Anda di halaman 1dari 66

MANAJEMEN KEPERAWATAN

TERKAIT DENGAN UPAYA PENANGGULANGAN


DAMPAK HOSPITALISAASI PADA ANAK
DI RUANG ANAK RSUD PESANGGRAHAN JAKARTA

Di Susun Oleh :

Dian Ayu Nurjanah 21120019

Kholilah 21120033

Merisya Septrina 21120067

Nadila Amalia 21120042

Ni Putu Ayu Tias Andriani 21120043

Rizki Amelia Hasanah 21120069

PREGRAM PROFESI NERS ANGKATAN – X

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMINA BINA MEDIKA

JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayat-Nya
penulisan dan penyusunan laporan tugas Loka Karya Mini dimata kuliah Manajemen
Keperawatan Terkait Dengan Manajemen Pasien Safety Dan Pendokumentasian Setelah
Pemberian Obat Di Ruang Anak RSUD Pesanggrahan Jakarta dapat terselesaikan. Laporan ini
ditulis dengan tujuan dapat memberikan gambaran mengenai kegiatan mahasiswa yang sedang
menjalani profesi Keperawatan Manajemen Keperawatan untuk melaksanakan kegiatan
Seminar dalam bentuk Loka Karya Mini.

Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan ini. Laporan ini penulis harapkan dapat memperdalam sekaligus
dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana menerapkan Manajemen Keperawatan bagi
pembacanya. Penulis menyadari dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangan.
Untuk itu penulis sangat berterimakasih bila ada pihak-pihak yang mengkoreksi laporan ini
dan memberikan kritik dan saran supaya penulis dapat memperbaikinya.

Jakarta, 15 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................... 3
C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan .................................................................... 3
D. Cara Pengumpulan data................................................................................. 4
E. Manfaat Pelaksanaan Praktik Keperawatan Manajemen .............................. 4
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................... 6
A. Konsep Manajemen Keperawatan ................................................................. 6
B. Konsep Manajemen Pasien Safety ................................................................. 22
C. Konsep Pemberian Obat ................................................................................ 33
D. Peran Perawat Dalam Mengatasi Dampak Hosiptalisasi Pada Anak............... 36
BAB III ANALISA SITUASI ................................................................................ 40
A. Profil Rumah Sakit Umum Kecamatan Pesanggrahan ................................... 40
B. Analisa Ruangan Ruang Rawat Inap Anak .................................................... 44
C. Gambaran Ruang Rawat Inap Anak .............................................................. 46
D. Analisa SWOT Ruang Rawat Inap Anak RSUD Pesanggrahan ..................... 47
E. Analisa Data ................................................................................................. 50
F. Perumusan Masalah ...................................................................................... 52
G. Prioritas Masalah .......................................................................................... 55
H. POA (Plan Of Action) ................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 61

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu
organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif)
kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan
dan pusat penelitian medik.

Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan sudah seharusnya memiliki sistem
manajemen yang baik mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengontrolan dan evaluasi kualitas pelayanan khususnya pelayanan keperawatan
sebagai motor penggerak di rumah sakit, sehingga seluruh unit dalam organisasi yang
ada dapat terkoordinir dengan baik, dan pelayanan yang diberikan kepada
konsumen/pasien dapat optimal. Keberhasilan suatu rumah sakit sangat ditentukan oleh
unit-unit yang ada di dalamnya.

Dalam undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan
dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 merupakan wujud rambu-rambu atas legalitas


perawat dalam melaksanakan asuhan dan tindakan keperawatan tenaga kesehata
(Nursalam, 2007: 59). Salah satu tugas pelayanan adalah menjaga kualitas pelayanan
yang berpedoman pada keselamatan pasien dan pendokumentasian asuhan keperawatan
yang merupakan salah satu pembuktian atas kegiatan pelayanan asuhan keperawatan
selama menjalankan tugas pelayanan keperawatan.

Tenaga perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam
mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Bahkan WHO menyatakan bahwa perawat
merupakan “back bone” untuk mencapai target-target global, nasional maupun daerah.
Hal ini disebabkan karena perawat merupakan tenaga kesehatan dengan proporsi

1
terbesar, melayani pasien selama 24 jam secara terus menerus dan berkesinambungan
serta berada pada garis terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan semakin hari semakin
bertambah,sehingga perawat perlu melakukan tindakan secara profesional disertai
dengan tanggung jawab yang besar.

Rumah Sakit Umum Daerah Pesanggrahan merupakan salah satu unit pelaksana teknis
Dinas Kesehatan Privinsi DKI Jakarta yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja dan merupakan ujung tombak pelayanan
kesehatan pemerintah yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat
promotif, kuratif dan rehabilitative bagi masyarakat. Sebagai salah satu UPT dari Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Rumah Sakit Umum Daerah Pesanggrahan berusaha
untuk menjadi organisasi dengan pengelolaan keuangan yang sehat seperti UPT Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta lainnya yang telah menyandang status sebagai
organisasi yang telah menerapkan PPK-BLUD.

Dari hasil observasi langsung maupun tidak langsung pelayanan yang diberikan oleh
tenaga keperawatan yang ada di Ruang Anak RSUD Pesanggrahan sudah baik, namun
masih ada yang perlu ditingkatkan agar pelayanan keperawatan makin baik dan
meningkat sehingga mutu pelayanan yang diberikan berkualitas.

Berdasarkan hasil observasi lapangan didapatkan para perawat pelaksana diruangan


belum menerapkan penggunaan penanda dan gelang resiko jatuh pada pasien. Hasil
observasi menggunakan kuesioner didapatkan bahwa perawat yang sudah menerapkan
pemasangan tanda resiko jatuh sebanyak 25%, yang belum menerapkan pemasangan
tanda resiko jatuh sebanyak 75%.

Selain itu berdasarkan observasi didapatkan bahwa semua perawat di ruangan rawat
inap anak belum optimal dalam mendokumentasikan pemberian obat dengan lengkap.
Khususnya dalam hal penandatanganan atau paraf sebagai bukti telah diberikannya obat
kepada pasien baik paraf perawat maupun orang tua pasien. Kejadian ini hampir setiap
hari terjadi dan di setiap shiftnya.

2
Berdasarkan data di atas ada beberapa masalah yang menjadi prioritas mahasiswa untuk
mengusulkan upaya perbaikan dan penyelesaian masalah antara lain, manajemen pasien
safety dan pendokumentasian setelah pemberian obat baik secara oral maupun
parenteral.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengelola unit pelayanan keperawatan di Ruang Perawatan
Anak RSUD Pesanggrahan sesuai dengan konsep dan langkah manajemen
keperawatan.

2. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan praktek profesi Manajemen Keperawatan di Ruang
Perawatan Anak RSUD Pesanggrahan, mahasiswa mampu :
a. Melakukan pengkajian terkait manajemen di Ruang Perawatan Anak RSUD
Pesanggrahan untuk menemukan masalah-masalah yang ada.
b. Mengidentifikasi masalah keperawatan yang terkait dengan pelayanan
keperawatan termasuk didalamnya asuhan keperawatan.
c. Menyusun perencanaan (planning of action) untuk menyelesaikan masalah
yang ada.
d. Melakukan tindakan berdasarkan rencana kegiatan yang disusun untuk
menyelesaikan masalah.
e. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanakan kegiatan yang telah dilakukan.
f. Memberikan masukan untuk perbaikan berupa usulan yang dapat dilaksanakan
agar pelayanan keperawatan ruang melati semakin baik.

C. Waktu Pelaksanaan
Tempat praktek mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners Stase Manajemen
Keperawatan dilaksanakan di Ruang Perawatan Anak RSUD Pesanggrahan yang
berlangsung mulai tanggal 08 Maret s.d 06 APril 2021.

3
D. Cara Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam praktik manajemen keperawatan di Ruang Perawatan
Anak RSUD Pesanggrahan, dilakukan dengan cara :
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh data umum mengenai kondisi fisik
ruangan, struktur organisasi, visi dan misi, proses pelayanan keperawatan ,
inventaris ruangan dan asuhan keperawatan pada pasien serta pelaksanaan asuhan
keperawatan dan pendokumentasian proses asuhan keperawatan.

2. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada kepala ruang, ketua tim, dan perawat pelaksana
untuk memperoleh gambaran secara umum proses pelaksanaan operasional
ruangan, serta wawancara kepada pasien dan keluarga untuk mengumpulkan data
tentang proses pelayanan keperawatan serta kepuasan pasien dan keluarga terhadap
pelayanan yang diberikan.

3. Studi dokumentasi
Kegiatan ini dilakukan untuk pengumpulan data mengenai karakteristik pasien,
ketenagaan, dokumentasi proses keperawatan, manajeman ruangan, prosedur tetap
ruangan dan inventaris ruangan.

E. Manfaat Pelaksanaan Praktik Keperawatan Manajemen


1. Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai masukan manajemen keperawatan dalam menentukan kebijakan dan
pengembangan strategi dalam meningkatkan mutu pelayanan khususnya pelayanan
keperawatan Ruang Perawatan Anak RSUD Pesanggrahan

2. Perawat Ruangan
Sebagai masukan dalam menjalankan praktik profesionalisme di lahan praktik
guna meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
a. Tercapainya tingkat kepuasan kerja dan disiplin kerja yang optimal
b. Terbinanya hubungan yang baik antara perawat dengan perawat, perawat
dengan tim kesehatan lain dan perawat dengan klien

4
3. Mahasiswa
a. Tercapainya pengalaman dan pengelolaan suatu ruang rawat di rumah sakit
mulai dari perencanaan, pengornanisasian, pengarahan, pengontrolan dan
evaluasi manajemen keperawatan.
b. Mahasiswa dapat mengumpulkan data dalam penerapan model Tim yang
diaplikasikan di Ruang Perawatan Anak RSUD Pesanggrahan Mahasiswa dapat
mengidentifikasi, menganalisis masalah Ruang Perawatan Anak RSUD
Pesanggrahan dan menyusun rencana strategi (planning of action) guna
menyelesaikan masalah.
c. Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman dalam menerapkan pemecahan
masalah yang dalam bentuk usulan yang mendukung pelayanan keperawatan
dan program keselamatan pasien di Ruang Perawatan Anak RSUD
Pesanggrahan

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Manajemen Keperawatan


1. Definisi Manajemen Keperawatan
Asmuji (2014), menyatakan manajemen keperawatan merupakan suatu proses
menyelesaikan suatu pekerjaan melalui perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan dengan menggunakan sumber daya secara efektif,
efisien, dan rasional dalam memberikan pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang
komprehensif pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik yang sakit maupun
yang sehat melalui proses keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

Gilies 1985 dalam Agus Kuntoro (2013) , menyatakan manajemen keperawatan


secara singkat diartikan sebagai proses pelaksanaan pelayanan keperawatan
melalui upaya staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan,
pengobatan, dan rasa aman kepada pasien/keluarga serta masyarakat.

G.R Terry dalam Sri Arini, dkk (2012), menyatakan manajemen suatu proses atau
kerangka kerja, melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-
orang kearah tujuan organisasional atau maksud yang nyata. Manajemen juga suatu
ilmu pengetahuan maupun seni. Seni merupakan suatu pengetahuan bagaimana
mencapai hasil yang diinginkan atau dalam kata lain seni merupakan kecakapan
yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan dan pelajaran serta kemampuan
untuk menggunakan pengetahuan manajemen. Disimpulkan manajemen suatu cara
untuk menyelesaikan tugas atau tujuan secara maksimal dengan cara bekerjasama
dengan orang lain/staf lain untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Cecep (2013), menyatakan manajemen keperawatan secara singkat diartikan


sebagai proses pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui upaya staf
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan, dan rasa aman
kepada pasien/keluarga serta masyarakat. Manajemen keperawatan suatu tugas
khusus yang harus dilaksanakan oleh pengelola keperawatan untuk merencanakan,
mengorganisasi, mengarahkan serta mengawasi sumber-sumber yang ada baik

6
sumber daya manusia, alat maupun dana, sehingga dapat memberikan pelayanan
keperawatan yang efektif, baik kepada pasien, keluarga, dan masyarakat.

Gilies 2005 dalam Kholid, (2013), menyatakan manajemen keperawatan suatu


proses bekerja melaui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan
keperawatan secara professional. Manajemen keperawatan merupakan suatu
proses yang dilaksanakan sesuai dengan pendekatan sistem terbuka. Manajemen
keperawatan terdiri atas beberapa komponen yang tiap-tiap komponen saling
berinteraksi. Pada umumnya suatu sistem dicirikan oleh lima elemen yaitu input,
proses, output, kontrol, dan mekanisme umpan balik.

