Anda di halaman 1dari 4

Kelompok VI :

Syahrul (30800118095)

Nur Afifah Fakhirah Salim (30800118096)

Andi Dwi Putri Meliana (30800118097)

Ilham (30800118098)

Traktat Lisbon 2009 Dan High Representative Of The Union For Foreign Affairs

And Security

1. Traktat Lisbon

Dalam pasal 2 ayat 1 Konvensi Wina 1969 menyebutkan bahwa “Traktat” adalah suatu
perjanjian internasional yang diadakan dan disepakati oleh negara-negara dalam bentuk tertulis
yang diatur oleh hukum internasional, baik berupa satu instrument tunggal atau lebih yang saling
berkaitan satu sama lain.

Traktat Lisbon merupakan perjanjian yang diadakan oleh 27 negara anggota Uni Eropa (UE)
yang disahkan tanggal 13 Desember 2007 di Lisbon, Portugal. Hal tersebut merupakan tindak
lanjut dari upaya untuk mereformasi konstitusi dan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya
dalam Traktat Nice 2001. Namun, sebelum disahkannya Traktat Lisbon tersebut terdapat
beberapa dinamika yang terjadi dalam prosesnya. Salah satunya adalah adanya penolakan dari
beberapa negara yang tidak setuju disahkannya perjanjian baru tersebut. Sebelumya, pada tahun
2005 UE telah mempersiapkan rancangan konstitusi baru mereka sebagai pengganti dari Traktat
Nice, namun ditolak oleh warga masayarakat Perancis dan Belanda melalui Referendum.
Kemudian pada tahun 2007 para pemimpin dari negara anggota UE menandatangani perjanjian
Lisbon sebagai dasar konstitusi baru bagi UE, namun lagi-lagi ada penolakan dari beberapa
negara anggota yang tidak setuju terhadap kontitusi baru itu. Hingga pada tanggal 1 Desember
2009, Traktat Lisbon akhirnya sah untuk diberlakukan menjadi konstitusi baru UE setelah
akhirnya semua negara anggota sepakat terhadap perjanjian tersebut.[ CITATION Uto16 \l 1033 ]

Melalui Traktat Lisbon, terjadi transformasi pada struktur organisasi UE yang berpengaruh
pada hubungan internal dan eksternal UE. Terdapat perubahan mendasar pada kepemimpinan di
UE pada level kepala negara/pemerintahan. UE akan memiliki seorang Presiden Tetap Dewan
UE yang menduduki jabatan Presidensi selama 2,5 tahun dan dimungkinkan perpanjangan
selama 2,5 tahun lagi. Selain itu, Presiden Tetap UE juga akan memimpin setiap pertemuan
Kepala Negara (KTT) UE, dan mewakili setiap kepentingan UE keluar. Hal ini tentu saja
berbeda dengan sistem rotasi presidensi selama ini, dimana setiap 6 bulan sekali dilakukan
pergantian kepemimpinan di UE. Karenanya tiap 6 bulan berganti kepemimpinan, maka setiap 6
bulan pula fokus kebijakan UE selalu berbeda, tergantung kepentingan setiap negara yang
menjabat sebagai presiden. ementara secara eksternal, Presiden Tetap Dewan UE akan berperan
dalam menentukan kebijakan dan pelaksanaan politik luar negeri UE dan mewakili UE di fora
internasional. Presiden Tetap Dewan UE ini akan membawahi “Menteri Luar Negeri” UE yang
menangani masalah hubungan luar negeri. Penunjukkan seorang Menlu yang akan menangani
masalah kebijakan luar negeri memperlihatkan bahwa UE akan memiliki kebijakan luar negeri
terpadu, selain kebijakan luar negeri negara anggotanya. Hal ini juga dapat diterjemahkan bahwa
secara eksternal UE akan mempergunakan Kemlu UE sebagai mesin diplomasinya, disamping
kemlu negara anggotanya. Bagi UE tentu saja akan sangat menguntungkan, baik dalam kerangka
kerjasama bilateral maupun multilateral.

Beberapa aspek penting lainnya seiring penetapan Traktat Lisbon adalah mekanisme voting
yang menyangkut ketentuan UE, terutama yang terkait dengan masalah peradilan dan keamanan.
Diberikannya kewenangan yang lebih besar kepada Parlemen Eropa dalam proses pembuatan
kebijakan UE. Dikuranginya jabatan komisioner dari 27 menjadi 15 pada tahun 2014. Serta
disiapkannya exit clause yang memungkinkan setiap negara anggotanya keluar dari UE.
[ CITATION Uto16 \l 1033 ]

