benar dan
tepat. Dengan demikian murid akan terbiasa bekerja secara aktif, efektif, dan efisien
mengingat waktu yang diberikan untuk mengerjakan sesuatu terbatas.
Dengan sistem yang demikian M. Syafei berusaha menanamkan watak yang
teguh dan pendirian yang kuat terhadap murid-muridnya serta merupakan pekerja yang
ulet dan pantang menyerah. Hal demikianlah yang menyebabkan tamatan INS selalu
berhasil dalam setiap bidang usahanya dalam masyarakat.
3. K.H. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 dan meninggal di
Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun adalah seorang Pahlawan Nasional
Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar.
KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan
Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim
yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu
Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam
dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui
pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses
pembangunan umat.
Pendidikan Islam yang dalam hal ini diwakili oleh pondok pesantren telah
tersebar sebelum kedatangan penjajah kolonial Belanda ke Indonesia. Ia merupakan
lembaga pendidikan tingkat menengah dan tinggi. Pendidikan Islam untuk tingkat
permulaan diberikan di masjid, langgar, musallah atau surau. Santri diberi kebebasan
memilih bidang studi dari guru yang diingininya. Ada santri senior yang diberi wewenang
untuk mengajar. sorogan dan bandongan atau weton. Di pondok pesantren tidak ada
sistem kelas, tidak ada ujian atau pengontrolan (evaluasi proses belajar) kemajuan santri
dan tidak ada batas lamanya belajar [kelas]. Penekanannya pada kemampuan menghafal
saja, tidak merangsang santri untuk berdiskusi dengan sesama santri. Cabang-cabang ilmu
yang dipelajari terbatas pada ilmu-ilmu agama Islam yang meliputi hadits, musthalah
hadits, fikih sunnah/ushul fikih, ilmu tauhid, ilmu tasauf, ilmu mantik, ilmu falaq dan
bahasa Arab.
Kyai Ahmad Dahlan, melihat kondisi sosial pendidikan umat Islam pada waktu
itu, tergerak untuk melakukan aktivitas yang menerapkan sistematika kerja organisasi ala
Barat. Melalui pelembagaan amal usahanya, Kyai Ahmad Dahlan melakukan
penangkalan kultural (budaya) atas penetrasi pengaruh kolonial Belanda dalam
kebudayaan, peradaban dan keagamaan, utamanya adalah intensifnya upaya Kristenisasi
yang dilakukan misi zending dari Barat.
Usaha-usaha pembaharuan Islam bidang pendidikan yang dilakukan Kyai Ahmad
Dahlan dan para pemimpin persyarikatan Muhammadiyah meliputi dua segi yaitu segi
cita-cita dan tehnik pendidikan dan pengajaran.
Kyai Ahmad Dahlan dianggap sebagai tokoh pembaharuan Islam yang cukup
unik,dan dikagumi karena usaha pembaharuan Islamnya merupakan upaya terobosan-
terobosan terhadap masalah-masalah umat yang mendesak untuk diatasi. Ia juga tidak
memiliki background pendidikan Barat, tetapi gagasannya yang maju membuka lebar-
lebar pintu ijtihad, (kesungguhan perubahan dalam Islam) dan melarang pengikutnya
bertaklid, (mengikuti tanpa mengetahui alasan dalilnya yang tepat). Format pembaharuan
dalam Islam persyarikatan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan Islam, tercermin
dan dapat dilihat dari ide-ide dasar yang merupakan cita-cita penyelenggaraan
pendidikan, seperti yang dituturkan pendirinya yaitu konsepsi kyai intelek dan intelek
kyai
Usaha modernisasi dan pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam yang
dilakukan persyarikatan Muhammadiyah pada awal kelahiran organisasi ini, nampak dari
pengembangan kurikulum melalui dua jalan yaitu :
 Mendirikan tempat-tempatpendidikan dimana ilmu agama dan ilmu umum
diajarkan bersama-sama.
 Memberikan tambahan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum yang
sekuler.