2. Prinsip Manajemen Keperawatan


Agus (2010), menyatakan manajemen keperawatan dapat dilaksanakan secara
benar. Perlu diperhatikan beberapa prinsip dasar berikut :
a. Manajemen keperawatan berlandaskan perencanaan.
Perencanaan merupakan hal yang utama dan serangkaian fungsi dan aktivitas
manajemen. Tahap perencanaan dan proses manajemen tidak hanya terdiri dan
penentuan kebutuhan keperawatan pada berbagai kondisi klien, tetapi juga
terdiri atas pembuatan tujuan, pengalokasian anggaran, identifikasi kebutuhan
pegawai, dan penetapan struktur organisasi yang diinginkan. Perencanaan
merupakan pemikiran/konsep-konsep tindakan yang umumnya tertulis dan
merupakan fungsi yang penting di dalam mengurangi risiko dalam
pengambilan keputusan, pemecahan masalah, dan efek-efek dan perubahan.

Selama proses perencanaan, yang dapat dilakukan oleh pimpinan keperawatan


menganalisis dan mengkaji sistem, mengatur strategi organisasi dan
menentukan tujuan jangka panjang dan pendek, mengkaji sumber daya
organisasi, mengidentifikasi kemampuan yang ada, dan aktivitas spesifik serta
prioritasnya. Perencanaan dalam manajemen mendorong seorang pemimpin
keperawatan unuk menganalisis aktivitas dan struktur yang dibutuhkan dalam
organisasinya.

7
b. Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu yang
efektif.
Manajer keperawatan yang menghargai waktu akan mampu menyusun
perencanaan yang terprogram dengan baik dan melaksanakan kegiatan sesuai
dengan waktu yang ditetapkan. Keberhasilan seorang pimpinan keperawatan
bergantung pada penggunaan waktunya yang efektif. Dalam keperawatan,
manajemen sangat dipengaruhi oleh kemampuan pimpinan keperawatan.
Dalam konteks ini, seorang pimpinan harus mampu memanfaatkan waktu yang
tersedia secara efektif. Hal demikian dibutuhkan untuk dapat mencapai
produktivitas yang tinggi dalam tatanan organisasinya.

c. Manajemen keperawatan melibatkan pengambilan keputusan.


Berbagai situasi dan permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan
kegiatan keperawatan memerlukan pengambilan keputusan yang tepat di
berbagai tingkatan manajerial. Semua tingkat manajer dalam keperawatan
dihadapkan pada persoalan yang berbeda sehingga dibutuhkan metode atau
cara pengambilan keputusan yang berbeda pula. Jika salah dalam pengambilan
keputusan akan berpengaruh terhadap proses atau jalannya aktivitas yang akan
dilakukan. Proses pengambilan keputusan akan sangat dipengaruhi oleh
kemampuan komunikasi dan para manajer.

d. Manajemen keperawatan harus terorganisasi.


Pengorganisasian dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dalam rangka
mencapai tujuan. Terdapat empat blok struktur organisasi, yaitu unit,
departemen, top/tingkat eksekutif dan tingkat operasional.
Prinsip pengorganisasian mencakup hal-hal pembagian tugas (the devision of
work), koordinasi, kesatuan komando, hubungan staf dan lini, tanggung jawab
dan kewenangan yang sesuai serta adanya rentang pengawasan. Dalam
keperawatan, pengorganisasian dapat dilaksanakan dengan cara
fungsional/penugasan, alokasi pasien, perawatan grup/tim keperawatan, dan
pelayanan keperawatan utama.

8
e. Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif.
Komunikasi merupakan bagian penting dan aktivitas manajemen. Komunikasi
yang dilakukan secara efektif mampu mengurangi kesalahpahaman, dan akan
memberikan persamaan pandangan arah dan pengertian di antara pegawai
dalam suatu tatanan organisasi.

f. Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan.


Pengendalian dalam manajemen dilakukan untuk mengarahkan kegiatan
manajemen sesuai dengan yang direncanakan. Selain itu, pengendalian
dilaksanakan agar kegiatan yang dilakukan tidak banyak terjadi kesalahan
yang berakibat negatif terhadap klien dan pihak yang terkait dengan
manajemen. Pengendalian meliputi penilaian tentang pelaksanaan rencana
yang telah dibuat, pemberian instruksi, menetapkan prinsip-prinsip melalui
penetapan standar, dan membandingkan penampilan dengan standar serta
memperbaiki kekurangan.

3. Fungsi Manajemen
Kholid (2013), menyatakan fungsi manajemen keperawatan, memudahkan perawat
dalam menjalankan asuhan keperawatan yang holistik sehingga seluruh kebutuhan
klien dirumah sakit terpenuhi. Terdapat beberapa elemen dalam manajemen
keperawatan berdasarkan fungsinya yaitu perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), kepegawaian (staffing), pengarahan (directing) dan
pengendalian/evaluasi (controlling).
a. Perencanaan (Planning)
(Swanburg R., 2000 dalam Kholid, 2013), planning memutuskan seberapa luas
akan dilaku Fungsi perencanaan merupakan suatu penjabaran dari tujuan yang
ingin dicapai, perencanaan sangat penting untuk melakukan tindakan. Didalam
proses keperawatan perencanaan membantu perawat dalam menentukan
tindakan yang tepat bagi klien dan menjamin bahwa klien akan menerima
pelayanan keperawatan yang mereka butuhkan dan sesuai dengan konsep
dasar keperawatan.
1) Tujuan Perencanaan
a) Untuk menimbulkan keberhasilan dalam mencapai sasaran dan
tujuan.

9
b) Agar penggunaan personel dan fasilitas tersedia efektif.
c) Efektif dalam hal biaya.
d) Membantu menurunkan elemen perubahan, karena perencanaan
berdasarkan masa lalu dan akan datang.
e) Dapat digunakan untuk menemukan kebutuhan untuk berubah.
2) Tahapan dalam perencanaan
a) Menetapkan tujuan.
b) Merumuskan keadaan sekarang.
c) Mengidentifikasi kemudahan dan hambatan.
d) Mengembangkan serangkaian kegiatan.
3) Jenis perencanaan
a) Perencanaan strategi
Perencanaan yang sifat jangka panjang yang ditetapkan oleh
pemimpin dan merupakan arahan umum suatu organisasi. Digunakan
untuk mendapatkan dan mengembangkan pelayanan keperawatan
yang diberikan kepada pasien, juga digunakan untuk merevisi
pelayanan yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan masa kini.
b) Perencanaan operasional
Menguraikan aktivitas dan prosedur yang akan digunakan serta
menyusun jadwal waktu pencapaian tujuan, menentukan siapa
perawat yang bertanggung jawab untuk seiap aktivitas dan prosedur
serta menggambarkan cara menyiapkan perawat dalam bekerja dan
prosedur untuk mengevaluasi perawatan pasien.
4) Manfaat perencanaan
a) Membantu proses manajemen dalam menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan lingkungan.
b) Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran operasi
lebih jelas.
c) Membantu penetapan tanggung jawab lebih tepat.
d) Memberikan cara pemberian perintah yang tepat untuk pelaksanaan.
e) Memudahkan koordinasi.
f) Membuat tujuan lebih khusus, lebih terperinci dan lebiih mudah
dipahami.
g) Meminimlkan pekerjaan yang tidak pasti.

10
h) Menghemat waktu dan dana.
5) Keuntungan Perencanaan
a) Meningkatkan peluang sukses.
b) Membutuhkan pemikiran analitis.
c) Mengarahkan orang ketindakan.
d) Memodifikasi gaya manajemen.
e) Fleksibitas dalam pengambilan keputusan.
f) Meningkatkan keterlibatan anggota.
6) Kelemahan perencanaan
a) Kemungkinan pekerjaan yang tercakup dalam perencanaan
berlebihan pada konstribusi nyata.
b) Cenderung menunda kegiatan.
c) Terkadang kemungkinan membatasi inovasi dan inisiatif
d) Kadang-kadang hasil yang lebih baik didapatkan oleh penyelesaian
siuasional individual dan penanganan suatu masalah pada saat
masalah itu terjadi.
e) Terdapat rencana yang diikuti oleh/atau dengan rencana yang tidak
konsisten.

b. Pengorganisasi
Suatu rencana yang telah dirumuskan dan ditetapkan sebagai hasil
penyelengaraan fungsi organic perencanaan, dilaksanakan oleh sekelompok
orang yang tergabung dalam satuan-satuan kerja tertentu. Diperlukan
berbagai pengaturan yang menetapkan bukan saja wadah tempat berbagai
kegiatan akan diselenggarakan, tetapi juga tata krama yang harus ditaati
oleh setiap orang dalam organisasi dengan orang-orang lain baik dalam
suatu kerja tertentu maupun antar kelompok yang ada.
1) Manfaat pengorganisasian, akan dapat diketahui:
a) Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok.
b) Hubungan organisatoris antara orang-orang didalam organisasi
tersebut melalui kegiatan yang dilakukannya.
c) Pendelegasian wewenang.
d) Pemanfaatan staf dan fasilitas fisik.

11
2) Tahapan dalam pengorganisasian
a) Tujuan organisasi harus dipahami staf, tugas ini sudah tertuang
dalam fungsi manajemen.
b) Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan pokok untuk
mencapai tujuan.
c) Menggolongkan kegiatan pokok ke dalam satuan-satuan kegiatan
yang praktis.
d) Menetapkan berbagai kewajiban yang harus dilakukan oleh staf
dan menyediakan fasilitas yang diperlukan.
e) Penugasan personil yang tepat dalam melaksanakan tugas.
f) Mendelegasikan wewenang

c. Pengarahan
Marquis (2013), menyatakan pengarahan merupakan proses penerapan
rencana manajemen untuk menggerakkan anggota kelonpok untuk
mencapai tujuan melalui berbagai arahan. Sri (2012), menyatakan
pengarahan suatu cara untuk mengerjakan dan memberikan bimbingan agar
dapat bekerja secara optimal dan melakukan pembagian tugas sesuai
dengan sumber daya yang tersedia berdasarkan kemampuan dan
keahliannya.

Asmuji (2014), menyatakan pengarahan merupakan hubungan manusia


dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar bersedia mengerti
dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien dalam
pencapaian tujuan suatu organisasi. Di dalam manajemen, pengarahan ini
bersifat sangat kompleks karena di samping menyangkut manusia juga,
menyangkut berbagai tingkah laku manusia yang berbeda-beda.
1) Tujuan Pengarahan
Asmuji (2014), menyatakan terdapat lima tujuan dan fungsi
pengarahan, yaitu sebagai berikut:
a) Pengarahan bertujuan menciptakan kerja sama yang lebih efisien.
Pengarahan memungkinkan terjadinya komunikasi antara atasan
dan bawahan. Manajer keperawatan setingkat kepala ruangan yang
mampu menggerakkan dan mengarahkan bawahannya akan

12
memberikan kontribusi dalam meningkatkan efisiensi kerja.
Sebagai contoh, kegiatan supervisi tindakan keperawatan akan
dapat mengurangi atau meminimalisasi kesalahan tindakan
sehingga akan dapat meminimalisasi bahan, alat atau waktu
tindakan bila dibandingkan jika terjadi kesalahan karena tidak ada
supervise.
b) Pengarahan bertujuan mengembangkan kemapuan dan
keterampilan staf. Banyak hal yang terkait dengan kegiatan
pengarahan di dalam ruang perawatan. Seperti halnya supervisi,
pendelegasian di dalam ruang perawatan akan dapat memberikan
peluang bagi yang diberikan delegasi untuk mengerjakan tugas dan
tanggung jawabnya secara otonomi.
c) Pengarahan bertujuan menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai
pekerjaan. Perawat yang diarahkan jika salah, diberi motivasi jika
kinerja menurun dan diberi apresiasi atas hasil kerja akan
memberikan penguatan rasa memiliki dan menyukai pekerjaanya.
d) Pengarahan bertujuan mengusahakan suasana lingkungan kerja
yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf.
Pemimpin yang baik, pemimpin yang mampu menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif dan menciptakan hubungan
interpersonal yang harmonis. Selain itu, kepemimpinan yang adil
merupakan kunci sukses dalam memberikan motivasi kerja dan
meningkatkan prestasi kerja perawat bawahan.
2) Unsur-unsur Pengarahan
Pengarahan atau juga disebut "penggerakan" merupakan upaya
memengaruhi bawahan agar melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Guna mengarahkan atau menggerakkan
bawahan, ada beberapa unsur yang perlu di dipahami dan diperhatikan
bagi seorang manajer keperawatan
a) Kepemimpinan merupakan kemampuan memengaruhi kelompok
menuju pencapaian sasaran.
b) Motivasi hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung
perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai
hasil yang optimal.

