Anda di halaman 1dari 9

REVIEW JURNAL

INDEKS KUALITAS AIR, INDEKS KUALITAS UDARA,


INDEKS KUALITAS LAHAN/TUTUPAN HUTAN

DISUSUN OLEH:
ALFIAH NUR RAHMI
P10119003
FKM C

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS LESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
JURNAL 1 TENTANG INDEKS KUALITAS AIR

Judul ANALISIS INDEKS KUALITAS AIR LINGKUNGAN


PERTAMBANGAN BATUBARA PT KPC SUBDAS
SANGATTA KALIMANTAN TIMUR

Volume dan halaman Vol. 12 No. 2 : 225 – 231

Tahun 2011
Penulis Wage Komarawidjaja

Reviewer Alfiah Nur Rahmi(P10119003)

Tanggal 20 Maret 2021

Abstrak Indeks kualitas air (IKA) merupakan salah satu alat untuk
memprediksi status kualitas lingkungan dengan cepat ekosistem
atau wilayah untuk mendapatkan alternatif pengelolaan masa
depan. Untuk menganalisis status indeks tersebut hanya
menggunakan data parameter lingkungan itu telah ditetapkan
sebagai parameter kunci yang menentukan IKA.
Dari analisis areal penambangan PT KPC IKA dengan parameter
kunci TDS, DO,COD, nitrogen (N) dan fosfor. (P) berasal dari
kualitas air pertanian ekosistem, industri / pertambangan dan
permukiman menunjukkan nilai indeks kurang baik dengan
kategori (54.6163) pada interval 40 ≤ IKA <60. Nilai indeks yang
rendah sebanding dengan rendahnya nilai indeks kualitas ekosistem
industri / pertambangan IKA (I) dengan nilai 45,82 dengan kategori
kurang baik pada interval 40 ≤ IKA <60. Perhatikan, bahwa nilai
indeksnya IKA (H) kualitas ekosistem permukiman dan IKA indeks
kualitas ekosistem pertanian (P) dengan kategori baik dan sangat
baik, maka ekosistem industri/ pertambangan adalah ekosistem
fokus yang perlu dipertimbangkan untuk upaya pengelolaan yang
lebih baik.

Tujuan Penelitian Untuk mendapat gambaran secara cepat kondisi lingkungan kondisi
lingkungan yang digambarkan oleh nilai Indeks Kualitas Air dari
beberapa parameter kunci lingkungan perairan, sehingga diperoleh
gambaran kawasan atau ekosistem yang sudah mengalami perbaikan
dan yang perlu dikelola.
Tempat penelitian Pertambangan batubara PT KPC SUBDAS Sanggata Kalimantan
Timur.

Metode Penilitian Untuk mengetahui kualitas lingkungan secara cepat, dilakukan


kompilasi data sekunder dan pengambilan data primer beberapa
parameter kunci lingkungan perairan pada ekosistem pertanian,
industri/ tambang dan hunian, seperti parameter total partikel terlarut
(TDS), Oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen Kimiawi (COD),
Nitrogen (N), Fosfor (P) dan mikroba.

Hasil Penelitian Berdasarkan kriteria penetapan Indeks,kawasan penambangan di


Subdas Sangatta dengan nilai IKA 54.6163 termasuk pada kategori
kurang baik karena memiliki nilai berkisar 40 ≤ IKA< 60. Dengan
besaran nilai tersebut, artinya kegiatan yang bertumpu pada
penambangan sumberdaya alam telah berakibat pada semakin
menurunnya kaulitas lingkungan. Sehingga perlu segera dilakukan
pengendalian dan pemulihan pada sektor-sektor yang merusak
lingkungannya.Untuk mengetahui, pada tataran mana penanganan
lingkungan harus dilakukan, telah dilanjutkan dengan memeriksa
nilai Indeks pada tataran ekosistem, apakah ekosistem hunian,
ekosistem industry tambang atau ekosistem pertanian yang harus
dilakukan pembenahan. Dari hasil analisis IKA tataran ekosistem,
ternyata nilai indeks ekosistem pertanian IKA (P) memiliki nilai
paling besar (81.32), termasuk pada kategori sangat baik karena
memiliki nilai berkisar 80 ≤ IKA< 100, sedangkan nilai indeks
ekosistem hunian IKA (H) memiliki nilai 61.73, yang termasuk pada
kategori baik karena memiliki nilai berkisar 60 ≤ IKA< 80, Nilai
IKA (P) yang tinggi artinya kualitas lingkungannya ekosistem
pertanian masihsangat baik. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda
dengan kajian status kualitas lingkungan kolam Sangatta North dan
kolam Surya yang dinyatakan masih memenuhi standar baku mutu
air kelas I dan II (Kolam Sangatta North), kelas III dan IV (Kolam
Surya) 6,7,8). Sedangkan untuk nilai IKA (H) meskipun masuk
dalam kategori baik, tapi dari segi kualitas fisik, masih memerlukan
penanganan dalam pemanfaatan sumber air, karena dari observasi
lapang masih menunjukkan kekeruhan yang tinggi (turbidity, TDS
dan TSS). Sebaliknya hasil analisis IKA tataran ekosistem, industri
tambang atau IKA (I) menunjukkan nilai paling kecil (45.82) dan
masuk pada kategori kurang baik karena memiliki nilai berkisar 40 ≤
IKA< 60. Dengan demikian, kualitas air ekosistem industri tambang
yang digambarkan oleh kolam sedimentasi KNJ, DS2 dan kolam
sedimentasi lainnya, pengelolaannya perlu ditingkatkan, sehingga air
kolam sedimentasi tersebut menjadi lebih baik sebelum dialirkan ke
ekosistem lain menuju perairan terbuka (sungai dan laut). Dengan
demikian dapat dikatakan,bahwa kawasan penambangan PT KPC di
Subdas Sangatta, menunjukkan nilai IKA yang kurang baik,
khususnya pada ekosistem kegiatan tambang yang diwakili oleh nilai
IKA (I).
JURNAL 2 TENTANG INDEKS KUALITAS UDARA