Untuk mengaktualisasikan gagasan besarnya dalam dunia pendidikan tersebut,


Ahmad Dahlan langsung mengaplikasikannya sebagai praktisi dalam tindakan dan
karya nyata. Jika ditelisik sepak terjang Ahmad Dahlan dalam dunia pendidikan,
setidaknya ada poin poin penting dalam konsep pemikiran pendidikannya berkait
dengan lembaga pendidikan:

Landasan Pendidikan

Pelaksanaan pendidikan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan


ini merupakan kerangka filosofis dalam merumuskan konsep dan tujuan ideal
pendidikan Islam, baik secara vertikal (Al-Khaliq) maupun horizontal (makhluk).
Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu
sebagai „abdullah (hamba Allah) dan khalifah fil ardh (pemimpin di bumi).
Tujuan Pendidikan

Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas
pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakatnya.

Materi pendidikan

Kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:


 Pendidikan akhlaq, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang
baik berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah.
 Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran
individu yang utuh lagi berkesinambungan antara perkembangan mental dan
gagasan, antara keyakinan dan intelektual serta antara dunia dengan akhirat.
 Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.

Model Mengajar
Dalam menyampaikan pelajaran agama, KH. Ahmad Dahlan tidak menggunakan
pendekatan yang tekstual melainkan kontekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup
hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi
dan kondisi.