13
c) Komunikasi merupakan unsur penting dalam menggerakkan atau
mengarahkan bawahan. Dalam organisasi pelayanan
keperawatan, dalam ada beberapa bentuk kegiatan
pengarahan yang didalamnya terdapat aplikasi komunikasi, antara
lain sebagai berikut.
(a) D) dOperan; Merupakan suatu kegiatan komunikasi yang
bertujuan mengoperkan asuhan keperawatan kepada shift
berikutnya.
(b) Pre – Conference; Komunikasi ketua tim/penanggung jawab
shift dengan perawat pelaksana setelah selesai operan.
(c) Post-Conference; Komunikasi ketua tim/perawat dengan
perawat pelaksana sebelum timbang terima mengakhiri dinas
dilakukan.
(d) Pendelegasian; Kegiatan melakukan pekerjaan melalui orang
lain bertujuan agar aktivitas organisasi tetap berjalan sesuai
tujuan yang telah ditetapkan.
(e) Supervisi; Bentuk komunikasi yang bertujuan memastikan
kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dengan cara
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan
tersebut.
d) Manajemen Konflik dalam Ruang Perawatan
Ruang perawatan merupakan suatu sistem tempat manusia
berinteraksi. Interaksi yang terjadi dalam ruang perawatan
mempunyai kemungkinan terjadinya konflik. Konfflik dapat
terjadi antara individu dan individu, individu dengan kelompok,
atau juga kelompok dengan kelompok.Abidin (2015), menyatakan
kegiatan-kegiatan yang ada di fungsi pengarahan , yaitu delegasi,
supervisi, motivasi, manajemen konflik serta komunikasi dan
kolaborasi.

d. Pengendalian/evaluasi Controlling)
Kholid (2013), menyatakan controlling merupakan proses pemeriksaan
apakah segala sesuatu yang terjadi sesuai dengan rencana yang telah
disepakati, instruksi yang dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang

14
ditetapkan, yang bertujuan untuk menunjukkan kekurangan dan kesalahan
agar dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi .Tugas seorang manajerial dalam
usaha menjalankan dan mengembangkan fungsi pengawasan manajerial
perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut:
1) Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staf dan hasilnya
mudah diukur.
2) Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang amat penting dalam
upaya mncapai tujuan organisasi.
3) Standart untuk kerja yang akan diawasi perlu dijelaskan kepada semua
staf, sehingga staf dapat lebih meningkatkan rasa tanggung jawab dan
komitmen terhadap kegiatan program.
4) Kontrol sebagai pengukuran dan koreksi kinerja untuk meyakinkan
bahwa sasaran dan kelengkapan rencana untuk mencapai tujuan telah
tersedia, serta alat untuk memperbaiki kinerja.

4. Model Konsep Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan merupakan titik sentral dalam pelayanan manajemen asuhan
keperawatan yang benar akan meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan.
Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk memandirikan pasien sehingga dapat
berfungsi secara optimal. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan manajemen
asuhan keperawatan yang profesional, dan salah satu faktor yang menentukan
dalam manajemen tersebut adalah bagaimana asuhan keperawatan diberikan oleh
perawat melalui berbagai pendekatan model asuhan keperawatan yang diberikan.

Penetapan dan keberhasilan model pemberian asuhan keperawatan yang digunakan


di suatu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah
bagaimana pemahaman perawat tentang model-model asuhan keperawatan
tersebut. Berikut adalah model-model asuhan keperawatan :
a. Model Asuhan Keperawatan Kasus
Pada model kasus ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan
kepada seorang pasien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah pasien
yang dirawat oleh satu perawat sangat tergantung kepada kemampuan perawat
dan kompleksnya masalah dan pemenuhan kebutuhan pasien.

15
Pada sistem model kasus perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
yang mencakup seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan pasien. Pada
model ini perawat memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien
secara menyeluruh, sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap
pasien dengan baik, sehingga pasien merasa puas dan merasakan lebih aman
karena mengetahui perawat yang bertanggung jawab atas dirinya.

Dengan model ini menuntut seluruh tenaga keperawatan mempunyai kualitas


profesional dan membutuhkan jumlah tenaga keperawatan yang banyak. Model
ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang perawatan
intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan sebagainya.

b. Model Asuhan Keperawatan Fungsional


Pada model fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Setiap perawat diberikan satu
atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di
suatu ruangan. Seorang perawat mungkin bertanggung jawab dalam pemberian
obat, mengganti balutan, monitor infus dan sebagainya.

Prioritas utama yang dikerjakan adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai


dengan kebutuhan pasien dan kurang menekankan kepada pemenuhan
kebutuhan pasien secara holistik, sehingga dalam penerapannya kualitas asuhan
keperawatan sering terabaikan, karena pemberian asuhan yang terfragmentasi.

Komunikasi antara perawat sangat terbatas, sehingga tidak ada satu perawat
yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin
Kepala Ruangan. Hal ini sering menyebabkan klien kurang puas dengan
pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan, karena seringkali klien tidak
mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan, dan kurang
merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.

Kepala Ruangan bertanggungjawab untuk mengarahkan dan melakukan


supervisi. Komunikasi antar staf sangat terbatas dalam membahas masalah
pasien. Perawat terkadang tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan

16
pasien atau mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi
hasil tindakan keperawatan yang diberikan. Pada model ini kepala ruangan
menentukan apa yang menjadi tugas setiap perawat dalam suatu ruangan dan
perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada kepala
ruangan. Kepala Ruangan-lah yang bertanggung jawab dalam membuat laporan
pasien.

Model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang sehingga


seringkali pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan kepada
semua petugas yang datang kepadanya, dan Kepala Ruangan-lah yang
memikirkan setiap kebutuhan pasien secara komprehensif. Informasi yang
disampaikan bersifat verbal, yang seringkali terlupakan karena tidak
didokumentasikan dan tidak diketahui oleh staf lain yang memberikan asuhan
keperawatan.

Dengan menggunakan model ini Kepala Ruangan kurang mempunyai waktu


untuk membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi
kebutuhan pasien atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan
keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang sangat mencolok. Dan orientasi
model ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas, sehingga pendekatan
secara holistik sukar dicapai. Model fungsional mungkin efisien dalam
menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah staf sedikit, namun pasien selalu tidak
mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan yang diberikan

c. Model Asuhan Keperawatan Tim


Model Tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana
seorang perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya
kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1984).

Konsep model ini didasarkan kepada falsafah bawah sekelompok tenaga


keperawatan bekerja secara bersama-sama secara terkoordinasi dan kooperatif
sehingga dapat berfungsi secara menyeluruh dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada setiap pasien.

17
Model Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan
keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang
tinggi, sehingga setiap anggota tim merasakan kepuasan karena diakui
kontribusinya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas
asuhan keperawatan yang bermutu.

Potensi setiap anggota tim saling komplementer menjadi satu kekuatan yang
dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta timbul rasa kebersamaan
dalam setiap upaya pemberian asuhan keperawatan, sehingga dapat
menghasilkan sikap moral yang tinggi.

Pada dasarnya di dalam Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung
dua konsep utama yang harus ada, yaitu:
1) Kepemimpinan
Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat
profesional (Registered Nurse) yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk
bertanggung jawab terhadap sekelompok pasien dalam merencanakan
asuhan keperawatan, merencanakan penugasan kepada anggota tim,
melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan.
2) Komunikasi yang efektif
Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan
asuhan keperawatan yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan
pasien secara individual dan membantunya dalam mengatasi
masalah. Proses komunikasi harus dilakukan secara terbuka dan aktif
melalui laporan, pre atau post conference atau pembahasan dalam
penugasan, pembahasan dalam merencanakan dan menuliskan asuhan
keperawatan dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai.

Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan yang


merupakan bagian dari tanggung jawab Ketua Tim dalam pembinaan
anggotanya. Dalam model ini Ketua Tim menetapkan anggota tim yang
terbaik untuk merawat setiap pasien. Dengan cara ini Ketua Tim membantu

18
semua anggota tim untuk belajar apa yang terbaik untuk pasien yang
dirawatnya berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi pasien.

Dalam pelaksanaan model ini, Ketua Tim dapat memperoleh pengalaman


praktek melakukan kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan
membina anggotanya. Pimpinan juga akan belajar bagaimana mempertahankan
hubungan antar manusia dengan baik dan bagaimana mengkoordinasikan
berbagai kegiatan yang dilakukan dengan beberapa anggota tim secara bersama-
sama. Untuk mencapai kepemimpinan yang efektif setiap anggota tim harus
mengetahui prinsip dasar administrasi, supervisi, bimbingan dan tehnik
mengajar agar dapat dilakukannya dalam bekerjasama dengan anggota
tim. Ketua Tim juga harus mampu mengimplementasikan prinsip dasar
kepemimpinan.

d. Model Asuhan Keperawatan Primer


Dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan dan berbagai ilmu dalam bidang
kesehatan, serta meningkatknya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang bermutu tinggi, dengan didasarkan bahwa pemberian asuhan
keperawatan model tim masih mempunyai beberapa kekurangan, maka
berdasarkan studi, para pakar keperawatan mengembangkan model pemberian
asuhan keperawatan yang terbaru yaitu Model Primer (Primary Nursing). Dan
perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan disebut sebagai “Primary
Nurse”.

Tujuan dari Model Primer adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang


dilakukan secara komprehensif dan dapat di pertanggung jawabkan. Penugasan
yang diberikan kepada Primary Nurse atas pasien yang dirawat dimulai sejak
pasien masuk ke rumah sakit yang didasarkan kepada kebutuhan pasien atau
masalah keperawatan yang disesuaikan dengan kemampuan Primary
Nurse. Setiap primary nurse mempunyai 4-6 pasien dan bertanggung jawab
selama 24 jam selama pasien dirawat. Primary Nurse akan melakukan
pengkajian secara komprehensif dan merencanakan asuhan keperawatan. Selama
bertugas ia akan melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan masalah dan
kebutuhan pasien.

19
Demikian pula pasien, keluarga, staff medik dan staf keperawatan akan
mengetahui bahwa pasien tertentu merupakan tanggung jawab primary nurse
tertentu. Dia bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi
dalam merencanakan asuhan keperawatan dan dia juga akan merencanakan
pemulangan pasien atau rujukan bila diperlukan.

Jika primary nurse tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan didelegasikan


kepada perawat lain yang disebut “associate nurse”. Primary nurse bertanggung
jawab terhadap asuhan keperawatan yang diterima pasien dan menginformasikan
tentang keadaan pasien kepada Kepala Ruangan, dokter dan staf keperawatan
lainnya. Kepala Ruangan tidak perlu mengecek satu persatu pasien, tetapi dapat
mengevaluasi secara menyeluruh tentang aktivitas pelayanan yang diberikan
kepada semua pasien.

Seorang primary nurse bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan


asuhan keperawatan tetapi juga mempunyai kewenangan untuk melakukan
rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat,
membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan
sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut
akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Primary
Nurse berperan sebagai advokat pasien terhadap birokrasi rumah sakit. Kepuasan
yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien merasa dimanusiawikan
karena pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan asuhan
keperawatan yang bermutu dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap
pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi.

Kepuasan yang dirasakan oleh Primary Nurse adalah tercapainya hasil berupa
kemampuan yang tinggi terletak pada kemampuan supervisi. Staf medis juga
merasakan kepuasannya dengan model primer ini, karena senantiasa informasi
tentang kondisi pasien selalu mutakhir dan laporan pasien komprehensif,
sedangkan pada model Fungsional dan Tim informasi diperoleh dari beberapa
perawat.Untuk pihak rumah sakit keuntungan yang dapat diperoleh adalah rumah
sakit tidak perlu mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi tenaga

20
yang ada harus berkualitas tinggi. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Model
Primer dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan bila dibandingkan
dengan Model Tim, karena
1) Hanya satu perawat yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam
perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan.
2) Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 pasien bila dibandingkan
dengan 10-20 orang pada setiap tim.
3) Perawat Primer bertanggung jawab selama 24 jam.
4) Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal.
5) Rencana keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.

e. Model Asuhan Keperawatan Modular


Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary nursing
yang digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan tenaga professional dan
non professional.Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena
tenaga profesional dan non profesional bekerjasama dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada beberapa pasien dengan arahan kepemimpinan perawat
professional.