Judul INDEKS KUALITAS UDARA PROVINSI BANTEN

Volume dan halaman Vol. 2 No. 2

Tahun 2019

Penulis Frebhika Sri Puji.P, Tauny Akbari

Reviewer Alfiah Nur Rahmi

Tanggal 20 Maret 2021

Abstrak Penggunaan energi dan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) terjadi
di Kota –kota besar yang memiliki laju pertumbuhan penduduk
yang cukup tinggi.Kepadatan penduduk, kepadatan lalu lintas,
penggunaan bahan bakar minyak, dan kurangnya ruang
terbuka hijau merupakan beberapa faktir yang bisa
mempengaruhi penurunan kualitas udara. Pencemaran udara
merupakan permasalahan yang sering dihadapi di wilayah
perkotaan yang memerlukan perhatian khusus karena akan
berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat.Dampak dari
polusi udara mengakibatkan penurunan kesehatan baik untuk
jangka pendek maupun jangka panjang. Upaya pengelolaan
dan perlindungan lingkungan hidup sangat diperlukan agar
masyarakat memahami kondisi lingkungan dan pentingnya
kualitas lingkungan hidup.Indeks kualitas udara di Provinsi
Banten tahun 2018 termasuk dalam rentang kategori baik yaitu
sebesar 72,63, angka tersebut mengalami penurunan
dibandingkan pada tahun 2017 sebesar 75,57.

Tujuan Penelitian Untuk mengetahui indeks kualitas udara di Provinsi Banten


Tempat Penelitian Provinsi Banten

Metode Penelitian Pemantauan kualitas udara dilakukan melalui metode Passive


Sampler dilakukan di 4 lokasi, yaitu area transportasi, industri
dan 2 titik area komersial, yaitu dalam hal ini perumahan dan
perkantoran/perdagangan. Parameter yang digunakan mengacu
pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
Kep- 45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Pencemar Udara.
Hasil Penelitian Dari tabel Perhitungan Indeks Kualitas Udara Tahun
2018,indeks kualitas udara terendah ada di Kota Tangerang
yaitu sebesar 64,64 , sedangkan indeks kualitas udara tertinggi
berada di Kabupaten Pandeglang yaitu sebesar 81,37. Indeks
Kualitas Udara di Provinsi Banten menunjukkan angka 72,63
yang berarti indeks kualitas udara Provinsi Banten berada pada
kondisi baik. Kualitas udara yang sudah berada dalam kondisi
baik ini harus dipertahankan dengan mengontrol peningkatan
jumlah kegiatan transportasi, industri, perkantoran, dan
perumahan yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap
pencemaran udara seperti di Kota Tangerang Selatan,
Kabupaten Tangerang, dan Kota Cilegon, yang merupakan
kawasan industri dan memiliki laju pertumbuhan penduduk
yang cukup tinggi, sehingga kepadatan lalu lintas juga tinggi.
Indeks Kualitas Udara Tahun 2017 di Provinsi Banten
menunjukkan angka 75,57 sedangkan Indeks Kualitas Udara
Tahun 2018 mengalami penurunan menjadi 72,63 yang berarti
indeks kualitas udara Provinsi Banten berada pada kondisi 75 -
82 sehingga termasuk dalam kondisi baik. Beberapa wilayah
Kota dan Kabupaten yang berada di Provinsi Banten memiliki
Indeks kualitas udara berada pada rentang cukup seperti di
Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang,Kabupaten
Serang dan Kota Cilegon, yang merupakan kawasan industri
dan memiliki laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi,
sehingga kepadatan lalu lintas juga tinggi.
JURNAL 3 TENTANG INDEKS KUALITAS LAHAN/TUTUPAN HUTAN