Ijtihad Sistem Pengajaran


Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut bukan merupakan hal yang mudah,
terutama bila dikaitkan dengan kondisi objektif lembaga-lembaga pendidikan Islam
tradisional waktu itu. Proses perumusan kerangka ideal yang demikian, menurut
Ahmad Dahlan disebut sebagai proses ijtihad, yaitu mengarahkan otoritas intelektual
untuk sampai pada suatu konklusi tentang berbagai persoalan. Dalam konteks ini,
pendidikan merupakan salah satu bentuk artikulasi tajdid (modernisasi) yang strategis
dalam memahami ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur`an dan Sunnah secara
proporsional.
4. Rahmah El Yunusiah
Rahmah El-Yunusiah adalah anak bungsu dari lima bersaudara, lahir dari
pasangan Muhammad Yunus bin Imanuddin dan Rafiah, pada 29 Desember 1900 /1
Rajab 1318 H, di Bukit Surungan, Padang Panjang.
Pada 1 November 1923 dia mendirikan sekolah untuk kaum perempuan dengan
nama Madrasah Diniyah lil al-Banat yang dipimpin selama 46 tahun. Ia juga mendirikan
Diniyah School Putri di Kwitang dan Tanah Abang pada 2 dan 7 September 1935, di
Jatinegara dan Rawasari, Jakarta, pada 1950. Tidak saja untuk pendidikan dasar, tapi
berlanjut sampai perguruan tinggi.
Rahmah memandang mempunyai peranan penting dalam kehidupan. Perempuan
adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anak yang akan menjadi generasi penerus
bangsa. Atas dasar itu, untuk meningkatkan kualitas dan memperbaiki kedudukan
perempuan diperlukan pendidikan khusus kaum perempuan yang diajarkan oleh kaum
perempuan sendiri. Dalam hal ini perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan
kaum perempuan, baik di bidang intelektual, kepribadian ataupun keterampilan.
Cita-cita pendidikan Rahmah diwujudkannya dengan mendirikan Diniyah Putri
pada 1923. Melalui lembaga pendidikan ini Rahmah el-Yunusiyah, memperluas misi
kaum modernis untuk menyediakan sarana pendidikan bagi kaum perempuan yang akan
menyiapkan mereka menjadi warga yang produktif dan muslim yang baik. Ia
menciptakan wacana baru di Minangkabau dan meletakkan tradisi baru dalam pendidikan
bagi kaum perempuan di kepulauan Indonesia. Diniyah Putri adalah akademi agama
pertama bagi putri yang didirikan di Indonesia.
Rahmah merasa bahwa pendidikan bersama (campuran) membatasi kemampuan
kaum perempuan untuk menerima pendidikan yang cocok dengan kebutuhan mereka.
Rahmah ingin menawarkan kepada anak–anak perempuan pendidikan sekuler dan agama
yang setara dengan pendidikan yang tersedia bagi kaum laki–laki, lengkap dengan
program pelatihan dalam hal keterampilan yang berguna sehingga kaum perempuan dapat
menjadi anggota masyarakat yang produktif.
Tujuan pendidikan perempuan menurut Rahmah adalah meningkatkan kedudukan
kaum perempuan dalam masyarakat melalui pendidikan modern yang berlandaskan
prinsip–prinsip Islam. Ia percaya bahwa perbaikan posisi kaum perempuan dalam
masyarakat tidak dapat diserahkan kepada pihak lain, hal ini harus dilakukan oleh kaum
perempuan sendiri. Melalui lembaga seperti itu, ia berharap bahwa perempuan bisa maju,
sehingga pandangan lama yang mensubordinasikan peran perempuan lambat laun akan
hilang dan akhirnya kaum perempuan pun akan menemukan kepribadiannya secara utuh
dan mandiri dalam mengemban tugasnya sejalan dengan petunjuk agama. Rahmah selalu
memohon petunjuk kepada Allah perihal cita–citanya itu, sebagaimana tertuang dalam
doanya yang ditulis di buku catatannya:
Cita – citanya dalam bidang pendidikan perempuan adalah agar semua
perempuan Indonesia memperoleh kesempatan penuh menuntut ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan fitrah wanita sehingga dapat diamalkan dalam kehidupan sehari–hari dan
mendidik mereka sanggup berdiri sendiri di atas kekuatan kaki sendiri, yaitu menjadi ibu
pendidik yang cakap dan aktif serta bertanggung jawab kepada kesejahteraan bangsa dan
tanah air, dimana kehidupan agama mendapat tempat yang layak Rahmah merumuskan
cita-cita pendidikanya menjadi tujuan Perguruan Diniyah Putri yang didirikannya, yaitu:
“Melaksanakan pendidikan dan pengajaran berdasarkan ajaran Islam dengan tujuan
membentuk putri yang berjiwa Islam dan Ibu Pendidik yang cakap, aktif serta
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air dalam pengabdian
kepada Allah subhanahu wa ta‟ala”.
Gagasan Rahmah untuk mendirikan pendidikan bagi kaum perempuan sempat
dirundingkannya dengan teman–temannya di Persatuan Murid-murid Diniyah School
(PMDS) yang ia pimpin, merekapun menyetujui dan mendukung gagasan itu. Maka pada
tanggal 1 November 1923, sekolah itu di buka dengan nama Madrasah Diniyah lil al–
Banat, dipimpin oleh Rangkayo Rahmah el–Yunusiyah, yang oleh murid–muridnya dari
angkatan tiga puluhan akrab dipanggil “ Kak Amah”. Murid angkatan pertama terdiri dari
kaum ibu muda berjumlah 71 orang, dengan menggunakan Mesjid Pasar Usang sebagai
tempat belajar. Pada waktu itu proses belajar berlangsung dengan sistem halaqah, dan
hanya mempelajari ilmu–ilmu agama dan gramatika bahasa Arab.
Tampaknya pikiran Rahmah el-Yunusiyah setengah abad yang lalu sejalan
dengan pendapat kaum wanita dewasa ini yaitu: “membangun masyarakat tanpa
mengikutsertakan kaum wanita adalah sebagai seekor burung yang ingin terbang dengan
satu sayap saja. Mendidik seorang wanita berarti mendidik seluruh manusia
DAFTAR PUSTAKA

http://syafieh.blogspot.com/2013/02/pemikiran-pendidikan-rahmah-el-yunusia.html

http://www.anekamakalah.com/2012/06/ki-hajar-dewantara-tokoh-pendidikan.html

http://www.pendidikan-diy.go.id/dinas_v4/?view=v_artikel&id=27

http://mazkah-co.blogspot.com/2012/03/biografi-dr-maria-montessori.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Johann_Heinrich_Pestalozzi

http://newindonesiaonline.wordpress.com/2012/08/31/dr-maria-montessori-ilmuwan-dan-
pendidik-anak/

http://nanayuli.wordpress.com/2010/01/05/pestalozzi/

http://www.anneahira.com/tokoh-tokoh-pendidikan-indonesia.htm

http://asepyana666.blogspot.com/2013/02/pendidikan-menurut-mohammad-syafei.html

http://asipansa.blogspot.com/2013/03/makalah-tokoh-pendidikan-kh-ahmad-dahlan.html

Anda mungkin juga menyukai