Model modular mirip juga dengan model primer, karena tiap 2-3 perawat
bertanggung jawab terhadap asuhan beberapa pasien sesuai dengan beban kasus,
sejak pasien masuk, pulang dan setelah pulang serta asuhan lanjutan kembali ke
rumah sakit.

Agar model ini efektif maka Kepala Ruangan secara seksama menyusun tenaga
profesional dan non profesional serta bertanggung jawab supaya kedua tenaga
tersebut saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian, terutama kepemimpinan.

Dalam menerapkan model modular, 2-3 tenaga keperawatan bisa bekerjasama


dalam tim, serta diberi tanggung jawab penuh untuk mengelola 8-12
kasus. Seperti pada model primer, tugas tim keperawatan ini harus tersedia juga
selama tugas gilir (shift) sore-malam dan pada hari-hari libur, namun tanggung
jawab terbesar dipegang oleh perawat profesional.

21
Perawat profesional bertanggung jawab untuk membimbing dan mendidik
perawat non profesional dalam memberikan asuhan keperawatan.
Konsekuensinya peran perawat profesional dalam model modular ini lebih sulit
dibandingkan dengan perawat primer. Model modular merupakan gabungan dari
model tim dan primary model.

B. Konsep Manajemen Pasien Safety


1. Keselamatan Pasien
a. Definisi Keselamatan Pasien
Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah proses rumah sakit dalam
memberikan pelayanan dalam memberikan pelayanan pasien yang aman
termasuk dalam pengkajian risiko, identifikasi, dan menejemen risiko terhadap
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan
menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
meminimalisir timbulnya risiko (UU 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43
dalam KKPRS, 2015).
b. Standar keselamatan pasien terdiri dari tujuh standar yaitu :
1) Hak pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4) Pengunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien

c. Sasaran Keselamatan Pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I (2011)


adalah :
1) Ketepatan identifikasi pasien
2) Peningkatan komunikasi efektif
3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4) Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

22
6) Pengurangan pasien risiko jatuh

2. Resiko Jatuh
a. Definisi Resiko
Risiko dapat diartikan sebagai kejadian yang memiliki dampak negatif dan
merugikan yang dapat mencegah terciptanya manfaat atau mengkikis
manfaat yang telah ada. Risiko dapat disimpulkan sebagai kejadian yang
belum terjadi dan memiliki dampak negatif dalam berbagai hal.

b. Pasien Jatuh
Jatuh adalah suatu kajadian dengan hasil seorang berbaring secara tidak
sengaja di tanah atau lantai atau permukaan yang lebih rendah (WHO 2004
dalam Miake-Lye et al, 2013). Jatuh memiliki definisi sebagai kejadian
jatuh yang tidak disengaja dengan atau tidak terjadinya luka dengan hasil
pasien terbaring dilantai atau terbaring diatas permukaan lain, atau orang
lain atau objek lain (Weinberg, J et al, 2011). Apabila pasien jatuh dan
berhasil berdiri atau kembali ketempat semula (tempat tidur, kursi, atau
commode) itu hanya dapat disebut kejadian jatuh bila pasien terluka
(Palomar Health, 2016).

Berdasar Internasional Classification of Diseases 9 Clinical Modifications


(ICD-9-CM), mengkategorikan jatuh mengunakan beberapa code, yang
mana semuanya memiliki pengertian yang luas; tidak sengaja menabrak
benda yang bergerak disebabkan keramaian yang dapat menyebabkan jatuh,
jatuh pada atau dari tangga atau eskalator, jatuh dalam tingkat yang sama
dari tabrakan, tekanan, atau saling dorong dengan orang lain, bahkan jatuh
dapat diartikan sebagai jatuh dari atau keluar gedung atau bangunan lainya.
Berdasar ICSI (2012), jatuh yang menyebabkan luka terdiri dari lima poin
skala :
1) Tidak terindikasi pasien terdapat luka akibat jatuh
2) Terdapat indikasi Minor seperti bruises atau lecet akibat jatuh
3) Terdapat indikasi Sedang dengan line displacement, fraktur, letrasi
yang membutuhkan perawatan lebih lanjut

23
4) Indikasi Berat luka jatuh yang mengancam jiwa dan membutuhkan
operasi atau pemindahan ke dalam ICU
5) Meninggal akibat luka yang disebabkan oleh pasien jatuh

c. Tipe – tipe pasien jatuh


Menurut Palomar Health Fall Prevention and Managemet (2016),jatuh
dibedakan menjadi :
1) Physiologic Falls
Jatuh yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor intrinsik fisik,
dimana terdapat dua jenis Physiologic fall yaitu yang dapat dicegah
seperti dimensia, kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan, efek
obat, delirium, postural hipertensi dan yang tidak dapat dicegah seperti
stroke, TIA (Transient Ischaemic Attack), MI (Myocardial Infarction),
disritmia, seizure.
2) Accidential Falls
Accidential falls terjadi bukan karena faktor fisik melainkan akibat dari
bahaya lingkungan atau kesalahan penilaian strategi dan desain untuk
memastikan lingkungan aman bagi pasien (Jenice, 2009). Contoh hal-hal
yang menyebakan jatuh seperti terpeleset karena lantai licin akibat air
atau urin. Pasien berisiko jatuh saat mengunakan Intravena sebagai
pegangan saat berjalan dapat juga pasien terjatuh saat mencoba naik ke
tempat tidur atau dapat terjadi saat pasien berusaha meraih barang yang
ada disekatnya.
3) Unanticipated Falls
Jatuh yang masih berhubungan dengan kondisi fisik, tapi terjadi karena
kondisi yang tidak bisa diprediksi sebelumnya. Tindakan pencegahan
pada tipe ini hanya dapat dilakukan setelah terjadi jatuh, dengan cara
menganalisis dan mencari pencegahan yang tepat. Contoh dari kondisi
fisik yang tidak dapat diprediksi meliputi pingsan dan kondisi fraktur
patologis pada pinggul. Kejadian jatuh seperti ini dapat terulang dengan
kondisi dan sebab yang sama, oleh karena itu perhatian perawat adalah
dengan cara mencegah jatuh untuk kedua kalinya atau mencegah pasien
luka saat jatuh lagi (Jenice, 2009).

24
4) Intentional Falls
Kejadian jatuh yang disengaja berdasakan alasan tertentu atau tujuan
tertentu contohnya jatuh untuk mendapatkan perhatian atau jatuh untuk
mengurangi nyeri atau berjongkok.

d. Factor penyebab pasien jatuh


Chun Ruby (2017); Pearson & Andrew (2011), menyertakan bahwa faktor
risiko jatuh dibagi menjadi faktor intrinsik (Patientrelated risk factors) dan
faktor ektrinsik (Healthcare factors related to falls) seperti yang dijelaskan
berikut :
1) Faktor Intrinsik (Patient-Related Risk Factors)
Faktor risiko yang berasal dari dalam tubuh pasien biasanya berasal dari
penyakit yang menyertai pasien seperti :
a) Gangguan sensori dan Gangguan neurologi
Gangguan sensori dapat menurunkan kemampuan seseorang dalam
menilai dan mengantisipasi bahaya yang terdapat dilingkunganya.
Gangguan ini biasa terjadi pada golongan usia dewasa-tua dimana
perlemahan dan memburuknya pengelihatan karena usia secara
signifikan dapat meningkatkan risiko dari jatuh. Hasil studi yang
dilakukan Skalska et al., pada golongan umur responden (55-59 dan >
65 tahun) didapatkan hasil insiden jatuh yang tinggi memiliki
hubungan dengan gangguan pengelihatan dan pendengaran, dengan
kata lain semakin tinggi gangguan pengelihatan dan pendengaran yang
dialami maka semakin tinggi pula risiko jatuh yang terjadi. Pasien
dengan gangguan neurologi seperti pingsan dan penurunan kesadaran
dapat menyebabkan pasien mendadak jatuh sehingga pasien perlu
dibutuhkan pengawasan dan observasi khusus secara terus-menerus.
b) Gangguan kognitif
Dimensia, delirium, dan penyakit perkinson memiliki hubungan yang
jelas dengan risiko terjadinya jatuh terutama saat perilaku agitasi dan
berkeliaran muncul. Selain itu penurunan kognitif dan kognisi secara
umum dapat mempercepat risiko jatuh pada pasien dewasa tua tanpa
penyakit delirium atau tanpa penyakit dimensia (Feil dan Gardner,
2012)

25
c) Gaya berjalan dan Gangguan keseimbangan
Gangguan berjalan dan keseimbangan sangat sering terjadi pada lansia
karena proses alami dari penuaan. Proses tersebut menyebabkan
penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan, dan penurunan
kelenturan sendi. Selain proses penuaan riwayat berjalan berjongkok
dan mengunakan tongkat juga dapat meningkatkan risiko dari jatuh,
penyakit stroke dapat menjadi salah satu penyebab gangguan
keseimbangan, hal tersebut karena pasien mengalami kelumpuhan
sehingga mengakibatkan pasien sulit berjalan atau bergerak.
d) Gangguan urinaria
Gangguan ini dapat menyebabkan pasien lebih sering keluar-masuk
menuju kamar mandi, sehingga meningkatkan risiko jatuh pada pasien.
Contoh gangguan urinaria adalah : menurunkan gejala saluran kemih
pada pria, inkontinesia urinaria yang bersifat neurologis, dan gejala
saluran kemih pada perempuan (NICE, 2017).
e) Pengobatan
Banyak pasien tidak memahami pemakaian berbagai macam obat dapat
meningkatkan risiko jatuh. Pasien dengan pemakaian obat
antihipertensi dan psikiatrik lebih sering terjadi jatuh (Majkusova &
Jarosova, 2014). Pengobatan kardiovasikular seperti deutetik dan
antihipertensi dapat mengakibatkan efek samping hipotensi yang dapat
menyebabkan pasien jatuh.

2) Faktor Ektrinsik (Healthcare Factors Related to Falls)


Faktor ini sebagian besar terjadi karena kondisi bahaya dari lingkungan atau
tempat atau ruangan di mana pasien dirawat, seperti :
a) Kondisi lingkungan Pasien
Pencahayaan ruangan yang kurang terang, lantai licin, tempat
berpegangan yang tidak kuat atau tidak stabil atau terletak dibawah,
tempat tidur yang tinggi, WC yang rendah atau berjongkok, obat-
obatan yang diminum dan alat-alat bantu berjalan dapat meningkatkan
risiko dari jatuh (Darmojo, 2004).

