Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN MINIRISET

MK PERKEMBANGAN HEWAN

PRODI S1PENDIDIKAN

Skor nilai :

Pengamatan Organ Reproduksi Pada Hewan Berbagai Tingakatan Klasis

NAMA MAHASISWA : TRY


YUNITA RITONGA

NIM : 4181141037

MATA KULIAH : PERKEMBANGAN HEWAN

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

OKTOBER 2019

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang penulis
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan Mini Riset ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada bapak/ ibu dosen atas
pengetahuan dan pengalaman yang telah diberikan . Serta penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada Asisten Laboratorium yang telah menyempatkan waktunya untuk membing
kami pada Mata Kuliah Struktur Perkembangan Hewan ini.

Laporan ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan Mini Riset ini. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
laporan ini.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan hati terbuka
penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.

Medan,4 Oktober 2019

Penulis

TRY YUNITA RITONGA


BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Reproduksi merupakan proses perkembangbiakan suatu makhluk hidup, dimulai sejak


bersatunya sel telur makhluk betina dengan sel mani dari si jantan menjadi makhluk hidup
baru yang disebut zigot, disusul dengan kebuntingan dan diakhiri dengan kelahiran anak.
Pada ternak, proses reproduksi dimulai setelah hewan betina dan hewan jantan mencapai
dewasa kelamin atau pubertas. Pada hewan betina ditandai dengan timbulnya birahi
pertama dan kesanggupan untuk menghasilkan sel telur, pada hewan jantan ditandai dengan
kemampuan berkopulasi dan menghasilkan sel mani. Reproduksi merupakan proses yang
rumit, karena untuk terjadinya reproduksi yang normal dipengaruhi oleh banyak faktor baik
faktor dari dalam maupun dari luar tubuh. Tidak munculnya salah satu atau lebih faktor-
faktor tersebut, dapat menyebabkan hambatan proses reproduksi sehingga dapat terjadi
gangguan reproduksi. Makin banyak faktor penghambat, makin berat gangguan reproduksi
yang terjadi pada ternak (Subronto dan I Tjahajati, 2001). Keberhasilan peternakan tidak
hanya terletak pada usaha pengembangan sehingga kesehatan ternak tetap terjaga.
Perawatan dan pengobatan pada ternak memerlukan pertimbangan dari berbagai segi, baik
dari segi penyakit (ringan, tidak menular, atau menular) maupun dari segi ekonomi.

A. Rumusan masalah
1. Bagaimana perbedaan mendasar struktur organ reproduksi pada hewan berbagai
tingkat klasis.
2. Bagaimana perbandingan struktur sperma pada berbagai tingkat klasis.

B. Tujuan
1. Mengetahui perbedaan mendasar struktur organ reproduksi pada hewan
berbagai tingkat klasis.
2. Mengetahui perbedaan stkruktur sperma pada berbagai tingkat kelasis.

D. Manfaat
1. Mahasiswa dapat membedakan struktur organ reproduksi pada hewan berbagai
tingkat kelasis.
2. Mahasiswa dapat membedakan struktur sperma pada berbagai tingkat kelasis
BAB II

ISI

A. ORGAN REPRODUKSI JANTAN


Pada hewan jantan, organ – organ reproduksi mempunyai pola dasar yang sama.
Organ reproduksi jantan dapat dibedakan menjadi organ reproduksi internal &
eksternal. Namun secara umum organ – organ reproduksi jantan terdiri atas testis,
saluran pengeluaran yaitu epididimis, duktus deferens, urethra, kelenjar – kelenjar
aksesoris (Vesika seminalis, prostat, dan kelenjar Cowper), duktus ejakulatoris,
dan organ kopulasi (penis)
a. Testis
Testis dikenal juga dengan Testikel, merupakan gonade reproduksi jantan
yang bertanggung jawab dalam produksi sperma & hormon testosteron. Testis
sepasang yang dibungkus oleh kantung Muskular yang disebut dengan Scrotum
dan terhubung dengan rongga abdomen melalui otot Spermatic cord dan otot
cremaster. Dinding tubulus seminiferus pada testis tersusun atas sel Leydig, sel
sertoli, dan sel epitel germinal yang tumbuh dan berkembang mulai dari
Spermatogonium menjadi spermatozoa.

b. Epididimis
Epididimis merupakan organ yang dapat ditemukan antara Ductus efferent dan
Vas deferens. Strukturnya berupa saluran berkelok – kelok. Epididimis terdiri dari
tiga bagian yaitu : caput, corpus dan cauda epididimis. Setelah mengalami
pematangan di Testis, Spermatozoa kemudian di transport ke Epydydimis. Disini
Spermatozoa yang kurang motil, membutuhkan kemampuan motilasi dan
fertilisasi. Jadi, disini Epididymis mensekresikan cairan yang berfungsi
meningkatkan kematangan Spermatozoa [ CITATION Nug15 \l 1057 ].
c. Vas deferens
Vas deferensi mengangkut sperma dari ekor epididymis ke urethra. Dinding
Epididymis mengandung otot – otot licin yang penting dalam mekanisasi
pengangkutan semen sewaktu ejakulasi.Di dekat ekor Epididymis, Vas deferens
berliku – liku dan berjalan sejajar dengan badan Epididymis. Di dekat kepala
Epididymis, Vas deferens menjadi lurus dan bersama buluh – buluh darah dan
limfa membentuk funiculus spermaticus yang berjalan melalui canalis inguinalis
ke alam cavum abdominalis. Kedua Vas deferens terletak bersebrangan di atas
vesica urinaria.

