Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan
piameter dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan serebrospinal
(CSS). Peradangan yang terjadi pada Meningitis yaitu membran atau selaput yang
melapisi otak dan medula spinalis, dapat disebkan berbagai organisme seperti virus,
bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam
cairan otak.
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau
selaput yang melpaisi otak dan medula spinalis, dapat disebabkan oleh berbagai
organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan
berpindah kedalam cairan otak.
Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula spinalis.
Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti
Sinusiotis, Otitis Media, Pneumonia, Edokarditis atau Osteomielitis. Meningitis bakterial
adalah inflamasi arakhnoid dan piameter yang mengenai CSS, Meningeotis juga bisa
disebut Leptomeningitis adalah infeksi selaput arakhnoid dan CSS di dala ruangan
subarachnoid.

B. Anatomi Fisiologi Organ Terkait


Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur
syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea
terdiri dari tiga lapis yaitu:
1. Lapisan Luar (Durameter)
Merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum tulang
belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas
durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan

5
durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk
membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.
2. Lapisan tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.
Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan
sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil
yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat
dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan
piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel radang.
Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.

C. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Sementara meningitis bakteri
lebih berbahaya.
1. Meningitis Bakteri
Saat ini ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan meningitis. Beberapa di
antaranya:
a) Bakteri Meningokokus atau Meningococcal bakteri. Ada beberapa jenis bakteri
meningococcal disebut grup A, B, C, W135, Y dan Z. Saat ini sudah ada vaksin
yang tersedia untuk perlindungan terhadap grup C meningococcal bakteri..
b) Streptococcus pneumoniae bakteri atau pneumokokus bakteri ini cenderung
mempengaruhi bayi dan anak-anak dan orang tua karena sistem kekebalan tubuh
mereka lebih lemah dari kelompok usia lainnya.
c) Mereka yang memiliki CSF shunt atau memiliki cacat dural mungkin bisa terkena
meningitis yang disebabkan oleh Staphylococcus

6
d) Pasien yang memiliki tulang belakang prosedur (misalnya tulang belakang
anaesthetia) beresiko meningitis yang disebabkan oleh Pseudomonas spp.
e) Sifilis dan tuberkulosis menuju meningitis serta jamur meningitis langka
penyebab tetapi terlihat dalam individu positif HIV dan orang-orang dengan
kekebalan yang ditekan.
Menurut kelompok usia, beberapa bakteri kemungkinan penyebab meningitis meliputi:
a) Dalam baru-borns - pneumokokus bakteri atau group B streptokokus, Listeria
monocytogenes, Escherichia coli
b) Bayi dan anak-anak - H. influenzae tipe b, pada anak-anak kurang dari 4 tahun
dan menjadi unvaccinated menimbulkan risiko meningitis karena Meningokokus,
Streptococcus radang paru-paru
c) Anak-anak dan orang dewasa : S. pneumoniae, H. influenzae tipe b, N.
meningitidis, gram negatif Basil, staphylococci, streptokokus dan L.
monocytogenes.
d) Orang tua dan orang-orang dengan kekebalan ditekan : S. pneumoniae, L.
monocytogenes, tuberculosis (TB), organisme gram-negatif
e) Setelah cedera kepala atau infeksi yang diperoleh setelah tinggal di rumah sakit
atau prosedur. Termasuk infeksi dengan Kleibsiella pneumoniae, E.coli,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus
2. Transmisi infeksi
Meningococcal bakteri yang menyebabkan meningitis tersebar yang biasanya
melalui kontak dekat yang berkepanjangan. Penyebaran dimungkinkan karena pasien
berada dekat dari orang yang terinfeksi melalui bersin, batuk, berbagi barang-barang
pribadi seperti, sikat gigi, sendok garpu, peralatan dll. Bakteri pneumokokus juga
tersebar oleh kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, batuk, bersin dll. Namun,
dalam kebanyakan kasus hal ini hanya menyebabkan infeksi ringan, seperti infeksi
telinga tengah (otitis media). Orang-orang dengan sistem kekebalan rendah yang
dapat mengembangkan infeksi lebih parah seperti meningitis.
3. Meningitis virus penyebab
Ada beberapa virus yang dapat menyebabkan meningitis. Vaksinasi terhadap
banyak virus ini telah menyebabkan penurunan kejadian beberapa kasus meningitis.