26
b) Lampu panggilan dan Alarm kursi atau tempat tidur
Lampu panggilan dan alarm kursi atau tempat tidur berperan penting
dalam pencegahan pasien jatuh karena pasien yang ingin menuju kamar
mandi dapat memberitahu perawat melalui alarm yang tersedia untuk
segera dibantu.
c) Tenaga profesional kesehatan dan sistem pelayanan
Selain kondisi lingkungan yang membahayakan pasien, sistem dari
pelayanan kesehatan juga berpengaruh terhadap terjadinya pasien
jatuh. Severo et al (2014), menyebutkan salah faktor ektrinsik jatuh
adalah tatanan rumah sakit dan proses kesehatan profesional kesehatan
khususnya dalam keperawatan.

e. Dampak psien jatuh


Banyak dampak yang disebabkan karena insiden dari jatuh contoh dampak
pasien jatuh sebagai berikut :
1) Dampak Fisiologis Dampak fisik yang disebabkan oleh jatuh berupa
lecet, memar, luka sobek, fraktur, cidera kepala, bahkan dalam kasus
yang fatal jatuh dapat mengakibatkan kematian.
2) Dampak Psikologis Jatuh yang tidak menimbulkan dampak fisik dapat
memicu dampak psikologis seperti; ketakutan, anxiety, distress,
depresi, dan dapat mengurangi aktivitas fisik (Miake-Lye et al, 2013).
3) Dampak finansial Pasien yang mengalami jatuh pada unit rawat inap
dapat menambah biaya perawatan, hal tersebut karena jatuh dapat
menyebabkan luka pada pasien.

f. Pengkajian dan Intervensi Risiko Jatuh


Pengkajian pasien dengan risiko jatuh dapat dilakukan dengan
multifactorial assessment dalam jangka waktu pasien dirawat. Tindakan
yang dilaksanakan dalam pengkajian multifaktor adalah dengan mengkaji
masalah cognitif pasien, masalah urinaria pasien, riwayat jatuh, akibat dari
jatuh, mengawasi sandal yang dipakai pasien (licin atau hilang), masalah
kesehatan yang dapat meningkatkan risiko jatuh, pengobatan yang sedang
dijalani, masalah keseimbangan, masalah pergerakan pasien, sindrome
sincope, dan gangguan pengelihatan yang diderita oleh pasien. Selain itu,

27
pengkajian lingkungan dimana pasien dirawat memiliki bagian penting
dalam risiko dari insiden pasien jatuh. Terdapat berbagai jenis alat
pengkajian risiko jatuh yang telah dibuat, salah satunya dengan Morse Fall
Scale (MFS) yang dipakai dalam mengidentifikasi risiko pasien jatuh orang
dewasa di RSUD Wates.
1) Morse Fall Scale (MFS)
Morse Fall Score Adalah metode cepat dan simpel untuk melakukan
pengkajian pasien yang memiliki kemungkinan jatuh atau risiko jatuh
dan digunakan untuk melakukan penilaian kepada pasien umur ≥ 16
tahun. MFS memiliki 6 variabel yaitu
a) Riwayat jatuh :
Bila terdapat riwayat jatuh saat ini atau sebelum 3 bulan beri skor
25, bila tidak beri skor 0.
b) Diagnosa sekunder :
Bila pasien memiliki lebih dari 1 diagnosa medis maka beri skor
15, bila tidak beri skor 0.
c) Alat bantu :
Bila pasien bed rest atau butuh bantuan perawat untuk berpindah
beri skor 0, bila pasien membutuhkan tongkat, cane, atau alat
penompang untuk berjalan berikan skor 15, dan bila pasien
berjalan berpegangan pada perabotan yang ada seperti meja atau
kursi berikan skor 30.
d) Terpasang infus :
Bila terpasang infus beri skor 20, dan bila tidak beri skor 0.
e) Gaya berjalan :
Bila pasien memiliki gangguan gaya berjalan seperti kesulitan
bangun, kepala menunduk, atau berjalan tidak seimbang beri skor
20, bila gaya berjalan pasien lemah tanpa kehilangan
keseimbangan beri skor 10, dan bila pasien berjalan dengan normal
beri skor 0.
f) Status mental :
Bila pasien memiliki over-estimasi terhadap kemampuan
tubuhnya beri skor 15, dan bila pasien menyadari kemampuan fisik
dan tidak memaksakan beri skor 0.

28
Hasil interpretasi dari MFS dikatagorikan menjadi; tidak berisiko (No
Risk) dengan skor MFS sebesar 0-24, pasien berisiko rendah (Low
Risk) dengan skor MFS sebesar 25-44, sedangkan pasien berisiko
tinggi jatuh (High Risk) memiliki skor MFS ≥ 45. Setiap skor MFS
memiliki tindakan yang berbeda, pada pasien tanpa risiko jatuh
tindakan yang dilakukan adalah cukup melaksanakan tindakan
keperawatan dasar, pada pasien dengan risiko rendah jatuh dilakukan
tindakan implementasi standar 29 pencegahan pasien jatuh, dan untuk
pasien dengan risiko tinggi jatuh perlu dilakukan implementasi yang
lebih intens dalam pencegahan pasien jatuh.

2) Intervensi Pencegahan Pasien Jatuh Tindakan intervensi pencegahan


jatuh menurut Pearson & Andrew (2011), melakukan perubahan
fisiologis pasien seperti perubahan aktivitas tolileting pada pasien
dewasa tua dengan gangguan kognitif atau inkontenesia urin;
perubahan lingkungan seperti menaikan batas tempat tidur,
menurunkan kasur, melapisi lantai dengan matras, dan restrain pasien
secara terbatas berdasarkan keperluan; dilanjutkan pendidikan dan
pelatihan staf kesehatan dalam program pencegahan pasie jatuh.
Intervensi dalam mencegah terjadinya pasien jatuh dimulai dengan
melakukan asesmen risiko jatuh Morse Fall Scale (MFS). Hasil dari
penilaian MFS dilanjutkan dengan prosedur intervensi sesuai dengan
tinggi rendahnya skor MFS yang muncul. Menurut Ziolkowski dari
Departement of Helath and Human Service St. Joseph Health Petaluna
Valley (2014), Intervensi pencegahan pasien risiko jatuh dapat dibagi
menjadi :
a) Intervensi Risiko Rendah
(1) Intervensi lanjutan akan dilakukan pada semua pasien rawat
inap.
(2) Orientasi pasien/keluarga dengan lingkungan dan kegiatan
rutin.
(3) Tempatkan lampu panggilan (alarm pemberitahuan) dalam
jangkauan dan mengingatkan pasien untuk meminta bantuan.
(4) Pastikan tempat tidur pasien dalam posisi rendah dan terkunci.

29
(5) Bed alarm diaktifkan pada semua pasien saat pasien tidur
(selain unit kelahiran anak) kecuali pasien menolak.
(6) Dekatkan barang-barang pasien dalam jangkauan.
(7) Menyediakan alas kaki anti selip yang dibutuhkan pasien untuk
berjalan.
(8) Minimalkan pasien berjalan atau bahaya tergelincir.
(9) Kunjungi pasien lebih sering (setiap jam) dan nilai keamanan
dan kenyamanan pasien dan pertimbangkan pencahayaan
tambahan.

b) Intervensi Risiko Tinggi atau Sedang


(1) Identifikasi secara visual pasien dengan memasang gelang
kuning pada pergelangan tangan
(2) Pertimbangkan penempatan ruangan pasien pada area dengan
visibilitas tinggi atau dekat dengan ruang jaga perawat.
(3) Monitor pasien dan ruangan untuk keamanan kira-kira setiap
satu jam. Tempatkan lampu panggilan dan secara terus-
menerus menempatan barang pribadi dalam jangkauan pasien.
(4) Rintis Fall Risk Care Plan; Sebuah rencana perawatan yang
dikembangkan dengan intervensi tepat sesuai kebutuhan
pasien.
(5) Aktifkan alarm bed sepanjang waktu saat pasien di tempat tidur.
Pastikan bed terhubung dengan sistem lampu panggilan juga
pasang alarm pada kursi yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
(6) Awasi pasien secara langsung (dengan observasi visual) saat
menuju kamar mandi atau kamar kecil.
(7) Bantu pasien dengan atau pengawasan semua transfer dan
ambulatory mengunakan gait belt dan alat bantu jalan lainya.
(8) Jika pasien menunjukan sikap impulsif, memiliki risiko jatuh
sedang atau tinggi atau riwayat jatuh, mungkin dibutuhkan
tempat tidur khusus dengan tambahan tikar atau matras pada
sisi tempat tidurnya untuk mencegah bahaya sekunder dari
jatuh.

30
(9) Sediakan dan review (ulangi) edukasi pencegahan jatuh kepada
pasien dan keluarga.

Intervensi yang dilakukan pada pasien dengan risiko sedang atau tinggi
jatuh dengan luka memerlukan tindakan pencegahan yang lebih intersif
untuk menjaga keselamatan dan keamanan pasien, tindakan intervensi
tersebut menurut American Hospital Association (2014), , adalah :
1) Meningkatkan intensitas dan kualitas observasi
Pasien dengan risiko tinggi cidera membutuhkan lebih banyak
frekuensi observasi dari pada pasien dengan tingkat yang lebih rendah.
Dalam meningkatkan observasi pasien gagasan yang perlu diubah
adalah dengan meningkatkan obeservasi secara langsung kepada
pasien seperti :
a) Dorong dan beri semangat kepada anggota keluarga untuk
mendampingi pasien kapanpun sebisanya.
b) Tempatkan pasien dengan risiko tinggi jatuh berdekatan dengan
ruangan perawat dan pada kondisi yang lebih terlihat oleh staf
rumah sakit, idealnya dalam satu garis pandang.
c) Datang keruangan pasien dengan lebih sering setiap 1-2 jam dalam
satu hari. ditinggikan, dan pasang pengangan tangan di sekitar
kamar mandi.

2) Buat adaptasi lingkungan dan sediakan alat pribadi untuk mengurangi


risiko jatuh dengan luka
Adaptasi lingkungan dapat disediakan untuk melindungi pasien dari
jatuh dan mengurangi risiko cidera, dan harus sejajar dengan level
risiko pasien jatuh. Untuk beberapa pasien intervensi khusus atau
intensif mungkin diperlukan. Beberapa hal yang dapat meminimalkan
pasien jatuh seperti :
a. Sediakan tempat anti selip atau sandal anti selip, tambahkan tikar
empuk di sebelah tempat tidur pasien saat pasien istirahat.
b. Tempatkan perangkat alat bantu seperti alat bantu jalan atau
transfer bar di sisi bagian keluar tempat tidur.

31
c. Gunakan lampu malam untuk memastikan ruangan dapat terlihat
setiap saat.
d. Gunakan alarm kasur atau kursi untuk memperingatkan staf secara
cepat bila pasien bergerak.
e. Biarkan kasur pada seting paling rendah.
f. Ciptakan ruangan risiko tinggi jatuh khusus dengan modifikasi
ruangan seperti perabotan dengan ujung bulat tidak lancip dan
kamar mandi dengan toilet duduk yang ditinggikan, dan pasang
pengangan tangan di sekitar kamar mandi.

3) Tetapkan intervensi untuk mengurangi efek samping dari pengobatan


Banyak obat yang dapat meningkatkan risiko jatuh dan risiko cidera
karena jatuh, biasanya terjadi karena polifarmasi, khususnya pada
pasien usia lanjut, dan menimbulkan banyak efek samping, termasuk
jatuh dan jatuh dengan cidera. Intervensi yang perlu dilakukan adalah
dengan melakukan safer management medication sebagai berikut :
a) Kaji ulang obat yang digunakan pasien dengan risiko tinggi jatuh
dan hilangkan atau ganti obat yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya jatuh.
b) Pertimbangkan pengunaan kriteria Beers (ix) untuk
mengidentifikasi ketidak tepatan pengobatan pada lansia.
c) Tanyakan kepada farmasis tentang rekomendasi alternatif obat
lain.

4) Sesuaikan intervensi untuk pasien dengan risiko tinggi cedera serius


atau luka parah karena jatuh dalam perbaika rencana
Dalam rangka menyesuaikan tindakan pencegahan risiko tinggi jatuh,
pengkajian risiko harus dilakukan secara rutin dan dapat diandalkan.
Jika risiko tidak dikaji lalu kesempatan untuk pengimplementasikan
pencegahan tidak dilakukan, maka hal tersebut dapat meningkatkan
resiko terjadinya pasien jatuh bahkan pasien jaruh dengan cidera.
Pengkajian harus dilakukan pada saat pasien pertama kali masuk, setiap
kali pasien memiliki perubahan status, dan setidaknya setiap hari (jika
tidak dilakukan setiap shift). Hasil dari pengkajian lengkap harus

32
menghasilakan intervensi yang disesuaikan dengan beberapa arahan
yang diperlukan

C. Konsep Pemberian Obat


1. Definisi Obat
Obat merupakan sejenis subtansi yang digunakan dalam proses diagnosis,
pengobatan, penyembuhan dan perbaikan maupun pencegahan terhadap gangguan
kesehatan tubuh. Obat adalah sejenis terapi primer yang memiliki hubungan erat
dengan proses penyembuhan sebuah penyakit (Potter & Perry, 2009).

2. Prosedur Pemberian Obat


Cara dalam pemberian obat harus sesuai dengan prosedur dan tergantung pada
keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat obat, dan tempat
kerja obat yang diinginkan serta pengawasan terkait efek obat dan sesuai dengan
SOP rumah sakit yang bersangkutan (Depkes, 2014).

Menurut Aryani (2009) sekarang perawat dalam memberikan pelayanan


kesehatan khususnya dalam hal pemberian obat kepada pasien harus
memperhatikan prinsip enam benar obat yang sudah menjadi prosedur wajib
sebelum memberikan obat kepada pasien. Prinsip enam benar obat itu meliputi
benar pasien, benar jenis obat, benar dosis, benar cara pemberian, benar waktu,
benar dokumentasi.