d. Urethra
Sebagaimana yang dikatakan Haq (1948), Urethra masculinus adalah saluran
ekskretoris bersama untuk urine dan semen. Urethra membentang dari daerah
Pelvis ke penis dan berakhir pada ujung glans sebagai orificium urethrae externa.
Saluran ini dibatasi dibagian dalam oleh Ephitel peralihan yang berubah menjadi
tipe squamous bersusun dekat ujung glans penis.[ CITATION Toe81 \l 1057 ].
e. Kelenjar Kelamin Aksesoris
Sebagaimana yang dikatakan oleh Mohamad et al (2001) dan Eroschenko
(2008), Kelenjar Aksesoris sangat berperan penting dalam proses reproduksi.
Kelenjar ini menghasilkan sekreta yang merupakan bagian dari plasma semen,
yang berfungsi untuk nutrisi & media transport bagi Spermatozoa, perlindungan
terhadap kuman infeksi, dan lain – lain. Kelenjar Aksesoris reproduksi jantan
terdiri atas Vesica seminalis, Kelenjar Bulbourethralis (Cowper), dan kelenar
Prostat tunggal. Kelenjar Aksesoris reproduksi jantan ini hanya dimiliki oleh
Classis Aves & Mamalia. Namun peneliti menemukan Kelenjar Bulbourethralis
(Cowper) pada Classis reptil atas nama species Biawak air (Varanus salvator),
yang mana kelenar itu merupakan kelenjar aksesoris reproduksi. Kelenjar
aksesoris ditemukan di daerah dorsal kloaka pada ujung ductus deferens,
berupa tonjolan yang menjulur dan menempel dengan sulcus
spermaticuske arah kantung hemipenis dan berakhir sebelum pangkal
kantung hemipenis [ CITATION Mah15 \l 1057 ].

SISTEM REPRODUKSI BETINA


1. Ovarium
Ovarium merupakan sepasang kelenjar yang terdiri dari ovarium kanan dan kiri yang
terletak dibelakang ginjal kedua duanya. Pada kebanyakan spesies, ovarium
merupakan struktur yang bentuknya mirip biji Almond. Apabila dilakukan palpasi
melalui dinding rektum, sebuah ovarium akan terasa padat karena banyaknya jaringan
pengikat yang membentuk s
Pada semua Mamalia terdapat sepasang Ovarium. Ovarium
B tersebut terletak di dekat
A
ginjal, yaitu tempat Ovarium pertama kali mengalami diferensiasi. Tidak seperti
testis, Ovarium selama perkembangannyadapat dikatakan tetap ditempat semula. Paa
Aves, hanya ovarium kiri saja yang fungsional. Pada masa embrio ovarium kanan
secara

makroskopis masih dapat ditemukan. Pada Aves dewasa, ovarium ini tereduksi.
Ovarium yang tereduksi ini disebut (Rudimenter) [ CITATION AVN90 \l 1057 ]

2. Oviduct
Oviduct atau Tuba falopii merupakan saluran kelamin paling anterior dan
kecil, berliku – liku dan terasa keras seperti kawat terutama pada pangkalnya. Panjang
dan derajat liku – likunya berbeda setiap species. Antara Ovarium dengan Tuba
falopii terdapat suatu hubungan anatomik yang intim, walaupun tidak bersambung
dalam arti kata yang sebenarnya. Dinding Tuba falopii terdiri atas Mucosa, muskular,
dan selaput serosa di bagian luar. Tipe Mucosa dan muskular berbeda pada berbagai
bagian Tuba. Mucosa membentuk lipatan – lipatan primer besar dan lipatan – lipatan
skunder [ CITATION Toe81 \l 1057 ].

Sel Epitel
yang

membatasi lumen berbentuk kolumnar simpleks dan bersilia, silia tersebut bergerak
menjauhi ovarium menciptakan gelombang aliran di dalam oviduct. Pada mamalia,
kecuali primata selalu didapati adanya silia dan bersifat fungsional sepanjang
kehidupan reproduksinya. Struktur ductus (saluran) pada mamalia terdiri atas
beberapa bagian yang secara morfologi terpisah serta berbeda ukuran setiap
bagiannya. Pada Aves, ternyata berupa saluran yang memiliki ukuran seragam dengan
perluasan di dekat Cloaca[ CITATION AVN90 \l 1057 ].

3.  Uterus

Uterus memiliki kesamaan antara beberapa ternak lainnya, yaitu berbetuk bicornua (dua
tanduk). Pada hewan yang tak bunting uterus berada 25-40 cm ke deapan dari lubang vulva,
tepat di depan cervix. Corpus Uteri bergaris tengah transversal 9-12 cm berukuran panjang 2-
5 cm dan bagian depan terbagi atas 2 tanduk. Karena tanduk uterus terletak sangat berdekatan
sepanjang 10-15 cm dan tumbuh bersama, maka seakan-akan corpus uteri tampak lebih
panjang dari pada kenyataannya. Kadang-kadang tanduk uterus memanjang masuk ke dalam
cerviks, sehingga tidak terdapat corpus uteri.  Pada tempat dimana kedua tanduk memisahkan
diri garis tengahnya 3-4 cm, Dari tempat pemisahan panjang tanduk uterus biasanya 20-35
cm, membuat panjang seluruh uterus menjadi 30-55 cm. Panjang uterus beragam sesuai
dengan umur hewan dan faktor lain (Nuryadi, 2010).

Uterus sapi terdapat sebagian besar di ruang abdomen. Corpus uterinya sangat pendek (3-4
cm), tetapi mempunyai cornua uteri yang panjang (30-40 cm). Tidak seperti pada kuda
extremitas abdominalis dari cornua uteri sapi berbentuk corong dan berhubungan dengan tuba
uterine (Aswin, 2009)

Uterus merupakan tempat implantasi zigot yang telah berkembang menjadi embrio. Dinding
uterus terdiri dari (Brown, 1992) :

(1) mukosa-submukosa atau endometrium, terdiri dari dua daerah yang berbeda dalam
bangun dan fungsinya. Lapis superfisial disebut zona fungsional, dapat mengalami degenerasi
sebagian atau seluruhnya selama masa reproduksi, estrus. Suatu lapis tipis, zona basalis tetap
bertahan sepanjang daur. Zona fungsionalis. Epitel permukaannya berbentuk silinder sebaris
pada kuda, anjing. Bagian superfisial terdiri dari jaringan ikat longgar yang mengandung
banyak pembuluh darah dan sel-sel jaringan ikat seperti fibroblas, makrofag dan sel mast.