7
Contoh campak, gondok dan Rubela (MMR) . Vaksinisasi tersedia bagi anak dengan
kekebalan rendah terhadap gondok, yang dulunya merupakan penyebab utama dari
virus meningitis pada anak-anak.
Virus yang dapat menyebabkan meningitis meliputi:
a) virus herpes simpleks-ini dapat menyebabkan genital herpes
b) enteroviruses-virus flu perut - ini telah menyebabkan polio di masa lalu juga
bertanggung jawab atas
c) Gondok
d) Echovirus
e) Coxsackie
f) Virus herpes zoster
g) Campak
h) Arbovirus
i) Influenza
j) HIV
k) Virus West Nile
4. Transmisi HIV
Infeksi virus meningitis dapat menyebar oleh kontak dekat dengan orang
terinfeksi dan yang terkena ketika orang bersin dan batuk. Mencuci tangan setelah
terkontaminasi dengan virus-misalnya, setelah menyentuh permukaan atau objek
yang memiliki virus di atasnya dapat mencegah penyebaran.
5. Penyebab lain dari meningitis
Penyebab lain dari meningitis meliputi:
a) Meningitis jamur-disebabkan oleh Cryptococcus, Histoplasma dan Coccidioides
spesies dan melihat pada pasien AIDS
b) Parasit yang menyebabkan meningitis-termasuk contoh meningitis eosinophilic
yang disebabkan oleh angiostrongyliasis
c) Organisme lainnya seperti tuberkulosis atipikal, sifilis, penyakit Lyme,
leptospirosis, listeriosis dan brucellosis, penyakit Kawasaki dan Mollaret's
meningitis

8
d) Mungkin ada tidak ada infeksi dan peradangan hanya meninges menuju bebas-
infektif meningitis. Hal ini disebabkan oleh tumor, leukemia, limfoma, obat dan
bahan kimia yang diberikan spinally atau epidurally selama anestesi atau
prosedur, penyakit seperti Sarkoidosis, sistemik lupus eritematosus dan penyakit
lain-lain.

D. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot
– otot ekstensor tenkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus. Yaitu tengkuk kaku dalam sikap
kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. tanda
kernig dan brudzinsky positif . Gejala meningitis di akibatkan dari infeksi dan
peningkatan TIK
1. Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala di hubungkan
dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam
umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
2. Perubahan pada tinkat kesadaran dihubunkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi
dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit individu terhadap
proses fisiologik. Manifestasi prilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargik, tidak response, dan koma.
3. Iritasi meningen negakibatkan sejumlah tanda yang mudah di kenali yang umumnya
terlihat pada semua tipe meningitis.
4. Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot otot leher .fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat.
5. Tanda kerning positif : ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kea rah abdomen , kaki tidak dapat di ekstensikn sempurna.
6. Tanda brudzinski: bila leher difleksikan, maka di hasilkan fleksi lutut dan pinggul;
bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka
gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

9
7. Demikian pula alas an yang tidak di ketahui, pasien iini mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
8. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi
terjadi sekunder akibat area vocal kortikal yang peka. Tanda tanda peningkatan TIK
sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan
karakteristik tanda tanda vital(melebarnya tekanan pulse dan bradikardia),pernafasan
tidak teratur, sakit kepal muntah, dan penrunan tingkat kesadaran.
9. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar dari semua pasien dengan tipe
meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam petekie dengan lesi
purpura asmpai ekimosis pada daerah yang luas.
10. Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% dengan meningitis meningiokokkus,
dengan tanda tanda septicemia; demam tinggi yang tiba tiba muncul, lesi purpura
ynag menyebar(sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda tanda koagulopati
intravaskuler diseminata (KID).kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam
setelah serangan infeksi.
11. Organisme penyebab infeksi selalu dapat di identifikasi melalui biakan kuman ada
cairan serebrosinal dan darah.counter immuno electrooesis (CIE) digunakan secara
luas untuk mendeteksi antigen bakteri ada cairan tubuh, umumnya cairan serebrosnal
dan urine.

E. Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis, tonsilitis, pneuminoa, bronchopneumonia
dan endokarditis. Penyebaran bakteri atau virus dapat pula secara perkontinuitatum dari
peradangan organ atau jaringan yang ada didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis
media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran bisa juga terjadi
akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-
kuman kedalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan arkhnoid,
CSS (cairan serebrospinal) dan sistem ventrikulus.

10
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam
beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel
plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan. Bagian luar mengandung
leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrono-purulen menyebabkan
kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal
tampak jernih dibandingkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri.

11
F. Pathway

12
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan cairan serebrospinalis
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, mengitis, dibagi menjadi dua
golongan yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
a. Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan
sediaan langsung dengan mikroskop dan hasil biakan. Pada pemeriksaan
diperoleh hasil cairan serebrospinal yang keruh karena mengandung pus (nanah)
yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, serta jaringan yang mati
dan bakteri.
b. Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang
jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, laju endap darah
(LED), kadar glukosa ,kadar ureum,elektrolit, dan kultur.
a. Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
b. Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping itu, pada
meningitis tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
3. Pemeriksaan radiologi
a. Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (pemeriksaan mastoid,sinus
paranasal) dan foto dada.
b. Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila mungki
dilakukan CT Scan.

H. Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain
1. Trombosis vena cerbral, yang menyebabkan kejang, koma, atau kelumpuhan.
2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan diruangan subdural karena
adanya infeksi karena kuman.
3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang
disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak

13
5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah diotak.
6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infrak otak karena adanya
infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan otak.
7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran pendengaran.
8. Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi mental yang
mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu.

I. Penatalaksanaan
Terapi Konservatif/Medikal
1. Terapi Antibiotik
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah dan
lumbal punksi guna pemberian antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab.
Berikut ini pilihan antibiotika atas dasar umur.
Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada pemilihan
antibiotika yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri penyebab serta perubahan
dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan respon gejala klinis kemungkinan akan
menjadi lambat, dan pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil
kultur CSF akan menjadi negatif.
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna
sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan
pengobatan meningitis meliputi: Pemberian antibiotic yang mampu melewati barier
darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan bakteri. Baisanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat
atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih
efektif digunakan.
Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa) :
1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1
setengah tahun.
2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.

14
Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
1. Sefalosporin generasi ketiga
2. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
3. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
Pengobatan simtomatis:
1. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6
mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7
mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
2. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
3. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk
mengobati edema serebri.
4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan
volume cairan intravena
2. Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri, mengurangi
tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan penetrasi
antibiotika kedalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan abses, oleh karena
itu penggunaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid
sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa atau edema pada
herniasi yang mengancam dan menimbukan defisit neurologik fokal. Label et al
(1988) melakukan penelitian pada 200 bayi dan anak yang menderita meningitis
bakterial karena H.Influenzae dan mendapat terapi deksamehtason 0,15 Mg/kgBB/x
tiap enam jam selama 4hari, 20 menit sebelum pemberian antibiotika. Ternyata pada
pemeriksaan 24jam kemudian didapatkan penurunan tekanan CSF, peningkatan kadar
glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF. Yang mengesankan dari penelitian
ini bahwa gejala sisa berupa gangguan pendengaran pada kelompok yang
mendapatkan deksamethason adalah lebih rendah dibandingkan kontrol. Tunkel dan
Scheld (1995), menganjurkan pemberian deksamethason hanya pda penderita dengan
resiko tinggi, atau pada penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak

15
atau tekanan intrakranial tinggi. Hal ini mengingat efek samping penggunaan
deksamethason yang cukup banyak seperti perdarahan traktus gastrointestinal,
penurunan fungsi imun selular sehingga menjadi peka terhadap patogen lain dan
mengurangi penetrasi antibiotika kedalam CSF.
3. Terapi Operatif
Penanganan vokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi. Pendekatan
mastoidektomi harus dapat menjamin eradekasi seluruh jaringan patologik dimastoid.
Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan operasi ini adalah untuk
memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang mungkin digunakan oleh invasi
bakteti.
Selain itu juga dapat dilakukan tindakan trombektomi, jugular vein
ligation,perisinual dan cerebellar abcess drainage yang diikuti antibiotika broad
spectrum dan obat-obatan yang mengurangi edema otak yang tentunya akan
memeberikan outcome yang baik pada penderita komplikasi intrakranial dari otitis
media.

16

Anda mungkin juga menyukai