Kemudian dalam implementasi kebijakan Uni Eropa terhadap Traktat Lisbon tersebut ada
dua variable, yaitu: Instutional Resources dan Domestic Levels. Institutional resources
menekankan pada peran organisasi internasional (dalam konteks ini UE) dalam
mengimplementasikan hukum Traktat Lisbon yang menjunjung hak-hak kelompok minoritas.
Institutional resources terdiri dari tiga pendekatan, yaitu enforcement approach, management
approach, dan normative approach. Sedangkan Variabel yang kedua, Democratic Levels
mengasumsikan bahwa suatu implementasi kebijakan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dari
kebijakan institusinya saja tetapi juga lebih melibatkan peran negara anggota. Artinya, suatu
konsep kebijakan tidak akan berguna jika tidak ada tindakan lanjut untuk mengimplementasikan
konsep kebijakan tersebut ke dalam kehidupan riil suatu negara.[ CITATION Dah15 \l 1033 ]

2. Hight Representative Of The Union For Foreign Affairs And Security

Sejak 1 Desember 2019 Josep Borrell Fontelles dari Spanyol menjabat sebagai Perwakilan
Tinggi / Wakil Presiden Uni Eropa. Sebagai kepala diplomat UE, Borell ditugaskan untuk
membentuk dan melaksanakan kebijakan luar negeri dan keamanan UE - yang dikenal sebagai
“Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Bersama” (CFSP) dan “Kebijakan Keamanan dan
Pertahanan Bersama” (CSDP).

Dalam menjalankan misinya, High Representative didukung oleh European External Action
Service (EEAS). EEAS bekerja sama dengan layanan diplomatik negara anggota UE. Ini terdiri
dari pejabat dan agen dari UE, serta personel yang diperbantukan dari layanan diplomatik
nasional. Perwakilan Tinggi ditunjuk oleh Dewan Eropa yang bertindak oleh mayoritas yang
memenuhi syarat, dengan persetujuan dari Presiden Komisi untuk mandat lima tahun. Peran itu
dibuat di bawah Perjanjian Amsterdam dan diperluas oleh Perjanjian Lisbon. Sejak 1 Desember
2019, posisi tersebut dijabat oleh Josep Borrell Fontelles, yang menggantikan Federica
Mogherini (2014-19), Catherine Ashton (2009-14) dan Javier Solana (1999-2009). [ CITATION
Tho21 \l 1033 ]

Sejak berlakunya Traktat Lisbon, Perwakilan Tinggi juga menjabat sebagai Wakil Presiden
Komisi Eropa. Hal ini memungkinkan koordinasi lebih lanjut dan memastikan koherensi dalam
kebijakan luar negeri UE karena Komisi Eropa memiliki tanggung jawab internasional yang
penting seperti perdagangan, pembangunan, kebijakan lingkungan dan bantuan kemanusiaan.
Kombinasi dari peran-peran ini adalah untuk memastikan konsistensi dan koherensi kegiatan UE
di dunia dan memastikan tidak ada konflik atau tumpang tindih.

Kemudian dalam menjalankan perannya, Perwakilan Tinggi Uni Eropa memiliki beberapa
tugas yang penting. Yaitu :

a. Pengarahan keseluruhan kebijakan luar negeri dan kebijakan keamanan atas nama UE;
Mengkoordinasikan alat kebijakan luar negeri UE - pengembangan, perdagangan, kebijakan
lingkungan, bantuan kemanusiaan, dan respons krisis dalam perannya sebagai Wakil
Presiden Komisi Eropa.
b. Membangun konsensus antara negara anggota UE dan prioritas masing-masing, termasuk
melalui pertemuan bulanan ketua antara menteri luar negeri UE, menteri pertahanan, menteri
perdagangan dan pembangunan.

c. Mewakili Uni Eropa pada pertemuan internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa;


Memimpin Badan Pertahanan Eropa dan Institut Studi Keamanan Uni Eropa. [ CITATION eea19
\l 1033 ]

Referensi

Dahlan, D. I., Yuniati, S., & P, A. (2015). TRAKTAT LISBON DAN PERLINDUNGAN ETNIS ROMA DI REPUBLIK
CEKO. JURNAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL UNIVERSITAS JEMBER, 1-11.

eeas.europa.eu. (2019, 12 1). High Representative/Vice President. Retrieved from


https://eeas.europa.eu/headquarters/headquarters-homepage/3598/high-representativevice-
president_en

Thomson. (2021). High Representative of the Union for Foreign Affairs and Security Policy. Retrieved
from https://uk.practicallaw.thomsonreuters.com/w-014-6457?
originationContext=document&transitionType=DocumentItem&contextData=(sc.Default)&firstP
age=true

Utomo, H. H. (2016, Juni 25). Uni Eropa Pasca Traktat Lisbon. Retrieved from
https://www.kompasiana.com/arisheruutomo/54ff12e4a33311404350f89e/uni-eropa-pasca-
traktat-lisbon

Anda mungkin juga menyukai