(2) tunika muskularis atau miometrium, terdiri dari lapis otot dalam tebal yang umumnya
tersusun melingkar, dan lapis luar memanjang terdiri dari sel-sel otot polos yang dapat
meningkatkan jumlah serta ukuran selama kebuntingan. Diantara kedua lapis tersebut
terdapat lapis vaskular yang mengandung arteria besar, vena serta pembuluh limfe. Pembuluh
tersebut dapat memberikan darah pada endometrium.

(3) tunika serosa atau perimetrium, , terdiri dari jaringan ikat longgar yang dibalut oleh
mesotel atau peritoneum. Sel-sel otot polos terdapat dalam perimetrium. Banyak pembuluh
darah, pembuluh limfe dan saraf pada lapisan.

Ada 4 macam tipe uterus, yaitu a) Dupleks; uterus kanan dan kiri terpisan dan bermuara
secara terpisah ke vagina; b) Bipartil; uterus kanan dan kiri bersatu yang bermuara ke vagina
dengan satu lubang; c) Bikornua; bagian uterus kana dan kiri labih banyak yang bersatu
bermuara ke vagina dengan satu lubang; d) Simpleks; semua uterus bersatu sehingga hanya
memiliki badan uterus (Iqbal, 2007).

4.   Serviks

Serviks merupakan bagian dari alat reproduksi yang berdinding tebal dengan panjang 5-10
cm dari tempat sambungan dengan uterus ke arah belakang yang berkesinambungan dengan
vagina yang berdinding tipis. Fungsi utama menutup lumen uterus sehingga tidak memberi
kemunghkinan untuk masuknya jazad mikroskopik maupun makroskopik ke dalam uterus
dalam proses birahi, dengan mengsekresikan mukosa yang melewati vulva, membantu saat
proses kebuntingan dengan mampu menutup dengan ketat dengan satu sumbat dari lender.
Pada waktu melahirkan, Serviks akan berfungsi melebar yang memungkinkan fetus beserta
selaputnya mudah melewatinya (Salisbury, 1985)

Serviks atau leher uterus mengarah ke kaudal menuju ke vagina. Serviks merupakan sphincer
otot polos yang kuat, dan tertutup rapat, kecuali pada saat terjadi birahi atau pada saat
kelahiran. Pada saat birahi Serviks agak relaks sehinggga memungkinkan spermatozoa untuk
memasuki uterus. Pada saat tersebut bukan tidak mungkin Serviks akan mengeluarkan mukus
yang kemudian mengalir ke vulva. Peningkatan jumlah mucus juga diproduksi oleh sel-sel
goblet pada serviks selama kebuntingan, guna mencegah masuknya zat-zat yang membawa
infeksi dari vagina ke dalam uterus (Frandson, 1986).

Epitel Serviks adalah silinder sebaris dengan banyak sel musigen. Sel mangkok ada. Sekresi
lendir yang meningkat terjadi selama berahi dan bunting, dan banyak lendir keluar melalui
vagina. Lamina propria terdiri dari jaringan ikat pekat tidak teratur yang bersifat edematous,
sehingga tampak sebagai jaringan ikat longgar selama birahi. Tunika muskularis terdiri dari
lapis dalam melingkar dan lapis luar yang memanjang. Serabut elastik terdapat pada jaringan
ikat pada lapis otot polos yang melingkar. Lamina serosa serviks terdiri dari jaringan ikat
longgar. Saluran memanjang dari epooforon sering tampak pada lapis ini (Partohardjo, 1980).

   5. Vagina

Vagina merupakan perpanjangan dari cervix sampai ketempat sambungan uretra dengan
saluran alat kelamin adalah bagian yang berdinding tipis. Vagina merupakan bagian dari
organ repoduksi merupakan organ kopulasi pertemuan antara organ reproduksi jantan dan
betina. Sel epitel berada dinding vagina yang berada dekat Serviks terdiri dari lapisan jajaran
sel sel penghasil  lendir dan sel epitel tipis (Partohardjo, 1980).

Vagina adalah bagian saluran peranakan yang terletak di dalam pelvis di antara uterus (arah
kranial) dan vulva (kaudal). Vagina juga berperan sebagai selaput  yang menerima penis
hewan jantan pada saat kopulasi. Membran mukosa dari vagina adalah epitel squamosa
berstrata yang tak berkelenjar. Pada bagian vagina sapi tersebut permukaannya tidak
mengalami kornifikasi, kemungkinan karena rendahnya tingkat sirkulasi estrogen (Frandson,
1986).

Vagina terletak horisontal di ruang pelvis, dimulai dari cervix uteri sampai vulva. Berbentuk
tubulus sepanjang 15-20cm, dengan diameter 10-12 cm apabila diregang. Di bagian cranial
dari vagina terdapat fornix vaginae yang merupakan kantong yang dibentuk oleh portio
vaginalis uteri. Di bagian caudal vagina berhubungan dengan vulva. Vagina sapi lebih
panjang daripada kuda, juga dindingnya lebih tebal. Panjangnya 20-35 cm. Di dinding
ventral, diantara tunika muscularis dan selaput lendir terdapat 2 buah saluran Gartner yang
bermuara di posterior orificium urethrae externum. Saluran Gartner adalah sisa embrional
dari duktus Wolfii (Aswin, 2009)