3. Prinsip Pemberian Obat


a. Benar pasien
Tanyakan nama pasien, alamat, usia, cocokan dengan gelang pasien (nama,
tanggal lahir, no RM). Cek nama dokter yang meresepkan pada catatan
pemberian obat, resep/ kartu obat.
b. Benar obat
Memastikan bahwa obat generik sesuai dengan nama dagang obat, pasien tidak
alergi dengan kandungan obat yang didapat, memeriksa identitas obat dengan
catatan.

33
c. Benar dosis
Memastikan dosis yang diberikan sesuai dengan rentang pemberian dosis
untuk cara pemberian tersebut, berat badan dan umur klien, periksa dosis pada
label obat untuk membandingkan dengan dosis yang sesuai pada catatan
pemberian obat. Lakukan perhitungan dosis secara akurat.
d. Benar cara pemberian
Memeriksa label obat untuk memastikan bahwa obat tersebut dapat diberikan
sesuai cara yang diinstruksikan dan periksa cara pemberian pada catatan
pemberian obat resep dokter
e. Benar waktu
Periksa waktu pemberian obat sesuai dengan waktu yang tertera pada catatan
pemberian obat (misalnya obat yang diberikan 2 kali sehari, maka pada catatan
pemberian obat/ resep dokter.
f. Benar dokumentasi
Memeriksa label obat untuk memastikan bahwa obat tersebut dapat diberikan
sesuai cara yang diinstruksikan, dan periksa cara pada catatan pemberian obat

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian obat


Menurut Harmiady (2014) dalam penelitianya menyatakan ada tiga faktor yang
mempengaruhi perawat dalam pemberian obat antara lain:
a. Tingkat Pengetahuan perawat
Perawat dengan tingkat pengetahuan yang tinggi cenderung untuk mampu
melaksanakan prinsip benar dalam pemberian obat dengan tepat dengan
dibandingkan yang memiliki pengetahuan yang kurang baik. Seseorang yang
memiliki ilmu pengetahuan yang baik akan memiliki adab yang baik dan
mengamalkan ilmu tersebut. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempuanyai
dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah
yang dihadapi oleh pasien.
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan yang telah dicapai oleh perawat dapat digunakan sebagai salah satu
indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dan juga berperan
dalam menurunkan angka kesakitan. Dengan semakin tingginya tingkat
pendidikan seseorang dapat membantu menekan/menurunkan tingginya angka
kesakitan pada pasien (Nursalam, 2012).

34
c. Motivasi Kerja
Motivasi kerja perawat merupakan tingkah laku seseorang yang mendorong
kearah satu tujuan tertentu karena adanya suatu kebutuhan bak secara internal
maupun eksternal dalam melaksanakan peranya. Semakin baik motivasi kerja
yang dimiliki perawat maka cenderung mendorong diri mereka untuk
melaksanakan prinsip dan prosedur yang berkaitan dibandingkan yang
memiliki motivasi yang berkurang.

Timbulnya motivasi dalam diri seseorang perawat dapat disebabkan oleh


adanya rasa tanggung jawab yang timbul dalam diri seseorang atau aspek
internal perawat. Oleh sebab itu ketika perawat memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi terhadap pasien maka tentunya perawat akan berusaha semaksimal
mungkin untuk melakukan tindakan yang cepat, tepat dan terarah untuk
mengatasi masalah pasien termasuk ketepatan dalam pemberian obat.

5. Akibat Kesalahan Pemberian Obat


Menurut Kemenkes (2011) akibat kesalahan pemberian obat dibagi menjadi dua
yaitu :
a. Adverse drug event adalah suatu insiden dalam pengobatan yang dapat
menyebabkan kerugian pada pasien Adverse drug event meliputi kerugian
yang bersifat intrisik bagi individu/pasien contoh :
1) Meresepkan obat NSAID pada pasien dengan riwayat pada pasien
dengan riwayat panyakit ulkus peptik yang terdokumentasi direkam
medis, yang dapat menyebabkan pasien mengalami pendarahan saluran
cerna.
2) Memberikan terapi antiepilepsi yang salah, dapat menyebabkan pasien
mengalami kejang.
b. Adverse drug reaction merupakan respon obat yang dapat membahayakan
dan menimbulkan kesalahan dalam pemberian obat seperti hipersensitivitas,
reaksi alergi, toksisitas dan interaksi antar obat berdasarkan penelitian
Nurinasari (2014) sebagai berikut :
1) Hipersensitivitas
Reaksi yang muncul ketika klien sensitif terhadap efek obat karena tubuh
menerima dosis obat yang berlebihan. Hipersensitivitas obat biasanya

35
terjadi sekitar 3 minggu hingga 3 bulan setelah pemberian obat, yang
ditandai oleh demam dan munculnya lesi pada kulit.
2) Alergi
Reaksi alergi obat adalah reaksi melalui mekanisme imunologi terhadap
masuknya obat yang dianggap sebagi benda asing dalam tubuh dan tubuh
aka membuat antibodi untuk mengeluarkan benda asing dari dalam tubuh.
3) Toksisitas
Akibat dosis yang berlebihan sehingga terjadi penumpukan zat di dalam
darah karena gangguan metabolisme tubuh.
4) Interaksi antar obat
Reaksi suatu obat dipengaruhi oleh pemberian obat secara bersamaan,
sehingga terjadi interaksi obat yang kuat atau bertentangan terhadap efek
dari obat.

D. Peran Perawat Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi Pada Anak


1. Definisi Hospitalisasi
Hospitalisasi adalah pengalaman penuh cemas baik bagi anak maupun
keluarganya. Kecemasan utama yang dialami dapat berupa perpisahan dengan
keluarga, kehilangan kontrol, lingkungan yang asing, kehilangan kemandirian dan
kebebasan. Reaksi anak dapat dipengaruhi oleh perkembangan usia anak,
pengalaman terhadap sakit, diagnosa penyakit, sistem dukungan dan koping
terhadap cemas (Nursalam, 2013).

Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di
rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak mengalami perubahan dari keadaan
sehat dan rutinitas lingkungan serta mekanisme 15 koping yang terbatas dalam
menghadapi stresor. Stresor utama dalam hospitalisasi adalah perpisahan,
kehilangan kendali dan nyeri (Wong, 2009).

2. Definisi Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga

36
remaja (11-18 tahun).

3. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Aspek tumbuh kembang pada anak dewasa ini adalah salah satu aspek yang
diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan aspek
yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, baik secara fisik
maupun psikososial. Namun, sebagian orang tua belum memahami hal ini,
terutama orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang
relatif rendah. Mereka menganggap bahwa selama anak tidak sakit, berarti anak
tidak mengalami masalah kesehatan termasuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Sering kali para orang tua mempunyai pemahaman bahwa
pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian yang sama.

4. Dampak Hospitalisasi Pada Anak


Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua
tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor, baik
faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan
baru, maupun lingkungan keluarga yang mendampingi selama perawatan.
Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan anaknya,
pengobatan, dan biaya perawatan. Pasien anak akan merasa nyaman selama
perawatan dengan adanya dukungan social keluarga, lingkungan perawatan yang
terapeutik, dan sikap perawat yang penuh dengan perhatian akan mempercepat
proses penyembuhan.

5. Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi


Seperti telah dikemukakan di atas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku
sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reksi tersebut bersifat
individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan
kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit
adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.
Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan
tahapan perkembangan anak.

37
6. Peran Perawat
Peran perawat adalah cara untuk mengatasi aktifitas perawat dalam praktik,dimana
telah menyelesaikan pendidiksan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh
pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara
professional sesuai dengan kode etik. profesionalnya.Dimana setiap peran yang
dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan (Mubarak, 2006).Sedangkan
menurut supartini (2004) Perawat adalah salah satu tim kesehatan yang bekerja
dengan anak dan orang tua. Beberapa peran penting seorang perawat anak, yaitu:
sebagai pembela, pendidik, konselor, kordinator, pembuat keputusan etik, perencana
kesehatan, dan peneliti.

7. Pencegahan Dampak Hospitalisasi


Dirawat di rumah sakit bisa menjadi sesuatu yang menakutkan dan pengalaman yang
mengerikan bagi anak-anak. Anak seringkali mengalami hal-hal yang tidak
menyenangkan selama di rumah sakit, mulai dari lingkungan rumah sakit yang asing,
serta pengobatan maupun pemeriksaan yang kadang kala menyakitkan bagi si anak.
Oleh karena itu, peran perawat sangat diperlukan dalam upaya pencegahan dampak
tersebut.
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti
kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini akan menghambat
proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu
mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati- hati dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta pendidikan
terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan
anak.
c. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan
secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya
distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan

38
maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat
berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses
tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat,
dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena
akan memperberat kondisi anak.
e. Modifikasi Lingkungan Fisik
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan
keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak
selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya.

39
BAB III
ANALISA SITUASI

A. Profil Rumah Sakit Umum Kecamatan Pesanggrahan


Rumah Sakit Umum Daerah Pesanggrahan merupakan salah satu unit pelaksana
teknis Dinas Kesehatan Privinsi DKI Jakarta yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja dan merupakan
ujung tombak pelayanan kesehatan pemerintah yang berfungsi memberikan
pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, kuratif dan rehabilitative bagi
masyarakat. Sebagai salah satu UPT dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta,
Rumah Sakit Umum Daerah Pesanggrahan berusaha untuk menjadi organisasi
dengan pengelolaan keuangan yang sehat seperti UPT Dinas Kesehatan Provinsi
DKI Jakarta lainnya yang telah menyandang status sebagai organisasi yang telah
menerapkan PPK-BLUD.

Rumah Sakit Umum Daerah Pesanggrahan mulai dirintis pada awal tahun 2015.
Dimana sebelumnya bangunan yang saat ini menjadi Rumah Sakit Umum Daerah
Pesanggrahan adalah merupakan bangunan Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan.
Penetapan RSU Kelas D berdasarkan Pergub Nomor 1024 tanggal 17 Juni 2014.
RSU Daerah Pesanggrahan memiliki Izin Operasional Rumah Sakit Umum Kelas
D berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Prov. DKI
Jakarta Nomor : 4/2.11/31/-1.77/2015 terhitung sejak tanggal 01 April 2015 s/d 31
Maret 2020. Adapun tujuan didirikannya Rumah Sakit Umum Daerah
Pesanggrahan adalah agar tersedianya sebuah fasilitas kesehatan dengan sarana
dan prasarana yang memadai sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan
terbaik untuk masyarakat di wilayah Daerah Daerah Pesanggrahan Khususnya dan
warga DKI Jakarta umumnya.

RSUD Pesanggrahan merupakan perubahan dari Puskesmas Kecamatan


Pesanggrahan sejak Bulan April Tahun 2015. Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan awal berdiri di Jalan Wijaya Kusuma. Tahun 2000 pindah ke Jalan
Cenek No I/1 dimana Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dibangun diatas tanah

40
Pemda DKI. Luas bangunan 2.566 m2/1677 m2, sedangkan puskesmas di Jalan
Wijaya Kusuma menjadi Puskesmas Kelurahan Pesanggrahan. Sedangkan sejak
Puskesmas berubah menjadi RSUD Pesanggrahan pada bulan April tahun 2015,
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan pindah dan bergabung dengan Puskesmas
Kelurahan Bintaro di Jalan Raya Veteran Jalan Mufakat no 1 RT 01 RW 03
sampai dengan 31 Juli 2017, dan saat ini sudah menempati gedung baru di jalan
Palem VIII RT 01 RW 08 Kelurahan Petukangan Utara.

Lokasi RSUD Pesanggrahan yang berada di area Jakarta Selatan terletak pada
106’22’42 Bujur Timur sampai 106’58’18 Bujur Timur dan 5’19’12 Lintang
Selatan. Luas Wilayah sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Nomor 1815
tahun 1989 adalah 145,37 km2 atau 22,41% dari luas DKI Jakarta. Topografi
Wilayah Jakarta Selatan pada umumnya dapat dikategorikan sebagai daerah
perbukitan rendah dengan tingkat kemiringan 0,25%. Ketinggian tanah rata-rata
mencapai 5-50 meter di atas permukaan laut. Pada wilayah bagian selatan, banjir
kanal relatif merupakan daerah perbukitan jika dibandingkan dengan wilayah
bagian utara.