Judul ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN


TERHADAP DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN
KETERKAITANNYA DENGAN FENOMENA URBAN HEAT
ISLAND

Volume Dan Halaman Volume 5, Nomor 1(ISSN : 2337-845X)

Tahun 2016

Penulis Sendi Akhmad Al Mukmin, Arwan Putra Wijaya, Abdi Sukmono

Reviewer Alfiah Nur Rahmi

Tanggal 20 Maret 2021

Abstrak Kota Cirebon merupakan salah satu daerah di Jawa Baratdengan


pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Bertambahnya jumlah
penduduk adalah salah satu penyebab perubahan tutupan lahan.
Bertambahnya jumlah penduduk mangakibatkan semakin
meningkatnya pemukiman, berkembangnya pusat perdagangan
dan industri serta sarana dan prasarana untuk menunjang aktivitas
penduduk. Perubahan tutupan lahan, terutama perubahan dari
vegetasi menjadi lahan terbangun, dapat mempengaruhi distribusi
spasial suhu permukaan dan menyebabkan terjadinya Urban Heat
Island.

Tujuan Penelitian 1.Mengetahui dan menganalisis distribusi suhu permukaan tanah


Kota Cirebon dan daerah sekitarnya (Kecamatan Cirebon Barat,
Cirebon Selatan dan Mundu).
2.Menganalisis pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap suhu
permukaan tanah di Kota Cirebon dan daerah sekitarnya
(Kecamatan Cirebon Barat, Cirebon Selatan dan Mundu).
3.Mengetahui dan menganalisis fenomena Urban Heat Island di
Kota Cirebon dan daerah sekitarnya (Kecamatan Cirebon Barat,
Cirebon Selatan dan Mundu)

Tempat Penelitian Kota Cirebon


Metode Penelitian Supervised Classification atau klasifikasi terbimbing adalah salah
satu metode yang sering digunakan untuk menginterpretasi citra.
Pada metode ini, analis terlebih dulu menentukan beberapa
training sample area pada citra sebagai kelas lahan tertentu.
Penetapan ini berdasarkan pengetahuan analis terhadap wilayah
dalam citra mengenai daerah daerah tutupan lahan. Nilainilai
piksel dalam daerah contoh kemudian digunakan oleh komputer
sebagai kunci untuk mengenali piksel lain. Daerah yang memiliki
nilai-nilai piksel sejenis akan dimasukkan ke dalam kelas lahan
yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi dalam metode supervised
classificationini analis mengidentifikasi kelas informasi terlebih
dahulu yang kemudian digunakan untuk menentukan kelas
spektral yang mewakili kelas informasi tersebut.

Hasil Penelitian Dari hasil pengolahan data citra satelit dengan menggunakan
metode klasifikasi terbimbing membagi penutup lahan menjadi
enam kelas, yaitu kelas lahan terbangun, lahan terbuka, sawah,
vegetasi jarang, vegetasi rapat dan badan air.
Pada tahun 1999, kelas suhu permukaan yang mendominasi
adalah kelas 29°C-30°C, namun bertambahnya luas lahan
terbangun mempengaruhi distribusi suhu permukaan, yang
mengakibatkan kelas 29°C-30°C semakin berkurang dan kelas
33°C-34°C mendominasi pada tahun 2007 dan 2014.
Hasil uji regresi sederhana antara perubahan luas lahan terbangun
terhadap suhu permukaan didapatkan nilai y = -1306 + 1,051x.
Hasil ini menunjukkan adanya korelasi positif (berbanding lurus),
ditunjukkan oleh tanda positif (+) di depan koefisien regresi.
Dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 99% dan nilai
signifikansi sebesar 0,027, maka ada pengaruh signifikan antara
perubahan luas lahan terbangun terhadap suhu permukaan.
Regresi sederhana juga dilakukan antara perubahan luas suhu
terhadap suhu permukaan. Didapatkan nilai y = 7831,8 –10,632x.
Hasil ini menunjukkan adanya korelasi negatif.
peningkatan luas tutupan hutan sebesar 15% mampu
memperbaiki kondisi hidrologi DAS tetapi belum mencapai
hasil yang baik, sehingga perlu diikuti dengan penerapan
teknikteknik konservasi tanah dan air baik secara sipil
teknis, vegetatif maupun kombinasi keduanya pada lahan-
lahan pertanian.

Anda mungkin juga menyukai