Dinding vagina memiliki tiga lapis : tunika mukosa-submukosa, tunika muskularis dan tunika
adventisia atau serosa. Mukosa vagina memiliki epitel pipih banyak lapis yang meningkat
tebalnya selama praestrus dan estrus. Pada daerah kranial vagina sapi betina, lapis permukaan
dengan sel-sel silinder dan sel mangkok terdapat pada epitel pipih banyak lapis. Kelenjar
intraepitel terdapat pada anjing betina selama birahi. Pada kuda betina , sel epitel berbentuk
polihedral dengan sedikit lapis sel pipih pada permukaan. Lapis propria submukosa terdiri
dari jaringan ikat longgar. Tunika muskularis terdiri dari dua atau tiga lapis. Lapis dalam
melingkar tebal terdiri dari otot polos dan dipisah menjadi dua berkas oleh jaringan ikat.
Lapis luar tersusun memanjnag terdiri dari otot polos. Tunika adventisia terdiri dari jaringna
ikat longgar dan mengandung pembuluh darah, saraf dan ganglia. Hanya bagian kranial
vagina yang masih dibalut oleh serosa. Sebagian sel-sel otot polos dari lapis luar vagina
menyusup ke daerah subserosa sehingga disebut muskularis serosa (Brown, 1992 ).
 
6.   Vulva
 
Vulva merupakan alat kelamin betina bagian luar termasuk clitoris dan vestibulum. Bagian
ini memiliki syaraf perasa, yang memegang peranan penting pada waktu kopulasi. Kira-kira
7-10 cm masuk ke dalam dari lubang luar dan pada lantai dinding ventral vestibulum terdapat
celah sepanjang 2 cm. Celah ini merupakan pintu masuk kedalam kantung buntu seburetrha
(devertikulum suburethralis) dan juga merupakan sebagai orificium urethralis. Saluran
urethra masuk ke dalam vestibulum sedikit di depan saluran buntu suburethra tadai pada
dinding depan dan dapat merupakan sebagian dari saluran buntu tadi. Saluran buntu sendiri
panjangnya 3 – 4 cm. saluran urethra berjalan ke depan, tepat di bawah vagina, ke kantung air
seni (Salisbury,1986).

Vulva (pupendum feminium) adalah bagian eksternal dari genitalis betina yang terentang dari
vagina sampai bagian yang paling luar. Pertautan antara vagina dan vulva ditandai oleh orifis
uretral eksternal dan sering juga oleh suatu pematang, pada posisi cranial terhadap orifis
uretral eksternal, yaitu hymen vestigial. Seringkali hymen tersebut demikian rapat hingga
mempengaruhi kopulasi (Frandson, 1086).

Vestibula vagina adalah bagian tubular dari saluran reproduksi antara vagina dan labia vulva.
Labia atau bibir vulva adalah sederhana saja dan tidak terdiri dari labia mayor dan minor
seperti pada manusia (Frandson, 1086).

Lubang luar alat reproduksi sapi betina berada tepat dibawah anus. Panjang 12 cm dan
mempunyai sudut lebar berbentuk bulat disebelah dorsal dan sudut sempit di sebelah ventral.
Labia mayor yang tebal ditutup oleh rambut-rambut halus sampai tempat sambungan dengan
mucosa. Pada perkawinan secara alamiah penis masuk ke dalam alat reproduksi betina
melewati vulva, dan pada waktu melahirkan anak sapi melewatinya (Salisbury, 1986).

7.    Klitoris

Komisura ventral (bagian paling bawah) dari vulva terdapat klitoris  yang merupakan organ
yang asal-usul embrionalnya sama dengan penis pada hewan jantan. Klitoris terdiri atas dua
krura atau akar, badan dan kepala (glans). Klitoris terdiri dari jaringan erektil yang tertutup
oleh epitel squamosa berstrata dan dengan sempurna memperoleh inervasi dari ujung saraf
sensoris (Frandson, 1986).

Tepat disebelah dalam di tempat pertemuan bawah bibir vulva terdapat tenunan erectile yang
disebut clitoris. Hanya bagian ujung clitoris yang tampak, tetapi kira-kira keseluruhan
panjang Klitoris kira-kira 10 cm. Klitoris mempunyai persamaan dengan penis hewan jantan.
Labia minora atau bibir vulva yang kecil mengitari Klitoris, yang homolog dengan
praeputium (Saliasbury, 1985)
B.BENTUK DASAR SPERMATOZOA

Sel sperma adalah sel di dalam reproduksi laki-laki yang dibentuk di testis. Sel inilah yang
nantinya akan bertemu dengan sel telur (ovum) pada wanita untuk bersatu dan membentuk
zigot yang merupakan cikal bakal janin atau manusia. Spermatozoid atau sel sperma berasal
dari bahasa Yunani kuno: σπέρμα yang berarti benih dan ζῷον yang berarti makhluk hidup
adalah sel dari sistem reproduksi laki-laki. Sel sperma akan membuahi ovum untuk
membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang
menjadi embrio.

Proses pembentukan sperma ini dinamakan spermatogenesis. Pada tubulus seminiferus


terdapat dinding yang terlapisi oleh sel germinal primitif yang mengalami kekhususan. Sel
germinal ini disebut spermatogonium (jamak = spermatogonia). Setelah mengalami
pematangan, spermatogonium memperbanyak diri sehingga membelah secara terus-menerus
(mitosis). Sedangkan sebagian spermatogonium yang lain melakukan spermatogenesis.

Pertama kali terlihat di bawah mikroskop pada tahun 1677 oleh Antonie van
Leeuwenhoek yang menggambarkan mereka sebagai hewan kecil atau animalcules. Saat di
mana pria mengalami ejakulasi saat berhubungan maka ia akan mengeluarkan satu ejakulat
cairan yang disebut semen. Dalam satu ejakulat (satu porsi), selain cairan semen, juga
terdapat sel sperma.