Jakarta Selatan beriklim panas dengan suhu rata-rata pertahun 27°C dengan
tingkat kelembapan berkisar antara 80-90%. Arah angin dipengaruhi angin Muson
Barat terutama pada bulan Mei-Oktober. Wilayah Jakarta Selatan terbagi terbagi
menjadi sepuluh wilayah kecil yang disebut kecamatan yaitu : Pasar Minggu,
Tebet, Kebayoran Lama, Cilandak, Jagakarsa, Pesanggrahan, Kebayoran Baru,
Pancoran, Setiabudi dan Mampang Prapatan. Jakarta Selatan dengan jumlah
penduduk 1.893.705 jiwa. Jumlah penduduk terpadat berada di Kecamatan Tebet
dan yang terjarang adalah Kecamatan Pesanggrahan.

Kecamatan Pesanggrahan merupakan salah Pesanggrahan kecamatan di wilayah


Jakarta Selatan dengan luas wilayah 13,46 km² (sesuai dengan SK Gubernur DKI
Jakarta No. 1227 tahun 1989). Wilayah Kecamatan Pesanggrahan merupakan
pemekaran dari Kecamatan Kebayoran Lama terletak disebelah barat. Puskesmas

41
Kecamatan Pesanggrahan dikeliling oleh Sungai Pesanggrahan. Batas–batas
wilayah kecamatan Pesanggrahan adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Pesanggrahan
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Rempoa, Tangerang
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pondok Betung, Tangerang

Wilayah Kecamatan Pesanggrahan terbagi atas lima kelurahan dengan dengan 51


RW, 527 RT, 35.471 KK dan 214.843 jiwa dengan kepadatan penduduk 15.962
jiwa per-km (tahun 2014).

Kebijakan Desentralisasi di Indonesia dimulai dengan dikeluarkannya UU Nomor


22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999. Dengan
digantinya Undang-undang tersebut dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah telah terjadi perubahan paradigma yang mendasar dalam
bidang Pemerintahan. Beberapa pengaruh desentralisasi terhadap pembiayaan
kesehatan antara lain; adanya perubahan tarif dari masing-masing pemerintah
daerah, subsidi pemerintah daerah untuk pembiayan masyarakat miskin dan
penduduk diwilayahnya serta jaminan kesehatan (asuransi kesehatan), serta Kartu
Jakarta Sehat (KJS).

1. Visi dan Misi Rumah Sakit


a. Visi
“Menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Pilihan Utama di Hati Masyarakat”
b. Misi
1) Mewujudkan Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas unggul dan berbudi pekerti luhur
2) Mengoptimalkan pelayanan kesehatan secara holistic dan beretika
dengan sepenuh hati
3) Meningkatkan sarana prasarana yang tepat guna dan terstandarisasi
4) Menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan kondusif
5) Membangun kemitraan dengan masyarakat dan lintas sector

42
2. Nilai – nilai RSUD Pesanggrahan
a) Peduli
Peka dan responsive terhadap lingkungan sekitar
b) Profesional
Ahli, terampil dan beretika
c) Integritas
Berpikir, berkata, berbuat yang baik dan benar
d) Inovatif
Kemampuan menghasilkan karya baru yang bermanfaat
e) Akuntabel
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai peraturan

3. Tujuan
“Jumlah pelanggan meningkat, kesejahteraan tercapai dan berkesan di hati
masyarakat”.

4. Sumber daya manusia


Status Pegawai Jumlah
Total Pegawai Rawat Inap Lantai 1 8
(Sumber : Laporan Tahun 2019 RSUD Pesanggrahan)

5. Indikator pelayanan rawat inap RSUD Pesanggrahan


Indikator Rawat Inap RS Realisasi 2019

ALOS (hari) 83 %

BOR (%) 7,5 hari

TOI (hari) 0,2

BTO 11,6

GDR 1,4

(Sumber : Laporan Tahun 2019 RSUD Pesanggrahan)

43
6. Kapasitas Tempat Tidur
Kamar Kapasitas Tempat Tidur

Pelangi 6 Tempat Tidur

(Sumber : Laporan Tahun 2019 RSUD Pesanggrahan)

B. Analisis Ruangan Rawat Inap Anak lt 1 RSUD Pesanggrahan

Deskriptif Ruangan
1. Nama RS : RSUD Pesanggrahan
2. Nama Ruangan : Lantai 1 Ruang Pelangi (Ruang
Ranap Anak)
3. Kapasitas Ruangan : 6 TT
4. Jumlah Klien : 4 orang
5. Jenis Penyakit : DHF, GEA
6. Jumlah Perawat : 7 Perawat

1. Sarana dan Prasarana


Lantai 1 memiliki fasilitas yang terdiri dari ruang rawat nifas dan ruang rawat
anak sebanyak 1 kamar (5 TT), ruang rawat anak sebanyak 1 kamar (6 TT).
Ruang di lantai 1 memiliki fasilitas yang cukup lengkap untuk menunjang
perawat melakukan fungsinya untuk melaksanakan asuhan keperawatan.

Ruang di lantai 1 merupakan salah satu ruang perawatan di RSUD


Pesanggrahan yang dikhususkan bagi pasien anak. Kapasitas tempat tidur yang
ada sebanyak 6 tempat tidur. Di ruang perawatan kondisi ruangan sangat baik,
setiap saat ruangan dibersihkan oleh petugas cleaning service dan kondisi
ruangan cukup tenang. Semua perawat ruangan mampu menggunakan fasilitas
dengan baik.

44
2. Operan
Operan dilakukan tiga kali dalam sehari, yaitu pada shift pagi (07.00-14.00),
shift sore (14.00-20.30) dan shift malam (20.30-07.30). Operan dipimpin oleh
kepala ruangan pada saat shift pagi dan siang, sedangkan pada operan shift
malam dipimpin oleh perawat pelaksana.

3. Persiapan pasien pulang


Dari hasil observasi yang dilakukan, persiapan pulang sudah dilaksanakan
dengan cukup baik. Sebelum pasien pulang perawat akan menyiapkan beberapa
hal diantaranya, kalau menggunakan BPJS pasien dimintai fotocopy 1 lembar
kartu BPJS pasien, kartu keuarga, sama fotocopy KTP orangtua dan disiapkan
resume medis serta surat keterangan boleh pulang yang sudah di tulis oleh
dokter. Setelah itu perawat memberikan edukasi untuk perawatan pasien di
rumah tentang obat yang harus diminum dan kartu berobat sebagai pengantar
untuk pasien control.

4. Dokumentasi
Pendokumentasian sudah dilakukan dengan baik, tetapi masih dilakukan secara
tertulis belum menggunakan sistem komputerisasi secara optimal. Untuk
pendokumentasian asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi
dilampirkan dalam satu file.

5. Mutu pelayanan
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan ruangan sudah mempersiapkan SOP,
SAK dan kode etik keperawatan (Autonomy, Beneficence, Non Mal Efficiency,
Veracity, Justice, Fidelity/Caring, Accountability) sebagai acuan dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap klien.

45
C. Gambaran Ruang Rawat Inap Anak
Ruang pelangi merupakan ruang rawat inap anak yang terletak di lantai 1 di
RSUD Pesanggrahan

1. Man (Sumber Daya Manusia)

Kasatpel Rawat Inap

Penanggung Jawab Ruang Rawat Inap

Koordinator Ruangan

PJ LAPORAN PJ ATK PJ OBAT DAN ALKES PJ KLAIM PJ


BULANAN BPJS INVENTARIS (
(2Perawat) (1 Perawat) (1 Perawat)
2 Perawat)

Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan jumlah tenaga di ruang rawat
inap pelangi untuk keperawatan anak berjumlah 7 perawat.

2. Material (Sarana dan Prasana)


a. Lokasi ruangan
Jumlah kamar di ruang rawat inap anak sebanyak 1 kamar yang terisi 6
tempat tidur.
b. Fasilitas ruang rawat inap anak untuk pasien, sebagai berikut:
Tempat Tidur, AC, Kamar Mandi, Westafel, Handrub/tempat tidur,
c. Fasilitas untuk petugas kesehatan
Nurse station, pantry, dispenser, kulkas, kamar mandi, komputer,
telepon, wastafel, kursi, meja, lemari obat, trolly, trolly emergency, alat-
alat kesehatan.

46
3. Metode
Berdasarkan hasil observasi metode penugasa di ruang rawat inap anak
Pelangi menggunakan modular.
4. Pembiayaan
Pembiayaan pasien yang dirawat di ruang rawat inap anak berasal dari biaya
pribadi (umum), dan BPJS.

D. Analisa SWOT Ruang Rawat Inap Anak Lantai 1 RSUD Pesanggrahan


Strength Weakness Opportunity Treats
1. RSUD 1. Pendokument 1. Adanya 1. Banyak RS
Pesanggrahan asian sudah kemauan kompetitor
memiliki letak dilakukan dari yang menjadi
yang strategis dengan baik, perawat pilihan
dengan tetapi masih khususnya masyarakat
pelayanan RS dilakukan ruang yang sudah
yang bersifat secara tertulis mawar bekerjasama
promotif, kuratif belum untuk dengan BPJS
dan rehabilitative menggunakan menerima 2. Adanya
bagi masyarakat. sistem masukan tuntutan
2. RSUD komputerisasi dan saling yang tinggi
Pesanggrahan secara berdiskusi dari
telah bekerjasama optimal. bersama masyarakat
dengan BPJS 2. Berdasarkan mahasiswa untuk
3. Dalam observasi 2. Ada system pelayanan
pelaksanaan didapatkan remunerasi yang lebih
asuhan semua professional
keperawatan perawat di 3. Makin
ruangan sudah ruangan rawat tingginya
mempersiapkan inap anak kesadaran
SOP, SAK dan lantai 1 belum Masyarakat
kode etik optimal akan hukum
keperawatan dalam 4. Meningkatny

47
(Autonomy, mendokument a kesadaran
Beneficience, asikan masyarakat
Non Malefficienc, pemberian akan
Veracity, Justice, obat dengan tanggungjaw
Fidelity/Caring, lengkap. ab dan
Acuntability) Khususnya tanggunggug
sebagai dalam hal at perawat
acuan dalam penandatanga sebagai
memberikan nan atau paraf pemberi
asuhan sebagai bukti asuhan
keperawatan telah
terhadap klien diberikannya
4. System obat kepada
penugasan pasien baik
perawat perawat
menggunakan maupun
metode modular orang tua
sehingga dapat pasien.
memfasilitasi Kejadian ini
pelayanan hamper setiap
keperawatan hari terjadi
yang dan di setiap
komprehensif dan shiftnya.
holistic dengan 3. Dari data
pertanggungjawa kuesioner
ban yang jelas didapatkan
5. BOR ruangan bahwa lebih
capaian rata – banyak
rata 80 % perawat yang
belum
menerapkan
pemasangan

48
tanda resiko
jatuh yaitu
belum
menerapkan
pemasangan
tanda resiko
jatuh yaitu
sebanyak 75
%.

E. Analisa Data
1. DX I
a. Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara kelompok dengan kepala ruangan, perawat
pelaksana rawat inap anak didapatkan hasil wawancara dari Sr. Rena
selaku kepala ruangan yang mengatakan bahwa “sebenernya sudah tau
dan alatnya udah ada juga, tapi kita lupa buat taro atau gantungin
penanda resiko jatuhnya di tiang infus, kalau yang gelang kenapa gak
dipakein karena gak dimintain lagi diatas atau bagian dari manajemen”.

Sehingga, hal ini membuat para perawat pelaksana diruangan belum


menerapkan penggunaan penanda dan gelang resiko jatuh pada pasien.

b. Observasi
Dari data kuesioner didapatkan bahwa perawat yang sudah menerapkan
pemasangan tanda resiko jatuh sebanyak 25%, yang belum menerapkan
pemasangan tanda resiko jatuh sebanyak 75%.

49
2. DX II
a. Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara kelompok dengan kepala ruangan dan
perawat pelaksana rawat inap anak didapatkan hasil wawancara dari Sr.
Rena selaku kepala ruangan yang mengatakan bahwa “iya sebenarnya kita
udah tau kalau harus paraf perawat dan orang tua pasien sesudah
memberikan obat tapi kita jarang ngelakuinnya walaupun sebetulnya udah
pernah jalanin prosedur itu sebelumnya”.

