Segala puji hanya milik Allah SWT. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya, kami dapat menyusun Makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
Kebudayaan Islam.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Kami
menyadari bahwa kelancaran penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan dari berbagai
pihak sehingga kendala yang kami hadapi dapat teratasi. Kami haturkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangatlah kami harapkan.
Demikian makalah ini kami buat. Semoga makalah ini kedepannya dapat memberikan
wawasan yang lebih dan sumbangan pemikiran bagi para pembaca.
2. Tidak ada pihak Yahudi atau muslim yang boleh melakukan persetujuan kapanpun jugadengan
salah satu pihak atau kelompok yang tinggal di luar Madinah.
3. Kalau terjadi pertempuran diluar batas-batas Madinah, tidak ada penduduk Madinah yang
dapat dipaksa untuk bertempur di pihak manapun.
4. Orang Yahudi harus memberikan sumbangan biaya kalau mereka bertempur bahu-membahu
dengan orang muslim melawan musuh bersama
6. Kalau ada serangan di pihak luar,masing-masing pihak akan membantu pihak lain. Jika salah
satu pihak terlibat pertempuran, pihak lain akan memberikan bantuannya. Dan jika salah satu
pihak membuat perdamaian, pihak yang lainnya juaga membuat perdamaian dengannya. Tidak
ada satu pihak pun juga yang akan memberikan perlindungan pada orang Quraisy di Mekah.
7. Kota Mekah adalah kota suci dan tidak boleh dilanggar oleh semua pihak yang
menandatangani perjanjian tersebut.
Karena Piagam Madinah ini bertujuan untuk mengatur kehidupan bersama antara sesama
ummat dan masyarakat Madinah yang majmuk. Dengan demikian berdasarkan piagam Madinah
yang telah ditetapkan dan di sepakati bersama oleh seluruh elemen masyarakat Madinah yang
majemuk, maka Madinah secara otomatis menjadi Negara (City State) yang berdaulat, dimana
Nabi sebagai pendirinya dan Nabi dipandang bukan saja sebagi Nabi dan Rasul tetapi pada saat
yang sama Nabi dipandang sebagai kepala Negara[9]. Dalam konteks ini Munawir Sadjali
memberikan tanggapan bahwa banyak diantara pemimpin dan pakar ilmu politik Islam
beranggapan bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi atau undang-undang dasar bagi Negara
Islam yang pertama dan didirikan oleh Nabi di Madinah.
[5] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985,
cetakan kelima), hlm. 101
[6] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 25-
26.
[7] Muhammad Husain Haekal, op. Cit., 1990. Hlm. 199-205.
[8] Hasan Ibrahim Hassan, Sejarah Dan Kebudayaan Islam, (Yogjakarta: Penerbit Kota
Kembang, 1989), hlm. 28-29
[9] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985,
cetakan kelima), hlm. 22