Sel sperma manusia adalah sel sistem reproduksi utama dari laki-laki. Sel sperma memiliki
jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Sel sperma manusia terdiri atas kepala yang
berukuran 5 µm x 3 µm dan ekor sepanjang 50 µm. Sel sperma pada manusia bersifat haploid
yang berjumlah 23 kromosom, sehingga jika nantinya sel sperma bertemu dengan sel telur
pada wanita, maka lengkaplah sel tersebut menjadi sel yang bersifat diploid yang memiliki
jumlah kromosom sebanyak 46 buah.

Spermatozoa mamalia dihasilkan melalui spermatogenesis dalam gonad jantan (testis)


melalui pembelahan meiosis. Proses spermatozoon awal memakan waktu sekitar 70 hari.
Tahap spermatid adalah di mana sperma mengembangkan ekor. Tahap berikutnya dimana ia
menjadi sepenuhnya matang memakan waktu sekitar 60 hari dan selanjutnya
disebut spermatozoa. Sel sperma dikeluarkan dari tubuh laki-laki dalam cairan yang dikenal
sebagai air mani.

Sperma ini dibawa bersama cairan semen (mani) ketika dikeluarkan (diejakulasikan) melalui
lubang urethra pada penis, yang selanjutnya akan menuju ke vagina untuk melakukan fungsi
utamanya, yaitu sebagai fungsi reproduksi juga berkembang biaknya manusia dan juga
hewan, dengan kemampuan sperma untuk menembus lapisan terluar dari ovum sehingga
terjadi fertilisasi (pembuahan).

Sel sperma yang bergerak disebut juga dengan spermatozoa, sedangkan sel sperma yang tidak
bergerak disebut dengan spermatium. Sel sperma terkandung di dalam cairan semen. Jadi, air
mani yang disebut oleh orang awam adalah gabungan dari cairan semen dan sel sperma.

Selain jumlah, faktor lain yang tak kalah penting adalah pergerakan sperma. Gerak sperma
ada empat macam, yaitu:

 Gerak lurus cepat


 Gerak lurus lambat
 Gerak di tempat, dan
 Tidak bergerak.

Tidak semua sel sperma yang dilepaskan ke dalam vagina akan bertahan sampai leher rahim.
Hanya sel sperma hidup yang sehat dan lurus akan memiliki kesempatan untuk mencapai sel
telur. Jika tidak ada sel telur untuk dibuahi, sel-sel sperma dapat tetap hidup hingga lima hari
atau lebih dalam saluran reproduksi wanita.

Sel sperma adalah satu sel tunggal yang tidak bisa membelah diri. Bentuk sel ini memiliki 3
bagian yaitu bagian kepala, tengah, dan ekor. Pada bagian kepala terdapat inti sel (nukleus),
bagian tengah mengandung banyak mitokondria yang berfungsi sebagai sumber energi untuk
pergerakan dan bagian ekor bertugas untuk mendorong sehingga sel sperma ini dapat
bergerak.
Struktur Sperma

Sperma berbentuk seperti kecebong dan terbagi menjadi 3 bagian yaitu: kepala, leher dan
ekor. Kepala berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti (nucleus). Bagian leher
menghubungkan kepala dengan bagian tengah. Sedangkan ekor berfungsi untuk bergerak
maju, panjang ekor sekitar 10 kali bagian kepala.

 Kepala

Kepala pada sel sperma berbentuk lonjong dan terdapat inti sel (nucleus) dengan kadungan
informasi genetic berupa DNA di dalamnya. Informasi genetic inilah yang akan bertemu
dengan informasi genetic dari sel telur dan akan menentukan apakah janin nya seorang laki-
laki ataupun perempuan. Kepala sperma berbentuk lonjong, mengandung nukleus (inti), inti
tersebut mengandung DNA atau informasi genetik yang akan diwariskan nantinya.

Pada kepala sperma juga terdapat enzim-enzim, seperti enzim hialuronidase, yang berfungsi
untuk menembus lapisan koronaradiata pada ovum dan enzim akrosin yang menembus
zona pelusida. Pada kepala sel sperma ini juga diselubungi oleh dua enzim yang membantu
sel sperma untuk menembus pertahanan reproduksi wanita.

Kepala (caput), terdiri dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit sitoplasma, mengandung
inti (nukleus) dengan kromosom dan bahan genetiknya. Pada bagian membran permukaan di
ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom mengandung
enzim hialuronidase dan proteinase yang berfungsi untuk menembus lapisan pelindung ovum.

 Midpiece
Bagian tengah sperma ini dibungkus oleh mitokondria yang merupakan sumber energi bagi
sperma yang berguna sebagai sumber energy bagi sel sperma dalam menjalankan
aktivitasnya. Di dalam mitokondria ini, terdapat 11 buah mikrotubulus, serta mempunyai
ATP-ase untuk menghidrolisis (mengolah ATP sebagai bahan utama sumber energi). Badan
(corpus), banyak mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk
pergerakan sperma.

 Ekor

Ekor sperma berupa flagella (alat gerak) berbentuk sitoskeleton yang berukuran panjang yang
berfungsi untuk mendorong sperma kedepan, dengan kecepaatan 30 inci / jam. Ekor
(cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas deferens dan
ductus ejakulotoris.
Proses Pembentukan Sperma

Proses pembentukan sperma dipengaruhi oleh beberapa hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
hipofisis yaitu LH dan FSH. Fungsi LH (Luteinizing Hormone) adalah untuk merangsang
sel leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Fungsi FSH juga meliputi perannya pada
proses spermiogenesis, yaitu perubahan dari spermatid menjadi sperma. Selanjutnya juga ada
peran dari GH (Growth Hormone) yang mengatur pembelahan awal spermatogonia.

Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan
diferensiasi sel, yang bertujuan untuk membentuk sperma fungsional. Pematangan sel terjadi
di tubulus seminiferus yang kemudian disimpan di epididimis.  Spermatogenesis berawal dari
sel spermatogonia yang terdapat pada dinding tubulus seminiferus. Setiap spermatogonia
yang mengandung 23 pasang kromosom, mengalami pembelahan mitosis menghasilkan
spermatosit primer yang juga mengandung 23 pasang kromosom.

Spermatosit primer ini kemudian mengalami pembelahan meiosis pertama menghasilkan 2


spermatosit sekunder yang haploid. Pada tubulus seminiferus terdapat dinding yang terlapisi
oleh sel germinal primitif yang mengalami kekhususan. Sel germinal ini disebut
spermatogonium. Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus
seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang disebut
spermatogonia (spermatogonium = tunggal).

Berikut adalah tahap pembentukan sperma:

 Spermatositogenesis

Spermatositogenesis adalah pembentukan gametositogenesis yang memengaruhi


pembentukan spermatosit yang mengandung setengah dari materi genetik. Dalam proses ini
terjadi pembelahan spermatogonium hingga menjadi spermatid. Proses ini terdiri dari dua
tahap yaitu mitosis dan meiosis. Spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung
23 kromosom berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel terminal yang disebut
spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi
spermatogonia tipe B.

Proses ini merupakan tahap dimana spermatogonia mengalami mitosis dan menjadi
spermatosit primer. Spermatogonia bersifat diploid (2n) atau mengandung 23 pasang
kromosom. Spermatosit primer yang terbentuk juga bersifat diploid (2n). Dimana Spermatosit
primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu
spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.

 Tahapan Meiois
Spermatosit primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera
mengalami meiosis I yang menghasilkan spermatosit sekunder n kromosom
(haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara meiosis II membentuk
empat buah spermatid yang haploid juga. Meiosis terjadi Setelah spermatosit primer
terbentuk, maka sitoplasma yang terbentuk juga semakin banyak. Spermatosit primer berubah
menjadi spermatosit sekunder yang sifatnya haploid (n) pada kromosomnya.

Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah,
tapi masih berhubungan lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan
spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap. Kemudian spermatosit sekunder
membelah lagi pada proses meiosis tingkat 2 dan kemudian membentuk n kromosom yang
baru, sehingga membentuk empat buah spermatid yang sifatnya sama yaitu haploid (n).

 Tahapan Spermiogenesis

Ini merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase
golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat
spermatozoa (sperma) masak. Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki
bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma,
akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor.

“Ekor” tersebut akan berubah menjadi aksonema. Bagian depan ekor (bagian tengah sperma.
Disebut midpiece) tampak lebih tebal karena mitokondria terdapat dibagian sana untuk
menghasilkan energi bagi sperma. DNA juga dimasukkan ke dalam spermatid hingga
menjadi kental. Sperma yang matang ini atau spermatozoa akan dikeluarkan melalui meatus
urethra yaitu lubang kemaluan pria bersama dengan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar
vesikula seminalis yaitu cairan mani yang kental, mani atau semen ini banyak mengandung
fruktosa, asam askorbat, enzim koagulasi (vesikulase) dan prostaglandin.

Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP testosteron (Androgen Binding Protein
Testosteron) tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan menghasilkan hormon inhibin untuk
memberi umpan balik kepada hipofisis agar menghentikan sekresi FSH dan LH. Selanjutnya
sperma bercampur dengan cairan dari kelenjar prostat yang berupa cairan seperti susu yang
bersifat sedikit asam sitrat dan juga enzim PSA (prostate spesific antigen), cairan ini
berperan dalam aktivasi sperma dan jumlahnya juga banyak, yaitu mencapai 1/3 volume
dari pada semen (cairan sperma).

Pembentukan sel sperma pada manusia tidak terlepas dari peran hormon-hormon reproduksi,
yaitu Luteinizing Hormone (LH) dan juga Folicle Stimulating Hormone (FSH). Peran dari
kedua hormone ini adalah sebagai berikut :

1. Luteinizing Hormone (LH), ini terletak di hipofisis bagian depan (anterior) dan
berfungsi untuk merangsang sel
2. Leydig menghasilkan testosterone, yang mana testosterone ini sangat berguna untuk
pembelahan sel-sel spermatogonium. Selain itu, LH juga berperan dalam perkembangan
kelamin sekunder pada pria, berupa pertumbuhan kumis dan jenggot, suaya yang lebih berat,
dan lain-lain.
3. Folicle Stimulating Homone (FSH), hormon ini berfungsi untuk merangsang sel
Sertoli untuk membentuk ABP (Androgen Binding Protein) yang merangsang
spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Sel sertoli ini juga berfungsi
sebagai bahan makanan untuk spermatozoa.
 Growth Hormone (GH), yang berfungsi sebagai pengatur dalam pembelahan
spermatogonium.

Sperma yang sudah terbentuk di dalam testis seperti pada proses di atas, kemudian akan
disalurkan ke bagian epididimis dan kemudian ke vas deferens dan bercampur dengan sekret
dari kelenjar prostat dan cowperi. Dari tempat itu kemudian dikeluarkan melalui uretra yang
terdapat di dalam penis.

Kelainan Pada Sperma

Sperma sangat perlu diperhatikan, kenapa? Karena jika sperma yang dimiliki seseorang bagus
atau sehat, ini akan melakukan pembuahan terhadap sel telur. Yang akan memberikan anda
keturunan atau kehamilan terhadap pasangan anda. Namun, jika sperma anda punya kelainan,
berarti sperma anda tidak normal yang bakalan mengakibatkan anda susah memiliki
keturunan atau bahkan tidak dapat keturunan atau pria tersebut dapat dikataka mandul.
Sperma yang diejakulasikan di tampung dalam wadah yang bersih dan tidak bereaksi apa-apa
terhadap sperma, yang biasa digunakan adalah tabung reaksi berukuran 50-100 ml ataupun
kaca. Kemudian tempat tersebut ditutup agar tidak terkontaminasi. Oleh karena itu, kelainan
pada sperma yaitu sebagai berikut.