Tidak hanya kepala ruangan, namun perawat pelaksana dalam


kesehariannya juga tidak menerapkan bagian pendokumentasian berupa
paraf setiap setelah pemberian obat baik oral maupun parenteral.

b. Observasi
Berdasarkan observasi didapatkan semua perawat di ruangan rawat inap
anak lantai 1 belum optimal dalam mendokumentasikan pemberian obat
dengan lengkap. Khususnya dalam hal penandatanganan atau paraf sebagai
bukti telah diberikannya obat kepada pasien baik paraf perawat maupun
orang tua pasien. Kejadian ini hampir setiap hari terjadi dan di setiap
shiftnya.

3. DX III
a. Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara kelompok dengan kepala ruangan dan
perawat pelaksana rawat inap anak didapatkan hasil wawancara dari Sr.
Rena selaku kepala ruangan yang mengatakan bahwa “kebanyakan pasien
anak yang dirawat mengatasi kebosanannya dengan bermain
gadget/handphone milik orang tuanya selain itu banyak dari mereka yang
takut bahkan menangis kencang ketika perawat dating untuk melakukan
tindakan”.

50
b. Observasi
Berdasarkan observasi didapatkan di ruang rawat inap anak hampir semua
pasien balita bila melihat perawat dalam melakukan tindakan cenderung
menangis dan berhenti menangis bila di berikan gadget/handphone.
Perawat lantai anak pun bingung untuk mengupayakannya.

F. Perumusan Masalah
No. Data Masalah
1. a. Wawancara Pemasangan Tanda
Berdasarkan hasil wawancara kelompok Resiko Jatuh Belum
dengan kepala ruangan, perawat Optimal
pelaksana rawat inap anak didapatkan
hasil wawancara dari Sr. Rena selaku
kepala ruangan yang mengatakan bahwa
“sebenernya sudah tau dan alatnya
udah ada juga, tapi kita lupa buat taro
atau gantungin penanda resiko jatuhnya
di tiang infus, kalau yang gelang
kenapa gak dipakein karena gak
dimintain lagi diatas atau bagian dari
manajemen”.

Sehingga, hal ini membuat para perawat


pelaksana diruangan belum menerapkan
penggunaan penanda dan gelang resiko
jatuh pada pasien.

b. Observasi
Dari data kuesioner didapatkan bahwa
perawat yang sudah menerapkan
pemasangan tanda resiko jatuh
sebanyak 25%, yang belum menerapkan

51
pemasangan tanda resiko jatuh
sebanyak 75%.
2. a. Wawancara Pendokumentasikan
Berdasarkan hasil wawancara pemberian obat belum
kelompok dengan kepala ruangan dan optimal.
perawat pelaksana rawat inap anak
didapatkan hasil wawancara dari Sr.
Rena selaku kepala ruangan yang
mengatakan bahwa “iya sebenarnya
kita udah tau kalau harus paraf
perawat dan orang tua pasien sesudah
memberikan obat tapi kita jarang
ngelakuinnya walaupun sebetulnya
udah pernah jalanin prosedur itu
sebelumnya”.

Tidak hanya kepala ruangan, namun


perawat pelaksana dalam
kesehariannya juga tidak menerapkan
bagian pendokumentasian berupa
paraf setiap setelah pemberian obat
baik oral maupun parenteral.

b. Observasi
Berdasarkan observasi didapatkan
semua perawat di ruangan rawat inap
anak lantai 1 belum optimal dalam
mendokumentasikan pemberian obat
dengan lengkap. Khususnya dalam hal
penandatanganan atau paraf sebagai
bukti telah diberikannya obat kepada
pasien baik paraf perawat maupun

52
orang tua pasien. Kejadian ini hampir
setiap hari terjadi dan di setiap
shiftnya.
3. a. Wawancara Upaya penanggulangan
Berdasarkan hasil wawancara dampak hospitalisasi
kelompok dengan kepala ruangan dan pada anak belum
perawat pelaksana rawat inap anak optimal
didapatkan hasil wawancara dari Sr.
Rena selaku kepala ruangan yang
mengatakan bahwa “kebanyakan
pasien anak yang dirawat mengatasi
kebosanannya dengan bermain
gadget/handphone milik orang tuanya
selain itu banyak dari mereka yang
takut bahkan menangis kencang ketika
perawat dating untuk melakukan
tindakan”.

b. Observasi
Berdasarkan observasi didapatkan di
ruang rawat inap anak hampir semua
pasien balita bila melihat perawat
dalam melakukan tindakan cenderung
menangis dan berhenti menangis bila
di berikan gadget/handphone. Perawat
lantai anak pun bingung untuk
mengupayakannya.

53
G. Prioritas Masalah
No. Uraian Masalah Mg Sv Mn Nc Af Jumlah Prioritas
1. Pemasangan Tanda 4 4 3 3 4 576 2
Resiko Jatuh Belum
Optimal
2. Pendokumentasikan 3 2 3 4 4 288 3
pemberian obat
belum optimal
3. Upaya 4 3 4 4 4 768 1
penanggulangan
dampak
hospitalisasi pada
anak belum optimal

Keterangan :
Mg ( Magnetude ) : Kecenderungan besar dan seringnya masalah terjadi
1 = Masalah tidak pernah ditemukan
2 = Masalah kurang ditemukan
3 = Masalah cukup sering ditemukan
4 = Masalah sering ditemukan
5 = Masalah sangat sering ditemukan

S (Saverity) : Akibat / kerugian yang ditimbulkan


1 = Akibat dari masalah yang tidak serius
2 = Akibat dari masalah yang kurang serius
3 = Akibat dari masalah cukup serius
4 = Akibat dari masalah serius
5 = Akibat dari masalah sangat serius

Mn (Manage Ability) : Masalah dapat dipecahkan atau tidak


1 = Masalah tidak mudah dirubah

54
2 = Masalah kurang mudah dirubah
3 = Masalah cukup mudah dirubah
4 = Masalah mudah dirubah
5 = Masalah sangat mudah dirubah

Nc (Nursing Consent) : Melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat


1 = Masalah tidak melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat
2 = Masalah kurang melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat
3 = Masalah cukup melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat
4 = Masalah melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat
5 = Masalah sangat melibatkan pertimbangkan dan perhatian perawat

Af (Afford Ability) : Sumber daya yang tersedia


1 = Sumber daya tidak mendukung
2 = Sumber daya kurang mendukung
3 = Sumber daya cukup mendukung
4 = Sumber daya mendukung
5 = Sumber daya sangat mendukung

55
Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah
Dengan Metode CARL
Di Ruang Perawatan Anak RSUD Pesanggrahan
NO ALTERNATIF PEMECAHAN C A R L NILAI
MASALAH
1. Memberikan edukasi dan memberikan 5 4 4 4 320
pelatihan selama 2 minggu tentang upaya
penanggulangan dampak hospitalisasi
2. Mensosialisasikan terkait 4 3 3 4 144
penngkajian,penanagan pasien resiko
jatuh dan melakukan supervisi
3. Memberikan edukasi dan pelatihan 4 3 3 3 108
selama 2 minggu dalam
pendokumentasian obat yang benar serta
mengadakan supervisi

56
H. POA (Plan of Action)
Masalah Keperawatan :
No. Masalah Tujuan Kegiatan Metode Sasaran Waktu & Penanggung
Tempat Jawab
1. Upaya a. Tujuan Umum : a. Memberikan edukasi terkait Observasi Perawat Ruang Mahasiswa
penanggulangan Meningkatkan upaya penanggulangan dampak Perawatan
dampak kemampuan hospitalisasi Anak RSUD
hospitalisasi pada perawat dalam b. Mempertakitkkan/ memberikan Pesanggrahan
anak belum optimal menangani pelatihan dalam penerapan cara 17 Maret –
dampak negative penanggulangan dampak 04 April
dari efek hospitalisasi pada anak 2021
hospitalisasi yang mencakup:
berpengaruh 1) Mencontohkan cara
terhadap upaya pengklasifikasikan anak
perawatan dan sesuai indikasi dan usia
pengobatan yang 2) Menanjelaskan dan men
dijalani anak teknik terapi yang tepat
b. Tujuan Khusus : untuk mengurangi dampak
1) Perawat hospitalisasi (Terapi

57
mampu Bermain)
mengidentifika 3) Memprakitkaan cara terapi
si perasaan bermain yang benar
anak selama berdasarkan klasifikasi usia
menjalani
perawatan
2) Perawat
mampu
memahami
teknik
distraksi rasa
nyeri akibat
prosedur
tindakan
3) Perawat
mampu
memfasilitasi
ide dan
kreativitas

58
anak
4) Perawat
mampu
memberikan
perasaan
senang kepada
pasien

2. Pemasangan Tanda a. Tujuan Umum : a. Mensosialisasikan penggunaan Observasi Perawat Ruang Mahasiswa
Resiko Jatuh Belum Meningkatkan penggunaan pelayanan resiko Perawatan
Optimal mutu pelayanan jatuh, mnecakup : Anak RSUD
keselamatan 1) Mensosialisasikan lembar Pesanggrahan
pasien di RSUD format pengkajian resiko 17 Maret –
Pesanggrahan jatuh 04 April
terkait assesmen 2) Mensosialisasikan 2021
pasien resiko pentingnya pengkajian
jatuh. resiko jatuh untuk
b. Tujuan Khusus mengurangi resiko cidera
1) Perawat mam pada pasien

59
mempertahank 3) Mensosialisasikan
an tidak pentingnya penerapan
adanya insiden gelang dan tanda resiko
pasien jatuh jatuh pada tiang infus dan
2) Perawat tangan pasien
mampu b. Pendampingan supervisi dalam
mengidentifika pengkajian,penerapan tanda
si pasien resiko jatuh pada pasien
resiko jatuh
cepat tepat
serta
berkesinambu
ngan
3) Perawat
mampu
meningkatkan
pemahaman
pasien dan
keluarga

60
tentang resiko
jatuh
4) Perawat
mampu
mencegah
angka cedera
dan kecatatan
akibat pasien
jatuh
5) Perawat
melaksanakan
Standar
Operasinal
Prosedur
(SOP) resiko
jatuh

3. Pendokumentasikan Tujuan Umum : a. Mensosialisasikan dan Observasi Perawat Ruang Mahasiswa


pemberian obat Meningkatkan memberikan edukasi terkait Perawatan

61
belum optimal kemmapuan perawat teknik 6 benar cara pemberian Anak RSUD
dalam melakukan obat Pesanggrahan
pendokumentasian b. Mempraktekkan cara 17 Maret –
yang benar melakukan pendokumentasian 04 April
obat yang benar 2021
Tujuan Khusus : c. Melakukan pendampingan
1) Perawat dapat supervisi terkait dokumentasi
menegetahui pemberian obat yang benar
tekhnik 6 benar
cdalam pemberian
obat
2) Perawat mampu
melakukan
pendokumentasia
n yang benar
setelah
memberikan obat

62
DAFTAR PUSTAKA

Elsevier, (2013). Nursing Outcome Classification (NOC) & Nursing Interventions


Classifications. Edisi ke lima. Edisi Bahasa Indonesia. Mokomedia

H. Alimul dan A. Aziz, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak (Edisi 1). Salemba
Medika. Jakarta. 2005.

Handoko, T.H. (2010). Pengantar Manajemen. Yogyakarta: BPFE

Komalawati, Veronica. (2010). Community & Patient Safety Dalam Perspektif


Hukum Kesehatan.

M. Lilis & Wahyuni. Hubungan Frekuensi Hospitalisasi Anak dengan


Kemampuan Perkembangan Motorik Kasar pada Anak Pra Sekolah
penderita Leukemia di RSUD Dr. Moewardi. Jurnal Ilmu Keperawatan
Indonesia. 2013

Machfoedz,I. (2009). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan,


Kebidanan. Yogyakarta: Firmanjaya

Nanda-1, (2017). Diagnosa Keperawatan Definisi dan klasifikasi 2018-2020 edisi


11. Penerbit Buku Kedokteran. EGC

Notoatmodjo,S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan Jakarta: Rineka Cipta

Ratna Sitorus, (2005). Model Praktek Keperawatan Profesional di Rumah Sakit.


EGC: Jakarta.

Swanburg (2012). Pengantar Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan untuk


Perawat Klinis. Jakarta: EGC

Wibowo. (2013). Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Press

Y. Supartini. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC, Jakarta. 2004.

63

Anda mungkin juga menyukai