 Kelainan jumlah sperma

Jumlah sperma yang normal bagi seorang pria adalah minimum sekitar 39 juta sperma per
ejakulasi. Seseorang yang memiliki jumlah sperma lebih rendah dari jumlah normal,
terkadang disebut sebagai oligospermia. Jika tidak ada sel sperma yang ditemukan, ini bisa
disebut sebagai azoospermia. Sedangkan sel sperma sendiri ialah benih yang diperlukan
untuk membuahi sel telur wanita.

Azoospermia timbul akibat berbagai hal, diantaranya adalah karena memang testis tidak bisa
memproduksi sel sperma atau bisa juga karena ada saluran sperma yang tersumbat yang
menyebabkan sel sperma tidak terkandung dalam air mani.

Penyebab kelainan ini bisa berasal dari sumbatan pada saluran sperma (Vas
deferens) ataupun karena kelainan bawaan. Jika penyebabnya adalah sumbatan pada saluran
sperma maka masih bisa diatasi dengan jalan operasi untuk membersihkan sumbatan tersebut
dan kemungkinan kehamilan masih bisa terjadi. Terkecuali jika disebabkan oleh kelainan
bawaan yang menyebabkan testis tidak dapat memproduksi sel sperma penanganannya akan
lebih sulit.

 Kelainan bentuk sperma (morfologi)

Kelainan sperma ini mengacu pada kelainan bentuk sel-sel sperma. Setidaknya, sperma
dinyatakan masih dapat berfungsi dengan baik jika memiliki 4% sperma yang berbentuk
normal. Untuk melihat kelainan sperma ini, sperma harus diperiksa di bawah mikroskop.
Bentuk sperma normal adalah sebagai berikut:

 Memiliki bentuk oval dengan panjang 5-6 mikrometer dan lebar 2,5-3,5 mikrometer.
 Memiliki sebuah tutup terdefinisi (akrosom), yang mencakup 40%-70% dari kepala
sperma.
 Tidak ada kelainan yang terlihat dari leher, bagian tengah, atau ekor.
 Tidak ada tetesan cairan di kepala sperma yang lebih besar dari satu setengah ukuran
kepala sperma.

Teratospermia adalah kondisi dimana bentuk sperma abnormal sangat banyak dan jumlah
morfologi sperma normal kurang dari 30%. Kelainan ini belum diketahui pasti, namun
kelainan hormonal terjadi pada testis yang menyebabkan infeksi dan tumor yang dapat
mempengeruhi morfologi sperma. Teratospermia masalah utamanya terletak pada kelainan
bentuk dan juga ukuran sel sperma.

Pria dengan kelainan bentuk sperma cenderung memiliki lebih banyak kesulitan pada
kehamilan, tetapi kita tidak bisa mengatakan dengan pasti apakah kesulitan tersebut hanya
disebabkan oleh bentuk sperma itu sendiri atau dengan alasan yang lain, yang menyebabkan
bentuk sperma berbeda. Setidaknya untuk memperoleh keberhasilan kehamilan, sekurang-
kurangnya 50% dari seluruh sel sperma harus memiliki bentuk yang normal, dibawah nilai itu
sudah dikatakan teratospermia, dalam arti semakin sedikit sperma yang bentuknya normal
maka peluang kehamilan sangat kecil.

 Kelainan gerakan sperma (motilitas)

Motilitas adalah persentase sperma yang bergerak. Agar terjadi fertilisasi, sperma harus
berenang ke saluran reproduksi wanita untuk membuahi telur. Kemampuan berenang menuju
tujuan adalah penting. Motilitas total mengacu pada setiap gerakan, sedangkan motilitas
progresif mengacu pada sperma yang meneruskan gerakan baik dalam garis atau dalam
lingkaran besar. Pergerakan atau motilitas sperma juga jadi faktor penentu terjadinya
pembuahan, karena sperma hanya bisa bertahan hidup dalam waktu singkat.

Oleh karenanya sel sperma harus memiliki gerakan yang cepat dan gesit untuk mencapai sel
telur. Pria dianggap memiliki motilitas normal jika 40% dari keseluruhan sperma bergerak
dan setidaknya 32% harus berenang dalam gerakan maju atau di dalam lingkaran besar.
Gerakan sel sperma sendiri sebenarnya bermacam-macam tergantung pada strukturnya.
Beberapa mungkin ada yang mengalami kelainan seperti bentuk ekor yang lebih pendek
sehingga menyebabkan gerakannya tidak lincah ketika menuju rahim.

Penyebab kelainan jumlah sperma juga banyak yang menyebabkan kelainan gerakan
sperma. Kelainan motilitas dapat terjadi meskipun jumlah sperma yang dimiliki tergolong
banyak, dan hal itu dapat menyebabkan masalah kesuburan.

Nah, itulah tadi penjelasan mengenai sperma tersebut. Sperma merupakan sesuatu yang
sangat penting bagi kehidupan pria. Sperma ini sangat berperan penting dalam membangun
hubungan keluarga. Karena sepasang suami istri pastinya mengharapkan keturunan untuk
melengkapi rumah tangganya. Jika sperma yang dimiliki pasangan tersebut normal atau
bagus, maka mereka akan cepat mendapatkan keturunan. Karena sperma akan dibuahi di
dalam sel telur. Semoga ulasan ini dapat menambah wawasan anda.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

a. Tanggal penelitian

Pengamatan Achatina fulica : tgl 28 Agustus 2019

Pengamatan Clarias sp : tgl 04 September 2019

Pengamatan Bufo sp dan Rana sp : tgl 11 September 2019

Pengamatan Mabouya sp dan Calotes sp : tgl 18 September 2019

Pengamatan Columba livia : tgl 25 September 2019

Pengamatan Mus musculus : tgl 2 Oktober 2019

b. Tempat penelitian

Laboraturium Boilogi lt 2 Universitas Negeri Medan

B. Alat dan Bahan

Alat:

Gunting bedah

Pinset

Mokroskop
Coverglasss

camera

Bahan :

1. Bekicot (Achatina fulica)

2. Ikan lele (Clarias sp)

3. Kodok dan katak (Bufo sp dan Rana sp)

4. Bunglon dan kadal (Mabouya sp dan Calotes sp)

5. Burung merpati (Columba livia)

6. Mencit (Mus musculus)


BAB IV

1. HASIL PEGAMATANPengamatan Achatina fulica

Gambar : struktur organa genitalia interna Achatina fulica

Keterangan :

1. Hepatopankreas
2. Ovotestis
3. Ductus hermaproditicus
4. Glandula albuminosa
5. Ductus spermaticus ( epididimis )
6. Oviduct
7. Vas deferens
8. Spermatecha
9. Ductus spermaticus
10. Porus
11. Atrium genital
12. Penis
13. Musculus retractor penis

2. Pengamatan CLARIAS SP

Gambar : system reproduksi pada clarias sp

Keterangan :

BETINA
1. gonad
2. porus
3. vesica
4. sinus urogenitalis

JANTAN
1. Gonad
2. Porus urogenitalis
3. Vesica urineria
4. Sinus urogenitalis
pengamatan Rana Sp. dan Bufo Sp. 

Gambar : system reproduksi katak ( Rana Sp. dan Bufo Sp. )

Keterangan :
1. Corpus adiposum
2. Testis
3. Saluran sperma
4. Ren
5. Ureter
6. Vesica urinaria
7. Muara cloaka
8. Oviduct
9. Ovarium
10. Uteri
11. Vas deverens
12. Epididimis
3. Pengamatan Mabouya Sp. dan calotes Sp.

Gambar: struktur anatomi organ reproduksi Mabouya Sp.


Keterangan :
1. Ovarium
2. Oviduct
3. Cloaca
4. Corpus adiposum
5. Testis
6. Epididimis
7. Vas deferens
8. Kloaka
9. Ren
10. Vesica urinaria
11. Hemipenis

4. Pengamatan Columba livia

Klasifikasi:
Kingdom    : Animalia
Phylum       : Chordata
Classis        : Aves
Ordo           : Columbiformes
Familia       : Columbidae

Genus         : Columba
Spesies      : Columba livia

Gambar : Anatomi system reproduksi pada Columba livia

Keterangan :
1. Testis
2. Ren
3. Vas deferens
4. Intestinum
5. Ureter
6. Ovarium kanan (rudimenter )
7. Ovarium kiri
8. Uterus
9. Kloaka

5. Pengamatan Cavia cobaya dan Mus musculus

Gambar : anatomi organa genitalia internal feminia Cavia ( kiri ) dan Mus Sp.
( kanan )
Keterangan : keterangan :

1. Ren 1. Surrounding ovary


2. Ureter 2. lemak
3. Vesica urinaria 3. Ovarium kiri
4. Uretra 4. Uterus
5. Orificium uretra externum 5. Vagina
6. Glandula suprarenalis 6. Prepurial gland
7. Ovarium 7. Clitoris
8. Mesovarium 8. Bisected pelvic girdle

9. Ostium abdominal 9. Vulva


10. Oviduct
11. Uterus
12. Vagina
13. Orificium vagina

BAB V
KESIMPULAN
Perkembangbiakan seksual dapat terjadi karena hewan memiliki gamet  atau sel
reproduktif yang mengalami meiosis  dan menghasilkan sel dengan setengah jumlah kromosom,
yaitu spermatozoa pada jantan dan ovum pada betina. Kedua sel tersebut dapat menyatu
membentuk zigot  untuk membentk individu baru.
Zigot pada awalnya berkembang menjadi sel berbentuk bola dengan ruang kosong di
dalamnya, yang disebut dengan blastula  Blastula pada sebagian besar hewan mengalami
differensiasi membentuk berbagai jenis sel. Namun pada hewan spons, blastula mampu berenang
untuk mencari tempat yang baik untuk tumbuh dan berdiferensiasi menjadi terumbu karang yang
baru.
Blastula lalu berkembang menjadi gastrula  dengan ruang yang akan menjadi saluran
pencernaan, dan lapisan ektoderma dan endoderma  Pada hewan tingkat
tinggi, mesoderma terbentuk di antara keduanya.Lapisan-lapisan ini lalu berdiferensiasi
membentuk jaringan dan organ tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Ardhani, F., Manullang, J. R., & all, e. (2015). Abnormalitas Morfologi Spermatozoa Ayam Nunukan
Asal Ejakulat. Jurnal Pertanian Terpadu , 126.
Frandson, R. (1992). Anatomy And Physiology Of Farm Animals. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada Press.
Harlis, W. O. (2011). Morfologi Spermatozoa Epididimis Tikus (Rattus Norvegicus L.) Setelah
Diperlakukan Ekstrak Herba Meniran. Jurnal Paradigma , 43.
Mahfud, Winarto, A., & Nisa, C. (2015). Morfologi Kelenjar Aksesoris Kelamin Biawak Air (Varan
salvator) Jantan. Jurnal Kajian Veteriner , 85.
Nalbandov, A. (1990). Reproductive Phisiology Of Mammals and Birds. San Francisco: W.H Freeman
Nugroho, R. A. (2015). Reproduksi Perkembangan Hewan. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
Toelihere, M. R. (1981). Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung: ANGKASA.
Lampiran gambar/foto hsl pengamatan.

Gambar 1: sperma Mus musculus Gambar 2: Sperma ratus Gambar 3: sperma Cavia
cobaya

Anda mungkin juga menyukai